BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkebutuhan khusus merupakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang berorientasi pada kebutuhan dan kemampuan yang terdapat pada anak kebutuhan khusus tersebut. Upaya dalam memahami kebutuhan dan masalah yang dialami oleh seorang anak, guru memerlukan informasi, sumber data yang berkenaan dengan kebutuhan dan masalah pada peserta didiknya. Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai kebutuhan dari masalah yang dihadapi, guru dapat melakukannya melalui kegiatan yang disebut dengan asesmen. Asesmen dapat dipandang sebagai upaya yang sistematis untuk mengetahui kemampuan, kesulitan dan kebutuhannya anak pada aspek tertentu, data yang diperoleh dari hasil asesmen, selanjutnya dapat dijadikan bahan dasar dalam penyusunan program pembelajaran, program intervensi, bahan pertimbangan atau gambaran untuk ahli lainnnya seperti terapis. Asesmen dilakukan untuk mengetahui kebutuhan dan kemampuan dalam berbagai aspek perkembangan, salah satunya adalah aspek bahasa. Aspek perkembangan bahasa sangat erat kaitannya dengan aspek perkembangan kognitif, begitu pula dengan anak tunarungu yang mengalami kesulitan dalam pemerolehan bahasa sehingga berdampak besar pada kemampuan komunikasi dan kognitifnya. Kesulitan dalam perkembangan bicara dan bahasa menjadi salah satu karakteristik dari anak dengan hambatan intelektual, setidaknya ada sedikit upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik perkembangan bahasa pada anak-anak. Bahasa diperoleh hasil dari proses diterimanya getaran suara melalui telinga kemudian disampaikan pada otak lalu suara tersebut memiliki makna yang dapat dipahami. Anak tunarungu yang memiliki hambatan dalam
2 perkembangan bahasanya sehingga sering ditemui kasus anak tunarungu yang tidak mampu mengungkapkan apa yang diinginkannya karena keterbatasan dalam aspek bahasanya itu, baik pada bahasa reseptif maupun bahasa ekspresif. Adapun definisi yang dikemukakan oleh Santrock (2012) language is a form of communication whether spoken, written, or signed that is based on a system of symbols. Language consist of the words used by a community and the rules for varying and combining them. Berdasarkan dari definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa bahasa adalah suatu bentuk komunikasi entah itu lisan, tertulis atau isyarat yang berdasarkan pada suatu sistem dari simbol-simbol. Anak tunarungu usia sekolah merupakan usia dasar atau awal kesiapan anak yang dirasa sudah cukup dan mampu untuk memasuki sekolah dasar. Pada usia sekolah anak mulai bersekolah dan pengalaman anak dalam berbahasa semakin meningkat, begitu pula dengan anak tunarungu yang mengharuskan dirinya untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak pada umumnya mulai mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh orang lain kemudian proses selanjutnya yaitu meniru ucapan, karena proses pertamanya dia mendengar dan menyimak ucapan-ucapan tersebut (reseptif), kata-kata menjadi miliknya kemudian diucapkan lagi (ekspresif), dengan proses tersebut bahasa terbentuk pada anak. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sadjaah (2005) meninjau fungsi pendengaran yang erat hubungannya dengan berbicara dan bahasa, pertama akan membentuk bahasa reseptif, kemudian melalui pendengaran pula sesudah bahasa reseptif berkembang, seseorang mulai belajar mengekspresikan diri dengan kata-kata. Secara umum perkembangan bahasa yang digambarkan oleh Myklebust (1960) meliputi tujuh tahap, yaitu; Experience, Inner Language (auditory symbol), Auditory Receptive Language (spoken word), Auditory Expresive Language (speaking), Visual Receptive Language (reading), Visual Expressive Language (writing), dan Visual Symbolic Behavior. Teori Myklebust ini lebih menekankan bahasa pada yang terbentuk dari hasil
3 pengalaman anak itu sendiri. Pada tiap tahapan perkembangan tersebut ada beberapa tugas perkembangan yang harus dicapai oleh anak. Berdasarkan hasil dari studi lapangan yang telah peneliti lakukan pada beberapa sekolah di kota Bandung, menunjukkan bahwa instrumen asesmen pada setiap sekolah berbeda dalam butir-butir instrumennya namun tujuan dari instrumen-instrumen tersebut tetap sama, yaitu untuk mengetahui kebutuhan dan kemampuan anak berkebutuhan khusus, khususnya pada anak tunarungu dalam segala aspek perkembangan. Sedangkan instrumen asesmen untuk mengungkapkan perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif itu sendiri belum tersedia pada setiap sekolahnya. Sehingga peneliti merasa dengan instrument asesmen yang telah disediakan pada setiap sekolah, dapat dikatakan instrument asesmen tersebut belum dapat menemukan dan mengungkap kebutuhan dasar dari setiap anak tunarungu khususnya pada aspek bahasa reseptif dan bahasa ekspresif sehingga layanan pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhannya. Instrumen asesmen yang tidak fungsional akan berdampak pada seluruh aspek