BAB I PENDAHULUAN. melakukan kegiatan-kegiatan dalam pembangunannya khususnya kegiatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam konsep kesejahteraan (welfare) dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat, sehingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan memiliki fungsi perlindungan kepada masyarakat (protective function).

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa: Bumi, air, dan kekayaan. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki perairan yang sangat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

SKRIPSI PELAKSANAAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH KEPADA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN APBD KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat istimewa yang diatur dengan Undang- Undang dan negara mengakui dan. menghormati ke satuan-kesatuan masyarakat hukum

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN PELALAWAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang juga merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan. pemerintahan daerah otonom. Pemberlakuan Otonomi daerah sejak

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, segala sesuatu dituntut untuk lebih praktis. Kondisi itu makin

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam menjalankan pemerintahan daerah. Dewan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya.

1 of 5 02/09/09 11:51

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun merupakan landasan pemerintah dalam mengatur kegiatannya dan untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan berperan sebagai sektor penunjang pembangunan (the promoting

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan transportasi untuk memindahkan orang dan atau barang dari suatu

SKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur, dan lain sebagainya membutuhkan sarana dan prasarana yang

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. merdeka dan berdaulat yang mempunyai tujuan dalam pemerintahannya. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang ekonomi ini membutuhkan adanya sarana dan prasarana yang baik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. disebutkan dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang banyak melakukan kegiatan-kegiatan dalam pembangunannya khususnya kegiatan di bidang ekonomi. Pergerakan di bidang ekonomi ini membutuhkan adanya sarana dan prasarana yang baik untuk menunjang perkembangannya, khususnya sarana dan prasarana transportasi. Ini dikarenakan pergerakan ekonomi tersebut tidak hanya berkutat pada satu wilayah tertentu saja tetapi juga menjangkau, melibatkan dan berhubungan dengan wilayah lainnya. Transportasi merupakan gambaran kasar dari tingkat kemajuan dan pola perilaku disuatu wilayah. Secara umum kegiatan transportasi adalah memindahkan orang dan/atau barang dari tempat asal ketempat tujuan dengan mengunakan modal. Kegiatan transportasi ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang efektif dan efisien yang pada dampaknya akan ikut mengembangkan roda perekonomian. Efisien dalam transportasi yang dimaksud adalah dapat memberikan kemudahan seperti dalam hal kecepatan dan biaya. Kecepatan di sini juga harus memperhatikan tingkat keselamatan penguna jalan baik pengemudi maupun penguna jasa yang lain, sedangkan biaya disini pengaruh terhadap bahan bakar yang digunakan untuk melakukan perjalanan yang dipengaruhi oleh faktor sarana itu sendiri dan prasarana. Efektif yang dimaksud 2

berkaitan dengan waktu perjalanan dengan kemudahan akses jalan yang dipakai untuk sampai ketempat tujuan. Transportasi darat merupakan sektor penting dan strategis dalam menunjang pembangunan bangsa dan negara. Sektor ini dapat memperlancar perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mampu mempengaruhi semua aspek kehidupan Bangsa dan Negara. Di samping berperan sebagai penunjang dan penggerak pertumbuhan daerah dalam meningkatkan kesejahteraan serta pemerataan hasil pembangunan. Untuk mewujudkan peran transportasi dimaksud harus didukung dengan pengadaan sarana dan prasarana yang memadai dan seimbang. Sarana yang dimaksud adalah kendaraan sebagai alat angkutan. Kemudian yang dimaksud dengan prasarana adalah jalan serta jembatan timbang sebagai alat pengawasan dan pengamanan jalan. Kalau kita melihat kegiatan transportasi jalan saat ini, berbagai tipe ukuran kendaraan terlihat setiap hari beroperasi di jalan mulai dari truk dengan gandal tunggal sampai truk yang memiliki gandal tanderm, trip dalam bentuk kereta tempelan dan gandengan yang telah diberi izin beroperasi untuk mengangkut berbagai macam komoditi dan hasil industri. Dengan kasat mata saja masyarakat sudah dapat mengetahui bahwa sebagian besar truk tersebut melakukan pelanggaran ketentuan muatan dengan kelebihan yang cukup besar. Sementara itu, jalan yang di bangun dan ditetapkan pada perencanaan jalan di Provinsi Sumatera Barat hanya mempunyai 3

