BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat 1 Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang ilmu yang memiliki kedudukan penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, sehingga diperlukan suatu pendidikan yang berkualitas. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

BAB I PENDAHULUAN. Matematika juga mempunyai peranan dalam berbagai disiplin ilmu lain,

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA PADA KOMPETENSI DASAR MENGHITUNG LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME KUBUS, BALOK, PRISMA, DAN LIMAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN MODEL OSBORN UNTUK

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. ketrampilan, penanaman nilai-nilai yang baik, serta sikap yang layak dan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pardomuan N.J.M. Sinambela Afrodita Munthe. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Pembelajaran Matematika Realistik.

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Motivasi belajar matematika berkurang. Minat belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kekuatan dinamis yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP ANTARA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN SETTING

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Pasal 3.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Dengan Pendekatan CTL Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Lisan dan Koneksi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan. pendidikan dalam berbagai bidang, diantaranya matematika.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) kita mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di bidang

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti perkembangan tersebut. Berdasarkan perkembangan tersebut, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah UU No.20 Sidiknas 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Perubahan sikap, keterampilan, dan kemampuan berpikir siswa merupakan sebuah harapan yang diidam-idamkan oleh berbagai pihak yang terkait dalam dunia pendidikan. Pihak tersebut melakukan berbagai upaya melalui peningkatan mutu pendidikan, baik itu penyempurnaan kurikulum, penyesuaian materi pelajaran, maupun kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Upaya-upaya ini dilakukan supaya benar-benar tercipta semua terobosan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia dan mendasari perkembangan teknologi modern, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, inovatif dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk hidup lebih baik pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan sangat kompetitif. Siswa diharapkan harus dapat merasakan kegunaan belajar matematika melalui pembelajaran matematika. Salah satu aspek yang termasuk kemampuan matematika adalah kemampuan koneksi atau hubungan (NCTM, 2000). Matematika harus dihubungkan dengan dunia nyata dan mata pelajaran yang lain. Anak-anak 1

2 sedapat mungkin melihat bahwa matematika memegang peranan penting dalam seni, sains, dan ilmu-ilmu sosial. Kemampuan koneksi matematika merupakan kemampuan yang penting dalam aktivitas dan penggunaan matematika yang dipelajari siswa. Pentingnya kemampuan ini dijelaskan Jerome Bruner dalam teorinya. Ia menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan. Pokok bahasan diajarkan dengan memuat hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-stuktur (Ruseffendi, 1999). Lebih lanjut, dalam Permendikbud nomor 58 tahun 2014 dijelaskan bahwa salah satu karakteristik matematika yaitu siswa menguasai keterkaitan antara materi yang satu dengan yang lainnya. Materi yang akan dipelajari harus memenuhi atau menguasai materi sebelumnya. Pernyataan tersebut jelas sangat penting untuk memahami materi sebelumnya untuk mempelajari materi selanjutnya atau yang disebut dengan koneksi matematika. Berdasarkan standard proses NCTM, kemampuan koneksi matematika diantaranya (NCTM, 2000): (1) mengenal dan menggunakan hubungan antara ideide matematika; (2) memahami bagaimana ide-ide matematika berhubungan dan menopang satu sama lain membentuk kesatuan yang utuh; (3) mengenal dan menerapkan matematika pada konteks/bidang lain. Klasifikasi koneksi matematika ini senada dengan pendapat Mikovch dan Monroe, Kutz, dan Riedesel. Mereka mendeskripsikan dengan rumusan berbeda tetapi inti klasifikasi koneksi matematika terletak pada: (a) kaitan antar dalam topik matematika, (b) kaitan dengan pengetahuan lain, dan (c) kaitan dengan kehidupn sehari-hari (Gusni dan Lia, 2008). Yuniawati (dalam Pasaribu, 2015) mengatakan kemampuan koneksi matematika dapat membuka nalar siswa untuk memahami kaitan ide-ide matematika, matematika dengan mata pelajaran yang lain, dan menghubungkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat siswa akan memahami setiap materi matematika dengan lebih baik.

