Lampiran V MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SAMPAH DARI KAPAL. Peraturan 1. Definisi

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN

Lampiran IV MARPOL 73/78 PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH KOTORAN DARI KAPAL. Peraturan 1. Definisi

Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN

Lampiran VI MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN UDARA DARI KAPAL BAB I UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846]

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN

BAB I PENDAHULUAN. garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT BAB VII LAUT LEPAS BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP.

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal

Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat dan di Laut

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17

1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998)

*35478 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 1 TAHUN 1998 (1/1998) TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1962 TENTANG LALU LINTAS LAUT DAMAI KENDARAAN AIR ASING DALAM PERAIRAN INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

PERUBAHAN PROSEDUR SERTIFIKASI OPERASIONAL (OCP) MENGENAI KETENTUAN ASAL BARANG UNTUK KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA

BERITA NEGARA. KKP. Usaha Perikanan. Sertifikasi. Sistem. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 14 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia

PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DI KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BAB V KELAIK LAUTAN KAPAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANANAKHODA MENURUT UNDANG UNDANGNOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.18/MEN/2003 T E N T A N G

K188 PEKERJAAN DALAM PENANGKAPAN IKAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

KUHD Buku II Bab V-B tentang Pengangkutan Orang

BERITA NEGARA. No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN

K185 PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 2003

Tabel 1. Perkiraan Masuknya Hydrocarbon Minyak Ke Lingkungan Laut

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

Transkripsi:

Lampiran V MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SAMPAH DARI KAPAL Peraturan 1 Definisi Untuk maksud-maksud Lampiran ini : (1) Sampah adalah semua jenis sisa makanan, limbah domestik dan operasional yang tidak termasuk ikan segar dan bagian-bagiannya, yang dihasilkan selama operasi normal kapal dan yang bertanggung jawab untuk dibuang secara terus menerus atau secara rutin kecuali bahan-bahan yang ditentukan atau terdaftar dalam Lampiran-lampiran pada Konvensi ini. (2) Daratan Terdekat. Istilah "dari daratan terdekat" adalah dari garis batas dimana laut teritorial dari wilayah yang dipertanyakan ditetapkan sesuai dengan hukum internasional kecuali, untuk maksud Konvensi ini, "dari daratan terdekat" dari pantai timur laut Australia wajib berarti dari suatu garis dari suatu titik pada pantai Australia, pada: 11 00' Lintang Selatan, 142 08' Bujur Timur, ke titik 10 35' Lintang SeIatan,141 55' Bujur Timur, selanjutnya menuju ke titik 10 00' Lintang Selatan, 142 00' Bujur Timur, selanjutnya menuju ke titik 9 10' Lintang Selatan, 143 52' Bujur Timur, selanjutnya menuju ke titik 9 00' Lintang Selatan, 144 30' Bujur Timur, selanjutnya menuju ke titik 10 41' Lintang Selatan, 145 00' Bujur Timur, selanjutnya menuju ke titik 13 00' Lintang Selatan, 145 00' Bujur Timur, selanjutnya menuju ke titik 15 00' Lintang Selatan, 146 00' Bujur Timur, selanjutnya menuju ke titik 17 30' Lintang Selatan, 147 00' Bujur Timur, selanjutnya menuju ke titik 21 00' Lintang Selatan, 152 55' Bujur Timur, selanjutnya menuju ke titik 24 30' Lintang Selatan, 154 00' Bujur Timur, selanjutnya menuju ke titik 24 42' Lintang Selatan, 153 15' Bujur Timur di pantai Australia,

