DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana di nyatakan dalam UU

PERSPEKTIF YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI KABUPATEN WONOGIRI T A R S I

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian pasangan..., Rita M M Simanungkalit, FH UI, 2008.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

III. METODE PENELITIAN

BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sakral, karena itu pernikahan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai ajaran agama 2. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup umat manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia


BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN BERBEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

HAK AHLI WARIS BERKEWARGANEGARAAN ASING TERHADAP HARTA WARISAN BERUPA TANAH

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah. tanah, sehingga setiap manusia berhubungan dengan tanah.

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SEMINAR SEHARI PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM MASYARAKAT INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Negara. Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

Transkripsi:

ix DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... i HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... ii SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Rumusan Masalah... 6 1.3 Ruang Lingkup Masalah... 6 1.4 Orisinalitas Penelitian... 7 1.5 Tujuan Penelitian... 8 1.5.1 Tujuan umum... 8 1.5.2 Tujuan khusus... 8 1.6 Manfaat Penelitian... 9 1.6.1 Manfaat teoritis... 9 1.6.2 Manfaat praktis... 9 1.7 Landasan Teoritis... 9 1.7.1 Teori negara hukum... 9 1.7.2 Teori kepastian hukum... 10 1.8 Metode Penelitian... 12 1.8.1. Jenis penelitian... 12 1.8.2. Jenis pendekatan... 12 1.8.3. Sumber bahan hukum... 13 1.8.4. Teknik pengumpulan bahan hukum... 14

x 1.8.5. Teknik analisis bahan hukum... 14 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KAWIN, PERKAWINAN CAMPURAN... 17 2.1 Perjanjian Kawin... 17 2.1.1. Pengertian perjanjian kawin... 17 2.1.2. Asas-asas dalam perjanjian kawin... 23 2.2. Perkawinan campuran... 26 2.2.1. Syarat-syarat perkawinan... 26 2.2.2. Asas-asas perkawinan... 35 2.2.3. Berlangsungnya perkawinan... 37 2.2.4. Harta dalam perkawinan... 38 2.2.4.1. Harta Bersama... 41 2.2.4.2. Harta Bawaan... 41 2.2.5. Perkawinan campuran dan dasar hukum perkawinan campuran... 42 2.2.6. Akibat perkawinan campuran... 44 BAB III AKIBAT HUKUM DARI PERKAWINAN CAMPURAN TERHADAPHARTA BENDA KHUSUSNYA DALAM HAL TANAH... 47 3.1. Akibat Hukum Perkawinan Campuran Yang Dilakukan Tanpa Membuat Perjanjian Kawin... 47 3.2 Akibat Hukum Perkawinan Campuran Yang Dilakukan Dengan Membuat Perjanjian... 50 BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA NEGARA INDONESIA YANG TELAH MENIKAH DENGAN WARGA NEGARA ASING TANPA MELAKUKAN PERJANJIAN KAWIN... 53 4.1 Sebelum Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XII/2015. 53 4.2. Sesudah Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XII/2015 54 BAB V PENUTUP... 61 5.1. Kesimpulan... 61 5.2. Saran... 62 DAFTAR PUSTAKA... 63 LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam kehidupan manusia, dimana perkawinan yang merupakan peristiwa persatuan dari kedua belah pihak, yaitu dari pihak pria (suami) dengan seorang wanita (isteri). Perkawinan tersebut tidak hanya menimbulkan akibat baik lahir maupun batin terhadap pihak suami maupun isteri saja, namun perkawinan juga menimbulkan akibat terhadap keluarga dari masingmasing beserta dengan harta kekayaan yang diperoleh antara kedua belah pihak baik sebelum perkawinan maupun selama perkawinan berlangsung. Setiap makhluk hidup memiliki hak asasi untuk melanjutkan keturunannya melalui perkawinan, Indonesia sebagai Negara hukum yang multikultural menjunjung tinggi pelaksanaan dari Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut HAM), hal ini dapat terlihat dalam pasal 28 B Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, memaknai bahwa perkawinan merupakan hak asasi tiap-tiap makhluk hidup. Meskipun ada perbedaan-perbedaan dalam hal pelaksanaannya yang disebabkan dari keanekaragaman budaya maupun kultur dan agama yang dipeluk para pihak. Apabila melihat makna perkawinan berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya disebut UU perkawinan), perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri 1