3 Menurut Sumarmo (2016) kemampuan koneksi matematika siswa dapat dilihat dari indikator-indikator yaitu: (1) mengidentifikasi hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur matematika, (2) mengidentifikasi hubungan satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, dan (3) menjelaskan penerapan topik matematika dalam konteks bidang studi lain atau masalah kehidupan sehari-hari. Secara umum dapat disimpulkan terdapat tiga indikator kemampuan koneksi matematika, yaitu: 1) Mengidentifikasi dan menggunakan hubungan antara ide-ide atau konsep matematika 2) Mengidentifikasi dan memahami hubungan matematika dengan mata pelajaran yang lain 3) Menjelaskan dan menerapkan matematika dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari. Jika semua indikator kemampuan koneksi matematika dapat terpenuhi, maka materi yang diajarkan atau pembelajaran yang sudah dilaksanakan dapat tertanam dan siswa pun lebih mudah memahami materi ajar. Materi pelajaran yang sudah dipelajari oleh siswa disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari dan dikaitkan dengan konsep-konsep lainnya. Koneksi matematika diperoleh dalam proses kegiatan belajar mengajar matematika. Selama siswa melakukan kegiatan koneksi matematika secara berlanjut atau terus menerus, siswa akan melihat bahwa matematika bukan hanya serangkaian pengetahuan dan konsep yang terpisah, akan tetapi siswa dapat menggunakan pembelajaran disatu konsep matematika untuk memahami konsep matematika yang lainnya. Itu artinya bahwa materi matematika berkaitan dengan materi yang dipelajari sebelumnya. Melalui koneksi matematika diharapkan wawasan dan pemikiran siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, tidak hanya terfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari, sehingga akan menimbulkan sikap positif terhadap matematika itu sendiri. Oleh sebab itu, guru berperan penting untuk mengajarkan kemampuan koneksi matematika sejak dini agar siswa mampu

4 memahami makna matematika itu sendiri tidak hanya mampu dalam melakukan operasi hitung tertentu. Mata pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan merupakan pelajaran yang penuh dengan rumus-rumus. Tidak heran jika hampir semua siswa berpendapat bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit. Fenomena ini timbul selain karena matematika berkaitan dengan hal-hal yang abstrak, juga karena matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan saling berkaitan antara satu topik dengan topik lainnya. Hasil wawancara dengan Bapak H. Sitompul, selaku guru matematika kelas X SMA Negeri 7 Medan, menyatakan bahwa proses belajar mengajar di kelas memang sudah cukup optimal, tetapi siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan soal terkait menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika. Siswa juga masih kesulitan dalam menghubungkan ide-ide atau konsep-konsep dalam matematika. Selain itu, siswa juga masih kesulitan dalam menentukan rumus apa yang akan dipakai jika dihadapkan pada soal-soal yang berkaitan dengan masalah kehidupan sehari-hari. Peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada siswa terhadap masalah yang telah dikemukakan oleh guru. Siswa diberikan tiga butir soal mengenai materi segitiga. Hasilnya, masih ada beberapa siswa yang hanya menuliskan hasil akhirnya saja tanpa mengetahui apa yang diketahui dan ditanya dalam soal, meminta jawaban dari temannya, bahkan membiarkan jawabannya kosong dengan alasan tidak tahu, sudah lupa, dan soalnya sulit. Penyelesaian tes menunjukkan masih banyak siswa yang kesulitan dalam menafsirkan masalah nyata dalam bentuk matematika. Selain itu siswa juga kesulitan menemukan konsep yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Siswa cenderung melakukan operasi hitung pada bilangan-bilangan yang ada, tanpa memahami apa yang dimaksud dalam soal. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Bapak H. Sitompul bahwa siswa memang kesulitan saat diperhadapkan dengan masalah yang seperti itu. Tes yang diberikan adalah tes kemampuan koneksi matematika siswa yang mengukur ketiga indikator berupa soal uraian. Soal pertama mengukur

