BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya menjaga kesehatan bagi masyarakat adalah hal mutlak. Karena dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat terus produktif. Hal ini selaras dengan isi Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pada pasal 9 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dengan demikian masyarakat secara luas termasuk generasi muda bukan hanya menjadi obyek pembangunan kesehatan, melainkan juga menjadi subyek pembangunan kesehatan. Memasuki Millenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan pembangunan berwawasan kesehatan yang dilandasi paradigma sehat yaitu pembangunan kesehatan yang bersifat holistik dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Berdasarkan paradigma sehat tersebut ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat merupakan perwujudan riil paradigma sehat dalam budaya hidup perorangan, keluarga dan masyarakat yang berorientasi pada
memelihara, dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan (Depkes, 2009). Seiring dengan cepatnya perkembangan dalam era globalisasi, serta adanya transisi demografi dan epidemiologi penyakit, maka penyakit akibat perilaku dan perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan sosial budaya cenderung akan semakin kompleks. Perbaikannya tidak hanya dilakukan pada aspek pelayanan kesehatan, perbaikan pada lingkungan dan merekayasa kependudukan atau faktor keturunan, tetapi perlu memperhatikan faktor perilaku yang secara teoritis memiliki andil 30-35% terhadap derajat kesehatan. Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar, maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat, salah satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Depkes, 2009). Depkes (2009) menyatakan bahwa banyak masalah kesehatan yang ada di Indonesia, termasuk timbulnya berbagai kejadian luar biasa (KLB) yang dipengaruhi oleh perilaku masyarakat, seperti KLB diare penyebab utamanya adalah rendahnya perilaku masyarakat untuk cuci tangan pakai sabun, minum air yang tidak dimasak, serta buang air besar tidak di jamban, KLB penyakit demam berdarah, karena perilaku masyarakat yang kurang peduli dengan pemberantasan sarang nyamuk. Tingginya penyakit saluran pernafasan, TBC akibat kebersihan rumah yang rendah. Demikian pula, perilaku masyarakat terhadap perawatan kehamilan, persalinan yang
tidak ditolong oleh petugas kesehatan menjadi penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Saat ini, perilaku masyarakat merupakan faktor utama yang menyebabkan masalah kesehatan, oleh sebab itu upaya untuk pemberdayaan masyarakat agar mampu berperilaku hidup bersih dan sehat menjadi prioritas utama dalam program kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan pengetahuan dan sikap yang positif. Nafu (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan dan sikap kepala keluarga berpengaruh terhadap pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Upaya peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat saat ini belum menunjukkan hasil optimal, hal ini dapat dilihat dari Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2010) secara nasional, penduduk yang telah memenuhi kriteria PHBS baik, sebesar 38,7% (Depkes RI,2009). Demikian juga hasil Survey Kesehatan Nasional 2004, menunjukkan bahwa pencapaian rumah tangga yang melaksanakan PHBS (klasifikasi IV) baru berkisar 24,38%. Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2004 menunjukkan bahwa di Indonesia sebesar 35% perokok berusia 15 tahun dan proporsi terbesar (64%) merokok didalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya. Perokok laki-laki lebih tinggi di banding perempuan (63% banding 45%). Sebagian besar (82%) penduduk yang berusia 15 tahun keatas kurang melakukan aktifitas fisik, dengan kategori (73%) kurang bergerak dan (9%) tidak terbiasa melakukan aktifitas fisik.
Hasil survey cepat PHBS tatanan rumah tangga Jawa Tengah 2004 diketahui bahwa: sebesar 73% keluarga belum menjadi peserta JPK/Dana Sehat, dan sebesar 68% keluarga belum bebas dari rokok (Dinkes Jateng, 2010). Hasil penelitian Napu (2010) cakupan PHBS di Desa Tunggulo Selatan masih rendah, dari 10 indikator PHBS hanya 3 indikator yang dijalankan yaitu pemberian ASI Eksklusif, aktif di posyandu dan menggunakan air bersih. Provinsi Sumatera utara 2010 untuk cakupan PHBS dalam rumah tangga berkisar 62,70%, masih dibawah target nasional 2010 yaitu dengan cakupan 65% (Profil Dinas Kesehatan Sumut, 2011). Pelaksanaan Program PHBS di Kabupaten Batu Bara, telah dilakukan melalui program dinas kesehatan maupun puskesmas. Namun hasil kegiatan menunjukkan bahwa PHBS di daerah ini belum mencapai target. Hal ini terlihat dari profil dinas kesehatan bahwa dari 12.000 jumlah rumah tangga yang dipantau yang ber-phbs hanya sebesar 8.673 (13,8%) sedangkan target nasional 2010 sebesar 65%. Cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan sebesar 89,83%, sementara target nasional adalah 90%. Memberi bayi eksklusif mengalami penurunan dari 12,63% tahun 2010 menjadi 11,35% tahun 2011, sedangkan target yang harus dicapai adalah 80%. Rumah sehat sangat rendah yaitu 13,18% hal ini menunjukkan belum tercapainya angka nasional yang menargetkan rumah sehat 80%. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sebesar 3,27% sedangkan target nasional adalah 80%. Jenis sumber air sehat yang paling banyak digunakan adalah air sumur terlindung
