BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

I. PENDAHULUAN. kecerdasan, (2) pengetahuan, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, (5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan dengan sikap terbuka dari masing-masing individu. Dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. manusia, karena melalui pendidikan manusia dapat berproses ke arah yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang. memungkinkannya untuk berfungsi secara menyeluruh dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. SMA Negeri 12 Bandar Lampung terletak di jalan H. Endro Suratmin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang terkait didalamnya saling mendukung. Dalam kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang di miliki oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui

BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di pendidikan formal mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam-macam. Model yang diajarkan disini memakai model Inquiry Based

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan khususnya di sekolah dasar (SD) menjadi fokus perhatian dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

I. PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

` 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan Jerman menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita. Menurut UU No. 20

I. PENDAHULUAN. Siswa sulit untuk mengaplikasikan hasil pembelajaran fisika dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN alinea ke 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran, menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

I. PENDAHULUAN. akan hal tersebut. Seperti halnya pada mata pelajaran Geografi yang diajarkan di

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pola pikir seseorang dalam menghadapi berbagai situasi masalah kondisi lingkungan, sesamanya, dirinya dan permasalahan dalam kehidupannya sangat dipengaruhi pendidikan yang telah diperolehnya baik secara formal maupun informal. Pendidikan merupakan investasi yang sangat berharga dan senjata yang luar biasa dalam menopang kehidupan yang semakin kompleks, semakin baik pendidikan seseorang tentunya semakin baik pula peluang untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu akan menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu dan mempunyai daya saing. Pembangunan nasional di bidang pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas melalui pendidikan merupakan upaya yang sungguh-sungguh dan terus-menerus dilakukan untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) mendefenisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirirnya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan untuk peranannya pada masa-masa yang akan datang. Dunia pendidikan memerlukan adanya program peningkatan pendidikan yaitu dengan mengatur peningkatan pendidikan dalam suatu perundangan. Setiap elemen yang terlibat dalam peningkatan pendidikan, baik pemerintah, masyarakat termasuk orangtua, dan siswa serta pihak yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan yaitu sekolah harus dapat menunjang berhasilnya sebuah pendidikan. Keberhasilan pendidikan tesebut dapat dilihat dalam suatu sistem penilaian pendidikan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk

2 meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Tujuan tersebut dapat tercapai, maka dalam proses pembelajarannya perlu menuntut agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran terutama melalui kegiatan penemuan, sedangkan guru yang semula bertindak sebagai sumber belajar beralih fungsi menjadi fasilitator kegiatan pembelajaran yang berperan mengarahkan (membimbing) siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam belajar atau menemukan sendiri konsep-konsep yang sedang dipelajari. Walaupun semua tujuan pembelajaran tersebut berjalan sesuai pemahaman dan target yang sudah dibuat namun berbagai masalah selalu kita temukan pada perwujudan tujuan pembelajaran tersebut. Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya sebagian daya serap peserta didik, hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih besifat konvensional atau selalu berpusat pada guru dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar), artinya, proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya (Trianto, 2011:5). Masalah ini menjadi faktor penghambat tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan seperti halnya pada pembelajaran IPA yaitu pada mata pelajaran fisika. Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari fenomena dan gejala alam secara empiris, logis, sistematis, dan rasional yang melibatkan proses dan sikap ilmiah. Pelajaran fisika termasuk salah satu pelajaran yang cukup menarik karena langsung berkaitan dengan kejadian yang nyata dan juga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran fisika hingga saat ini masih dianggap sebagai pelajaran yang sulit untuk dipelajari dan dipahami. Kenyataan tersebut dapat dibuktikan berdasarkan observasi yang telah peneliti lakukan di SMA Negeri 1 Pancur Batu yang menunjukkan bahwa minat dan motivasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran fisika masih tergolong

3 rendah. Data hasil observasi yang telah peneliti lakukan tentang pendapat siswa terhadap mata pelajaran fisika menerangkan bahwa 56,4% dari 30 orang siswa mengatakan bahwa pelajaran fisika itu biasa saja dan disamping itu 33,3% dari 30 orang siswa mengatakan bahwa pelajaran fisika itu sulit dan kurang menarik. Siswa yang tidak tertarik terhadap pelajaran fisika disebabkan oleh banyak faktor yaitu diantaranya kurang beragamnya model pembelajaran dan media pembelajaran yang digunakan guru saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, hal ini dibuktikan dari hasil data observasi di SMA Negeri1 Pancur Batu yang menunjukkan 46,1% dari 30 orang siswa mengatakan bahwa kegiatan belajar mengajar fisika selama ini di sekolah hanya dengan mencatat dan mengerjakan soal sehingga terkesan siswa belajar secara individualis. Jika kegiatan belajar mengajar seperti ini maka siswa akan cepat bosan dan jenuh serta kurang aktif atau pasif terhadap mata pelajaran fisika. Disamping itu, faktor lain yang menyebabkan siswa kurang suka belajar fisika adalah karena kurangnya pembelajaran menggunakan metode praktikum atau eksperimen saat belajar, hal ini dibuktikan dari hasil observasi yang dilakukan yang menunjukkan bahwa 92,3% dari 30 orang siswa mengatakan bahwa siswa tidak pernah melakukan praktikum saat pembelajaran berlangsung, hal ini juga dibenarkan oleh guru yang peneliti wawancarai yang mengatakan guru tersebut tidak pernah melakukan percobaan di laboratorium saat pembelajaran berlangsung padahal menurut hasil wawancara terhadap guru tersebut, di SMA Negeri 1 Pancur Batu terdapat sebuah laboratorium serta peralatan-peralatan laboratorium yang cukup lengkap tentunya ini hal ini menjadi masalah dan membuat pengetahuan konseptual fisika dari siswa menjadi berkurang bahkan rendah. Informasi siswa dan guru yang diwawancarai tersebut yang mengatakan tidak pernah melakukan percobaan, maka kemungkinan besar keterampilan siswa di dalam penggunaan alat-alat laboratorium masih relatif rendah, yang dapat menimbulkan anggapan pada siswa bahwa fisika itu terkesan hanya rumus dan terkesan kurang menarik atau cukup membosankan.. Kurangnya minat belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika berakibat pada nilai siswa yang masih relatif rendah, hal ini dibuktikan berdasarkan observasi