5 kemampuan mengaitkan konsep matematika yang satu dengan konsep yang lainnya, soal kedua mengukur kemampuan mengaitkan matematika dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan soal ketiga megukur kemampuan mengaitkan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain. Hasil tes kemampuan koneksi awal 39 siswa kelas X SMA Negeri 7 Medan diperoleh 43,5% mampu mengaitkan konsep matematika yang satu dengan konsep yang lainnya, 61,5% mampu mengaitkan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain, dan 12,8% mampu mengaitkan matematika dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini kemampuan koneksi matematika siswa dapat dikatakan masih rendah dan masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan siswa belajar tanpa mengetahui manfaat matematika, siswa sekedar mengingat kemudian melupakan fakta dan konsep yang sudah dipelajari sebelumnya sehingga belum mampu melihat bahwa antara konsep matematika saling berkaitan. Siswa juga tidak dapat memahami soal dengan baik dapat dilihat dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Nainggolan (2012) menyatakan dari hasil observasi yang dilakukan di lapangan bahwa kemampuan koneksi matematika siswa baik koneksi antara pokok bahasan dalam matematika, koneksi matematika dengan pelajaran lain dan koneksi matematika dengan kehidupan sehari-hari masih rendah. Siswanto (2014) juga menyatakan dari hasil obsevasi yang dilakukan di lapangan dengan memberikan tes kepada siswa sebanyak tiga butir tes yaitu: koneksi matematika dengan matematika pokok bahasan lain, koneksi matematika dengan bidang studi lain, dan koneksi matematika dengan kehidupan keseharian. Hasil jawaban siswa diperoleh nilai rata-rata matematika siswa kurang dari 60 pada skor 100, yaitu: sekitar 24% untuk koneksi matematika dengan pokok bahasan lain, 45% untuk koneksi matematika dengan bidang studi lain, dan 55% untuk koneksi matematika dengan kehidupan sehari-hari. Siswa yang menguasai konsep matematika tidak dengan sendirinya pintar dalam mengkoneksikan matematika. Kemampuan koneksi matematika pada siswa dapat ditingkatkan dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, misalnya kemampuan

6 intelektual. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar siswa, misalnya model atau pendekatan pembelajaran yang dipergunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pada pelajaran matematika. Ada banyak model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematika. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik matematika dan harapan kurikulum yang berlaku adalah Contextual Teaching and Learning (CTL) atau sering disebut pembelajaran kontekstual dan Learning Cycle (LC). Kemampuan menghubungkan antar konsep untuk menjelaskan peristiwaperistiwa alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan pembelajaran CTL (Cholifah dkk, 2016). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Ketter dan Arnold (2003) yang menunjukkan bahwa CTL dapat membimbing peserta didik agar selalu mencoba untuk mencari tahu bagaimana materi yang diajarkan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pada pembelajaran CTL, guru tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta tetapi guru hendaknya mendorong siswa untuk mengkontruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui kegiatan pembelajaran dengan CTL, siswa diharapkan belajar mengalami bukan menghapal. Selanjutnya, Berns and Erickson menjelaskan contextual teaching and learning as an innovative instructional process that helps studentsconnect the content they are learning to the life contexts in which that content could be used. (Deen, 2006). Berdasarkan penjelasan tersebut, pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menolong siswa untuk menghubungkan isi pelajaran mereka dengan konteks kehidupan, sehingga hasil belajar dapat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan di dunia nyata. Dalam pembelajaran CTL, guru perlu memahami konsepsi awal yang dimiliki siswa dan mengaitkan dengan konsep yang akan dipelajari. Konsepsi awal ini dapat direkam dari pekerjaan siswa dalam LKS dan dari jawaban siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan guru yang disampaikan pada awal pembelajaran. Kegiatan pembelajaran biasanya siswa malu atau takut bertanya kepada gurunya dan lebih suka bertanya kepada teman-temanya (Gita, 2007).

