BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Menurut Sujarwo (2012:3), pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN. pergantian zaman, pendidikan juga mengalami perkembangan, yaitu. menyesuaikan dengan keadaan yang sedang berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB I PENDAHULUAN. optimum hendaknya tetap memperhatikan tiga ranah kemampuan siswa yaitu

PENDAHULUAN. keahlian atau keterampilan di bidang tertentu. Menurut 21 st. Partnership Learning Framework (BSNP, 2013: 3-4), terdapat enam

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Firmansyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembelajaran kimia yang kreatif dan inovatif, Hidayati (2012: 4).

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ranah pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPAD U TIPE INTEGRATED TERHAD AP PENGUASAAN KONSEP D AN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PAD A TOPIK TEKANAN

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi tantangan-tantangan global. Keterampilan berpikir kritis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA berdasarkan National Education Standart (Asri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. HASIL 1. Hasil Kesesuaian antar Panelis Kehandalan data dari masing-masing panelis diuji menggunakan uji

BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Implementasai kurikulum 2013 di Indonesia sangat diharapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah cita-cita bangsa yang harus terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas

I. PENDAHULUAN. bertujuan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutma innah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan akan menunjang kehidupan yang lebih baik di masa depan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan Indonesia masih menunjukan kualitas sistem dan mutu

BAB I PENDAHULUAN. tinggi diharapkan proses pemahaman akan menjadi lebih berkembang dan

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat sesuai dengan kebutuhan hidup manusia yang semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013

I. PENDAHULUAN. kehidupan. Setyawati (2013:1) menyatakan bahwa peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

JURUSAN PENDIDIKAN IPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. pendidikan yang diterapkan di negara ini.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendatangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA di Indonesia saat ini bertumpu pada standar proses pendidikan dasar dan menengah yang mengatur mengenai kriteria pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Berdasarkan standar proses pembelajaran yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013, proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Titik tekan dari peraturan di atas adalah bahwa terjadi peralihan dari pembelajaran yang terpusat pada guru menjadi pembelajaran yang terpusat pada peserta didik. Pembelajaran menjadi lebih menekankan pada pembelajaran aktif (active learning) yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran bukan lagi sebuah proses pemberian ilmu dari guru ke peserta didik. Titik tekan yang lain adalah bahwa pembelajaran tidak lagi hanya ditekankan pada perolehan nilai yang tinggi dari segi pengetahuan. 1

Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 menekankan bahwa pembelajaran IPA berorientasi pada tiga ranah kompetensi yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Oleh karena itu, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, menegaskan bahwa lulusan SMP/MTs/SMPLB/Paket B memiliki kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Melalui uraian di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran yang diamanahkan oleh kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang dapat melatih keterampilan, baik keterampilan berpikir, keterampilan proses, keterampilan praktik, maupun menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik. Proses pembelajaran sepenuhnya ditekankan pada pengembangan ranah tersebut secara holistik, artinya bahwa pembelajaran dilaksanakan secara utuh untuk dapat menumbuhkan dan mengembangkan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Selain kebijakan di atas, hakikat IPA juga menekankan bahwa IPA terbangun atas produk, proses, sikap, dan aplikasi ilmiah. Hakikat IPA adalah sebagai a way of thinking, a way of investigating, a body of knowledge, dan interaksinya dengan teknologi dan masyarakat. Titik tekan dari pernyataan tersebut adalah bahwa pembelajaran IPA memiliki hakikat bahwa suatu pembelajaran harus melibatkan peran aktif peserta didik dengan memunculkan empat unsur IPA yang meliputi produk, proses, sikap, dan aplikasi. Dengan 2