2 dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Maka ketika seseorang sudah melakukan suatu ikatan perkawinan, maka timbul adanya ikatan hak dan kewajiban antara pihak suami dan isteri yang melakukan ikatan perkawinan beserta terhadap anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut dan keluarga dari kedua belah pihak. Tata cara perkawinan di Indonesia tergolong beraneka ragam antara satu dengan yang lainnya oleh karena di Indonesia mengakui adanya bermacam-macam agama dan kepercayaan, yang tata caranya berbeda. Hal yang demikian dimungkinkan dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang dengan tegas mengakui adanya prinsip kebebasan beragama. 1 Sebelum lahirnya UU perkawinan, di Indonesia berlaku berbagai hukum perkawunan bagi masing-masing golongan warga negara dan berbagai daerah. Berbagai hukum perkawinan yang berlaku sebelumnya adalah: Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama islam berlaku hukum agama yang telah diresepsi ke dalam hukum adat. Pada umumnua bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam jika melaksanakan perkawinan berlaku ijab kabul. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adat. Misal bagi orang Bali yang beragama Hindu dimana adat dan perkawinan telah bersatu, maka perkawinannya dilaksanakan menurut hukum adat. 1 Subekti, 2002, Hukum Keluarga dan Hukum Waris, Penerbit PT.Intermasa, hal. 1.

3 Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku Huwelijks Ordonnantie Christen Indonesia (HOCI) S.1933 nomor 74. Pengaturan ini sudah diatur dalam UU Perkawinan. Bagi orang-orang Timur Asing Tionghoa dan warga negara Indonesia keturunan Tionghoa berlaku ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) dengan sedikit perubahan. Pengaturan ini sudah diatur dalam UU Perkawinan. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya di luar Tionghoa dan Warga Negara Indonesia keturuban asing lainnya berlaku hukum adat mereka. Bagi orang-orang Eropa dan Warga Negara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan, berlaku KUHPerdata. Termasuk pula dalam golongan ini orang-orang jepang atau orang-orang lain yang menganut asas-asas hukum keluarga yang sama dengan asas-asas hukum keluarga belanda. 2 Dengan berlakunya Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, maka ketentuan-ketentuan tersebut diatas sesuai dengan pasal 66 UU Perkawinan sudah tidak berlaku lagi, sejauh telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan tersebut. Hal tersebut dikarenakan bahwa pada dasarnya UU Perkawinan telah mewujudkaan prinsipprinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 45 dan sudah menampung segala kenyataan yang hidup dalam masyarakat dan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. 2 Hilman Hadikusuma, 2007, Hukum Perkawinan Indonesia menurut perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Penerbit CV Bandar Maju, Hal 36

4 Selain diatur dalam UU Perkawinan dan UUD 45 perkawinan juga diatur di dalam KUH Perdata, menurut pasal 26 KUH Perdata bahwa Undang-Undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata dan dalam pasal 81 menyatakan bahwa tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak membuktikan kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan di hadapan pegawai pencatatan sipil telah berlangsung dan telah dipenuhinya syarat-syarat sahnya perkawinan yang berupa: Kedua pihak harus mencapai umur yang ditetapkan dalam undang-undang, yaitu bagi laki-laki 18 tahun dan bagi perempuan 15 tahun Harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak Untuk seorang perempuan yang telah kawin harus lewat 300 hari dahulu setelah putusnya perkawinan pertama Tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua belah pihak Untuk pihak yang masih dibawah umur harus ada izin dari orangtua atau walinya Melihat dari berbagai aturan yang masih berlaku, serta sebagai bentuk dari pelaksanaan HAM pasal 28 B UUD 45, maka segala jenis perkawinan sah-sah saja, selama mengikuti aturan tersebut, termasuk pula dengan perkawinan campuran. Melihat dari pengertian perkawinan campuran dalam Regeling Op de Gemengde Huwelijken (selanjutnya disebut RGH) S.1898 nr.158 pasal 1, perkawinan campuran ialah perkawinan antara orang-orang di Indonesia tunduk kepada hukum-hukum yang berlainan. Serta melihat pula pengertian perkawinan campuran dari UU Perkawinan pasal 57 yang menyatakan perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang

5 yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia Perkawinan campuran tersebut memiliki beberapa konsekuensi yang sehubungan dengan kewarganegaraan, bagi masing-masing pihak dalam perkawinan campuran, yaitu: Kedua belah pihak menjadi Warga Negara Indonesia apabila pihak Warga negara asing dalam perkawinan menyatakan keterangan untuk menjadi Warga Negara Indonesia (Pasal 19 ayat (1) UU 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia) Kedua belah pihak menjadi Warga negara asing apabila pihak Warga negara Indonesia dalam perkawinan menyatakan keterangan untuk tidak menjadi Warga Negara Indonesia. (Pasal 26 UU 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia) Masing-masing pihak tetap memiliki kewarga negaraan dari negara asalnya. Orang asing yang datang dan menetap sementara di Indonesia memang tetap memiliki hak-hak perdatayang dijamin oleh undang-undang, dimana diantara hak-hak perdata yang dimiliki antara lain orang asing mempunyai hak melakukan jual beli berbagai jenis barang termasuktanah yang berstatus hak pakai, untuk membangun tempat tinggal. Selain itu mempunyai hak untuk melakukan perkawinan dan dapat memilih orang Indonesia sebagai pasangannya. Kemudian dengan perkawinan itu orang asing mempunyai hak untuk memperoleh Warga Negara Indonesia. 3 Namun problematika akan muncul ketika orang asing tersebut melakukan perkawinan dengan warga Negara Indonesia tanpa melakukan perubahan kewarganegaraan, yaitu akan aturan hukum yang berlaku. 3 Gatot Supramono, Hukum Orang Asing di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, Hal.2

6 Dalam perkawinan campuran, dalam hal-hal tertentu masih berlaku aturan hukum dari Negara pihak Warga Negara Indonesia, maupun hukum dari pihak warga negara asing, sehingga sering terdapat ketidak pastian hukum. Berbeda halnya apabila kedua belah pihak setuju untuk memilih salah satu kewarganegaraan (baik warga negara asing maupun Warga Negara Indonesia) sehingga tidak akan terjadi suatu kekacauan hukum akibat dari berlakunya dua sistem hukum yang berbeda, sebab hanya akan satu sistem hukum yang mengatur mereka. Demikian pula sehubungan dengan masalah kepemilikan tanah dan bangunan di Indonesia, dalam perkawinan campuran, seorang Warga Negara Indonesia yang melakukan perkawinan campuran dilarang memiliki hak milik atas tanah, namun dilain pihak apabila melihat peraturan yang berlaku, dikatakan pula bahwa hak bangsa Indonesia terhadap tanah merupakan hak ulayat, yaitu hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, hal tersebut menyebabkan ketidak adilan terhadap Warga Negara Indonesia yang kawin dengan warga negara asing, sebab sebagai Warga Negara Indonesia, ia tetap memiliki hak ulayat yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya. Untuk mencegah terjadinya ketidak adilan tersebut, maka membuat suatu perjanjian kawin merupakan solusinya, yaitu untuk mengatur mengenai harta benda yang mereka miliki, baik itu yang dipunyai sebelum perkawinan maupun yang mereka peroleh di dalam perkawinan, termasuk didalamnya kepemilikan atas tanah dan bangunan rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia dengan status hak atas tanah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar itulah peneliti mengambil judul Akibat HukumPerjanjian Kawin Bagi Warga Negara Indonesia yang Mengadakan Perkawinan Campuran Terkait Dengan Kepemilikan Tanah.