(3) Kawasan khusus adalah suatu kawasan laut yang berdasarkan alasan teknis yang diakui untuk kondisi oseanografi dan ekologisnya dan sifat-sifat khusus dari lalulintasnya pelaksanaan metode-metode khusus yang diwajibkan untuk pencegahan pencemaran laut yang diakibatkan oleh sampah sebagaimana dipersyaratkan. Kawasan-kawasan khusus wajib meliputi wilayah sebagaimana tercantum dalam peraturan 5 lampiran ini. Peraturan 2 Pemberlakuan Kecuali diatur sebaliknya secara tegas, ketentuan-ketentuan di dalam lampiran ini wajib berlaku bagi semua kapal. Peraturan 3 Pembuangan Sampah di Luar Kawasan Khusus (1) Tunduk pada ketentuan-ketentuan peraturan 4, 5 dan 6 dari Lampiran ini: pembuangan ke laut semua plastik, termasuk tapi tidak terbatas pada tali sintetis, jaring ikan sintetis, tas plastik dan abu sisa pembakaran produk plastik yang mungkin mengandung racun atau residu logam berat, adalah dilarang; pembuangan ke laut atas sampah berikut ini wajib dilakukan sejauh mungkin dari daratan terdekat, tetapi dalam hal dilarang dilarang apabila jarak dari daratan terdekat kurang dari : (ii) 25 mil laut untuk material penyekat, pengeras dan pembungkus yang dapat mengapung; 12 mil laut untuk sampah makanan dan semua sampah lainnya termasuk produk kertas, kain, kaca, logam, botol, peralatan dapur dan sampah sejenis yang tidak terpakai; (c) pembuangan ke laut untuk sampah sebagaimana diuraikan dalam sub ayat (ii) dari peraturan ini dapat diijinkan apabila telah lolos melalui mesin penghancur atau pencacah dan dilakukan sejauh mungkin dari daratan, tetapi dalam hal dilarang karena jarak dari daratan terdekat kurang dari 3 mil laut. Sampah yang telah dihancurkan atau dicacah tersebut wajib dapat melewati suatu saringan dengan lubang tidak lebih dari 25 mm. (2) Apabila sampah bercampur dengan buangan lainnya yang memiliki persyaratan pembuangan lebih ketat yang wajib berlaku.

Peraturan 4 Persyaratan Khusus untuk Pembuangan Sampah (1) Tunduk pada ketentuan-ketentuan pada ayat (2) peraturan ini, pembuangan setiap bahan sebagaimana diatur dalam Lampiran ini dilarang dari anjungan tetap dan terapung yang digunakan dalam ekplorasi, eksploitasi dan yang terkait dengan pengolahan sumber mineral dasar laut di lepas pantai, dan dari semua kapal yang sedang berlayar sepanjang atau pada jarak 500 m dari anjungan tersebut. (2) Pembuangan sampah makanan ke laut dapat di ijinkan apabila telah melewati suatu mesin penghancur atau pencacah yang berada di anjungan tetap atau terapung tersebut yang ditempatkan lebih dari 12 mil laut dari daratan dan semua kapal lainnya pada saat sedang berlayar atau pada jarak 500 m dari anjungan dimaksud. Sampah makanan yang telah dihancurkan atau dicacah wajib dapat melalui suatu saringan dengan lubang berdiameter tidak lebih dari 25 milimeter. Peraturan 5 Pembuangan Sampah di Kawasan-Kawasan Khusus (1) Yang dimaksud kawasan-kawasan khusus dalam Lampiran ini adalah kawasan Laut Mediterania, kawasan Laut Baltik, kawasan Laut Hitam, Kawasan Laut Merah, "kawasan Teluk", kawasan Laut Utara, kawasan Laut Antartika dan wilayah kawasan Karibia termasuk Teluk Meksiko dan Laut Karibia, yang ditentukan sebagai berikut: (c) (d) Kawasan Laut Mediterania adalah kawasan Laut Mediterania termasuk teluk dan laut di sekitarnya dengan batas-batas antara Laut Mediterania dan Laut Hitam, berada pada paralel 41 Lintang Utara (LU) dan dibatasi ke sebelah barat dengan Selat Gibraltar pada 5 36' Bujur Barat (BB). Kawasan Laut Baltik adalah kawasan Laut Baltik termasuk Teluk Bothnia dan Teluk Finlandia serta jalur masuk ke Laut Baltik dibatasi pada garis lintang sejajar Skaw di Skagerrak pada 57 44.8' LU. Kawasan Laut Hitam adalah kawasan Laut Hitam yang berbatasan antara Laut Mediterania dan Laut Hitam yang tertetak pada garis lintang sejajar pada 41 LU. Kawasan Laut Merah adalah kawasan Laut Merah termasuk Teluk Suez dan Aqaba dibatasi di sebelah selatan pada garis lurus antara Ras si Ane (12 28.5' LU, 43 19.6' Bujur Timur (BT)) dan Husn Murad (12 40.4' LU, 43 30.2 BT).

(e) (f) Kawasan Teluk adaiah kawasan laut yang berlokasi di barat laut dari garis lurus antara Ras al Hadd (22 30' LU, 59 48' BT) and Ras at Fasteh (25 04'LU,61 025 BT). Kawasan Laut Utara adalah kawasan Laut Utara termasuk kawasan laut di sekitarnya dengan batasan antara: (ii) laut Utara ke arah selatan dari garis 62 LU dan ke arah timur dari garis 4 Bujur Barat (BB); kawasan Skagerrak ke arah selatan hingga batas sebelah timur kawasan Skaw pada garis 57 44.8' LU; dan (iii) kawasan Selat Inggris dan jalur pendekatan dari arah timur dengan pada garis 5 BB dan dari arah utara pada garis 48 30' LU. (g) (h) Kawasan Antartika adalah kawasan laut pada garis 60 Lintang Selatan (LS). Kawasan Karibia Besar sebagaimana ditentukan dalam pasal 2, ayat 1 dari Konvensi tentang Perlindungan dan Pembangunan Lingkungan Laut Kawasan Karibia Besar (Cartagena de Indias, 1983), berarti lingkungan Teluk Meksiko dan Laut Karibia termasuk pantai dan laut di dalam-nya serta sebagian Samudera Atlantik dalam batas garis 30 LU membentang dari Florida ke arah timur hingga garis 77 30' Bujur Barat, menuju titik perpotongan antara garis 20 LU dengan garis 59 BB, selanjutnya menuju titik perpotongan antara garis 7 20' LU dengan garis 50 BB, yang berlanjut ke arah barat laut yang merupakan perbatasan sebelah timur dari Guyana Perancis. (2) Tunduk ketentuan-ketentuan peraturan 6 dari Lampiran ini: pembuangan sampah ke laut berikut ini dilarang: semua plastik, termasuk tapi tidak terbatas pada tali sintetis, jala sintetis, kantung sampah plastik dan abu sisa pembakaran dari produk plastik yang mungkin mengandung racun atau residu logam berat; dan (c) (ii) semua sampah lainnya termasuk produk-produk kertas, karpet, kaca, logam, botol, barang-barang rumah tangga, pengganjal, penguat dan bahan-bahan pembungkus. kecuali diatur dalam subayat (c) dari ayat ini pembuangan sampah makanan ke laut wajib dilakukan sejauh mungkin dari daratan, tetapi dengan catatan tidak kurang dari 12 mil laut dari daratan terdekat. pembuangan sampah makanan ke Kawasan Karibia Besar yang telah melalui suatu mesin penghancur atau pencacah wajib dilakukan sejauh mungkin dari daratan dengan catatan tidak kurang dari 3 mil laut dari daratan terdekat, sampah makanan yang telah dihancurkan atau dicacah tersebut wajib dapat melalui suatu saringan dengan lubang berdiameter tidak lebih dari 25 mm.

