BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2008). Rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan perorangan secara paripurna menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna merupakan pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Pelayanan rawat inap sebagai salah satu pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub-spesialistik untuk keperluan perawatan, observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik, dengan menginap di ruang rawat inap oleh karena penyakitnya. Pelayanan medik dasar rawat inap di rumah sakit antara lain persalinan, penyakit dalam, bedah, anak, mata, THT, kulit dan kelamin, gigi dan mulut, saraf dan pelayanan kesehatan jiwa (Kementerian Kesehatan RI, 2007). Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 melaporkan bahwa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terdapat prevalensi penyakit kardiovaskular sebesar 1,2%, kanker 5%, stroke 10,3%, ginjal 1,2%, hepatitis B 15,5% dan diabetes 2,6% (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Menurut Dinas Kesehatan DIY (2014), tingginya angka prevalensi penyakit kardiovaskular, kanker, stroke, ginjal, hepatitis, dan diabetes akan meningkatkan kebutuhan perawatan rawat inap di rumah sakit DIY. 1
2 Laporan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Sardjito tahun 2015 menunjukkan bahwa pasien rawat inap unit stroke berjumlah 385 pasien, instalasi rawat jantung terdapat 1485 pasien, instalasi rawat inap IV (jiwa) 285 pasien, instalasi maternal 549 dan perinatal 1263 pasien, instalasi rawat intensif (IRI) berjumlah 657 pasien, instalasi rawat intensif anak (IRIA) 417 pasien, luka bakar 53 pasien, dan penyakit dalam sebanyak 2676 pasien. Pasien dengan penyakit kardiovaskular, kanker, stroke, diabetes, degeneratif, hepatitis, HIV, Jiwa, pediatric intensive care unit (PICU) dan pasien rawat intensif memiliki manifestasi oral (Amit dan Shalu, 2012; Dewi, 2010; Blevins, 2011). Manifestasi oral pada pasien, yang berhubungan dengan konsumsi obat selama penyembuhan menyebabkan gangguan perasa, gingiva enlargement, ulser, gangguan pergerakan rongga mulut, lichenoid, mulut terasa terbakar, perdarahan gingiva, dan mulut kering (Femiano dkk., 2008). Strauss dan Stefanou (2014), menyatakan bahwa perawatan rongga mulut diperlukan untuk mencegah penyakit yang berhubungan dengan gigi dan mulut. Pasien dengan penyakit stroke mudah mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut, antara lain: penyakit periodontal, kebersihan mulut yang buruk, xerostomia, gangguan menelan (British Society of Gerodontology, 2010). Masalah yang lebih buruk lagi apabila pasien berada di intensive care unit (ICU), mereka mengalami penurunan kesadaran dan keterbatasan bergerak untuk aktifitas perawatan dirinya, sehingga kebersihan gigi dan mulutnya tidak terpenuhi (Zurmehly, 2013). Penggunaan ventilator mekanik pada pasien ICU, juga berisiko terjadinya aspirasi pneumonia (Kim dkk., 2014).
3 Menurut Taylor dkk. (2013), lamanya perawatan pasien juga dapat menyebabkan infeksi aspirasi pneumonia. Kim dkk. (2014) menyebutkan bahwa pencegahan masalah gigi dan mulut serta infeksi aspirasi pneumonia pada pasien stroke maupun pasien ICU dapat dilakukan dengan perawatan kesehatan rongga mulut, dengan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. Kuramoto dkk. (2011) melaporkan bahwa sebesar 91,8% rumah sakit di Jepang menerapkan perawatan kesehatan rongga mulut pada pasien rawat inap akut sebagai bagian dari aktifitas rutin, sementara itu 91,2% rumah sakit menganggap perawatan kesehatan rongga mulut dapat mencegah aspirasi pneumonia. Rongga mulut merupakan bagian penting yang harus dipertahankan kebersihannya, karena melalui organ ini berbagai kuman atau bakteri mikroba masuk. Keterlibatan bakteri yang semula bertindak sebagai flora normal, berubah menjadi bakteri patogen karena plak dan kalkulus gigi (Turk dkk., 2012). Dampak yang ditimbulkan apabila tidak menjaga kesehatan gigi dan mulut dapat meningkatkan risiko bakterimia, bakteri endokarditis, aspirasi pneumonia, halitosis, gingivitis, stomatitis, karies, penyakit periodontal, glositis (Hidayat, 2011). Kebersihan gigi dan mulut yang buruk, akan memperparah kondisi penyakit, sedangkan perawatan kesehatan gigi dan mulut yang baik dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi (Wendy dan Hilary, 2009). Pasien rawat inap harus mendapatkan perawatan secara holistik, termasuk di dalamnya perawatan gigi dan mulut (Potter dan Perry, 2010). Undang-Undang kesehatan No. 36 tahun 2009 pada pasal 63 ayat (2) bahwa penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengendalian, pengobatan dan atau perawatan; pada ayat (3) pengendalian, dan atau perawatan
