BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. negara dari segala ketidaknyamanan warga negaranya. Pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

III. METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam kerangka penulisan ini adalah :

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DALAM KUHP DAN UU RI NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Negara yang berdasarkan hukum (rechsstaat). Hanya peradilan yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perempuan dan anak. Dengan demikian upaya perlindungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. rapi dan sangat rahasia keberadaannya. 2

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. menurut Direktur World Development Report (WDR), Norman Loayza

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN JEMBRANA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab rumusan masalah yang dikemukakan penulis, berdasarkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan atau kaedah dalam suatu kehidupan bersama, yaitu keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan merupakan suatu tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya non-yuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktor-faktor dari luar hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis 1. Hukum mengatur hubungan hukum, yang terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatanikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan hukum ada banyak cara yang terkadang hanya dirumuskan kewajibankewajiban saja seperti pada hukum pidana, yang sebagian besar peraturannya terdiri dari kewajiban-kewajiban. Tidak jarang hukum merumuskan peristiwa-peristiwa tertentu yang merupakan syarat timbulnya hubungan-hubungan hukum. Dalam usahanya mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya, dengan kata lain hukum selalu berusaha mencari 1 Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, hal. 40-41. 1

keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu 2. Hukum pidana bertujuan untuk mencegah atau menghambat perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan aturan hukum yang berlaku. Hukum pidana adalah salah satu bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, dimana dasar aturannya menentukan perbuatan apa yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang. Perbuatan yang melanggar aturan tersebut diancam dengan sanksi pidana tertentu; barang siapa melanggar larangan tersebut maka mereka dapat dikenakan sanksi atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan 3. Meskipun hukum sudah dibuat sedemikian rupa, namun tetap saja terjadi berbagai kejahatan terutama tindak pidana. Hukum pidana diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu hukum pidana khusus dan hukum pidana umum. Keduanya dibedakan oleh pengaturannya. Sebuah delik yang diatur dalam KUHP misalnya, pembunuhan, pencurian, penipuan dan lain-lain disebut pidana umum; sedangkan tindak pidana yang tidak diatur dalam KUHP melainkan diatur oleh peraturan tersendiri di luar KUHP, biasa disebut dengan istilah pidana khusus, misalnya cybercrime dan korupsi. Fenomena tindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan salah satu contoh tindak pidana khusus. Tindak pidana ini merupakan fenomena global dimana hampir tidak ada lagi negara di dunia yang luput 2 Ibid. 3 Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta, hal 18. 2

dari pengaruh perdagangan manusia. Fenomena ini bukan hanya fenomena sosial yang timbul karena faktor ekonomi dan pendidikan, namun juga merupakan fenomena pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang lahir dari praktik kejahatan dan kekejaman yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok 4. Umumnya para pelaku TPPO merupakan bagian dari organisasi kejahatan lintas batas negara yang terorganisir. Gambaran ini terlihat jelas dalam bebagai kasus, meskipun ada juga pelaku yang bukan merupakan bagian dari kelompok tersebut. Berkembangnya kasus perdagangan orang di Indonesia sendiri terus meningkat setiap tahunnya. International Organization for Migration (IOM) mencatat jumlah kasus perdagangan orang di Indonesia mencapai 1022 kasus dengan rincian 88,6% korbannya adalah perempuan dan 52% dieksploitasi sebagai pekerja rumah tangga dan 17,1% sebagai pekerja seks 5. Fakta yang ada di Indonesia tentang TPPO telah membuktikan bahwa tindak pidana perdagangan orang semakin meluas dan terorganisir secara rapi dengan berbagai modus operandi. Modus yang sering digunakan oleh para pelaku antara lain merekrut korban dengan tawaran iming-iming gaji besar. Di wilayah Kendal Jawa Tengah, dari tahun 2015 hingga bulan Juni tahun 2017 terdapat 5 (lima) kasus tindak pidana perdagangan orang yang masuk ke lingkungan peradilan dengan rincian sebagai berikut : 4 Barda Nawi Arief, 2006, Tindak Pidana Mayantara, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, hal.24. 5 https://indonesia.iom.int/, diakses pada tanggal 21 Mei 2007, pukul 18.21 3