7 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas adalah: 1. Bagaimana akibat hukum dari perkawinan campuran yang telah membuat perjanjian kawin, dibandingkan dengan perkawinan campuran yang dilakukan tanpa membuat perjanjian kawin terhadap harta benda yang diperoleh sebelum dan sesudah perkawinan, khususnya dalam hal tanah. 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Warga Negara Indonesia yang telah menikah dengan Warga negara asing Tanpa Melakukan Perjanjian Kawin 1.3. Ruang Lingkup Masalah Di dalam membahas permasalahan di atas, dapat ditetapkan ruang lingkup masalah untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas. Ruang lingkup masalah tersebut adalah apa pengertian dari perjanjian kawin, apa saja akibathukum dari perkawinan yang telah membuat perjanjian kawin, dibandingkan dengan perkawinan yang dilakukan tanpa membuat perjanjian kawin terhadap harta benda yang diperoleh sebelum dan sesudah perkawinan, khususnya dalam hal tanah, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap Warga Negara Indonesia yang telah menikah dengan warga negara asing tanpa melakukan perjanjian kawin. 1.4. Orisinalitas Penelitian Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat dalam dunia pendidikan Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan beberapa judul penelitian skripsi

8 atau disertasi sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, akan dipaparkan 2 (dua) Skripsi yang pembahasannya berkaitan dengan dampak perjanjian pekawinan terhadap status hukum hak milik atas tanah Warga Negara Indonesia yang kawin dengan warga negara asing. No Judul Penulis Rumusan Masalah 1 Kepastian Hukum kepemilikan hak atas tanah bagi warga Ida Ayu Putu Larashati (Mahasiswi 1. Bagaimana bentuk-bentuk peralihan hak milik atas tanah apa saja yang dapat dilakukan Negara Indonesia Fakultas Hukum oleh warga Negara Indonesia dalam perkawinan Universitas dalam perkawinan campuran? campuran (Tahun Udayana, 2. Bagaimana proses jatuhnya 2013) Denpasar) Tahun hak milik atas tanah kepada 2009 Negara yang dimiliki oleh warga Negara Indonesia yang kawin dengan warga negara asing dengan berakhirnya jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut? 2 Pengaturan Tentang Indah Erfira 1. Bagaimanakah pengaturan Penguasaan Hak Atas (Mahasiswi tentang penguasaan hak atas Tanah Oleh Warga negara asing di Fakultas Hukum Universitas tanah oleh warga negara asing 2. Bagaimana penegakan hukum Indonesia (Tahun Udayana, terhadap pengaturan tentang

9 2015) Denpasar) Tahun 2011 penguasaan hak atas tanah oleh orang asing? 1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1. Tujuan Umum 1. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis 2. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khsusnya pengetahuan di bidang ilmu hukum. 1.5.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui secara lebih mendalam akibat perkawinan campuran terhadap harta benda yang diperoleh sebelum dan sesudah perkawinan, khususnya dalam hal tanah 2. Untuk memperoleh informasi akan status hukum hak milik atas tanah yang dipunyai oleh Warga negara asing yang kawin dengan Warga Negara Indonesia. 1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum mengenai akan akibat perkawinan campuran terhadap harta benda yang dimiliki oleh warga Negara Indonesia khususnya hakatas tanah. 1.6.2. Manfaat Praktis

10 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang penelitian hukum dalam penulisan ilmiah hukum, serta memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat yang ingin mengetahui akan akibat perkawinan campuran terhadap harta benda yang dimiliki oleh warga Negara Indonesia khususnya hak atas tanah. 1.7. Landasan Teoritis yaitu: Dalam menganalisis permasalahan ini, ada beberapa teori yang dipergunakan, 1.7.1. Teori Negara Hukum Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal tersebut terlihat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. Berdasarkan uraian tersebut, yang dimaksud dengan Negara Hukum ialah negara yang berediri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya. 4 Prinsip penting dalam Negara hukum adalah perlindungan yang sama (equal protection) atau persamaan dalam hukum (equality before the law). Perbedaan perlakuan hukum hanya boleh jika ada alasan khusus, misalnya, anak-anak yang dibawah umur 17 tahun mempunyai hak yang berbeda dengan anak-anak di atas 17 4 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta 1988, hlm.153.