79%. Rumah tangga yang menggunakan jamban 80% target yang dicapai ditahun 2010 adalah 80%. Kabupaten Batu bara terdiri dari 7 kecamatan dengan jumlah penduduk 374.715 jiwa, 25.837 adalah warga miskin. 6 kecamatan berada diwilayah pertanian dan perkebunan, dan 1 kecamatan berbatasan dengan selat malaka. Masyarakat Batu Bara bekerja sebagai petani sebesar 47,86%, sebagai karyawan18,61% dan 33,53% bekerja sebagai pedagang. Salah satu dari tujuh Kecamatan di Batu Bara yang mempunyai cakupan PHBS rendah adalah kecamatan Sei Suka. Rumah Tangga yang dipantau yang ber PHBS hanya sebesar 56% sedangkan target nasional 2010 sebesar 65%. Cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan sebesar 68,17% sementara target nasional adalah 90%, memberi bayi eksklusif masih sangat rendah yaitu 5,30% jauh di bawah target tahun 2010 yaitu 80%, menimbang bayi dan balita 57%, memberantas jentik di rumah 43,46%, menggunakan jamban 65%., makan buah dan sayur setiap hari hanya 50%, merokok di dalam rumah 80%, sumber air bersih yang paling banyak digunakan adalah air sumur terlindung 79%, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 30%, menggunakan tempat sampah sehat 20,50%, masyarakat masih membuang sampah disembarang tempat (Profil Dinas Kesehatan Batu Bara, 2011). Desa Simodong merupakan salah satu desa di wilayah kecamatan Sei Suka, desa ini berdasarkan sosio demografi dikelilingi oleh persawahan dan perkebunan, dan jarak desa ke ibu kota kecamatan 5 km. Kehidupan masyarakat di desa Simodong, secara sosial ekonomi hidup bergantung dari hasil panen padi, Kepala
keluarga dan para ibu, bekerja bertani di sawah, baik sawah punya pribadi maupun punya orang lain. Penghasilan mereka tergantung hasil panen, dan panen padi dilakukan dua kali dalam satu tahun. Rata-rata petani berpendidikan rendah dan berpenghasilan pas-pasan. Menurut penelitian Irawati (2011) menyatakan bahwa ada pengaruh karakteristik seperti pendidikan, pekerjaan dan umur dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini juga didukung oleh penelitian Amalia (2009) menjelaskan ada hubungan antara pendidikan, pendapatan dengan PHBS. Berdasarkan hasil Survey awal, di Desa Simodong dari 10 Rumah Tangga yang di observasi, semuanya memiliki sanitasi lingkungan yang rendah, kesulitan air bersih (air berwarna kuning, berminyak), tidak memiliki saluran pembuangan air limbah yang memadai hanya berbentuk selokan dan penuh genangan air, jarak antara kandang ternak dengan rumah masyarakat hanya berkisar 3 meter. Dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat akan mempermudah terjadinya penyakit. Masyarakat terlihat seolah-olah cenderung tidak perduli terhadap kondisi lingkungan yang tidak sehat, mereka lebih memikirkan kebutuhan ekonomi, sandang dan pangan. Berdasarkan asumsi ketidakperdulian masyarakat akan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat adalah akibat kurangnya pengetahuan dan sikap tentang pentingnya ber PHBS. Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan suatu domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada pengetahuan yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Peran dukungan sosial dari kepala keluarga dan tokoh masyarakat berpengaruh dalam pelaksaan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat Wortman (dalam Sarafino, 2004), sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dapat menimbulkan hubungan yang positif ataupun yang sifatnya negatif. Positif apabila hubungan tersebut menguntungkan atau cenderung memberikan dukungan, seperti memberikan kasih sayang, rasa aman, dan kebahagiaan. Sedangkan yang bersifat negatif adalah hubungan yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, mengancam, bahkan dapat menimbulkan stres. Orang-orang yang memberikan dukungan sosial ini dikatakan sebagai sumber dukungan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari dukungan sosial berasal dari berbagai sumber, seperti suami atau pasangan, keluarga, teman-teman, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan. Teori Snehandu B. Karr (dalam Notoatmodjo, 2010) menyatakan bahwa seseorang mau bertindak sehubungan dengan adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya. Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, orang tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat sekitar, maka orang tersebut merasa kurang atau tidak nyaman. Berdasarkan penelitian Sonda Sari (2006) dukungan sosial dominan dalam memengaruhi PHBS pada masyarakat nelayan di desa bagan kuala kecamatan tanjung beringin, hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sinaga, dkk (2004) tentang Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat : Studi Kasus Kabupaten
Bantul 2003 menyatakan bahwa rendahnya cakupan PHBS di Kabupaten Bantul di sebabkan oleh kurangnya pemberdayaan masyarakat, minimnya alokasi anggaran untuk PHBS, rendahnya peran puskesmas dalam mensosialisasikan PHBS kepada masyarakat serta minimnya dukungan dari tokoh masyarakat. Peran dukungan sosial dianggap peneliti kurang mendukung dilaksanakannya PHBS. Menurut petugas kesehatan, para suami-suami di Desa Simodong tidak pernah mendampingi ibu-ibu dalam memeriksakan kehamilannya, demikian juga sewaktu si ibu melahirkan. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan PHBS, seperti anjuran untuk berperilaku sehat, dukungan komunikasi antar anggota keluarga, hal ini dapat memengaruhi Kesehatan setiap anggota individu keluarga (Wibowo, 2010). Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh faktor predisposisi dan dukungan sosial terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada masyarakat di Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaruh faktor predisposisi dan dukungan sosial terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada masyarakat di Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor predisposisi dan dukungan sosial terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada masyarakat di Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. 1.4. Hipotesis Ada pengaruh faktor predisposisi dan dukungan sosial terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada masyarakat di Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. 1.5. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yaitu: 1. Membantu memecahkan masalah tentang PHBS masyarakat di Desa Simodong dan semoga menjadi masukan bagi kepala puskesmas dalam merumuskan Strategi peningkatan PHBS bagi masyarakat Desa Simodong melalui program promosi kesehatan. 2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara dalam perencanaan peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah Kecamatan Sei Suka. 3. Bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya yang terkait dengan PHBS
4. Mudah-mudahan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat mengadakan penelitian yang berkaitan dengan bidang Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.