demikian pembelajaran IPA diamanahkan untuk dilaksanakan dengan suatu cara yang dapat mengasah aspek-aspek dalam hakikat IPA, yang di antaranya adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Berdasarkan hasil observasi di SMP N 1 Paliyan, diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA masih berpusat pada guru dan belum dilakukan secara aktif serta integratif. Persoalan yang ditemui adalah bahwa IPA masih dibelajarkan sebagai disiplin ilmu, sehingga pembelajaran IPA masih berkutat pada pencapaian kognitif (core knowledge atau a body of knowledge) saja tanpa memperhatikan penumbuhan aspek keterampilan-keterampilan IPA dan sikap ilmiah. Di satu sisi salah satu hakikat IPA adalah sebagai a way of investigating. IPA tidak hanya sebuah produk dari penemuan selama berabad-abad. IPA juga merupakan sebuah proses. IPA adalah suatu proses untuk mempelajari alam semesta. Proses tersebut dilakukan melalui kegiatan ilmiah berupa pengumpulan data melalui observasi dan penyelidikan. Pengumpulan data akan dilanjutkan dengan pengkajian teori yang kemudian digunakan untuk menjelaskan fenomena yang telah diobservasi ataupun diselidiki. Dengan demikian, membelajarkan IPA sesuai dengan hakikatnya, yaitu sebagai a way of investigating akan mampu memfasilitasi peserta didik untuk berlatih sekaligus menumbuhkan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penyelidikan. 3

Terkait dengan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penyelidikan, fakta yang ditemukan di SMP N 1 Paliyan berdasarkan hasil observasi pada pembelajaran materi global warming di kelas VII B, C, E, dan F menunjukkan bahwa peserta didik belum mampu mengikuti langkah kegiatan praktikum yang harus dilakukan, sehingga sering menanyakan langkah kerja yang harus dilakukan. Peserta didik juga menemui kesulitan dalam mengoperasikan alat dan melakukan pengukuran dengan tepat. Peserta didik juga kurang memahami cara melakukan observasi dan menulis data hasil observasi sesuai fakta, sehingga peserta didik belum menuliskan data sesuai dengan fakta yang mereka temukan dari hasil observasi. Peserta didik juga masih mengalami kesulitan dalam memaknai data yang telah diperoleh, sehingga masih perlu bimbingan dan arahan dari guru untuk menemukan hubungan yang muncul pada data dan memaknai hubungan tersebut. Peserta didik juga belum mampu merumuskan kesimpulan, sehingga perumusan kesimpulan dilakukan tanpa memerhatikan tujuan kegiatan dan bukti-bukti yang diperoleh. Selain itu peserta didik juga kurang terampil dalam melakukan pengomunikasian data dalam tabel, diagram, dan grafik, sehingga terobservasi bahwa mereka belum mengetahui bagaimana cara membuat tabel, sketsa, grafik dan diagram dengan tepat. Dengan kata lain, keterampilan praktik peserta didik kurang terasah sehingga perlu ditumbuhkan. 4

Membelajarkan kesatuan ilmu IPA sekaligus membelajarkan bagaimana konsep itu diperoleh menjadi suatu hal yang penting mengingat bahwa kesatuan ilmu yang disebut dengan IPA telah dibangun selama berabad-abad melalui suatu observasi, permodelan, maupun eksperimen. Oleh sebab itu, seorang guru IPA memiliki tugas untuk membelajarkan serta menumbuhkan practical skill peserta didik yang dibutuhkan untuk melakukan penyelidikan guna menjawab berbagai pertanyaan ilmiah. Practical skill digunakan di kehidupan sehari-hari untuk menjawab berbagai masalah, isu, maupun pertanyaan yang muncul di kehidupan sehari-hari. Ketika guru melatih practical skill, guru juga mengajarkan kepada peserta didik perihal keterampilan yang akan digunakan dan perlu mereka kuasai di berbagai bidang kehidupan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan, isu, maupun masalah. Selain dua poin penting di atas, pembelajaran juga akan lebih bermakna apabila siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Proses pembelajaran untuk dapat memperoleh pemahaman maksimum adalah dengan memberikan pengalaman secara langsung pada peserta didik, sehingga peserta didik akan membangun pemahamannya tentang suatu pengetahuan yang baru dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Practical skill menuntun siswa untuk dapat terlibat aktif dalam pembelajaran. Artinya, peserta didik tidak dapat menemukan sendiri atau mengonstruksi pengetahuan 5

