BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Tahun Bawang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

30% Pertanian 0% TAHUN

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai

H, 2015 TINGKAT KESIAPAN PETANI DALAM MENGHADAPI PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN CISURUPAN KABUPATEN GARUT

PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan

PENDAHULUAN. tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan domestik maupun ekspor,

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran

Sumber : Pusdatin dan BPS diolah, *) angka sementara.

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, maka pertanian

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan sistem budidaya yang dilakukan petani terkait dengan jenis komoditi yang dihasilkan khususnya di Sumatera Barat belum begitu banyak dilakukan,. Oleh karena itu, kajian ini masih dipandang penting dan menarik dilakukan dalam kontek pembangunan pertanian. Petani sebagai salah satu sumber daya insani, baik sebagai subjek maupun objek dalam pembangunan pertanian, maka kemampuan dan perilakunya dalam kegiatan usahatani sangat mempengaruhi produktivitas dan keberhasilan kegiatan usahatani. Dalam usaha meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani, pemerintah telah menggulirkan berbagai strategi, kebijakan dan pendekatan. Diantara yang telah dilakukan pemerintah adalah pemberian berbagai skim-skim bantuan, baik bantuan modal usaha, bantuan bibit, pestisida, pelatihan dan penyuluhan maupun kebijakan harga, pengadaan infrastruktur pertanian hingga perobahan paradigma pendekatan pembangunan pertanian. Namun berbagai upaya dan kebijakan yang telah dilakukan tersebut, ternyata belum banyak berhasil memberikan dampak nyata pada perbaikan produktivitas dan peningkatan kualitas hidup petani (Arifin, 2001; 2005, Bahri, 2004). Dahulu pertanian diartikan secara sangat sempit, semata-mata hanya melihat subsistem produksi atau usahataninya saja, maka saat ini pertanian diartikan secara lebih luas, dari hulu, on-farm, hingga hilir, off farm, yang dikenal dengan sistem dan usaha agribisnis (Bayu K, 2005; Syahyuti, 2006; Dudung, et al, 2001). Kabupaten Agam adalah salah satu daerah pertanian yang memiliki tanah yang lebih subur dibandingkan daerah lainnya di Propinsi Sumatera Barat dengan suhu rata-rata 20-33 C dan curah hujan 2.712,0 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 227 hari, (Agam Dalam Angka, 2016). Secara georafis keadaan ini sangat menguntungkan petani, karena mereka dapat menanam berbagai jenis tanaman baik tanaman keras maupun tanaman sayur. Sejak dahulu sampai saat ini, masyarakat Kabupaten Agam, khususnya daerah Kabupaten Agam Timur, lebih senang menanam sayur daripada menanam tanaman keras.

Disamping itu dalam pemilihan sistem tanam (sistem budidaya) yang mereka lakukan juga beragam, ada yang menerapkan sistem tumpang sari menanam lebih dari satu jenis tanaman (diversifikasi) dan ada juga dengan menanam hanya satu jenis komoditi (spesialisasi) dalam satu lahan, dan satu musim tanam (semusim) atau berganti komoditi pada musim tanam berikutnya. Jenis komoditi sayuran yang mereka tanam kebanyakan adalah jenis kol, kubis, terung, kentang, wortel, buncis, seledri, bawang merah, bawang daun, terung, dan cabe. Berdasarkan data Sensus Pertanian tahun 2013, jumlah Rumah Tangga Petani di Kabupaten Agam mencapai 26,14 juta RTP, dan jumlah rumah tangga petani Hortikultura sebanyak 6,34 juta RTP atau 37,40 persen dengan jumlah petani keseluruhan sebanyak 31,70 juta orang, namun 55,33 persen merupakan petani Gurem yang menggarap lahan dibawah 0,5 Ha. Luas lahan panen tanaman hortikultura yang dilaksanakan petani dan kelompok tani adalah seluas 11.123 Ha dimana 75,2 persen dari lahan tersebut ditanami tanaman sayur, seperti antara lain, Bawang sebanyak 586 ha, bawang merah sebanyak 111 ha, bayam sebanyak 90 ha, buncis 1.170 ha, cabe besar sebanyak 2.290 ha, cabe rawit 628 ha, jamur sebanyak 1.014 M 2 kemudian kacang panjang sebanyak 209 ha,kangkung sebanyak 147 ha, kembang kol 402 ha, kentang 127 ha, wortel 395 ha, terung 974 ha, tomat 522 ha, swai 368 ha dan kubis 351 ha. Dengan demikian 75,2 persen luas lahan Hortikultura yang ada di Kabupaten Agam, ditanami tanaman sayuran dan buah-buahan dengan jumlah produksi keseluruhan 377.238,35 kuintal. Sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Agam terus mendorong petani mengembangkan budidaya tanaman Hortikultura, karena permintaan pasar cenderung meningkat dan cukup menjanjikan pendapatan ekonomi keluarga. (Laporan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Agam, 2015) Dari data diatas tampak bahwa petani lebih memilih menanam tanamam sayuran daripada tanaman keras, dan tanaman lainnya. Banyak alasan yang dikemukan oleh para petani, mengapa mereka cenderung menanam tanaman sayuran pada setiap lahan yang mereka miliki. Diantara alasan tersebut adalah faktor alam, tingkat kesuburan tanah, curah hujan (yang cukup tinggi) dan iklim yang mendukung. Disamping tanaman sayuran sudah merupakan kegiatan turun temurun, sehingga tanaman sayuran merupakan pilihan meraka sebagai tanaman yang mereka kembangkan. Oleh sebab itu, sampai sekarang di Kabupaten Agam bermunculan pasar-pasar sentra tanaman sayuran di beberapa titik, salah satunya Pasar Padang Luar.

