BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan sistem budidaya yang dilakukan petani terkait dengan jenis komoditi yang dihasilkan khususnya di Sumatera Barat belum begitu banyak dilakukan,. Oleh karena itu, kajian ini masih dipandang penting dan menarik dilakukan dalam kontek pembangunan pertanian. Petani sebagai salah satu sumber daya insani, baik sebagai subjek maupun objek dalam pembangunan pertanian, maka kemampuan dan perilakunya dalam kegiatan usahatani sangat mempengaruhi produktivitas dan keberhasilan kegiatan usahatani. Dalam usaha meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani, pemerintah telah menggulirkan berbagai strategi, kebijakan dan pendekatan. Diantara yang telah dilakukan pemerintah adalah pemberian berbagai skim-skim bantuan, baik bantuan modal usaha, bantuan bibit, pestisida, pelatihan dan penyuluhan maupun kebijakan harga, pengadaan infrastruktur pertanian hingga perobahan paradigma pendekatan pembangunan pertanian. Namun berbagai upaya dan kebijakan yang telah dilakukan tersebut, ternyata belum banyak berhasil memberikan dampak nyata pada perbaikan produktivitas dan peningkatan kualitas hidup petani (Arifin, 2001; 2005, Bahri, 2004). Dahulu pertanian diartikan secara sangat sempit, semata-mata hanya melihat subsistem produksi atau usahataninya saja, maka saat ini pertanian diartikan secara lebih luas, dari hulu, on-farm, hingga hilir, off farm, yang dikenal dengan sistem dan usaha agribisnis (Bayu K, 2005; Syahyuti, 2006; Dudung, et al, 2001). Kabupaten Agam adalah salah satu daerah pertanian yang memiliki tanah yang lebih subur dibandingkan daerah lainnya di Propinsi Sumatera Barat dengan suhu rata-rata 20-33 C dan curah hujan 2.712,0 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 227 hari, (Agam Dalam Angka, 2016). Secara georafis keadaan ini sangat menguntungkan petani, karena mereka dapat menanam berbagai jenis tanaman baik tanaman keras maupun tanaman sayur. Sejak dahulu sampai saat ini, masyarakat Kabupaten Agam, khususnya daerah Kabupaten Agam Timur, lebih senang menanam sayur daripada menanam tanaman keras.
Disamping itu dalam pemilihan sistem tanam (sistem budidaya) yang mereka lakukan juga beragam, ada yang menerapkan sistem tumpang sari menanam lebih dari satu jenis tanaman (diversifikasi) dan ada juga dengan menanam hanya satu jenis komoditi (spesialisasi) dalam satu lahan, dan satu musim tanam (semusim) atau berganti komoditi pada musim tanam berikutnya. Jenis komoditi sayuran yang mereka tanam kebanyakan adalah jenis kol, kubis, terung, kentang, wortel, buncis, seledri, bawang merah, bawang daun, terung, dan cabe. Berdasarkan data Sensus Pertanian tahun 2013, jumlah Rumah Tangga Petani di Kabupaten Agam mencapai 26,14 juta RTP, dan jumlah rumah tangga petani Hortikultura sebanyak 6,34 juta RTP atau 37,40 persen dengan jumlah petani keseluruhan sebanyak 31,70 juta orang, namun 55,33 persen merupakan petani Gurem yang menggarap lahan dibawah 0,5 Ha. Luas lahan panen tanaman hortikultura yang dilaksanakan petani dan kelompok tani adalah seluas 11.123 Ha dimana 75,2 persen dari lahan tersebut ditanami tanaman sayur, seperti antara lain, Bawang sebanyak 586 ha, bawang merah sebanyak 111 ha, bayam sebanyak 90 ha, buncis 1.170 ha, cabe besar sebanyak 2.290 ha, cabe rawit 628 ha, jamur sebanyak 1.014 M 2 kemudian kacang panjang sebanyak 209 ha,kangkung sebanyak 147 ha, kembang kol 402 ha, kentang 127 ha, wortel 395 ha, terung 974 ha, tomat 522 ha, swai 368 ha dan kubis 351 ha. Dengan demikian 75,2 persen luas lahan Hortikultura yang ada di Kabupaten Agam, ditanami tanaman sayuran dan buah-buahan dengan jumlah produksi keseluruhan 377.238,35 kuintal. Sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Agam terus mendorong petani mengembangkan budidaya tanaman Hortikultura, karena permintaan pasar cenderung meningkat dan cukup menjanjikan pendapatan ekonomi keluarga. (Laporan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Agam, 2015) Dari data diatas tampak bahwa petani lebih memilih menanam tanamam sayuran daripada tanaman keras, dan tanaman lainnya. Banyak alasan yang dikemukan oleh para petani, mengapa mereka cenderung menanam tanaman sayuran pada setiap lahan yang mereka miliki. Diantara alasan tersebut adalah faktor alam, tingkat kesuburan tanah, curah hujan (yang cukup tinggi) dan iklim yang mendukung. Disamping tanaman sayuran sudah merupakan kegiatan turun temurun, sehingga tanaman sayuran merupakan pilihan meraka sebagai tanaman yang mereka kembangkan. Oleh sebab itu, sampai sekarang di Kabupaten Agam bermunculan pasar-pasar sentra tanaman sayuran di beberapa titik, salah satunya Pasar Padang Luar.