sendiri tanpa penguasaan practical skill. Dengan demikian practical skill sangat penting untuk dimiliki setiap peserta didik. Selain masih terpusat pada guru, hasil observasi di SMP N 1 Paliyan juga menunjukkan bahwa pokok bahasan dalam pembelajaran IPA belum dikaitkan dengan isu-isu sains terkait lingkungan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut dapat mengurangi kepekaan peserta didik terhadap keadaan dan kondisi lingkungan yang terjadi di ranah lokal maupun global. Ketidakpekaan peserta didik terhadap lingkungan dan isu sains terkait lingkungan yang beredar di sekitarnya dapat berujung pada sikap peserta didik yang tidak peduli dengan lingkungan. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Gifford dan Nilsson (2014: 2) bahwa one is unlikely to knowingly be concerned about the environment or deliberately act in pro-environmental ways if one knows nothing about the problem or potential positive actions. Fakta menunjukkan bahwa environmental attitude masih jarang ditumbuhkan. Hasil observasi dan tanya jawab peneliti dengan peserta didik di kelas VII B, C, E, dan F SMP N 1 Paliyan pada materi global warming menunjukkan bahwa peserta didik belum memunculkan rasa khawatir akan terjadinya kerusakan lingkungan. Peserta didik belum menyadari bahwa saat ini tengah terjadi kerusakan lingkungan dan manusia berkontribusi besar dalam menyebabkan kerusakan lingkungan itu. Peserta didik juga masih menganggap bahwa segala masalah lingkungan dapat diselesaikan jika suatu hari ditemukan 6

suatu teknologi hasil penelitian manusia. Dengan kata lain, environmental attitude peserta didik masih kurang dan perlu ditumbuhkan. Di satu sisi, pesatnya perkembangan teknologi pemenuh kebutuhan manusia juga disertai dengan munculnya berbagai isu dan permasalahan lingkungan. Permasalahan lingkungan dapat muncul karena berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya kepedulian manusia terhadap lingkungan. Mayoritas kebutuhan hidup manusia dipenuhi dari alam, sehingga hal tersebut mendasari dilakukannya eksploitasi terhadap berbagai sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan. Meski demikian, pemanfaatan alam tersebut tidak diiringi dengan kepedulian untuk melakukan konservasi lingkungan. Krisis lingkungan ini dapat dihadapi salah satunya dengan merubah cara pandang dan komitmen manusia untuk bertindak terhadap lingkungan melalui pendidikan, mengingat bahwa lingkungan tengah mengalami berbagai kerusakan dan anak-anak adalah tonggak masa depan yang akan membuat keputusan di bidang lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Rachmat Mulyana (2009:175) bahwa krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang fundamental dan radikal, salah satu caranya adalah melalui jalur pendidikan. Pendidikan diharapkan dapat menumbuhkan environmental attitude positif atau sikap peduli lingkungan, sebab Clayton (2012: 7

92) menyatakan bahwa environmental attitude positif merupakan rasa peduli seseorang terhadap lingkungan dan isu sains yang berkaitan dengan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas mengenai pentingnya penumbuhan practical skill dan environmental attitude pada peserta didik maka diperlukan suatu cara untuk membelajarkan konsep IPA yang dapat memfasilitasi penumbuhan practical skill dan environmental attitude sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Meskipun teori Piaget menyatakan bahwa perkembangan anak usia SMP termasuk pada periode keempat, yaitu operasi berpikir formal, tidak semua anak SMP yang berkisaran umur 12-14 tahun telah memasuki operasi berpikir formal. Masih banyak anak yang berada pada operasi berpikir operasional konkret, sehingga anak masih mengembangkan pemikiran yang didasarkan pada aturan logis, dan diterapkan pada masalah-masalah konkret. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa siswa SMP kebanyakan masih dalam tahap peralihan dari periode operasional konkrit. Melalui alasan di atas maka diperlukan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung pada peserta didik dengan objek belajarnya sekaligus mengaitkannya dengan isu-isu sains yang berkaitan dengan lingkungan, sehingga peserta didik memiliki kesempatan terlibat secara langsung untuk dapat menyelidiki fenomena yang terkait dengan konsep IPA yang dipelajari. Menghadapkan peserta didik secara langsung dengan fenomena alam yang akan dipelajari mampu melatih practical skill peserta didik dalam melakukan kegiatan 8

