Retakan Gambar III.23 Kondisi Badan Jalan di KM 96+660 B (Nov - Des 2007) ( Sumber : Balai Geoteknik Puslitbang Jalan dan Jembatan DPU) Retakan Gambar III.24 Retak-retak Geoteknik Puslitbang Jalan dan Jembatan pada bahu jalan (28 Januari 2008) ( Sumber : Balai DPU) Gambar III.25 Setelah overlay dengan aspal (18 Februari 2008) ( Sumber : Balai Geoteknik Puslitbang Jalan dan Jembatan DPU) 76
retakan Gambar III.26 Kondisi Badan Jalan di KM 96+660 B (Nov Des 2007) (Sumber : Balai Geoteknik Puslitbang Jalan dan Jembatan DPU) Pada ujung bawah kaki timbunan terlihat kelongsoran material disposal yang menutup pesawahan penduduk seperti terlihat pada Gambar III.27. Gambar III.27 Kelongsoran material disposal pada kaki timbunan km.96+660/b Sumber : PT Jasa Marga (Persero) Tbk, 2008 77
Dari hasil pengamatan tersebut, maka diprediksi bidang longsor pada timbunan km 96+600/B seperti terlihat pada Gambar III.28. Bidang longsor Gambar III.28 Prediksi bidang longsor III.5.3 Data hasil penyelidikan tanah Penyelidikan tanah dengan bor dalam di lokasi pergerakan tanah dikerjakan pada tanggal 03 Mei 2007 09 Mei 2007. Dilakukan pengeboran di 2 titik (BM I dan BM II) pada daerah penelitian disekitar KM 96+600/ B. Hasilnya dapat dilihat pada tabel III.5. Dari hasil pemboran tersebut selanjutnya dapat diprediksikan lapisan Tanah daerah penelitian sesuai Gambar III.29. 78
Gambar III.29 Prediksi Lapisan Tanah daerah penelitian berdasarkan hasil pemboran tanah Sumber : PT Waskita Yasa JO 81
Indikator inklinometer dilakukan di satu titik pada lubang bor untuk memonitor pergerakan tanah sedangkan indikator unting-unting dilakukan pada dua titik bor. Hasil analisis dan pengamatan tersebut menunjukkan bahwa mekanisme kelongsoran adalah jenis translasi. Prediksi bidang longsor yang ditampilkan pada Plaxis disesuaikan dengan hasil penyelidikan tanah di lapangan dengan inklinometer dan unting-unting. Lokasi titik inklinometer dan unting-unting dapat dilihat pada Gambar III.30, sedangkan hasil pengukurannya dapat dilihat pada Tabel III.7 dan Tabel III.8. Prediksi Bidang longsor Dari Hasil Pemantauan Inclinometer dan unting-unting dapat dilihat pada Gambar III.31. Inklinometer Unting-unting Gambar III.30 Lokasi titik unting-unting dan inklinometer Sumber : Balai Geoteknik Puslitbang Jalan dan Jembatan DPU 82
Tabel III.7 Profil Pergerakan Tanah Pada Inclinometer yang Tegak Lurus Dengan Timbunan Profil Tanah Timbunan: lempung lanau tuffa, merah coklat, lembek Breksi lapuk, coklat sedikit kuning & kuning, lembek. NSPT :7 Lempung, abu-abu, lembek agak keras. NSPT : 17; 19; 25 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Kedalaman (m) GRAFIK PERGERAKAN (A - B) LA-B-INC.1, KM 96+660 Pergerakan (10-3 ) m -70-50 -30-10 10 30 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Batu Lempung, mengandung sedikit kapur, abu-abu, sangat keras. NSPT : >50 Pengeboran dihentikan pada kedalaman 30 m Sumber : Balai Geoteknik Puslitbang Jalan dan Jembatan DPU 22 24 26 28 30 32 26 28 30 32 : 23 Agust 2007 : 31 Agust 2007 : 13 Sept 2007 : 26 Sept 2007 : 24 Okt 2007 : 22 Nov 2007 : 12 Des 2007 : 20 Des 2007 : 3 Jan 2007 : 24 Jan 2007 : 7 Feb 2007 : 22 Feb 2007 83
Tabel III.8 Profil Pergerakan Tanah Pada Inclinometer yang Searah Dengan Timbunan Profil Tanah Timbunan: lempung lanau tuffa, merah coklat, lembek Breksi lapuk, coklat sedikit kuning & kuning, lembek. NSPT :7 Lempung, abu-abu, lembek agak keras. NSPT : 17; 19; 25 0 2 4 6 8 10 12 14 GRAFIK PERGERAKAN (C - D) LA-B-INC.1, Km. 96+660 Pergerakan (10-3 ) m -50-30 -10 10 30 50 0 2 4 6 8 10 12 14 16 16 18 18 20 22 20 24 Batu Lempung, mengandung sedikit kapur, abu-abu, sangat keras. NSPT : >50 Pengeboran dihentikan pada kedalaman 30 m Sumber : Balai Geoteknik Puslitbang Jalan dan Jembatan DPU 22 24 26 28 30 32 26 28 30 32 : 23 Agust 2007 : 31 Agust 2007 : 13 Sept 2007 : 26 Sept 2007 : 24 Okt 2007 : 22 Nov 2007 : 12 Des 2007 : 20 Des 2007 : 3 Jan 2007 : 24 Jan 2007 : 7 Feb 2007 : 22 Feb 2007 84