kemampuan/daya dukung dengan tekanan gandar maksimal 8 ton utuk sumbu tunggal, 15 ton untuk sumbu tanderm dan 20 ton untuk sumbu triple. Akibat dari pelanggaran ketentuan-ketentuan muatan ini, tidak hanya berakibat pada kerusakan jalan tetapi juga berbahaya bagi keselamatan kendaraan dan pemakai jalan. Munculnya kendaraan-kendaraan yang memiliki ketentuan gandar yang lebih besar dari kemampuan daya dukung jalan antara lain disebabkan oleh perkembangan teknologi dan industri otomotif yang begitu pesat sehingga tidak terimbangi oleh pembangunan sarana dan prasarana yang ada. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya pertimbangan departemen teknis serta departemen lainnya yang terkait dengan industri. Dan pengaturan import kendaraan dari luar luar negeri dalam melihat kemampuan jalan kondisi geografis dan topologis yang ada di Indonesia sehingga menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap tingginya dampak kerusakan jalan yang sama memerlukan pembiayaan yang sangat besar untuk perbaikan. 1 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan/Keuangan Negara/Daerah dalam penjelasan umum yang mengatur tentang pemisahan secara tegas antara pengelolaan dan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan dekosentrasi oleh Gubernur yang dilaksanakan oleh perangkat daerah dan perangkat daerah yang tidak dicatat 1 HAW Wijaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Rajagrafindo, Jakarta, 2001, hlm. 55. 4

dan dikelola dalam APBD dengan anggaran dalam pelaksanaan desentralisasi yang dicatat dan dikelola dalam APBN. 2 Konsekuensi ekonomis dan sosial dari kegagalan melaksanakan peraturan batasan ukuran dan berat muatan kendaraan mempengaruhi pemerintah di bidang ekonomi karena beban keuangan yang ditanggung pemerintah sangat besar. Terhadap pengguna jalan, hal ini sangat berbahaya bagi keselamatan yang dapat menimbulkan kerugian secara materil maupun berdampak jauh lebih fatal yaitu kematian akibat kecelakaan. Dalam perkembangan regulasi saat ini, dengan dilaksanakannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, berbagai fenomena muncul dalam penyelenggaraan kewenangan baik pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Kewenangan Pemerintah Pusat di daerah Provinsi Sumatera Barat dalam rangka pelaksanaan dekosentrasi dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Provinsi sebagai perangkat Provinsi. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa Bupati dan Walikota tidak lagi menjadi pejabat dekonsentrasi seperti Gubernur. Dalam Pasal 31 menyatakan bahwa Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutan dalam kedudukannya bertanggung-jawab kepada Presiden. 3 Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan 2 Ibid, hlm. 17. 3 F. A. M. Stroink, Pemahaman Tentang Dekonsentrasi, Diterjemahkan Ateng Syafrudin, Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. Vi. 5

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah dibiayai ditandai dengan mengalokasikan anggaran APBN bagi program dan kegiatan pembangunan daerah di Sumatera Barat. Yang lebih ditujukan dalam pelaksanaan, pembangunan sarana dan prasarana, serta alokasi dana dekosentrasi lingkup Departemen Dalam Negeri yang cukup bagi pembangunan daerah masyarakat Sumatera Barat. Pencatatan dan pengelolaan dalam penyelenggaraan demokrasi termasuk salah satu di antaranya penanganan mengenai muatan lebih di jembatan timbang. Sebagian besar kewenangan yang bersifat operasional dan berhubungan secara langsung dengan kegiatan masyarakat merupakan kewenangan daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan titik berat pelaksanaan otonomi daerah. Sementara kewenangan daerah provinsi hanya berada pada tingkat perencanaan dan pengendaian pembangunan secara makro regional propinsi, penyusunan norma, pedoman standar pelayanan. Pemerintah hanya bersifat operasional pada wilayah lintas Kabupaten/Kota dan wilayah laut Provinsi. Pelaksanaan kewenangan dalam pengelola dilakukan evaluasi dan penyempurnaan secara terus-menerus agar penanganan muatan lebih efektif. Upaya kongkrit dan berkesinambungan perlu ditingkatkan disertai dengan menetapkan kebijakan-kebijakan yang tepat dan bersinergi antara kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam Otonomi Daerah. Salah satu kebijakan pada sektor transportasi darat yakni dengan melakukan penyempurnaan kebijakan dalam pengelolaan/pengoperasian jembatan 6