Hal lain yang menarik dari hasil pengamatan dan observasi yang dilakukan dilapangan selama hampir tiga bulan (September dan November 2016) serta wawancara yang dilakukan dengan para petani adalah bahwa dalam menanam tanaman sayuran petani tidak hanya menaman satu jenis komoditi sayur saja secara terus menerus pada setiap musim tanam, akan tetapi mereka juga melakukan penggantian jenis komoditi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan seperti permintaan pasar, faktor harga, periode musim tanam dari komoditi tertentu dan pertimbangan keuntungan. Disamping itu, sebuah fakta bahwa petani tidak punya pilihan untuk menentukan jenis komoditi yang akan ditanam, dan sistem tanam yang dilakukan, karena keharusan untuk menanam komoditi tertentu dengan sistem budidaya tertentu sesuai dengan yang diinginkan pihak-pihak yang membiayai dan yang berkepentingan dengan usahataninya, disamping adanya pertimbangan Harga dan permintaan pasar tersebut. Hal ini sangat menarik untuk diamati dan diteliti lebih lanjut, faktor-faktor penyebab mereka menanam satu dari berbagai jenis tanaman sayuran yang ada untuk setiap masa tanam. dan mengapa dalam waktu musim tanam berikutnya mereka menanam jenis yang berbeda dari musim tanam sebelumnya dengan menggunakan sistem budidaya tumpang sari (Diversifikasi) atau satu jenis komoditas tertentu saja (Spesialisasi). Hasil dari wawancara dengan para petani dan kelompok tani juga ditemui jawaban bahwa mereka tidak bisa hanya mengandalkan tanaman dari satu jenis tanaman sayuran saja. Jika mereka bertahan pada satu jenis komoditi sayuran, maka mereka akan menghadapi berbagai resiko, sehingga akan mengalami kerugian. Disisi lain, petani harus mengikuti keinginan dari konsumen atau keinginan pasar, dan pihak-pihak tertentu, karena pada waktu-waktu tertentu pasarlah yang menentukan jenis komoditi yang akan ditanam petani, serta jumlah produksinya. Disamping faktor pasar tersebut juga ditemui bahwa petani dalam usaha mengurangi resiko dan mengantisipasi permintaan pasar, petani juga mempertim bangkan harga pasar, modal usaha, umur tanam, kondisi lahan, biaya produksi termasuk tingkat kesulitan pemeliharaan atau perawatan tanaman, dan pengalaman usahatani. Semua itu turut menentukan sistem budidaya yang akan diterapkan, baik dalam bentuk tumpang sari (diversifikasi) atau dalam bentuk sistem satu jenis komoditi saja (spesialisasi) pada satu lahan yang sama atau pada lahan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, pada satu musim tanam, para petani sayuran harus betul-betul cermat menentukan jenis komoditas sayuran apa yang diminta pasar pada saat ini, dan untuk musim tanam berikutnya. Artinya semua faktor tersebut menjadi dasar bagi petani dalam