4 dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan, atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan keamanannya; dan ayat (4) pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2012). Pelayanan keperawatan sebagai bentuk pelayanan profesional yang komprehensif mencakup aspek fisiologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada pasien karena ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yang terganggu baik aktual maupun potensial (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2005). Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan menjadi sumber daya untuk memenuhi keterbatasan pasien (Potter dan Perry, 2010). Perawat membutuhkan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang akan meningkatkan keterampilan kognitif perawat dalam menyelesaian masalah, dan pengambilan keputusan keperawatan dalam konteks pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan holistik, berlandaskan aspek etik dan legal (Kozier dkk., 2010). Tindakan keperawatan merupakan bagian dari perilaku manusia, yang dapat diamati secara langsung, seperti langkah-langkah perawat dalam mempersiapkan alat dan melaksanakan asuhan keperawatan (Departemen Kesehatan RI, 1994; Budiharto, 2013). Model Precede (Green dan Kreuter, 1991 sit. Budiharto, 2013) menyebutkan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi perubahan perilaku manusia, antara lain: 1) faktor predisposisi yang dipengaruhi oleh sikap, norma, nilai, norma kepercayaan, pengetahuan yang dapat memotivasi masyarakat agar
5 terjadi perubahan tindakan atau perilaku; 2) faktor pemungkin sebagai faktor yang memungkinkan atau menfasilitasi terjadinya tindakan atau perilaku; dan 3) faktor penguat sebagai faktor yang mendorong untuk terjadinya tindakan atau perilaku. Perbedaan karakteristik jenis kelamin dan umur berdasarkan karakter fisiologis dan psikologis dapat menyebabkan adanya kemungkinan terjadi perbedaan tindakan (Al-Omari dan Hamasha, 2005). Orang akan bertindak berdasarkan pengalaman yang didapat dari lingkungan (Passer dan Smith, 2008). Menurut Dewi (2015), masa kerja dapat memberikan pengaruh positif pada kinerja apabila semakin lama seseorang bekerja maka akan lebih berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Hasil penelitian Turk dkk. (2012) menyebutkan bahwa pengamalan praktik perawat berhubungan dengan tindakan perawatan rongga mulut. Budiharto (2013) menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan yang diterima seseorang berperan penting dalam perubahan perilaku manusia karena pendidikan memberikan pengetahuan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2005) menjelaskan bahwa pendidikan perawat di Indonesia terdapat jenjang pendidikan yang berbeda, diantaranya: diploma, ners (sarjana dan profesi), ners spesialis, magister, dan doktor. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (2012) menyebutkan bahwa pengetahuan yang diterima perawat selama pendidikan memberikan dampak positif untuk memberikan pelayanan/asuhan (care provider) pasien. Menurut Sarwono (2007), individu yang menerima informasi dan pengetahuan berkaitan dengan suatu ide baru adalah tahap knowledge. Menurut Azwar (2013), pengetahuan berfungsi sebagai dorongan dasar manusia untuk ingin tahu, memahami dan mengorganisasikan pengalamannya. Pengalaman yang telah dan
6 sedang kita alami dapat menjadi dasar pembentukan sikap. Sarwono (2007), menyebutkan bahwa unsur pengalaman masa lalu sangatlah mempengaruhi persepsi sehat atau sakit. Penelitian Araujo dkk. (2009) tentang persepsi dan aksi tindakan oral care menyimpulkan bahwa sebesar 99,2% dari 402 perawat di Brazil mengatakan bahwa perawatan gigi dan mulut sangat penting bagi pasien rawat inap di rumah sakit. Penelitian Pham yang dilakukan di Vietnam, pada tahun 2008 menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap perawat dengan tindakan oral health care pasien rawat inap. Menurut Walgito (2003), pembentukan perilaku manusia dapat dibentuk melalui tiga cara, yaitu: 1) melalui kebiasaan, 2) belajar kognitif, dan 3) menggunakan model, misalnya pemimpin sebagai panutan. Perawatan gigi dan mulut pada pasien merupakan bagian dari pelayanan kebersihan diri (personal hygiene). Tindakan keperawatan pada perawatan gigi dan mulut adalah tindakan yang dilakukan perawat pada pasien yang tidak dapat mempertahankan kebersihan gigi dan mulut secara mandiri. Tindakan keperawatan pada perawatan gigi dan mulut bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan asupan gizi, serta menjaga kesehatan rongga mulut pasien (Hidayat, 2011). Menurut Turk dkk. (2012), tindakan keperawatan gigi dan mulut pasien rawat inap yang dilakukan oleh perawat, mempunyai peranan penting untuk menjaga kesehatan rongga mulut serta menurunkan risiko terjadinya infeksi sehingga kualitas hidup pasien meningkat. Pada kenyataannya, pasien rawat inap sering mendapatkan perawatan mulut yang tidak memadai atau tidak ada (Pettit dkk., 2012). Hung (2008) melaporkan bahwa perawatan gigi dan mulut pada pasien rawat inap di Vietnam kurang diprioritaskan atau ditangguhkan.
7 Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Sardjito dengan 19 instalasi menjadi rumah sakit rujukan untuk daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah Selatan (Sardjito Hospital, 2015). Berdasarkan Data Keperawatan, jumlah perawat di instalasi rawat khusus mencapai 212 orang, terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah Perawat Rawat Khusus di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta Tahun 2016 No Instalasi Perawat Kepala Perawat Total 1. Stroke 13 1 14 2. Instalasi Rawat Jantung 32 1 33 3. Instalasi Rawat Inap 4 (Jiwa) 12 1 13 4. Instalasi Maternal Perinatal 67 1 68 5. Instalasi Rawat Intensif (IRI) 22 1 23 6. Instalasi Rawat Intensif Anak 22 1 23 7. Luka Bakar 9 1 10 8. Instalasi Rawat Darurat 27 1 28 Jumlah 204 8 212 Komite Keperawatan dan Kelompok Kerja Fungsional Keperawatan RSUP Dr. Sardjito pada tahun 2011 menyusun standar prosedur operasional keperawatan umum untuk memberikan pelayanan perawatan pasien rawat inap, temasuk gigi dan mulut agar membantu menyikat gigi dan membersihkan mulut. Menurut The Nethersole Nursing Practice Research Unit (2007), pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dilakukan pada pasien sadar secara mandiri atau dengan bantuan perawat, sedangkan pasien rawat inap yang tidak sadar dibantu sepenuhnya oleh perawat. Berdasarkan wawancara dengan staf pelayanan keperawatan Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Sardjito, pelayanan rawat inap dibagi menjadi dua yaitu pasien khusus dan pasien rawat inap. Instalasi yang termasuk pasien rawat khusus adalah unit stroke, instalasi rawat jantung (ICCU/IMCC), instalasi IV (Jiwa), instalasi maternal perinatal, instalasi
8 rawat intensif (IRI), instalasi rawat intensif anak (IRIA), LB (luka bakar), instalasi rawat darurat (kamar operasi, intermediate care (IMC), dan anestesi). Standar Prosedur Operasional untuk tindakan pemeliharan gigi dan mulut pasien sudah ada. Pelaksanaan tindakan tersebut sudah menjadi kegiatan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan kebersihan diri pasien. Namun untuk tindakan membersihkan protesa gigi dan penilaian terhadap rongga mulut pasien belum dilakukan dan belum ada prosedurnya. The Nethersole Nursing Practice Research Unit (2007), menyatakan bahwa hasil penilaian rongga mulut membantu perawat untuk membuat keputusan dalam pemilihan obat kumur, sikat gigi serta frekuensi memberikan obat kumur. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta?
9 C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus di RSUP Dr. Sardjito belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan, yaitu: 1) Hung (2008) meneliti tentang Oral Health Care Performance For Inpatients Among Nurses at Hanoi City Hospital, Vietnam. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah sosial demografi (umur, unit kerja, lama kerja, dan tingkat pendidikan), pengetahuan, sikap, pelatihan perawatan rongga mulut, beban kerja, dan supervisi. Variabel terikat yang digunakan adalah pelaksanaan perawatan kesehatan gigi dan mulut pasien rawat inap. 2) Aryata (2012) meneliti tentang Analisis Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Propinsi Sulawesi Tenggara. Variabel bebas yang digunakan adalah pengetahuan, motivasi, dan fungsi supervisi kepala ruang. Variabel terikat yang digunakan adalah penerapan standar asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSU Sulawesi Tenggara (studi dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan dan observasi pelaksanaan tindakan keperawatan). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah lokasi penelitian sedangkan persamaan penelitian ini sama-sama dilaksanakan di instalasi rumah sakit dengan responden penelitian adalah perawat.
10 D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus di RSUP Dr. Sardjito. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi tindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien rawat khusus di RSUP Dr. Sardjito. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pihak RSUP Dr. Sardjito dan Tenaga Kesehatan a. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi tentang faktorfaktor yang mempengaruhi tindakan perawat dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pasien. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kerjasama antara perawat dengan tenaga kesehatan gigi, sehingga dapat memberikan pencegahan dan promosi tentang memelihara kebersihan gigi dan mulut. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada tenaga kesehatan dan instansi rumah sakit tentang pentingnya kesehatan gigi dan mulut sebagai tindakan pencegahan agar tidak mempengaruhi penyakitnya.
11 2. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu pencegahan dan promosi kesehatan gigi, sehingga peneliti mampu untuk memahami dan mencari solusi masalah kesehatan gigi dan mulut pada pasien rawat khusus.