- Tahun 2015 tedapat 1 kasus dengan Putusan Nomor 42/Pid.Sus/2015/PN.Kdl. Atas nama Mujinah Binti Narawi; - Tahun 2016 tedapat 2 kasus dengan Putusan Nomor 54/Pid.Sus/2016/PN.Kdl. Atas nama Budi Santoso Bin Darmo, dan Putusan Nomor 55/Pid.Sus/2016/PN.Kdl. Atas nama Hesti Winarni Binti Supriyono - Tahun 2017 tedapat 1 kasus dengan Putusan Nomor 4/Pid.Sus/2017/PN.Kdl. Atas nama Ngasimin Bin (Alm.) Sukamto. Sadar akan besarnya ancaman yang timbul akibat TPPO ini, pada tanggal 15 Desember 2000, telah ditetapkan United Nations Convention Against Transnatinal Organized Crime di Parlemo, Italia. Konvensi ini dipandang sebagai sebuah Landmark Document dalam sejarah pencegahan kejahatan dan penegakan hukum, yang telah berlaku sejak tanggal 29 September 2003 dan telah ditandatangani oleh 147 negara termasuk Indonesia 6. Terkait maraknya TPPO, di Indonesia sudah diatur oleh Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Oleh Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dinyatakan: Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan 6 Trisno.staff.umy.ac.id>files>2015/04, di download pada 21 Mei 2017 pukul 17.47 4

kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan didalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi, atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Menarik untuk dicatat bahwa ada pula pelaku TPPO yang justru tidak menyadari bahwa dirinya telah menjadi bagian dari TPPO. Pihakpihak tersebut antara lain agen perekrut tenaga kerja, bahkan orang tua terhadap anaknya sendiri atau sanak saudara serta suami terhadap istrinya sendiri 7. Untuk menghadapi fenomena yang sedemikian seriusnya maka perlu adanya penegakan hukum secara tepat kepada tiap pelaku TPPO, salah satu caranya yaitu dengan penjatuhan pidana secara adil dan tepat. Penjatuhan pidana adalah upaya untuk mempertahankan hukum pidana materiil. Namun oleh karena dalam kenyataannya hukum merupakan tatanan kehidupan sosial baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan, maka penjatuhan hukuman pidana merupakan upaya agar terciptanya ketertiban, keamanan, keadilan serta kepastian hukum 8. Penjatuhan hukuman pidana dapat dikatakan sebagai cermin peradilan pidana di negeri ini. Dalam menjatuhkan pidana, selain berdasar pada ketentuan perundang-undangan, hakim juga mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan, asas kemanfaatan, efektivitas dalam menjalankan 7 http://www.kompasiana.com/ 2010/08/07, Potret Trafficking di Indonesia, diakses pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 21.37 WIB. 8 Andy Akbar dalam Penjatuhan Pidana dalam Praktek Peradilan, diakses dari http://www.scribd.com pada tanggal 3 Mei 2017, pukul 18.00. 5

pemidanaan dan perubahan perilaku yang menimbulkan efek jera pasca keluarnya seorang pelaku tindak pidana dari lembaga pemasyarakatan. Apabila efek tersebut tidak dipertimbangkan maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dalam penjatuhan sanksi pidana. Hal ini terbukti dari penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama (same offence) dalam praktiknya di pengadilan 9. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk memilih judul Analisis Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Putusan terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi terhadap Putusan Nomor 54/ Pid. Sus / 2016 / PN. kdl ). B. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan terhadap tindak pidana perdagangan orang? C. Tujuan Penelitian Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang. 9 Wahyu Nugroho, 2012, Jurnal Yudisial Merengkuh Pengakuan, Vol. 5 No. 3 Mei 2017 6

D. Manfaat Penelitian Sehubungan dengan tujuan penelitian di atas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara akademis maupun secara teknis, yaitu: 1. Manfaat Akademis a. Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi segenap civitas akademika Universitas Katolik Soegijapranata, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Hukum dan Komunikasi Progdi Ilmu Hukum guna memperoleh pengetahuan dan informasi yang jelas, tentang TPPO. b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi aparat penegak hukum, instansi, pihak-pihak terkait, dan masyarakat umum, serta menambah pengetahuan dan informasi pembaca khususnya pemerhati perdagangan orang dan bahan penelitian mengenai dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan. 7