4 yang dilakukan yang menunjukkan bahwa 79,5% atau 30 orang mengatakan nilai mereka hanya berada pada rentang nilai 60-80 yaitu nilai yang tidak jauh dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70; dan hanya mendapat nilai tepat lulus KKM dan bahkan 10,3% siswa mengatakan nilai mereka berada pada rentang nilai 0-60 atau dengan kata lain nilai mereka masih di bawah KKM. Kurangnya minat belajar siswa terhadap pelajaran fisika menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini belum efektif. Untuk menyikapi masalah di atas, perlu adanya upaya yang dilakukan oleh guru untuk menggunakan model dan metode serta strategi yang tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan materi yang disampaikan. Strategi mengajar pada dasarnya adalah tindakan nyata dari guru atau peraktek guru melaksanakan pengajaran melaui cara-cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan efisien (Sabri, 2010:2). Metode pembelajaran yang baik juga harus diimbangi dengan model pembelajaran, karena itu, posisi guru adalah mengajar siswa bagaimana cara belajar. Untuk jangka panjang sebenarnya pembelajaran harus menciptakan iklim yang memungkinkan siswa berinteraksi dengan siswa dan guru untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran yang lebih mudah dan efektif pada masa depan. Pemilihan model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) adalah sebuah langkah alternatif dalam membantu siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu, interaksi dengan guru maupun siswa untuk memecahkan suatu permasalahan sehingga dapat membantu siswa lebih aktif mendapatkan pengalaman dan ilmu sebanyak mungkin sehingga hasil belajarnya memuaskan. Langkah awal dalam model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) ini adalah menyajikan suatu masalah yang memancing perhatian dan semangat siswa baik secara terencana maupun tidak yang bertujuan mengiring dan memperoleh respon siswa dalam memecahkan masalah secara berkelompok dan akan menyimpulkan secara bersamaan untuk mencapai tujuan pemebelajaran (Joyce et al, 2011:318). Model pembelajaran berdasarkan penyelidikan berkelompok sangat membantu mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam menyelidiki suatu masalah

5 serta keterampilan intelektual siswa itu sendiri dan meningkatkan interaksi sosial yang penuh kehangatan. Berdasarkan masalah-masalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Pengetahuan Konseptual Fisika Siswa Kelas XI Semester II SMA Negeri 1 Pancur Batu T.P. 2016/2017 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Proses belajar mengajar yang masih berpusat pada guru 2. Aktivitas belajar siswa yang masih pasif 3. Pengetahuan konseptual fisika dari siswa yang masih rendah 4. Banyak nilai hasil belajar fisika dari siswa yang berada di bawah KKM 1.3. Batasan Masalah Karena luasnya permasalahan dan keterbatasan kemampuan, waktu dan biaya maka peneliti perlu membuat batasan masalah dalam penelitian ini. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI semester genap di SMA Negeri 1 Pancur Batu 2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan model konvensional 3. Pengetahuan konseptual fisika dari siswa di kelas XI semester II SMA Negeri 1 Pancur Batu 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengetahuan konseptual fisika dari siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Group Investigation (GI) di kelas XI SMA Negeri 1 Pancur Batu T.P.2016/2017?

6 2. Bagaimana pengetahuan konseptual fisika dari siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas XI SMA Negeri 1 Pancur Batu T.P.2016/2017? 3. Bagaimana aktivitas siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan perbandingan N-gain siswa kelas eksperimen dengan kontrol? 4. Apakah hasil belajar pengetahuan konseptual fisika dari siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Group Investigation (GI) lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model konvensional pada materi pokok fluida statis di kelas XI SMA Negeri 1 Pancur Batu T.P.2016/2017? 1.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui pengetahuan konseptual fisika dari siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Group Investigation (GI) di kelas XI SMA Negeri 1 Pancur Batu T.P.2016/2017. 2. Untuk mengetahui pengetahuan konseptual fisika dari siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas XI SMA Negeri 1 Pancur Batu T.P.2016/2017. 3. Untuk mengetahui aktivitas siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan perbandingan N-gain siswa kelas eksperimen dengan kontrol. 4. Untuk menganalisis apakah hasil belajar pengetahuan konseptual fisika dari siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model konvensional pada materi pokok fluida statis di kelas XI SMA Negeri 1 Pancur Batu T.P.2016/2017.

7 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi hasil belajar pengetahuan konseptual fisika dari siswa menggunakan model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) di SMA Negeri 1 Pancur Batu 2. Sebagai bahan informasi alternatif pemilihan model pembelajaran yang sesuai digunakan guru. 3. Bagi siswa, menambah pengalaman dan pengetahuan siswa tentang variasi model pembelajaran khususnya model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI). 4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dengan model yang sama atau topik materi yang sama. 1.7.Defenisi Operasional 1. Belajar dapat didefenisikan sebagai suatu proses di mana seseorang berubah perilakunya akibat pengalaman. 2. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) adalah model kooperatif yang menekankan model belajar secara berkelompok untuk memecahkan suatu permasalahan dengan penyelidikan secara mendalam. 3. Hasil belajar dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) ranah yaitu (1) kognitif; (2) afektif dan (3) psikomotorik.