11 tahun. Perbedaan ini ada alasan yang rasional. Tetapi perbedaan perlakuan tidak dibolehkan jika tanpa alasan yang logis, misalnya karena perbedaan warna kulit, gender, agama dan kepercayaan sekte tertentu dalam agama, atau perbedaan status seperti antara tuan tanah dan petani miskin. Meskipun demikian, perbedaan perlakuan tanpa alasan yang logis seperti ini sampai saat ini masih banyak terjadi di berbagai Negara, termasuk di Negara yang hukumnya sudah maju sekalipun. 5 1.7.2. Teori kepastian hukum Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah system norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek seharusnya atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberative. Undang-undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan sesame individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum. 6 Menurut Gustav Radbruch sebagaimana dikutip oleh Dwika, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas, yaiuti sebagai berikut: 1. Asas kepastian hukum (rechmatigheid). Asas ini meninjau dari sudut yuridis. 5 Munir Fuady,Teori Negara Hukum Modern (rechstaat), Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 207 6 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 158

12 2. Asas keadilan hukum (gerectigheit). Asas ini meninjau dari sudut filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan. 3. Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid). 7 Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai suatu otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian. 8 1.8. Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan, adalah penelitian secara yuridis normatif. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang mencakup: 1. Penelitian terhadap asas-asas hukum 2. Penelitian terhadap sistematik hukum 7 Dwika, Keadilan dari DImensi Sistem Hukum, http://hukum.kompasiana.com (02/04/2011), diakses pada 29 September 2016. 8 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung; cn, Jakarta, 2002, hlm 82-83

13 3. Penelitian terhadap sistematik hukum terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal 4. Perbandingan hukum 5. Sejarah hukum 9 1.8.2. Jenis Pendekatan jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (Statue Approach), pendekatan historis (Historical Approach), dan pendekatan Konseptual (Conseptual Approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedag ditangani. Pendekatan ini adalah pendekatan yang menggunakan legislasi dan regulasi. Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi. Sedangkan pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. dengan mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu yang dihadapi. 1.8.3. Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Adapaun bahan-bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut: 9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014. Hlm 14

14 1. Bahan hukum Primer a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata c. Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria d. Undang-Undang dasar nomor Nomor 29 Tahun 1961 Tentang pencabutan hakhak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya e. Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan f. Undang-Undang no. 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan republik Indonesia g. Peraturan Pemerintah nomor 103 tahun 2015 tentang pemilikan rumah tempat tinggal atau Hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia h. Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 199 tentang pendaftaran tanah i. Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar j. Peraturan Presiden Nomor 148 tahun 2015 tentang perubahan keempat atas peraturan Presiden nomor 71 tahun 2012 tentang pneyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum k. Peraturan Presiden nomor 10 tahun 2006 tentang badan pertanahan nasional 2. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder, yang memberian penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya. 3. Bahan Hukum Tertier

15 Bahan hukum tertier, yakni bahan yan memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya. 1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan-bahan hukum dilakukan dengan pendekatan studi kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan buku-buku hukum, baik buku dari dalam negeri maupun buku asing, makalah, tulisan di internet, dan majalah hukum yang relevan dengan objek penelitian. Prosedur pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder dilakukan dengan mengkualifikasi hukum yang telah ditentukan dalam usulan penelitian, yakni bahan hukum yang menyangkut tinjauan umum tentang perkawinan campuran, perceraian, pembagian harta gono-gini dan status hak milik terhadap harta yang dimiliki oleh warga negara asing baik sebelum maupun sesudah perkawinan khusunya dalam hal tanah. 1.8.5. Teknik Analisis Bahan Hukum Setelah bahan hukum yang diperlukan dalam penelitina ini telah terkumpul, maka selanjutnya bahan hukum tersebut, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder diolah dan dianalisis. Dalam pengolahan bahan hukum penelitian ini, dilakukan dengan cara evaluatif, interpretatif, dan konstruksi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Dimana evaluattif yaitu melakukan penilaian/mengevaluasi tepat atau tidak tepat, benar atau tidak benar, sah atau tidak sah terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan baik yang tertera dalam bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Sedangkan Interpretatif yaitu menggunakan jenis

16 penafsiran menurut perundangundangan. Dan Kontruksi yaitu pembentukan kontrusikontruksi yuridis dengan melakukan analogi dan pembalikan proposisi.