perkiraan bidang longsor hasil pengamatan perkiraan bidang longsor Gambar III.31 Prediksi Bidang longsor dari hasil pemantauan Inclinometer dan unting-unting 85
III.5.4 Data gempa Berdasarkan analisa efek gempa pseudostatik dan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-1726-2002) tentang Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Dalam hasil bor dalam yang dilakukan pada lokasi penelitian yang mengacu pada profil tanah pada tabel 3, untuk lapisan tanah setebal maksimum 30 meter maka untuk menentukan jenis tanah digunakan tabel III.9 sebagai berikut: Tabel III.9 Jenis-jenis tanah Jenis Tanah Kecepatan rambat gelombang geser rata-rata νs (m/det) Nilai hasil test Penetrasi Standar rata-rata N Kuat Geser Niralir Su (kpa) Tanah Keras νs 350 N 50 Su 100 Tanah Sedang 175 νs < 350 15 N > 50 50 Su < 100 Tanah Lunak νs < 175 N > 15 Su < 50 Sumber : SNI 03-1726-2002 Dalam Tabel III.9, νs, N dan Su adalah nilai rata-rata berbobot besaran itu dengan tebal lapisan tanah sebagai besaran pembobotnya yang harus dihitung menurut persamaan-persamaan sebagai berikut: m m νs = ti / ti/νsi...(iii.1) i=1 i=1 m m N = ti / ti/ni...(iii.2) i=1 i=1 m m Su = ti / ti/sui...(iii.3) i=1 i=1 86
dimana ti vsi tebal lapisan tanah ke i kecepatan rambat gelombang geser melalui lapisan ke-i, Ni nilai hasil test penetrasi standar lapisan tanah ke-i Su kuat geser niralir lapisan tanah ke-i dan m adalah jumlah lapisan tanah yang ada diatas batuan dasar Pada hasil perhitungan N pada daerah penelitian didapatkan N = 19,47 maka berdasarkan Tabel III.9 jenis tanah adalah termasuk tanah sedang. Wilayah gempa daerah penelitian dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun termasuk wilayah gempa 3 dengan percepatan puncak batuan dasar = 0.15 g (Gambar III.32) dan Percepatan puncak muka tanah A 0 = 0.23 g sesuai tabel III.10. Tabel III.10 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing wilayah gempa Indonesia. Wilayah Gempa Percepatan Puncak batuan dasar (g) Percepatan Puncak muka tanah A 0 (g) untuk Tanah Keras Percepatan Puncak muka tanah A 0 (g) untuk Tanah Sedang Percepatan Puncak muka tanah A 0 (g) untuk Tanah Lunak 1 0.03 0.04 0.05 0.08 2 0.10 0.12 0.15 0.20 3 0.15 0.18 0.23 0.30 4 0.20 0.24 0.28 0.34 5 0.25 0.28 0.32 0.36 6 0.30 0.33 0.36 0.38 Sumber : SNI 03-1726-2002 87
Gambar III.32 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun Sumber : SNI 03-1726-2002 88
III.6 Pengolahan Data Dengan Analisis Balik Untuk melakukan analisis penanggulangan longsor diperlukan parameter tanah pada saat runtuh. Parameter ini didapat dari hasil analisis balik. Salah satu prosedur untuk melakukan analisis ini dibuat oleh Fils et.al 1992. Analisis ini terdiri atas empat langkah sebagai berikut: (1) Dengan menggunakan parameter hasil test laboratorium dihitung trial shear strength sepanjang failure surface, biasanya diasumsikan c r =0, yang digunakan hanya ø r (2) Analisis stabilitas lereng sesuai dengan kondisi pada saat failure terjadi. SF yang dihasilkan adalah nilai yang didapat berdasarkan kondisi langkah pertama. (3) Parameter c r dan ø r yang digunakan pada langkah pertama kemudian dijustifikasi dengan menggunakan SF yang didapat dari langkah 2 dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ø r = arctan.. III. 4 atau C r =.. III. 5 Biasanya justifikasi dilakukan dengan menetapkan nilai ø r kemudian C r diubah ubah. (4) Hasil langkah ketiga dapat diverifikasi dengan mengulang analisis dengan menggunakan strength yang baru. Diasumsikan SF=1 pada saat failure terjadi. FK = S asumsi c 0..... III. 6 FK = S...... III. 7 89
tan III. 8 tan FK r = 1 : jika c = 0 ; ø = tertentu atau c = tertentu dan ø = 0 maka didapat: ø r = arctan.. III. 9 C r =... III. 10 Dengan proses analisis balik ini diperoleh hasil parameter kohesi tanah c dan sudut geser tanah ø pada FK = 1 yang selanjutnya parameter tanah tersebut dipergunakan dalam analisa perkuatan lereng timbunan daerah penelitian. 90