timbang sehingga fungsi jembatan timbang dapat mengurangi dampak/implikasi yang ditimbulkan oleh kerusakan jalan akibat kelebihan muatan. Atas dasar tersebut, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyerahkan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah sehingga daerah memiliki keleluasaan dalam mengatur dan melaksanakan kewenangan atas prakarsa sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi. Sesuai dengan tujuan utama otonomi daerah adalah meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, terwujudnya kehidupan lebih baik adil dalam memperoleh penghasilan masyarakat serta terlindungi dari rasa aman serta juga terlindungi dari gangguan dan lingkungan yang lebih nyaman. Salah satu aspek yang penting otonomi daerah adalah memperdayakan masyarakat sehingga mereka dapat berpatisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, dan memberikan pelayanan kepada publik. 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menyatakan dalam pasal 4 huruf (b) bahwa untuk membina dan menyelenggarakan lalu lintas jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar harus menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung lalu lintas dan jalan. Penjelasan lebih lanjut dari pasal 4 huruf (b) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 diatur Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak Serta 4 HAW Widjaja, op., cit, hlm. 219. 7

Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, menyatakan bahwa untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, dan ketertiban lalu lintas. Dengan demikian, Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Barat selaku petugas penegak hukum di Jembatan Timbang memiliki peraturan perundang-undangan yang harus dijalankan dan ditaati oleh operator kendaraan, baik secara individual, kelompok, organisasi, atau kelembagaan masyarakat maupun penegak hukum itu sendiri bagi yang melanggar ketentuan ini. Tentu saja akan mendapat atau menerima sanksi hukum terhadap yang dilanggarnya. Seperti salah satu di antara aturan tersebut adalah penanganan ketentuan lebih muatan maka bagi yang melanggarnya dikenakan sanksi hukum. Contoh kasus yang pernah penulis pelajari yakni pada jembatan timbang Lubuk Buaya sebagai alat pengawasan dan pengamanan jalan, merupakan tempat untuk menjalankan aturan yang telah ditentukan terhadap pelanggaran ketentuan dan lebih muatan. Tetapi dalam pelaksanaannya, fungsi jembatan timbang sebagai alat pengawasan dan pengamanan jalan belum berjalan secara optimal. Bahkan fungsi jembatan timbang beralih menjadi tempat negosiasi antara operator kendaraan (pengemudi) dengan petugas pelaksanaan penimbang. Pelanggaran terhadap ketentuan muatan yang lebih seharusnya ditindak menurut aturan hukum yang berlaku dan di proses ke pangadilan. Nyatanya di lapangan, oleh oknum petugas jembatan timbang hanya 8

diselesaikan dengan cara yang tidak legal. Walaupun mereka diancam oleh berbagai sanksi, petugas lebih cendrung menyalahgunakan kewenangan yang ada. Hal ini terjadi karena desakan kebutuhan ataupun keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Pada awalnya tindakan yang mereka lakukan hanya untuk mencukupi kebutuhan di jembatan timbang. Namun kemudian, kesenangan menerima pemberian dari operator kendaraan berkembang keinginan untuk memperkaya diri sendiri karena ketidak-keberdayakan dalam menjalankan kewenangan di jembatan timbang. Fakta yang ditemukan dan dilihat saat ini, di mana jembatan timbang sebagai alat pengawasan dan pengamanan jalan diharapkan dapat berfungsi melakukan pengawasan terhadap berat kendaraan beserta muatannya. Namun, secara empiris jembatan timbang belum berfungsi secara optimal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Jumlah Jembatan Timbang Oto disingkat JTO terdapat 9 buah yang terletak di berbagai kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Barat, yang terdiri dari : 5 1. JTO Lubuk Buaya : Kota Padang 2. JTO Kubu Kerambil : Kabupaten Tanah Datar 3. JTO sitangkai : Kabupaten Tanah Datar 5 DATA PERKEMBANGAN UPPKB DI INDONESIA, Berdasarkan Surat Dirjen. Hubdat No. AJ.408/1/1/DRJD/2005 Tanggal 14 Januari 2005 Tentang Pendataan Jembatan Timbang, Diakses melalui situs www.hubdat.web.id/...jembatan-timbang tanggal 26 Februari 2013 pukul 21:12. 9