Hal lain yang menarik dari hasil pengamatan dan observasi yang dilakukan dilapangan selama hampir tiga bulan (September dan November 2016) serta wawancara yang dilakukan dengan para petani adalah bahwa dalam menanam tanaman sayuran petani tidak hanya menaman satu jenis komoditi sayur saja secara terus menerus pada setiap musim tanam, akan tetapi mereka juga melakukan penggantian jenis komoditi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan seperti permintaan pasar, faktor harga, periode musim tanam dari komoditi tertentu dan pertimbangan keuntungan. Disamping itu, sebuah fakta bahwa petani tidak punya pilihan untuk menentukan jenis komoditi yang akan ditanam, dan sistem tanam yang dilakukan, karena keharusan untuk menanam komoditi tertentu dengan sistem budidaya tertentu sesuai dengan yang diinginkan pihak-pihak yang membiayai dan yang berkepentingan dengan usahataninya, disamping adanya pertimbangan Harga dan permintaan pasar tersebut. Hal ini sangat menarik untuk diamati dan diteliti lebih lanjut, faktor-faktor penyebab mereka menanam satu dari berbagai jenis tanaman sayuran yang ada untuk setiap masa tanam. dan mengapa dalam waktu musim tanam berikutnya mereka menanam jenis yang berbeda dari musim tanam sebelumnya dengan menggunakan sistem budidaya tumpang sari (Diversifikasi) atau satu jenis komoditas tertentu saja (Spesialisasi). Hasil dari wawancara dengan para petani dan kelompok tani juga ditemui jawaban bahwa mereka tidak bisa hanya mengandalkan tanaman dari satu jenis tanaman sayuran saja. Jika mereka bertahan pada satu jenis komoditi sayuran, maka mereka akan menghadapi berbagai resiko, sehingga akan mengalami kerugian. Disisi lain, petani harus mengikuti keinginan dari konsumen atau keinginan pasar, dan pihak-pihak tertentu, karena pada waktu-waktu tertentu pasarlah yang menentukan jenis komoditi yang akan ditanam petani, serta jumlah produksinya. Disamping faktor pasar tersebut juga ditemui bahwa petani dalam usaha mengurangi resiko dan mengantisipasi permintaan pasar, petani juga mempertim bangkan harga pasar, modal usaha, umur tanam, kondisi lahan, biaya produksi termasuk tingkat kesulitan pemeliharaan atau perawatan tanaman, dan pengalaman usahatani. Semua itu turut menentukan sistem budidaya yang akan diterapkan, baik dalam bentuk tumpang sari (diversifikasi) atau dalam bentuk sistem satu jenis komoditi saja (spesialisasi) pada satu lahan yang sama atau pada lahan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, pada satu musim tanam, para petani sayuran harus betul-betul cermat menentukan jenis komoditas sayuran apa yang diminta pasar pada saat ini, dan untuk musim tanam berikutnya. Artinya semua faktor tersebut menjadi dasar bagi petani dalam
memilih jenis komoditi sayuran dan sistem tanam yang akan diterapkan, jika mereka tidak ingin mengalami kerugian. Namun demikian, perilaku petani tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut diatas, melainkan juga kemungkinan adanya komoditi yang sama juga dihasilkan dalam waktu bersamaan oleh sentra-sentra sayuran lainnya, sehingga akan terjadi kelebihan produksi yang berakibat kerugian pada petani, namun kejadian ini tidak berlangsung terus menerus hanya bersifat sesaat. Selanjutnya berdasarkan hasil diskusi dan wawancara serta obsevasi dilapangan dengan petugas penyuluh petanian (PPL), diperoleh informasi bahwa beberapa kekurangan dan kelemahan petani di daerah penelitian ini, adalah pendidikan petani yang rendah, kebanyakan SD dan SLTP, akibatnya tingkat pemahaman, pengetahuan dalam pengelolaan usahatani secara profesional juga rendah, seperti keterampilan dan kemampuan manajemen usahatani, kemampuan dalam pemasaran, serta kemampuan dan kreatifitas dalam penggunaan teknologi. Spesifiknya yaitu rendahnya jiwa entrepreneurship petani dalam meningkatkan hasil pertaniannya. Permasalahan mendasar dalam pengembangan kemampuan kewira-usahaan petani, adalah kualitas sumberdaya manusia petani yang rendah. semangat dan kemampuan kewirausahaan yang relatif lemah, ini menjadi salah satu faktor yang menghambat pengembangan potensi diri petani dalam mengelola usahatani produktif di pedesaan. Disamping itu, Petani yang belum dan kurang mempunyai kemampuan kewirausahaannya senantiasa kesulitan mengelola dan mengembangkan usahatani dengan menerapkan sistem budidaya spesialisasi secara optimal dan pengembangan diversifikasi usaha secara produktif ditengah potensi sumberdaya lokal yang melimpah dilingkungannya. Pasar dilihat dari sudut pemasaran adalah merupakan kumpulan semua pembeli nyata dan pembeli potensial dari suatu produk atau jasa (Kotler dan Amstrong, 1997). Namun secara teoritis dalam ekonomi, pasar menggambarkan semua pembeli dan penjual yang terlibat dalam transaksi actual atau potensial terhadap barang atau jasa yang ditawarkan (Ansauri, 2013). Untuk komoditi pertanian, menurut sifat dan karakteristiknya, maka bentuk pasar produk-produk pertanian ini adalah pasar persaingan sempurna (Sukirno, 2013). Persoalan yang sering dihadapi petani dalam merespon permintaan pasar terhadap produk pertanian, adalah 1) petani sering terperangkap dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (subsisten), sehingga petani lebih mengutamakan kuantitas dari pada kualitas, 2). petani lebih mempertimbangkan resiko dan kebutuhan hidup, ketimbang melakukan inovasi atau perbaikan teknologi produksi dan penggunaan varietas baru, sehingga sesampai di pasar,
panen yang banyak tapi kualitasnya rendah, akibatnya produksi yang banyak dan kurang berkualitas tersebut tidak terjual semua, karena banyak yang rusak. Pasar sebagai media dan sarana pertemuan penjual dan pembeli produk pertanian yang tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, maka dalam merespon permintaan pasar, untuk menghasilkan komoditi sayur tersebut petani menerapkan sistem Diversifikasi atau Spesialisasi. Diversifikasi pertanian adalah penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian pada satu lahan dan waktu yang sama. Misalnya memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan atau memperbanyak jenis kegiatan pertanian, sebagaimana diungkapkan (Culas, 2005) yang menyatakan bahwa diversifikasi merupakan cara mengelola resiko dan ketidakpastian dalam produksi pertanian untuk memperoleh pendapatan. Dalam perspektif ekonomi, diversifikasi pertanian berkontribusi terhadap penyediaan keanekaragaman atas kendala input dan output yang ada di pasar, sehingga petani bisa terhindar dari resiko harga, resiko hasil panen, resiko supplai serta resiko profit (Mcnamara and Weiss, 2005). Namun untuk melakukan diversifikasi ini, petani menghadapi faktor penghambat yaitu : skala ekonomi dengan biaya tinggi, pemasaran terbatas, cuaca tidak mendukung, tingginya persaingan pasar serta bahan baku memadai yang terbatas (Hariyati, 2013). Kesemua hal ini akan mengakibatkan produk pertanian dijual di pasar dengan harga yang tidak kompetitif. Selain menggunakan sistem budidaya diversifikasi, petani juga menerap kan pilihan lain, yaitu sistem budidaya spesialisasi. Beberapa literatur mengenai spesialisasi pertanian memperlihatkan bahwa perkembangan pertanian spesialisasi