observasi maupun eksperimen. Selain itu, dengan adanya isu sains terkait lingkungan pembelajaran ini juga mampu memancing rasa ingin tahu peserta didik terhadap lingkungan, menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap keterkaitan antara manusia dengan lingkungan, sekaligus memberikan kesempatan pada peserta didik untuk memunculkan ide penyelesaian isu lingkungan sehingga mampu mendorong tumbuhnya attitude positif peserta didik terhadap lingkungan. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inquiry yang dipadukan dengan orientasi pada isu sains dipandang dapat menjembatani permasalahanpermasalahan yang telah diuraikan di atas. Pendekatan inquiry science issues merupakan pendekatan yang menghadapkan peserta didik pada isu-isu sains dan memfasilitasi peserta didik untuk memecahkannya melalui penyelidikan. Karakteristik pembelajaran dengan pendekatan inquiry science issues adalah peserta didik terorientasi dalam suatu pertanyaan ilmiah yang dirumuskan berdasarkan isu yang disajikan. Setelah dapat merumuskan masalah atau pertanyaan, peserta didik akan merumuskan hipotesis, mengumpulan bukti, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan tersebut. Pendekatan inquiry science issues dipandang dapat membantu peserta didik untuk menumbuhkan practical skill. Selama melakukan kegiatan penyelidikan, peserta didik dapat berlatih untuk menggunakan alat dan bahan 9

serta melalukan prosedur kerja dengan tetap memperhatikan keselamatan kerja. Peserta didik dapat berlatih melalukan observasi, mengumpulkan informasi, dan melakukan pengukuran dengan akurat menggunakan alat yang relevan dan satuan yang tepat. Setelah memperoleh data peserta didik dapat berlatih menentukan metode yang tepat untuk mengorganisasikan data hasil penyelidikan yang telah diperoleh dalam tabel ataupun grafik. Melalui proses inquiry peserta didik juga turut menumbuhkan kemampuannya untuk menganalisis dan menginterpretasikan hasil penyelidikannya melalui proses mengindentifikasi pola dan hubungan yang muncul dalam data yang diperoleh. Dengan demikian keempat kategori practical skill dapat dilatih dan terus dikembangkan melalui proses pembelajaran inquiry. Selain itu pembelajaran inquiry yang dikaitkan dengan isu-isu sains terkait lingkungan juga dipandang mampu memfasilitasi peserta didik untuk peka terhadap kondisi lingkungan di sekitar mereka dan memaknai hubungan antara alam dengan manusia. Peserta didik dapat terfasilitasi dalam menumbuhkan komitmennya untuk melindungi alam karena mereka memahami bahwa alam berperan penting bagi kehidupan manusia maupun makhluk lainnya. Dengan demikian environmental attitude peserta didik dapat ditumbuhkan ke arah positif. Proses pembelajaran memerlukan adanya suatu pedoman berupa perangkat pembelajaran yang berperan penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran. Kegiatan penyelidikan memerlukan adanya LKPD. LKPD yang ada masih belum optimal dalam menumbuhkan practical skill dan environmental 10

attitude peserta didik. Oleh sebab itu perlu dikembangkan LKPD berbasis inquiry science issues untuk menumbuhkan practical skill dan environmental attitude peserta didik SMP kelas VII. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut. 1. Pembelajaran IPA berdasarkan Kurikulum 2013 dirancang untuk pembelajaran secara terpadu, tetapi pada pelaksanaannya pembelajaran masih menekankan pada kognitif. 2. Pembelajaran IPA berdasarkan Kurikulum 2013 dirancang untuk mengarah kepada student centered learning dengan pendekatan ilmiah, tetapi pada pelaksanaannya pembelajaran masih cenderung berpusat kepada guru (teacher centered learning), sehingga peserta didik kurang dapat menumbuhkan practical skill. 3. Pembelajaran IPA belum diimplementasikan melalui pendekatan yang dapat memunculkan kontekstualitas melalui penyajian isu-isu sains terkait lingkungan dan peserta didik kurang memperoleh pengalaman belajar secara langsung di lingkungan, sehingga peserta didik kurang dapat menumbuhkan environmental attitude positif. 4. Belum dikembangkannya LKPD yang dapat menumbuhkan practical skill dan environmental attitude. 11