(3) Apabila sampah tercampur dengan sampah lainnya yang memiliki persyaratan pembuangan berbeda persyaratan yang lebih ketat yang wajib berlaku. (4) Fasilitas penampungan di kawasan khusus (c) Pemerintah dari setiap Pihak dari Konvensi yang garis pantainya berbatasan dengan suatu kawasan khusus, wajib memastikan bahwa sesegera mungkin di semua pelabuhan disuatu kawasan khusus dilengkapi dengan fasilitas penampungan yang memadai sebagaimana diatur sesuai dengan peraturan 7 dari Lampiran ini, dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus kapal yang sedang beroperasi di kawasan tersebut. Pemerintah dari setiap Pihak yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada Organisasi mengenai langkah-langkah yang sudah dilakukan sesuai dengan sub ayat dari peraturan ini. Sejak menerima pernberitahuan yang cukup, Organisasi wajib menetapkan suatu tanggal sejak persyaratan-persyaratan dari peraturan ini yang berkenaan dengan kawasan-kawasan tersebut wajib memberlakukan. Organisasi wajib memberitahukan kepada semua Pihak mengenai tanggal yang telah ditetapkan tidak kurang dari dua belas bulan sebelumnya dari tanggal yang dimaksud. SeteIah tanggai ditentukan, kapal-kapai yang singgah di pelabuhan di kawasan khusus tersebut apabila fasilitas-fasilitas belum tersedia wajib tetap memenuhi persyaratanpersyaratan dari peraturan ini. (5) Meskipun telah diatur dari ayat 4 dari peraturan ini, aturan-aturan berikut ini berlaku untuk kawasan Antartika: Pemerintah dari setiap Pihak dari Konvensi yang kapal-kapalnya berangkat menuju atau tiba dari kawasan Antartika wajib memastikan bahwa sesegera mungkin dapat menggunakan fasilitas-fasilitas yang memadai yang disediakan untuk menerima semua sampah dari seluruh kapal, tanpa menyebabkan keterlambatan dan sesuai dengan kebutuhan kapal yang menggunakannya. Pemerintah dari setiap Pihak pada Konvensi wajib memastikan bahwa semua kapal yang berhak mengibarkan benderanya, sebelum memasuki kawasan Antartika, telah memiliki kapasitas yang mencukupi di atas kapal untuk menampung semua sampah selama beroperasi di kawasan tersebut dan telah menyelesaikan pengaturanpengaturan untuk membuang sampah dimaksud di suatu fasilitas penampungan setelah meninggalkan kawasan tersebut, Peraturan 6

Pengecualian Peraturan 3. 4 dan 5 dari Lampiran ini wajib tidak beriaku untuk: (c) pembuangan sampah dari suatu kapal yang diperlukan untuk maksud mengamankan keselamatan suatu kapal dan orang-orang yang ada di atasnya atau penyelamatan jiwa di laut; atau sampah yang terbuang ke laut sebagai akibat dari kerusakan suatu kapai atau perlengkapannya dengan syarat bahwa semua upaya pencegahan yang wajar teiah dilakuan sebeium dan sesudah terjadinya kerusakan, dengan maksud mencegah atau meminimalisasi terjadinya terbuangnya sampah tersebut; atau hilangnya jaring sintetis penangkap ikan secara tidak sengaja, dengan syarat bahwa semua upaya pencegahan telah dilakukan untuk mencegah kehilangan dimaksud. Peraturan 7 Fasilitas Penampungan (1) Pemerintah dari setiap Pihak pada Konvensi wajib memastikan ketentuan mengenai fasiiitas penampungan sampah di peiabuhan dan terminai, tanpa menyebabkan keterlambatan kapal, sesuai dengan kebutuhan kapai-kapal yang menggunakannya. (2) Pemerintah dari setiap Pihak wajib memberitahukan kepada Organisasi untuk menyampaikan kepada Para Pihak yang bersangkutan mengenai semua hal dimana fasiitas-fasilitas tersebut disediakan berdasarkan peraturan ini diduga tidak memadai. Peraturan 8 Pengawasan Negara Pelabuhan terhadap Persyaratan Operasional * (1) Suatu kapal pada saat berada di suatu pelabuhan di Pihak lainnya, tunduk pada pemeriksaan para petugas yang diberi kewenangan oleh Pihak tersebut berkenaan dengan persyaratan-persyaratan operasional berdasarkan Lampiran ini, apabila terdapat alasanalasan kuat yang meyakinkan bahwa nakhoda atau awak kapal tidak terbiasa dengan prosedur-prosedur utama di atas kapal berkaitan dengan pencegahan pencemaran yang diakibatkan oleh sampah * Merujuk pada prosedur-prosedur mengenai Pengawasan Negara Pelabuhan sebagaimana telah diterima oleh Organisasi berdasarkan resolusi A.787(19) dan sebagaimana telah diubah berdasarkan A.882(21); lihat publikasi penjualan IMO I A 650 I