E. Metode Penelitian Untuk memenuhi syarat sebagai karya ilmiah, maka suatu penelitian tidak terlepas dari metode penelitian. Metode penelitian adalah metode dimana Penulis akan menentukan tentang prosedur yang akan digunakan, teknik-teknik dalam penelitian, dan alat yang akan digunakan 10. 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana dalam metode ini tidak bergantung pada jumlah atau banyaknya hasil yang diperoleh atas suatu perbuatan, namun menitikberatkan pada nilai mutu dan kualitas yang akan diperoleh. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh wawasan tentang topik tertentu, teknik yang biasanya digunakan dalam metode kualitatif adalah observasi dan wawancara 11. 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang perdagangan orang 12, yaitu berkaitan dengan putusan PN Kendal terhadap TPPO, yang dilakukan melalui analisis. Deskriptif analisis yang dimaksud yaitu deskripsi dari data berupa pemaparan secara menyeluruh dan sistematis mengenai objek penelitian, dalam hal ini 10 http://www.ekoonomi.com/2017/05/metode-penelitian.html?m=1, diakses pada 3 Juli 2017 pukul 21.35 WIB 11 http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-kualitatif-dan-kuantitatif/, diakses pada 3 Juli 2017 pukul 21.24 WIB 12 Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : CV. Rajawali, hal. 10. 8

putusan PN Kendal Nomor 54/ Pid. Sus / 2016 / PN. Kdl, serta segala hal yang berkaitan dengan objek tersebut yang kemudian dianalisis dengan teori-teori serta peraturan perundang-undangan. Spesifikasi penelitian dilakukan secara deskiptif analisis karena penulis ingin memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala hal yang berkaitan dengan putusan hakim terhadap tindak pidana perdagangan manusia, dengan melakukan analisis terhadap putusan hakim di Pengadilan Negeri Kendal Nomor 54/ Pid. Sus / 2016 / PN. Kdl. 3. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah putusan Nomor 54/ Pid. Sus / 2016 / PN. Kdl, seorang hakim yang menjadi majelis dalam putusan Nomor 54/ Pid. Sus / 2016 / PN. Kdl, peraturan perundang-undangan, terutapa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 4. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. a. Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara mencari data secara langsung di lapangan. Data primer ini diperoleh dengan cara melakukan wawancara kepada satu orang hakim sebagai narasumber. Cara ini dilakukan untuk mencari informasi dengan bertanya dengan pihak yang berkaitan. Hasil wawancara tidak 9

terlepas dari beberapa faktor, yaitu narasumber, daftar pertanyaan sesuai topik penelitian, dan situasi saat wawancara berlangsung. b. Data sekunder adalah data yang diperoleh berdasarkan studi pustaka yaitu data yang diperoleh dari literature-literatur perundang undangan, pendapat ahli, dan sebagainya. Berikut data sekunder yang digunakan penulis : 1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat antara lain : a) Undang-Undang Dasar 1945; b) Kitab Undang Undang Hukum Pidana; c) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana: d) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; e) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang; f) Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; g) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; 2) Bahan Hukum Sekunder meliputi bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, yaitu karya-karya ilmiah para ahli dan hasil penelitiannya yang terkait dengan 10

tindak pidana perdagangan manusia dari prespektif hukum, maupun non-hukum. 5. Teknik Pengelolaan Data Sebelum melakukan analisis, data yang telah terkumpul kemudian akan diolah, diperiksa, dan dipilih, kemudian data disusun secara sistematis untuk menjawab pertanyaan penulis dan dilaporkan dalam bentuk laporan penelitian dalam bentuk Skripsi. 6. Metode Analisis Data Analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis kualitatif, yaitu analisis yang tidak menggunakan instrumen penghitungan secara statistik atau matematis tapi merupakan penjelasan dari hasil hasil penelitian yang diperoleh dan dilaporkan dalam bentuk laporan hasil penelitian dalam bentuk Skripsi. Analisis kualitatif dilakukan terhadap putusan PN Kendal Nomor 54/ Pid. Sus / 2016 / PN. Kdl. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan penulisan adalah sebagai berikut: BAB I, merupakan bab Pendahuluan yang berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. 11

BAB II, merupakan bab yang berisi Tinjauan Pustaka terdiri dari pengertian putusan hakim, pengertian tindak pidana dan unsurunsur tindak pidana, pelaku tindak pidana, tinjauan umum mengenai tindak pidana perdagangan orang, teori pemidanaa. BAB III, merupakan bab yang berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan yang terdiri dari pembahasan mengenai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam putusan Nomor 54/ Pid. Sus / 2016 / PN. Kdl. BAB IV, merupakan bab Penutup yang terdiri dari kesimpulan yang diberikan penulis berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta saran yang bersifat operasional. 12