5. Dibutuhkan LKPD berbasis inquiry science issues untuk menumbuhkan practical skill dan environmental attitude, karena LKPD yang ada belum optimal dalam menumbuhkan practical skill dan environmental attitude peserta didik. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan di atas, peneliti membatasi permasalahan yaitu pada nomor 2,3,4, dan 5 yaitu sebagai berikut. 1. Pembelajaran IPA berdasarkan Kurikulum 2013 dirancang untuk mengarah kepada student centered learning dengan pendekatan ilmiah, tetapi pada pelaksanaannya pembelajaran masih cenderung berpusat kepada guru (teacher centered learning), sehingga peserta didik kurang dapat menumbuhkan practical skill. 2. Pembelajaran IPA belum diimplementasikan melalui pendekatan yang dapat memunculkan kontekstualitas melalui penyajian isu-isu sains terkait lingkungan dan peserta didik kurang memperoleh pengalaman belajar secara langsung di lingkungan, sehingga peserta didik kurang dapat menumbuhkan environmental attitude positif. 3. Belum dikembangkannya LKPD yang dapat menumbuhkan practical skill dan environmental attitude. 12

4. Dibutuhkan LKPD berbasis inquiry science issues untuk menumbuhkan practical skill dan environmental attitude, karena LKPD yang ada belum optimal dalam menumbuhkan practical skill dan environmental attitude peserta didik. D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut. 1. Bagaimanakah kelayakan LKPD berbasis inquiry science issues yang dikembangkan untuk menumbuhkan practical skill dan environmental attitude? 2. Bagaimanakah respon peserta didik terhadap produk LKPD berbasis inquiry science issues yang dikembangkan? 3. Bagaimanakah pertumbuhan practical skill setelah menggunakan produk LKPD berbasis inquiry science issues yang dikembangkan? 4. Bagaimanakah pertumbuhan environmental attitude setelah menggunakan produk LKPD berbasis inquiry science issues yang dikembangkan? E. Tujuan Penelitian 1. Menghasilkan LKPD berbasis inquiry science issues yang layak untuk menumbuhkan practical skill dan environmental attitude. 2. Mengetahui respon peserta didik terhadap produk LKPD berbasis inquiry science issues yang dikembangkan. 3. Mengetahui pertumbuhan practical skill setelah menggunakan produk LKPD berbasis inquiry science issues yang dikembangkan. 13

4. Mengetahui pertumbuhan environmental attitude setelah menggunakan produk LKPD berbasis inquiry science issues yang dikembangkan. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut. 1. Guru bidang studi IPA a. LKPD berbasis inquiry science issues yang dikembangkan dapat digunakan sebagai perangkap pembelajaran bagi guru untuk mengukur practical skill dan environmental attitude peserta didik. b. Menambah wawasan terutama dalam pengembangan LKPD berbasis inquiry science issues untuk menumbuhkan practical skill dan environmental attitude peserta didik. c. Mengimplementasikan pembelajaran aktif yang dapat menumbuhkan practical skill peserta didik. 2. Sekolah a. Menambah bahan referensi untuk mengukur practical skill dan environmental attitude peserta didik. b. Memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk dapat memperbaiki proses pembelajaran IPA yang lebih baik. c. Memberikan informasi baru mengenai pengembangan LKPD berbasis inquiry science issues dalam pembelajaran IPA. 14

3. Peserta didik 4. Peneliti a. Mengasah dan melatih practical skill peserta didik. b. Melatih peserta didik menjadi lebih kritis terhadap berbagai isu-isu lingkungan dan menentukan tindakan yang tepat untuk menyikapi isu lingkungan tersebut. c. Meningkatkan partisipasi (aktif dan kreatif) peserta didik dalam pembelajaran karena pembelajaran berpusat pada peserta didik. d. Menjalin kerjasama dan komunikasi antara peserta didik dan guru selama pembelajaran IPA. a. Mengaktualisasikan ilmu pedagogi. b. Mengaktualisasikan ilmu dan konsep IPA. c. Melatih kemampuan diri dalam melakukan penelitian. G. Definisi Operasional 1. LKPD Lembar Kerja Peserta Didik merupakan bahan ajar yang dapat dirancang dengan memuat pedoman pelaksanaan kegiatan yang terstruktur dari guru ke peserta didik. LKPD dirancang untuk memfasilitasi peserta didik agar terlibat secara aktif dalam pembelajaran untuk menemukan konsep. Pedoman ini dirancang oleh guru dan disesuaikan dengan komponen LKPD yang meliputi nomor LKPD, judul kegiatan, tujuan pembelajaran, alat dan bahan, prosedur kerja, tabel data/kolom pengamatan/kolom pengukuran, dan 15