4. JTO Tanjung Balik : Kabupaten 50 Kota 5. JTO Beringin : Kabupaten Pasaman Timur 6. JTO Lubuk Selasih : Kabupaten Solok 7. JTO Sungai Langsek : Kabupaten Sijunjung 8. JTO Kamang : Kabupaten Sijunjung 9. JTO Air Haji : Kabupaten Pesisir Selatan Struktur Organisasi Jembatan dan tugas dijabarkan dalam surat keputusan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumatra Barat Nomor 19 Tahun 2004 dipertegas dalam keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 106 Tahun 1994 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksanaan Daerah Dan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah, dan juga diperkuat dengan Keputusan Organisasi Dan Data Kerja Unit Pelaksana Teknis Provinsi Sumatra Barat. Dinas perhubungan sebagai petugas pelaksana penimbangan kendaraan bermotor di jembatan timbang mempunyai fungsi dan peranan untuk melakukan pengawasan dan pengamanan jalan melalui kegiatan pemantauan angkutan barang di jalan yang melebihi kapasitas lebih muatan. 10

Bagi operator kendaraan yang melakukan pelanggaran akan ditilang, yang hasilnya dapat digunakan dalam pemasukan pendapatan asli negara untuk perancanaan trasportasi. Prosedur dan cara pengoperasian jembatan timbang di Provinsi Sumatra Barat secara garis besar adalah sama dan mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan landasan teknis pengoperasian mengacu kepada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di jalan dan dengan peraturan lainnya ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang penyebab tidak berfungsinya jembatan timbang tersebut. Serta penulis menuangkannya dalam bentuk penelitian dengan judul Pengawasan Tonase Kendaraan Barang Melalui Jembatan Timbang (Studi Kasus : Jembatan Timbang Lubuk Buaya Kota Padang). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, ada beberapa permasalahan yang menarik perhatian penulis untuk mencari jawabannya. Permasalahan-permasalahan tersebut, antara lain: a. Bagaimana prosedur pengawasan tonase kendaraan barang melalui jembatan timbang Lubuk Buaya Kota Padang? 11

b. Apa saja kendala yang ditemui dalam pengawasan tonase kendaraan barang melalui jembatan timbang Lubuk Buaya Kota Padang? C. Tujuan Penelitian Penulis mencoba mencari tahu tentang hal-hal yang telah dirumuskan pada rumusan masalah yang dituangkan dalam tujuan penelitian, yaitu: 1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pengawasan tonase kendaraan barang melalui jembatan timbang Lubuk Buaya Kota Padang. 2. Untuk mengetahui apa saja kendala yang ditemui dalam pengawasan tonase kendaraan barang melalui jembatan timbang Lubuk Buaya Kota Padang. D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian yang dilakukan, penulis berharap bisa bermanfaat serta memiliki pandangan baru bagi kita semua mengenai pengawasan tonase kendaraan barang melalui jembatan timbang (studi kasus : jembatan timbang Lubuk Buaya Kota Padang). Adapun manfaat yang diharapkan berupa: 1. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan akan memberikan manfaat untuk meningkatkan terhadap operasional Jembatan Timbang di masa datang serta sebagai bahan perbandingan untuk menentukan kebijakan di jembatan timbang dan sumbangan pemikiran untuk perkembangan 12

ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum tata negara pada khususnya. 2. Secara praktisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi praktisi hukum, khususnya yang berhubungan dengan pelaksanaan penimbangan sebagai pedoman dalam penyusunan kebijakan di masa akan datang. E. Metode Penelitian 1. Tipe dan Pendekatan ekatan Penelitian 1.1. Tipe Penelitian Tipe pendekatan yang peneliti gunakan adalah tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu. 6 Dengan tipe pendekatan deskriptif ini, penulis akan menggambarkan, memaparkan, dan menjelaskan objek penelitian secara objektif tentang pengawasan tonase kendaraan barang melalui jembatan timbang (studi kasus: jembatan timbang Lubuk Buaya Kota Padang). 1.2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian hukum empiris atau yuridis sosiologis (social legal research) dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan 6 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ketiga, 2002, hlm. 8. 13

(field research). Penelitian yuridis empiris/sosiologi hukum adalah pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat. 7 Penelitian hukum empiris ini bertitik tolak dari data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. 8 Peneliti memperoleh data langsung dengan melakukan wawancara dengan pihak yang terkait dengan lembaga yang peneliti teliti. Adapun lokasi yang peneliti pilih pada penelitian ini yaitu Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Barat Dalam Pengaturan Jembatan Timbang (Khususnya Jembatan Timbang Lubuk Buaya Kota Padang). Diharapkan peneliti dapat juga melakukan penelitian dengan mewawancarai langsung para pihak yang telah berkompeten di bidangnya yakni Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Barat. Juga dengan mengajukan pertanyaan kepada anggota istansi Pelaksanaan Kendaraan Bermotor UPTD-UPPKB di kota Padang mengenai kewenangan dalam pengaturan jembatan timbang. 2. Teknik Pengumpulan Data 2.1. Jenis dan Sumber Data yang Diperlukan 7 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 105. 8 Bambang Waluyo, op, cit., hlm. 16. 14