7 Pembelajaran model CTL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan melatih siswa lebih berbeda dan evaluatif (Suryawati dkk., 2010). Suherman (dalam Septiana, 2015) mengemukakan bahwa dengan membuat koneksi, siswa melihat makna dalam tugas sekolah. CTL adalah proses belajar yang dimulai dengan mengambil peristiwa dunia nyata pada kehidupan sehari-hari siswa dan kemudian memasukan konsep untuk didiskusikan. Pembelajaran model CTL telah lama diusulkan oleh John Dewey pada tahun 1916 yang menyarankan agar kurikulum dan metodologi pembelajaran dikaitkan langsung dengan minat dan pengalaman siswa. Selain pembelajaran model CTL, pembelajaran model LC menjadi salah satu model pembelajaran yang baik digunakan untuk pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa (Yenni dan Komalasari, 2016). Listyotami (2011) juga mengatakan bahwa ada peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model LC. Model pembelajaran LC adalah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik berupa rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi dengan baik sehingga peserta didik dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran. LC memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara efektif dan mengorganisasikan pengetahuan yang diperoleh sehingga dapat bertahan lebih lama (Sulastri dkk, 2015). Salah satu keterampilan dasar yang wajib dikuasai oleh guru adalah kemampuan memvariasikan pembelajaran. Selama ini, pembelajaran matematika masih berpusat kepada guru. Pembelajaran dengan pendekatan teacher centered ini banyak digunakan karena guru dapat dengan mudah mengatur waktu, singga dapat disesuaikan dengan materi yang sulit sekalipun. Yang terlupakan adalah, bahwa siswa kurang diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat, dan cenderungmenerima transfer knowledge dibanding memahami. Artinya, guru masih banyak yang belum menggunakan pembelajaran model CTL dan LC dalam kegiatan pembelajaran di sekolah (Yenni dan Komalasari, 2016). Kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan aspek keterkaitan. Hariwijaya (2009) mengatakan bahwa pembelajaran matematika akan lebih bermakna dengan adanya

8 penekanan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari atau disiplin ilmu lain. Kegiatan pembelajaran terkait kemampuan koneksi matematika siswa akan berhasil jika model pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran model CTL dan model LC. Berdasarkan uraian di atas pembelajaran model CTL dan pembelajaran LC mampu meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian terhadap kemampuan koneksi matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching Learning dan Cycle Learning yang berjudul: Perbedaan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Contextual Teaching and Learning dan Pembelajaran Learning Cycle di Kelas X SMA Negeri 7 Medan T.A 2017/2018. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Siswa masih kesulitan dalam menghubungkan ide-ide atau konsepkonsep dalam matematika. 2. Siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan soal terkait menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika. 3. Kemampuan koneksi matematika baik menghubungkan ide-ide atau konsep matematika, menghubungkan matematika dengan disiplin ilmu lain, maupun menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari masih rendah. 4. Proses pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru. 5. Pembelajaran model CTL dan model LC belum populer dikalangan guru. 1.3 Batasan Masalah Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, peneliti mengangkat identifikasi masalah sebagai batasan masalah pada penelitian yaitu untuk melihat perbedaan kemampuan koneksi matematika siswa melalui pembelajaran model

9 CTL dan Pembelajaran model LC kepada kelas X SMA Negeri 7 Medan T.A 2017/2018 pada materi Fungsi Eksponensial dan Logaritma. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Apakah kemampuan koneksi matematika siswa diajar dengan model pembelajaran CTL lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematika siswa diajar dengan model pembelajaran LC pada materi Fungsi Eksponensial dan Logaritma kelas X SMA Negeri 7 Medan T.A 2017/2018?. 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah menelaah perbedaan kemampuan koneksi matematika siswa antara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran CTL dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran LC pada materi Fungsi Eksponensial dan Logaritma kelas X SMA Negeri 7 Medan T.A 2017/2018. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk digunakan oleh beberapa pihak, diantaranya: 1. Bagi siswa, sebagai pengalaman baru yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematika. 2. Bagi guru, menambah pengetahuan menjadi alternatif yang dapat diterapkan oleh para guru dalam proses belajar mengajar dalam upaya meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa. 3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dalam peningkatan kualitas pengajaran serta menjadi pertimbangan untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa. 4. Bagi peneliti, menambah ilmu dalam pembelajaran serta dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi untuk penelitian sejenisnya.