bahan diskusi, serta kolom kesimpulan. LKPD yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah LKPD berbasis inquiry science issues. 2. Pendekatan Inquiry Pendekatan inquiry merujuk pada suatu proses pembelajaran yang melibatkan peran aktif peserta didik dalam menjawab pertanyaan ataupun memecahkan masalah melalui penyelidikan. Peserta didik mengumpulkan bukti dan menggunakannya untuk menjawab pertanyaan tersebut dan menemukan konsep-konsep IPA. Proses dalam pembelajaran inquiry meliputi enam tahapan, yaitu orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. 3. Isu-isu sains (Science issues) Isu-isu sains atau science issues adalah isu yang secara konsep terkait dengan bidang kajian IPA. Isu sains adalah isu yang bersifat kontroversial sehingga banyak diperbincangkan dan terkait dengan konsep maupun prosedur IPA serta teknologi. Isu sains dapat memunculkan berbagai solusi dalam penyelesaiannya. 4. Pendekatan Inquiry Science Issues Pendekatan inquiry science issues merujuk pada pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada isu-isu sains dan memfasilitasi peserta didik untuk memecahkannya melalui penyelidikan. Orientasi pada tahap inquiry diorientasikan pada isu sains, sehingga tahapan pembelajaran inquiry science issues meliputi enam tahapan, yaitu orientasi pada isu sains, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji 16

hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Tahapan merumuskan hipotesis dalam penelitian merujuk pada perumusan hipotesis sederhana yang berupa prediksi. 5. Practical Skill Practical skill merupakan keterampilan yang digunakan oleh ilmuwan dan orang-orang yang mempelajari sains untuk melakukan kegiatan ilmiah dalam mengkaji fenomena alam, seperti observasi maupun eksperimen sehingga dapat memperoleh informasi, mengonstruksi pengetahuan, dan memecahkan masalah. Penguasaan practical skill membantu peserta didik untuk mempelajari cara menggunakan alat praktikum ataupun membantu peserta didik untuk melakukan suatu kegiatan dengan mengikuti prosedur kerja standar, sehingga penguasaan practical skill oleh peserta didik juga membantu peserta didik dalam melaksanakan kegiatan ilmiah dalam pembelajaran IPA yang menuntun mereka untuk menemukan konsep-konsep IPA. Practical skill yang diukur dalam penelitian ini terdiri atas empat kategori keterampilan yaitu procedural and manipulative skill, observational skill, drawing skill, dan reporting and interpretative skill. 6. Environmental Attitude Environmental attitude merupakan suatu perasaan dan penilaian seseorang terhadap suatu stimulus yang berkaitan dengan lingkungan. Stimulus tersebut dapat mencakup beberapa aspek lingkungan, lingkungan secara keseluruhan, persepsi atau opini mengenai lingkungan, maupun isu 17

lingkungan. Penilaian ini dapat berupa penilaian dalam derajat baik ataupun buruk. Environmental attitude yang dimaksud dalam penelitian ini adalah environmental attitude positif, sehingga berkenaan dengan penilaian dalam derajat baik terhadap terhadap suatu stimulus yang berkaitan dengan lingkungan. Environmental attitude yang diukur dalam penelitian ini mencakup empat domain atau konstruk psikologis, yaitu Conservation Motivated by Anthropocentric Concern, Confidence in Science and Technology, Personal Conservation Behaviour dan Ecocentric Concern. Pertumbuhan environmental attitude yang dimaksud dalam penelitian ini adalah environmental attitude yang tumbuh dalam kurun waktu tanggal 10 April hingga 22 April 2017. 18