Untuk menunjang penelitian ini, penulis menggunankan dua macam data, yaitu: a. Data primer, data yang diperoleh langsung dari masyarakat, 9 atau data yang didapat langsung dari lapangan. Data primer ini peneliti peroleh dari instansi/lembaga yang merupakan lokasi penelitian untuk memperoleh data, yakni Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Barat Dalam Pengaturan Jembatan Timbang (Khususnya Jembatan Timbang Lubuk Buaya Kota Padang). Diharapkan peneliti dapat juga melakukan penelitian dengan mewawancarai langsung para pihak yang telah berkompeten di bidangnya yakni Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Barat. Juga dengan mengajukan pertanyaan kepada anggota istansi Pelaksanaan Kendaraan Bermotor UPTD-UPPKB di kota padang mengenai kewenangan dalam pengaturan jembatan timbang. b. Data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari bahanbahan pustaka. 10 Data sekunder yang penulis gunakan terutama yang bersumber dari bahan hukum. Data sekunder ini mencakup: 11 2.1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari: 9 Soerjono Soekanto dan Sri Madmudji, Penelitian hukum Normatif Sebagai Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 12. 10 Ibid. 11 Ibid., hlm. 13. 15

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. d. Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan. e. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 Tentang Prasarana Lalu Lintas Jalan. f. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 1995 Tentang Penimbangan Kendaraan Bermotor. g. Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang terkait dengan penelitian. 7.1. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian (hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya. 7.2. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, website, dan sebagainya. 16

3. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah studi dokumentasi terhadap bahan pustaka, wawancara atau interview dan juga observasi. a. Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan tertentu dengan tanya jawab sambil tatap muka dengan responden dengan menggunakan panduan wawancara. 12 Jenis wawancara yang dilakukan adalah dengan cara wawancara secara terpimpin dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman. b. Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis 13 dengan mempelajari buku-buku atau dokumen yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. c. Observasi merupakan alat pengumpulan data dengan melakukan pengamatan di lapangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum 4.1. Pengolahan Data Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan siap pakai untuk dianalisis. Pengolahan data sebagai kegiatan mengolah dan merapikan data 12 Maria SW. Sumardjono, Metodologi Penelitian Hukum, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2005, hlm. 35. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-PRESS, Jakarta, 1986, hlm. 21. 17

yang telah terkumpul, meliputi kegiatan-kegiatan editing, koding, dan tabulasi. 14 4.2. Analisis Data Analisis data merupakan tindak lanjut proses pengolahan data dengan membaca data yang telah terkumpul dan melalui proses pengolahan, peneliti menentukan analisis yang diterapkan. 15 Analisis bahan hukum yang akan peneliti gunakan adalah analisis kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yang bersumber dari tulisan atau ungkapan dari tingkah laku manusia yang dapat diobservasi oleh manusia. 16 Peneliti menganalisa bahan-bahan yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan studi kepustakaan sehingga data yang diperoleh tersebut menjadi relevan dan dapat mengubah keadaan dan menawarkan penyelesaian terhadap masalah-masalah hukum dalam kehidupan bermasyarakat yang bersifat konkrit. F. Sistematika Penulis Untuk menjelaskan arah penulisan ini, perlu kiranya dikemukan sistematika penulisan proposal ini secara keseluruhan: 14 Bambang Waluyo, op., cit., hlm. 72. 15 Ibid, hlm. 77. 16 Zainuddin Ali, op., cit, hlm. 15. 18

BAB I : Pendahuluan yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan kepustakaan, dan sistematika penulisan BAB II : Merupakan tinjauan kepustakaan yang terdiri dari otonomi daerah dan tinjauan umum tentang jembatan timbang. BAB III : Merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari prosedur pengawasan tonase kendaraan barang melalui jembatan timbang Lubuk Buaya Kota Padang dan kendala yang ditemui dalam pengawasan tonase kendaraan barang melalui jembatan timbang Lubuk Buaya Kota Padang. BAB IV : Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran. 19