perkembangan anak tunarungu karena layanan pendidikan dalam proses pembelajaran yang diberikan oleh pihak sekolah tidak dapat memenuhi kebutuhannya, sehingga dapat mengakibatkan anak tunarungu akan mengalami ketertinggalan atau kemunduran dalam aspek bahasa yang berkaitan dengan aspek kognitif, dan aspek perkembangan lainnya. Berdasarkan kondisi faktual yang muncul apabila anak mengalami hambatan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, maka sangatlah penting sebagai pendidik, khususnya di bidang pendidikan kebutuhan khusus, memahami perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu yang diperoleh dengan cara asesmen. Asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif adalah serangkaian instrumen untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Asesmen ini diperlukan untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhan perkembangan bahasa reseptif dan
4 bahasa ekspresif pada anak tunarungu sebagai bahan acuan dasar untuk memberikan layanan pendidikan dalam proses pembelajaran pada anak tunarungu. Oleh karena itu, untuk memudahkan mengetahui kebutuhan dan kemampuan serta gambaran dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah perlu dikembangankannya instrumen asesmen yang disesuaikan dengan seluruh aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini dapat menggambarkan kondisi objektif perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada tiap aspek anak tunarungu usia sekolah secara rinci, terutama kekuatan dan kelemahan pada tiap-tiap aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang dimilikinya, yang selanjutnya dijadikan dasar di dalam penyusunan program dalam pembelajaran. Hasil asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif harus secara terus menerus disampaikan dari guru yang mengajarnya ketika ia mulai bersekolah dan diteruskan pada guru selanjutnya yang akan mengajarnya agar kemajuan perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dapat terlihat secara jelas. Jika sudah dapat memahami perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu, semakin cepat intervensi dapat diberikan, sehingga dampak yang terjadi dapat segera diminimalisir agar kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif berkembang dengan optimal. Mengingat pentingnya instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini, maka peneliti bermaksud untuk mengembangkan instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu yang didasarkan pada kondisi objektif, teori Myklebust (1960) dan teori Lewis yang membahas tentang perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu. Penelitian ini kemudian dirumuskan dalam judul PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH.
5 B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan bahwa permasalahan pokok dari penelitian ini adalah Bagaimanakah instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional bagi anak tunarungu usia sekolah? Untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian seperti di bawah ini : 1. Bagaimana kondisi objektif instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah? 2. Bagaimana hasil analisis kondisi objektif dengan literatur teori Myklebust dan teori Lewis? 3. Apakah instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif hasil pengembangan dari teori Myklebust dan teori Lewis fungsional digunakan oleh guru untuk mengungkapkan perkembangan bahasa anak tunarungu? C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional bagi anak tunarungu usia sekolah. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi hasil belajar anak tunarungu, serta pemikiran dan informasi ilmiah yang objektif bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam pendidikan
6 kebutuhan khusus yang berkaitan dengan asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian tentang pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini diharapkan juga dapat digunakan dan fungsional untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia, yang hasilnya akan dijadikan acuan dalam penyusunan program intervensi atau program pembelajaran. a. Manfaat bagi Lembaga 1) Sebagai masukan dalam kelengkapan administrasi sekolah 2) Meningkatkan profesionalisme guru 3) Menumbuhkan motivasi untuk mengawali prosedur pembelajaran yang benar dengan asesmen b. Manfaat bagi guru 1) Peningkatan kinerja guru dan kualitas dalam pembelajaran pada anak tunarungu usia sekolah 2) Memberikan wawasan dan gambaran yang lebih jelas mengenai asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah 3) Menjadi bahan acuan dalam menyusun program intervensi atau program pembelajaran dan rencana pembelajaran selanjutnya c. Bagi Orang Tua 1) Menambah wawasan orang tua terhadap perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah 2) Menjalin kerjasama dengan guru dan meyusun program intervensi atau program pembelajaran bersama guru untuk mengoptimalkan
7 perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah