BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat


TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 613/Kpts-II/1997 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERAIRAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB 2 Perencanaan Kinerja

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. dan situs sejarah adalah Situ Lengkong yang berada di desa Panjalu, Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Saat ini

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN I.. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian cukup tinggi terhadap pengelolaan sumber daya alam (SDA) dengan menetapkan kebijakan pengelolaannya harus dikuasai dan dikelola negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kesungguhan perhatian tersebut merupakan penjabaran dari Undang-undang Dasar tahun 945 pasal 33. Kondisi wilayah Indonesia yang sangat luas, jumlah penduduk yang banyak, dan terdiri dari ribuan pulau serta aneka ragam potensi lokal, menuntut pemerintah untuk menetapkan strategi khusus dalam kegiatan pembangunan bangsa secara keseluruhan. Salah satu upaya yang telah pemerintah lakukan sebagai strategi pembangunan adalah menetapkan kebijakan regionalisasi pembangunan yang secara garis besar terdiri dari Kawasan Strategis Nasional (KSN), Kawasan Strategis Propinsi (KSP) dan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK). Dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dijelaskan bahwa kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Pemerintah Kabupaten Ciamis menindaklanjuti kebijakan nasional tersebut dengan mengeluarkan kebijakan pembangunan melalui penetapan kawasankawasan strategis yang ada didalam wilayah administrasi Kabupaten Ciamis. Kebijakan pembangunan tersebut dikeluarkan untuk mengelola ragam kondisi dan

2 potensi dalam ruang wilayah yang mempunyai pengaruh sangat penting bagi Kabupaten Ciamis terutama dalam aspek pertanahan keamanan negara, ekonomi, sosial budaya, lingkungan dan pendayagunaan sumberdaya alam. Dalam wilayah Kabupaten Ciamis terdapat satu kawasan strategis nasional, dua kawasan strategis propinsi dan sembilan kawasan strategis kabupaten. Salah satu kawasan strategis kabupaten (KSK) yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) dan Rencana Pembangunan Kabupaten Ciamis adalah KSK Situ Panjalu yang mempunyai kriteria sebagai kawasan wisata unggulan yang memiliki potensi mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu keunikan KSK Situ Panjalu adalah terdiri dari kawasan konservasi Cagar Alam Panjalu yang dikelilingi kawasan Perairan Situ Lengkong Panjalu dan berada dalam lingkungan sosial yang masih kuat memegang adat dan tradisi lokal Panjalu. Dalam RPJMD Kabupaten Ciamis dijelaskan bahwa isu penanganan KSK Situ Panjalu untuk pelestarian, pengendalian dan pemanfaatan kawasan lindung sebagai objek wisata budaya/religi. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan KSK Situ Panjalu didukung beberapa program utama yang terutama untuk menjamin kelestarian Cagar Alam Panjalu dan sekitarnya, pengembangan objek wisata budaya dan pelestarian budaya/adat lokal Panjalu itu sendiri. Program-program tersebut dilaksanakan oleh tiga organisasi/instansi yang berbeda yakni : Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Propinsi Jawa Barat (BBKSDA Jabar), Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Kabupaten Ciamis dan Desa/Desa Adat Panjalu dibawah binaan Direktorat Jenderal Kebudayaan.

3 Kawasan konservasi Cagar Alam Panjalu merupakan kawasan yang memiliki peran penting dalam pengawetan sumberdaya alam dan budaya lokal. Cagar Alam Panjalu tidak hanya memberikan nilai bagi perlindungan habitat alam beserta flora dan fauna yang ada didalamnya, tetapi juga memelihara keseimbangan lingkungan/wilayah sekitarnya. Selain untuk penelitian, pendidikan dan aktifitas budaya/adat didalam Cagar Alam Panjalu, wilayah disekitarnya diberikan peluang untuk membangun, memanfaatkan lahan marginal secara rasional, peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, bahwa cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Peraturan tersebut mengatur secara ketat aktifitas yang dapat dilakukan dalam cagar alam yaitu terbatas untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya. Dengan kata lain bahwa aktifitas manusia didalam kawasan cagar alam sangat dibatasi untuk menjaga keutuhan kawasan dan kelestarian keanekaragaman hayati didalamnya. Cagar Alam Panjalu adalah salah satu kawasan konservasi yang terdapat di Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat yang sudah ditetapkan sejak tahun 99 berdasarkan penunjukan dari pemerintah Belanda. Kawasan tersebut merupakan salah satu kawasan konservasi pertama di Indonesia yang bernilai sejarah tinggi

4 karena asal-usul terbentuknya terjadi sejak jaman kerajaan pada abad ke-6. Di dalam Cagar Alam Panjalu terdapat situs makam raja Panjalu yang sekarang menjadi objek wisata ziarah. Keberadaan situs tersebut menyebabkan Cagar Alam Panjalu menjadi kawasan cagar alam yang paling banyak dikunjungi di Indonesia yaitu mencapai 250.000 s.d 350.000 kunjungan wisatawan setiap tahunnya dalam 0 tahun terkahir. Para pelaku wisata ziarah tersebut berasal dari seluruh nusantara dan sebagian besar peziarah berasal dari wilayah Jawa Tengah, dan Jawa Timur terutama Madura. Pada satu sisi, meningkatnya jumlah kunjungan merupakan suatu prestasi yang sangat baik, apalagi dipandang tidak menimbulkan kerusakan yang signifikan pada kawasan Cagar Alam Panjalu. Namun apabila dikembalikan pada, status dan fungsi cagar alam, maka aktifitas wisata yang begitu padat (mass tourism) dalam 5 tahun terakhir di kawasan cagar alam merupakan sesuatu kegiatan yang dianggap sebagai gangguan. Pada sisi lain, aktifitas wisata berbasis religi/budaya di area KSK Situ Panjalu (terutama dalam Cagar Alam Panjalu) sangat berdeda dengan wisata modern pada umumnya. Aktifitas para pengunjung (peziarah) relatif lebih terjaga dan terkendali dibandingkan dengan wisatawan umum karena dilandasi nilai-nilai moral / kearifan yang membatasi setiap aktifitasnya. Sebelum adanya Kebijakan Pembangunan KSK Situ Panjalu, pada kawasan Situ Panjalu sudah ada embrio kegiatan pengelolaan Cagar Alam Panjalu oleh Balai KSDA Jabar II, pelayanan peziarah dan penyelenggaraan aktifitas adat oleh Desa Panjalu dan Yayasan Boros Ngora. Kemudian embrio tersebut

5 dilengkapi oleh Kebijakan Pembangunan KSK Situ Panjalu dengan programprogram pendukungnya. Keberadaan tiga program yang dikelola oleh tiga organisasi/instansi yang berbeda dalam suatu kawasan yang sama atau berdekatan, tentu berpotensi terjadinya potensial konflik. Akan tetapi potensial konflik yang telah terjadi dalam proses implementasi program-program tersebut, masih bisa diredam dan dikendalikan sehingga secara umum pengelolaan program-program tersebut masih bisa berlangsung dan sudah menunjukan hasil yang cukup baik. Oleh karena itu pada KSK Situ Panjalu perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat efektivitas program-program dalam mencapai tujuannya dan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian efektifitas tersebut. Hal tesebut bisa menjadi masukan untuk perbaikan pengelolaan KSK Situ Panjalu pada masa yang akan datang dan sebagai pembelajaran untuk pengelolaan yang lebih efektif pada kawasan strategis lainnya. I.2. Rumusan Masalah Banyaknya wisatawan setiap tahunnya, memberikan dampak positif tersendiri pada pertumbuhan ekonomi lokal dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) khususnya dari sektor wisata. Hal ini terlihat dari peningkatan profesi atau mata pencaharian masyarakat Desa Panjalu sebagai pelaku usaha atau pedagang, dan banyak diantaranya terkait dengan sektor wisata seperti pemberi jasa perahu, jasa foto, jasa parkir, penginapan, pedagang makanan/souvenir. Berdasarkan UU No. 5 tahun 990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dan Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 998 tentang

6 Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, bahwa cagar alam dikelola dengan melakukan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa beserta ekosistemnya. Pemanfaatan cagar alam sangat terbatas hanya untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan penunjang budidaya. Seyogiyanya program pengembangan wisata dan program pelestarian budaya dalam KSK Situ Panjalu tidak menjadikan Cagar Alam Panjalu sebagai pusat kegiatan wisata berbasis religi/budaya. Akan tetapi walaupun pada kenyataannya, pusat kegiatan wisata berbasis religi/budaya tersebut terjadi di dala Cagar Alam Panjalu, secara umum Pengelola Program Pelestarian Cagar Alam Panjalu menganggap aktifitas tersebut tidak mengganggu keutuhan kawasan dan kelestarian vegetasi di dalam kawasan tersebut. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di kawasan konservasi lain, peningkatan frekuensi dan intensitas kunjungan wisata biasanya memberikan dampak negatif yang cukup signifikan pada keutuhan dan kelestarian kawasan, misalnya Cagar Alam Pulau Sempu di Kabupaten Malang. Walaupun demikian perlu diperhatikan juga laju dan pola pembangunan di desa sekitar sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang bisa merusak ekosistem Situ Lengkong sebagai penyangga Cagar Alam Panjalu. Kerusakan pada penyangga dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan pada kawasan inti cagar alam, begitupun sebaliknya kerusakan pada kawasan Cagar Alam Panjalu dikhawatirkan akan merusak kawasan penyangga dan kawasan lain disekitarnya.

7 Otoritas pengelolaan kawasan konservasi Cagar Alam Panjalu berada pada pihak Kementerian Kehutanan yang memandatkan kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat. Kemudian dalam melaksanakan tugasnya, BBKSDA mendelegasikan pengelolaan Cagar Alam Panjalu kepada Resort Gunung Sawal Seksi Konservasi Wilayah VI Tasikmalaya Bidang KSDA Wilayah III Ciamis. Otoritas pengelolaan objek wisata Situ Panjalu sesuai tugas pokok dan fungsinya berada pada Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Kabupaten Ciamis Kemudian dalam melaksanakan tugasnya, Disparekraf memiliki sub-sub unit pengelola yaitu UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) yang kantor pengelolanya berlokasi di Desa Panjalu. Situ Panjalu merupakan aset Desa Panjalu, berdasarkan Undang-undang no 6 tahun 204 tentang Desa maka otoritas pengelolaan perairan Situ Panjalu adalah Pemerintah Desa Panjalu. Begitu juga dengan semua aset adat dan aktifitas adat/budaya lokal Panjalu yang berdasarkan hak asal-usul merupakan otoritas Desa. Desa Panjalu berbeda dengan desa-desa pada umumnya karena masih terkait dengan nilai-nilai adat yang masih kuat. Kondisi tersebut membuat Desa Panjalu diresmikan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan menjadi Desa Adat Panjalu. Walaupun ada organisasi Desa Adat Panjalu tersendiri, namun sampai sekarang masih merupakan bagian dari Desa Panjalu. Peresmian menjadi desa adat pada satu sisi dikhawatirkan akan menambah frekuensi penggunaan kawasan untuk keperluan adat istiadat, namun pada sisi lain

8 akan memelihara nilai-nilai adat termasuk nilai-nilai adat yang berkenaan langsung untuk menjaga kelestarian dan keutuhan kawasan. Kebijakan Pembangunan KSK Situ Panjalu didukung oleh beberapa program pendukungnya diantaranya tiga program terkait pelestarian alam, pengembangan wisata dan pelestarian budaya. Ketiga program tersebut dilaksanakan oleh instansi/organisasi yang berbeda pada ruang yang sama atau berdekatan sehingga ada potensial konflik pada proses implementasi programnya. Namun tentunya ada tarik ulur (trade-off) yang membuat program-program tersebut bisa berlangsung dan mencapai tujuan masing-masing untuk mewujudkan tujuan bersama. Walaupun judul penelitian ini adalah mengenai kebijakan pembangunan, namun berdasarkan uraian kondisi KSK Situ Panjalu diatas, terdapat beberapa pertanyaan dalam penelitian yang difokuskan pada dua hal sebagai berikut :. Seberapa jauh efektifitas implementasi kebijakan KSK Situ Panjalu dilihat dari program-program pendukungnya? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat efektifitas implementasi kebijakan KSK Situ Panjalu? I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :. Mengevaluasi efektifitas implementasi kebijakan KSK Situ Panjalu. 2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efektifitas implementasi kebijakan KSK Situ Panjalu.

9 I.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diantaranya :. Sebagai bahan evaluasi dan memberi rekomendasi konstruktif bagi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas pengelolaan Cagar Alam Panjalu dengan lebih baik sebagai bagian dari Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Situ Panjalu. 2. Bagi pemerintah Desa/Desa Adat Panjalu, Dinas Pariwisata Kabupaten Ciamis, Direktorat Jenderal Kebudayaan dan pihak-pihak lain, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan kerjasama multipihak dalam mendukung kebijakan pembangunan KSK Situ Panjalu. 3. Bagi penulis, penelitian ini menjadi bagian dari proses belajar yang memberikan tambahan ilmu dan pengetahuan dalam meningkatkan kemampuan analisis penulis yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk diimplementasikan di kawasan lainnya dimana penulis ditugaskan. I.5. Batasan Penelitian Pada dokumen Rencana Pembangunan Kabupaten Ciamis disebutkan bahwa KSK Situ Panjalu memiliki ruang lingup wilayah dua Kecamatan yaitu Panjalu dan Sukamantri. Akan tetapi dalam penelitian ini, ruang lingkup KSK Situ Panjalu dibatasi hanya pada pusat kawasan strategis kabupaten yang meliputi Cagar Alam Panjalu, Situ Panjalu dan Tujuh Dusun di Desa Panjalu yang berbatasan langsung dengan Situ Panjalu. Terdapat lebih dari tiga program dan pengelola program pendukung Kebijakan Pembangunan KSK Situ Panjalu. Pada penelitian ini diambil tiga

0 program yang saling terkait karena berada pada ruang yang sama atau berdekatan. Pelaksana program pelestarian Cagar Alam Panjalu adalah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat. Pelaksana program pengembangan objek wisata Situ Panjalu adalah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Ciamis. Pelaksana program pelestarian budaya/adat/tradisi adalah Desa Adat Panjalu/Desa Panjalu dibawah binaan Direktorat Jenderal Kebudayaan. I.6. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan dengan lokusnya di dalam KSK Situ Panjalu Kabupaten Ciamis. Akan tetapi, penelitian dengan fokus Kajian Implementasi Kebijakan Pembangunan KSK Situ Panjalu Kabupaten Ciamis, sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Adapun beberapa penelitian dengan fokus pengelolaan kawasan konservas adalah sebagai berikut :. Agus Rianto (2006), tesis MPKD-UGM dengan judul Pengelolaan Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau. Menggunakan paradigma rasionalistik dengan metode deduktif kualitatif dan dianalisis dengan deskriftif naratif. Fokus kajian adalah proses dan kinerja pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim oleh Dinas Kehutanan Propinsi Riau dan faktorfaktor yang mempengaruhi pengelolaan Tahura tersebut. 2. Krisno Widodo Santoso (2008), tesis MPKD-UGM dengan judul Kajian Pengelolaan Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim di Propinsi Riau sebelum dan sesudah otonomi daerah. Menggunakan metode deduktif kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan sebelum dan sesudah tidak menggunakan kontrol grup. Fokus penelitian adalah proses pengelolaan Taman

Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim di Propinsi Riau sebelum dan sesudah otonomi daerah, serta output dari masing-masing proses pengelolaan. 3. Rahmawati Ratna Dewi (200), tesis Magister Ilmu Hukum UGM dengan judul Efektifitas pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi Sebagai Upaya Konservasi Sumber Daya Alam. Analisis data sekunder menggunakan metode kualitatif, metode pemecahan masalah menggunakan metode induktif. Fokus penelitian adalah pada upaya Balai Taman Nasional Gunung Merapi dalam mengefektifkan strategi pengelolaan sebagai upaya konservasi sumber daya alam, serta pengaruh terhadap masyarakat sekitar.