(2) Berdasarkan kekhususan sebagaimana diatur pada ayat (1) peraturan ini, Para Pihak wajib mengambil langkah-langkah dimaksud yang akan memastikan bahwa kapal tersebut wajib tidak akan berlayar sampai situasi memenuhi ketentuan sesuai dengan persyaratanpersyaratan Lampiran ini. (3) Prosedur-prosedur yang terkait dengan pengawasan Negara pelabuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dari Konvensi ini berlaku wajib untuk peraturan ini. (4) Tidak satupun dalam peraturan ini wajib diartikan untuk membatasi hak dan kewajiban suatu Pihak yang melakukan pengawasan atas pelaksanaan persyaratan-persyaratan operasional yang secara khusus diatur dalam Konvensi ini. Peraturan 9 Plakat, Perencanaan Pengelolaan Sampah dan Penyimpanan Catatan Sampah (1) Setiap kapal dengan ukuran panjang 12 m atau lebih secara keseluruhan wajib memasang plakat yang menginformasikan kepada awak kapal dan penumpang mengenai persyaratan pembuangan dari peraturan 3 dan 5 Lampiran ini sebagaimana dapat diberlakukan. Plakat wajib ditulis dalam bahasa kerja dari personil kapal dan untuk kapal yang sedang berlayar menuju ke pelabuhan atau terminal lepas pantai dibawah yurisdiksi dari para pihak Lain pada konvensi ini, wajib juga dibuat dalam bahasa Inggris, Perancis atau Spanyol. (2) Setiap kapal dengan tonase kotor 400 atau lebih, dan setiap kapal yang disertifikasi untuk mengangkut 15 orang atau lebih, wajib membawa suatu rencana pengelolaan sampah yang wajib dipatuhi oleh awak kapal. Rencana ini wajib memberikan prosedur-prosedur tertulis untuk pengumpulan, penyimpanan dan pembuangan sampah, termasuk penggunaan perlengkapan di atas kapal. Hal itu wajib berlaku juga untuk orang-orang yang bertugas menjalankan rencana tersebut. Rencana tersebut wajib sesuai dengan pedoman Organisasi * dan ditulis dalam bahasa kerja dari awak kapal tersebut. * Merujuk pada pedoman mengenai pengembangan rencana pengelolaan sampah sebagaimana telah diterima oleh Komite Perlindungan Lingkungan Laut dari Organisasi berdasarkan resolusi MEPC. 71 (38); lihat MEPC/Circ.317 dan publikasi penjualan IMO IA 656 E.