terutama sekali dipengaruhi oleh biaya transaksi pasar (Omamo, 1998), resiko harga dan jangkauan pasar (Emran and Shilpi, 2008), biaya trasportasi (Winsberg, 1980), sumber daya material dan teknis (Ekonomiki, 1968), kebijakan pertanian (Carter and Lohmar, 2002) dan faktor lainnya (Yang, 2012). Dengan demikian, kemandirian petani untuk menentukan jenis komoditi dan sistem tanam yang digunakan sangat ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas yang secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam empat faktor utama, yaitu factor Kemitraan Modal Usaha, Pasar, Kemampuan Kewirausahaan dan faktor Demografi Petani itu sendiri. Berangkat dari pemikiran dan uraian tersebut diatas, dikaitkan dengan keberadaan petani Hortikultura khususnya petani sayur di daerah Kabupaten Agam, maka menarik untuk dilakukan riset lebih lanjut terkait dengan kemitraan yang dilakukan petani dan keberadaan pasar sebagai faktor eksternal bersama faktor karakteristik demografi petani termasuk
kemampuan kewirausahaan petani sebagai faktor internal dalam menerapkan sistem pertanian diversifikasi (multiple cropping), maupun dengan sistem spesialisasi (Singleing cropping) dengan judul penelitian: Analisis Faktor Penentu yang Mempengaruhi Petani Menerapkan Sistem Spesialisasi dan Diversifikasi Pada Tanaman Sayur Di Kabupaten Agam B. Perumusan Masalah Petani memiliki beragam karekteristik, berupa karakter demografis, karakteristik sosial, ekonomi, dan Budaya. Karakterstik inilah yang akan membedakan perilaku seorang petani dalam mengambil keputusan mengelola usahataninya. Perilaku petani dalam melakukan kegiatan usahatani pada berbagai bentuk sistem pertanian, secara internal dapat dipengaruhi oleh karakteristik demografi, dan kemampuan kewirausahaannya, dan secara eksternal,dapat dipengaruhi, antara lain oleh karakteristik kemitraan modal usaha berupa pembiayaan dan pengadaan lahan, serta keberadaan pasar, sesuai dengan bentuk kemitraan yang dilakukan dan karakteristik pasar. Oleh karena itu, pada penelitian ini secara spesifik dikemukakan beberapa pertanyaan penelitian yang ingin dicari kebenarannya. Pertanyaan penelitiaan Beberapa pertanyaan yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah: 1) Apakah faktor internal berupa, faktor demografis petani yaitu, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, luas lahan, pengalaman usahatani, dan kemampuan kewirausahaan, serta faktor eksternal seperti kemitraan modal usaha dan keberadaan pasar merupakan faktor penentu yang mempengaruhi petani menerapkan sistem budidaya Spesialisasi dan Diversifikasi pada tanaman sayuran? 2) Bagaimana bentuk Kemitraan Modal Usaha, karakteristik Pasar, dan karakteristik kewirausahaan yang berperanan terhadap pilihan petani untuk menerapkan sistem budidaya spesialisasi dan diversifikasi? C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor penentu yang mempengaruhi petani dalam menerapkan sistem budidaya pertanian pada usahataninya. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui pengaruh umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman usahatani, luas lahan, bentuk kemitraan modal usaha, pasar dan kemampuan kewirausahaan petani terhadap pilihan penerapan sistem budidaya spesialisasi dan diversifikasi pada komoditas tanaman Sayuran; (2) Untuk menentukan bentuk karakteristik Kemitraan Modal Usaha, persepsi pada karakteristik Pasar dan Krakateristik Kewirausahaan yang berperan terhadap pilihan petani penerapan sistem budidaya spesialisasi dan sistem budidaya diversifikasi pada komoditas tanaman sayuran.