memilih jenis komoditi sayuran dan sistem tanam yang akan diterapkan, jika mereka tidak ingin mengalami kerugian. Namun demikian, perilaku petani tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut diatas, melainkan juga kemungkinan adanya komoditi yang sama juga dihasilkan dalam waktu bersamaan oleh sentra-sentra sayuran lainnya, sehingga akan terjadi kelebihan produksi yang berakibat kerugian pada petani, namun kejadian ini tidak berlangsung terus menerus hanya bersifat sesaat. Selanjutnya berdasarkan hasil diskusi dan wawancara serta obsevasi dilapangan dengan petugas penyuluh petanian (PPL), diperoleh informasi bahwa beberapa kekurangan dan kelemahan petani di daerah penelitian ini, adalah pendidikan petani yang rendah, kebanyakan SD dan SLTP, akibatnya tingkat pemahaman, pengetahuan dalam pengelolaan usahatani secara profesional juga rendah, seperti keterampilan dan kemampuan manajemen usahatani, kemampuan dalam pemasaran, serta kemampuan dan kreatifitas dalam penggunaan teknologi. Spesifiknya yaitu rendahnya jiwa entrepreneurship petani dalam meningkatkan hasil pertaniannya. Permasalahan mendasar dalam pengembangan kemampuan kewira-usahaan petani, adalah kualitas sumberdaya manusia petani yang rendah. semangat dan kemampuan kewirausahaan yang relatif lemah, ini menjadi salah satu faktor yang menghambat pengembangan potensi diri petani dalam mengelola usahatani produktif di pedesaan. Disamping itu, Petani yang belum dan kurang mempunyai kemampuan kewirausahaannya senantiasa kesulitan mengelola dan mengembangkan usahatani dengan menerapkan sistem budidaya spesialisasi secara optimal dan pengembangan diversifikasi usaha secara produktif ditengah potensi sumberdaya lokal yang melimpah dilingkungannya. Pasar dilihat dari sudut pemasaran adalah merupakan kumpulan semua pembeli nyata dan pembeli potensial dari suatu produk atau jasa (Kotler dan Amstrong, 1997). Namun secara teoritis dalam ekonomi, pasar menggambarkan semua pembeli dan penjual yang terlibat dalam transaksi actual atau potensial terhadap barang atau jasa yang ditawarkan (Ansauri, 2013). Untuk komoditi pertanian, menurut sifat dan karakteristiknya, maka bentuk pasar produk-produk pertanian ini adalah pasar persaingan sempurna (Sukirno, 2013). Persoalan yang sering dihadapi petani dalam merespon permintaan pasar terhadap produk pertanian, adalah 1) petani sering terperangkap dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (subsisten), sehingga petani lebih mengutamakan kuantitas dari pada kualitas, 2). petani lebih mempertimbangkan resiko dan kebutuhan hidup, ketimbang melakukan inovasi atau perbaikan teknologi produksi dan penggunaan varietas baru, sehingga sesampai di pasar,