(3) Setiap kapal dengan tonase kotor 400 atau lebih, dan setiap kapal yang disertifikasi untuk mengangkut 15 orang atau lebih sedang berlayar menuju ke pelabuhan atau terminal lepas pantai dibawah yurisdiksi Para Pihak lainnya pada Konvensi dan setiap anjungan tetap atau terapung yang digunakan dalam eksplorasi dan eksploitasi dasar laut, wajib dilengkapi dengan suatu Buku Catatan Sampah, Buku Catatan Sampah tersebut, baik sebagai bagian dari buku catatan harian kapal yang resmi atau secara sebaliknya, wajib merupakan bentuk yang diuraikan dalam apendiks dalam Lampiran ini; (c) (d) setiap pelaksanaan pembuangan, atau seiesainya pembakaran, wajib dicatat dalam Buku Catatan Sampah dan ditandatangani pada tanggal pembakaran atau pembuangan, oleh petugas yang bertanggungjawab. Setiap halaman Buku Catatan Sampah yang telah penuh wajib ditandatangani oleh Nakhoda kapal. Penulisan dalam Buku Catatan Sampah tersebut wajib setidak-tidaknya dalam bahasa Inggris, Perancis atau Spanyol. Apabila penulisan juga dibuat dalam suatu bahasa resmi dari Negara yang bendera kapalnya berhak dikibarkan juga digunakan, penulisan dalam bahasanya wajib berlaku dalam hal terjadi sengketa atau perbedaan; penulisan untuk setiap pembakaran atau pembuangan wajib mencantumkan tanggal dan waktu, posisi kapal, uraian sampah dan perkiraan jumlah sampah yang dibakar atau dibuang; buku Catatan Sampah wajib disimpan di atas kapal dan di tempatkan sebaik mungkin untuk pemeriksaan pada waktu yang tepat. Dokumen ini wajib disimpan untuk suatu jangka waktu dua tahun sejak catatan terakhir dibuat; dalam hal terjadi pembuangan, terbuangnya atau kehilangan yang tidak disengaja sebagaimana dirujuk dalam peraturan 6 dari Lampiran ini, suatu catatan wajib dilmuat dalam Buku Catatan Sampah mengenai keadaannya, dan alasan-alasan kehilangan dimaksud. (4) Otoritas Pemerintah yang berwenang dapat mengabaikan persyaratan untuk Buku- Buku Catatan Sampah bagi: setiap kapal yang berlayar selama 1 jam atau kurang yang disertifikasi untuk mengangkut 15 orang atau lebih; atau anjungan tetap atau terapung yang sedang digunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi dasar laut. (5) Pejabat yang berwenang dari Pemerintah Suatu Pihak pada Konvensi dapat memeriksa Buku Catatan Sampah di atas setiap kapal yang peraturan ini diberlakukan pada saat kapal tersebut berada di pelabuhan atau terminal lepas pantai dan dapat membuat suatu salinan mengenai setiap tulisan dalam buku tersebut, dan dapat meminta nakhoda kapal untuk menyatakan bahwa salinan tersebut merupakan salinan yang benar dari tulisan tersebut.

Setiap salinan tesebut, yang dinyatakan oleh nakhoda kapal sebagai salinan yang benar dari suatu tulisan Buku Catatan Sampah kapal, wajib dijinkan dalam setiap proses hukum sebagai bukti dari fakta-fakta yang dinyatakan dalam tulisan tersebut. Pemeriksaan suatu Buku Catatan Sampah dan pembuatan suatu salinan resmi dari otoritas yang berwenang berdasarkan ayat ini wajib dilakukan sesegera mungkin tanpa menyebabkan keterlambatan kapal. (6) Dalam hal kapal dibangun sebelum tanggal 1 Juli 1997, peraturan ini wajib diberlakukan sejak tanggal 1 Juli 1998.

Apendiks Lampiran V FORMULIR BUKU CATATAN SAMPAH Nama kapal :.. Nomor atau huruf pengenal :.. IMO No.: Periode : Dari : Kepada : 1. Pendahuluan Sesuai dengan peraturan 9 Lampiran V dari Konvensi Internasional tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal Tahun 1973 sebagaimana telah diubah dengan Protokol Tahun 1978 (MARPOL 73/78), suatu catatan akan disimpan dari setiap operasional pembuangan atau pembakaran yang telah diselesaikan. Hal ini mencakup pembuangan ke laut, ke fasilitas-fasilitas penampungan, atau ke kapal-kapal lainnya. 2. Sampah dan Pengelolaan Sampah Sampah meliputi semua jenis sampah makanan, sampah domestik dan sampah operasional, tetapi tidak termasuk ikan segar dan bagian-bagiannya, yang dihasilkan selama operasional normal dari kapal dan dapat dibuang secara berkesinambungan atau secara rutin kecuali bahan-bahannya ditentukan atau terdaftar dalam lampiran-lampiran lain pada MARPOL 78/78 (seperti minyak, limbah atau bahan cair beracun). Pedoman pelaksanaan Lampiran V dari MARPOL 73/78 * seharusnya juga dirujuk sebagai informasi yang relevan. 3. Uraian sampah Sampah yang akan dikelompokkan dalam beberapa kategori untuk maksud-maksud dalam buku catatan ini adalah sebagai berikut: 1. Plastik-Plastik 2. Pengganjal yang dapat mengapung, penguat, atau bahan pengemas 3. Produk berbahan Kertas, majun, kaca, logam, botol-botol, bahan rumah tangga, dsb yang dapat tenggelam. * Merujuk pada "Pedoman Pelaksanaan Lampiran V dari MARPOL 73/78 sebagaimana telah diubah berdasarkan resolusi MEPC.59(33) dan MEPC.92(45)".

