PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA Oleh: Mukhtaromin (Widyaiswara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan) A. Pendahuluan Penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif dan efisien sangat membutuhkan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai yang terkelola dengan baik dan efisien. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang Keuangan Negara bertindak sebagai Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia yang berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. Kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan dalam pengelolaan aset negara, dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah mengatur mengenai Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan Barang Milik Negara semakin berkembang dan kompleks, belum dapat dilaksanakan secara optimal karena adanya beberapa permasalahan yang muncul serta adanya praktik pengelolaan yang penanganannya belum dapat dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah perlu dilakukan penggantian untuk menjawab permasalahan dan praktik yang belum tertampung dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara. Pengelolaan Barang Milik Negara meliputi Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pengamanan dan pemeliharaan, Penilaian, Pemindahtanganan, Pemusnahan, Penghapusan, Penatausahaan, dan Pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Lingkup pengelolaan
Barang Milik Negara tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang disesuaikan dengan siklus perbendaharaan. Dalam bahan ajar ini hanya akan membahas sebagian dari siklus pengelolaan BMN, yaitu tahap penatausahaan. B. Barang Milik Negara Ruang lingkup Barang Milik Negara mengacu pada pengertian Barang Milik Negara berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam UU tersebut, ruang lingkup Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang yang diperoleh atas beban APBN meliputi baik melalui pembelian maupun pembangunan. Barang yang berasal dari perolehan lain yang sah meliputi: 1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis 2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; 3. barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau 4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Tidak termasuk dalam pengertian BMN adalah barang-barang yang dikuasai dan atau dimiliki oleh: 1. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD termasuk yang sumber dananya berasal dari APBN tetapi sudah diserahterimakan kepada Pemerintah Daerah). 2. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari: a. Perusahaan Perseroan, dan b. Perusahaan Umum. 3. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah. BMN merupakan bagian dari aset milik pemerintah pusat, sehingga harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. PP Nomor 27 tahun 2014 menyebutkan bahwa pengelolaan BMN
adalah serangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemeliharaan dan pengamanan, pemanfaatan, penilaian, pengamanan dan pemeliharaan, pemindahtanganan sampai dengan pemusnahan dan penghapusan, dimana seluruh kegiatan tersebut ditatausahakan dengan baik disertai dengan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Gambar Siklus Pengelolaan BMN Gambar di atas menunjukkan suatu siklus pengelolaan BMN yang secara umum dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap awalan, tahap utama, dan tahap ikutan. Siklus reguler dalam tahap utama berarti bahwa setiap BMN yang telah diadakan pasti akan melalui siklus ini, yaitu digunakan, diawasi, ditatausahakan, dan sampai tahap dihapuskan. Siklus insidentil artinya hanya barang-barang tertentu atau dalam hal-hal tertentu saja BMN akan dimanfaatkan, dipindahtangankan, dinilai, atau dimusnahkan. Sedangkan siklus ikutan adalah suatu tahapan yang sebenarnya tidak termasuk dalam PP Nomor 24 tahun 2014, tetapi merupakan akibat dari pelaksanaan sebagian siklus utama tersebut, contohnya bila suatu BMN dipindahtangankan melalui penjualan maka prosedurnya adalah melalui lelang. Guna melengkapi pemahaman tentang BMN, berikut pengertian beberapa tahapan dalam pengelolaan BMN sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014:
1. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. 2. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan. 3. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan. 4. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah. 5. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara/Daerah. 6. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara/Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. 7. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. C. Penatausahaan BMN Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Objek penatausahaan adalah BMN yaitu seluruh barang milik negara baik yang diperoleh dari APBN maupun perolehan lainnya yang sah. Tujuan penatausahaan BMN adalah: 1. Mewujudkan tertib administrasi termasuk menyusun Laporan BMN yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan neraca pemerintah pusat. 2. Mendukung terwujudnya tertib pengelolaan BMN adalah menyediakan data agar pelaksanaan pengelolaan BMN dapat dilaksanakan sesuai dengan azas fungsional,
kapastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Hasil penatausahaan BMN ini nantinya dapat digunakan untuk penyusunan neraca pemerintah pusat setiap tahun, perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan BMN setiap tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran, dan pengamanan administrasi BMN. Penatausahaan BMN meliputi penatausahaan BMN pada Kuasa Pengguna Barang/ Pengguna Barang dan Pengelola. Pelaksana penataausahaan BMN pada Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dilakukan oleh unit penatausahaan Kuasa Pengguna Barang/ Pengguna Barang pada Pengelola Barang dilakukan oleh unit penatausahaan Pengelola Barang. Organisasi penatausahaan BMN pada pengguna barang adalah: 1. Unit Penatausahaan Pengguna Barang (UPPB); UPPB adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga (pengguna barang), yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon I yang membidangi kesekretariatan, unit eselon II, unit eselon III dan unit eselon IV yang membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB adalah Menteri/Pimpinan Lembaga. UPPB ini membawahi UPPB-E1, UPPB-W dan/atau UPKPB. 2. Unit Penatausahaan Pengguna Barang-Eselon I (UPPB-E1); UPPB-E1 adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat eselon I, yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon II yang membidangi kesekretariatan, unit eselon III dan unit eselon IV yang membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB-E1 adalah pejabat eselon I. UPPB-E1 ini membawahi UPPB-W dan/atau UPKPB. 3. Unit Penatausahaan Pengguna Barang-Wilayah (UPPB-W); a) UPPB-W adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat kantor wilayah atau unit kerja lain di wilayah yang ditetapkan sebagai UPPB-W, yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon III yang membidangi kesekretariatan dan unit eselon IV yang membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB-W adalah Kepala Kantor Wilayah atau Kepala unit kerja yang ditetapkan sebagai UPPB-W. UPPB-W ini membawahi UPKPB. b) Untuk unit penatausahaan BMN Dana Dekonsentrasi, penanggung jawab UPPB-W adalah Gubernur, sedangkan untuk penatausahaan BMN Dana Tugas Pembantuan, penanggung jawab UPPB-W adalah Kepala Daerah sesuai
dengan penugasan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Negara/Lembaga. 4. Unit Penatausahaan Kuasa Pengguna Barang (UPKPB). a) UPKPB adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat satuan kerja (Kuasa Pengguna Barang), yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon III, eselon IV dan/atau eselon V yang membidangi kesekretariatan dan/atau BMN. Penanggung jawab UPKPB adalah Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja. b) Untuk unit penatausahaan BMN dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan, penanggung jawab UPKPB adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). c) Untuk unit penatausahaan BMN pada BLU, penanggung jawab UPKPB adalah Pimpinan BLU atau Pimpinan Satuan Kerja pada BLU. Gambar Alur Organisasi Penatausahaan BMN Pelaksanaan penatausahaan BMN sekarang ini difasilitasi dengan aplikasi SIMAK BMN (sistem informasi manajemen dan akuntansi barang milik negara). SIMAK BMN dan SAK adalah subsistem dari SAI. Dalam konteks manajerial SIMAK BMN melaporkan arus barang, dan SAK melaporkan arus uang. Kedua subsistem tersebut jika berjalan secara simultan maka dapat melakukan check and balance antara arus uang dan arus barang. Pertanggungjawaban BMN menjadi semakin penting ketika pemerintah wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dalam bentuk laporan
keuangan yang disusun melalui suatu proses akuntansi atas transaksi keuangan, aset, hutang, ekuitas, pendapatan dan belanja, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungan. Informasi BMN memberikan sumbangan yang signifikan di dalam laporan keuangan (neraca) berkaitan dengan pos-pos persedian, aset tetap, maupun aset lainnya. Prosedur akuntansi BMN pada UAKPB berawal dari input yang berupa dokumen sumber. Dokumen sumber selanjutnya diproses melalui entry data. Pemrosesan akan menghasilkan keluaran berupa berbagai macam buku/daftar, kartu dan laporan.