panen yang banyak tapi kualitasnya rendah, akibatnya produksi yang banyak dan kurang berkualitas tersebut tidak terjual semua, karena banyak yang rusak. Pasar sebagai media dan sarana pertemuan penjual dan pembeli produk pertanian yang tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, maka dalam merespon permintaan pasar, untuk menghasilkan komoditi sayur tersebut petani menerapkan sistem Diversifikasi atau Spesialisasi. Diversifikasi pertanian adalah penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian pada satu lahan dan waktu yang sama. Misalnya memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan atau memperbanyak jenis kegiatan pertanian, sebagaimana diungkapkan (Culas, 2005) yang menyatakan bahwa diversifikasi merupakan cara mengelola resiko dan ketidakpastian dalam produksi pertanian untuk memperoleh pendapatan. Dalam perspektif ekonomi, diversifikasi pertanian berkontribusi terhadap penyediaan keanekaragaman atas kendala input dan output yang ada di pasar, sehingga petani bisa terhindar dari resiko harga, resiko hasil panen, resiko supplai serta resiko profit (Mcnamara and Weiss, 2005). Namun untuk melakukan diversifikasi ini, petani menghadapi faktor penghambat yaitu : skala ekonomi dengan biaya tinggi, pemasaran terbatas, cuaca tidak mendukung, tingginya persaingan pasar serta bahan baku memadai yang terbatas (Hariyati, 2013). Kesemua hal ini akan mengakibatkan produk pertanian dijual di pasar dengan harga yang tidak kompetitif. Selain menggunakan sistem budidaya diversifikasi, petani juga menerap kan pilihan lain, yaitu sistem budidaya spesialisasi. Beberapa literatur mengenai spesialisasi pertanian memperlihatkan bahwa perkembangan pertanian spesialisasi terutama sekali dipengaruhi oleh biaya transaksi pasar (Omamo, 1998), resiko harga dan jangkauan pasar (Emran and Shilpi, 2008), biaya trasportasi (Winsberg, 1980), sumber daya material dan teknis (Ekonomiki, 1968), kebijakan pertanian (Carter and Lohmar, 2002) dan faktor lainnya (Yang, 2012). Dengan demikian, kemandirian petani untuk menentukan jenis komoditi dan sistem tanam yang digunakan sangat ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas yang secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam empat faktor utama, yaitu factor Kemitraan Modal Usaha, Pasar, Kemampuan Kewirausahaan dan faktor Demografi Petani itu sendiri. Berangkat dari pemikiran dan uraian tersebut diatas, dikaitkan dengan keberadaan petani Hortikultura khususnya petani sayur di daerah Kabupaten Agam, maka menarik untuk dilakukan riset lebih lanjut terkait dengan kemitraan yang dilakukan petani dan keberadaan pasar sebagai faktor eksternal bersama faktor karakteristik demografi petani termasuk

kemampuan kewirausahaan petani sebagai faktor internal dalam menerapkan sistem pertanian diversifikasi (multiple cropping), maupun dengan sistem spesialisasi (Singleing cropping) dengan judul penelitian: Analisis Faktor Penentu yang Mempengaruhi Petani Menerapkan Sistem Spesialisasi dan Diversifikasi Pada Tanaman Sayur Di Kabupaten Agam B. Perumusan Masalah Petani memiliki beragam karekteristik, berupa karakter demografis, karakteristik sosial, ekonomi, dan Budaya. Karakterstik inilah yang akan membedakan perilaku seorang petani dalam mengambil keputusan mengelola usahataninya. Perilaku petani dalam melakukan kegiatan usahatani pada berbagai bentuk sistem pertanian, secara internal dapat dipengaruhi oleh karakteristik demografi, dan kemampuan kewirausahaannya, dan secara eksternal,dapat dipengaruhi, antara lain oleh karakteristik kemitraan modal usaha berupa pembiayaan dan pengadaan lahan, serta keberadaan pasar, sesuai dengan bentuk kemitraan yang dilakukan dan karakteristik pasar. Oleh karena itu, pada penelitian ini secara spesifik dikemukakan beberapa pertanyaan penelitian yang ingin dicari kebenarannya. Pertanyaan penelitiaan Beberapa pertanyaan yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah: 1) Apakah faktor internal berupa, faktor demografis petani yaitu, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, luas lahan, pengalaman usahatani, dan kemampuan kewirausahaan, serta faktor eksternal seperti kemitraan modal usaha dan keberadaan pasar merupakan faktor penentu yang mempengaruhi petani menerapkan sistem budidaya Spesialisasi dan Diversifikasi pada tanaman sayuran? 2) Bagaimana bentuk Kemitraan Modal Usaha, karakteristik Pasar, dan karakteristik kewirausahaan yang berperanan terhadap pilihan petani untuk menerapkan sistem budidaya spesialisasi dan diversifikasi? C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor penentu yang mempengaruhi petani dalam menerapkan sistem budidaya pertanian pada usahataninya. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui pengaruh umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman usahatani, luas lahan, bentuk kemitraan modal usaha, pasar dan kemampuan kewirausahaan petani terhadap pilihan penerapan sistem budidaya spesialisasi dan diversifikasi pada komoditas tanaman Sayuran; (2) Untuk menentukan bentuk karakteristik Kemitraan Modal Usaha, persepsi pada karakteristik Pasar dan Krakateristik Kewirausahaan yang berperan terhadap pilihan petani penerapan sistem budidaya spesialisasi dan sistem budidaya diversifikasi pada komoditas tanaman sayuran.