4. Residu kargo, produk kertas, majun, kaca, logam, botol, tembikar, dsb 5. Sampah makanan 6. Abu pembakaran. 4. Penulisan Buku Catatan Sampah Penulisan Buku Catatan Sampah wajib dilakukan pada setiap kegiatan sebagai berikut:. Pada saat sampah dibuang ke laut : (ii) Tanggal dan waktu pembuangan Posisi kapal (garis lintang dan garis bujur). Catatan: untuk pembuangan residu kargo, termasuk posisi mulai dan berhentinya pembuangan. (iii) Kategori sampah yang dibuang (iv) Perkiraan jumlah pembuangan untuk setiap kategori dalam meter kubik (v) Tanda tangan petugas yang bertanggung jawab dalam operasi.. Pada saat sampah dibuang ke fasilitas penampungan di darat atau ke kapal lain: (ii) Tanggal dan waktu pembuangan Pelabuhan atau fasilitas, atau nama kapal (iii) Kategori sampah yang dibuang (iv) Perkiraan jumlah pembuangan untuk setiap kategori dalam meter kubik (v) Tanda tangan petugas penanggung jawab operasi (c). Pada saat sampah dibakar: (ii) Tanggal dan waktu dimulai dan berakhirnya pembakaran Posisi kapal (garis lintang dan garis bujur) (iii) Perkiraan jumlah yang dibakar dalam meter kubik (iv) Tanda tangan petugas yang bertanggung jawab dalam operasi (d). Pembuangan sampah karena tidak disengaja atau pengecualian lainnya (ii) Waktu kejadian Pelabuhan atau posisi kapal pada saat kejadian (iii) Perkiraan jumlah dan kategori dari sampah (iv) Keadaan pembuangan, terbuangnya atau hilangnya, alasan yang mendasari dan uraian umum.

4.2 Tanda Terima Nakhoda seharusnya memperoleh dari operator fasilitas penampungan di pelabuhan atau dari nahkoda kapal yang menerima sampah, suatu tanda terima atau sertifikat yang menguraikan jumlah sampah yang dialihkan, Tanda terima atau sertifikat tersebut harus disimpan di atas kapal dengan Buku Catatan Sampah selama dua tahun. 4.3 Jumlah Sampah Jumlah sampah di atas kapal seharusnya diperkirakan dalam meter kubik, apabila dimungkinkan dipisahkan sesuai kategorinya. Buku Catatan Sampah memuat banyak rujukan-rujukan untuk memperkirakan jumlah sampah. Hal tersebut diakui keakuratannya dalam hal penghitungan jumlah sampah yang tersisa untuk pemeriksaan. Perkiraan volume akan dibedakan sebelum dan sesudah pengolahan. Beberapa prosedur pengolahan dapat tidak digunakan untuk memperkirakan suatu volume seperti pengolahan yang berkelanjutan dari sampah makanan. Faktor-faktor tersebut seharusnya diberikan dalam pertimbangan pada saat melakukan dan memeriksa penulisan suatu catatan.