BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan yang sangat pesat atau dikenal dengan periode emas (golden age). Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengetahui berbagai fakta di lingkungan sekitar sebagai stimulus terhadap perkembangannya. Berbagai aspek perkembangan yang terdapat pada anak usia dini antara lain : aspek kognitif, fisik, motorik, dan psikososial. Adapun tahapan dan perkembangan masing-masing individu berbeda, sesuai dengan stimulus atau rangsangan yang diperoleh anak. Semua aspek perkembangan pada dasarnya dapat dikembangkan dalam pendidikan pra sekolah atau Taman Kanak-Kanak (TK) yaitu melalui berbagai macam kegiatan yang diberikan oleh guru, namun terkadang anak belum memahami atau mengerti yang dikerjakan dan dilakukan di lingkungannya. Anak hanya melakukan perintah yang disampaikan oleh orang lain dan mengerjakannya, sehingga diperlukannya pembelajaran konsep pada anak sejak dini. Pembelajaran konsep dimaksudkan untuk anak dapat berpikir aktif dan kritis sehingga anak mengerti yang dilakukan orang lain dan cara melakukannya. Diharapkan dengan adanya penanaman konsep anak akan dapat memahami dan memaknainya. Upaya pembelajaran penanaman konsep di Taman Kanak-Kanak (TK) oleh guru atau pendidik dilakukan agar anak lebih memaknai pembelajaran. Fungsi guru selain mendidik juga berperan sebagai motivator bagi anak. Berbagai macam konsep yang diberikan oleh guru dapat diterima anak dengan mudah pada periode emas ini. Pembelajaran konsep di sekolah dapat diberikan oleh guru pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, bahkan konsep juga dapat ditanamkan pada saat kegiatan di luar kegiatan belajar yang dilakukan anak misalnya, saat anak bermain baik in door maupun out door. 1
2 Adapun berbagai konsep yang dapat ditanamkan pada Anak Usia Dini (AUD) diantaranya : konsep ruang (luas-sempit, penuh-kosong), konsep bilangan (berhitung, angka), dan konsep sains. Konsep-konsep ini berkembang pada anak dimulai dari pemahaman yang abstrak sampai pemahaman yang kompleks. Berdasarkan berbagai konsep yang terdapat di atas secara umum anak baru mengenal beberapa konsep dalam perkembangan kognitif, salah satunya yaitu mengenal konsep sains. Hal tersebut sesuai dengan Yulianti (2010: 43) yang mengungkapkan salah satu hasil belajar dalam aspek kognisi adalah anak dapat mengenal konsep-konsep sains sederhana. Konsep sains pada dasarnya berkaitan dengan kehidupan anak dalam kegiatan sehari-hari. Sejalan dengan pendapat di atas sains merupakan ilmu pokok yang bahasannya sesuai dengan alam dan isinya sebagai hubungan sebab-akibat, hubungan kausal atau hubungan keterkaitan dengan kejadian-kejadian yang terdapat di sekeliling anak (Ragil, 2013: 1). Pembelajaran sains pada dasarnya sering dilakukan anak dengan sendirinya tanpa mengerti akan maksud dan tujuannya. Anak-anak biasanya akan terkagum-kagum melihat hal baru yang dilihat atau yang ditemukannya. Sejalan dengan pendapat di atas sains menurut Rohandi (2007: 113) merupakan proses konstruksi pengetahuan melalui aktivitas berpikir anak secara mandiri melalui proses komunikasi yang menghubungkan pengetahuan awal yang dimiliki anak dengan pengetahuan yang akan mereka temukan. Upaya pengenalan sains di TK memberikan kesempatan pada anak untuk melakukannya secara langsung. Karena pada dasarnya pembelajaran sains di TK tidak menekankan pada hasilnya melainkan proses. Melalui proses yang dikerjakannya anak akan lebih memahami daripada hanya melihat yang dilakukan oleh gurunya. Kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda yang terdapat di sekitarnya. Berdasarkan pernyataan di atas secara garis besar pengenalan serta pengajaran sains sejak dini atau masa usia pra sekolah sangat penting. Pembelajaran sains pada anak sejak dini harus disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan anak, sehingga anak tidak terbebani dengan pembelajaran sains yang diberikan. Pembelajaran sains pada anak usia dini berawal dari
3 pengenalan dan pemahaman tentang sains. Berawal dengan kegiatan yang sederhana dengan media yang sering dijumpai anak akan mempermudah dalam memahami konsep sains. Perkembangan pembelajaran sains di TK yang terdapat di sekolah-sekolah yang minim akan media dan tenaga pendidik yang professional menjadikan permasalahan dalam pengenalan sains pada anak. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Saepudin (2011: 225) pendidikan anak usia dini faktanya sampai saat ini belum diimplementasikan secara utuh dan menyeluruh oleh para pengelola atau tutor Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagaimana yang diharapkan, sehingga diperlukannya kontribusi pemikiran dan kebijakan dari pihak-pihak yang berwenang dengan pengembangan Permasalahan-permasalahan di atas pada umumnya juga terdapat di setiap sekolah. Pemahaman sains dalam kenyataannya tidak berjalan dengan baik di pembelajaran TK. Pembelajaran dalam aspek kemampuan kognitif anak, khususnya pembelajaran sains rata-rata masih butuh perhatian. Terbukti saat peneliti melakukan observasi dan dari hasil wawancara dengan guru kelas B di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Gulon Jebres Surakarta tanggal 9 Januari 2014 menunjukkan bahwa perkembangan kognitif khususnya pemahaman konsep sains belum optimal. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa kendala diantaranya kurangnya inovasi dalam pembelajaran, dan masih kurangnya pelaksanaan pembelajaran sains di TK. Hasil pengamatan dari peneliti menunjukkan dari 22 anak hanya sebagian anak yang dapat memahami konsep sains dengan baik, dan sisanya masih banyak anak yang belum memahami akan konsep sains. Dibuktikan pada saat kegiatan belajar mengajar masih digunakannya model pembelajaran konvensional yang berpusat pada pendidik, diantaranya guru menuliskan dipapan tulis dan anak menyalin atau anak hanya diberikan lembar kerja anak. Khusus dalam pembelajaran sains masih kurangnya pelaksanaan kegiatan sains dan kurangnya inovasi pembelajaran menjadikan anak pasif dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dalam tahapan pembelajaran anak hanya mengamati serta melihat hasil
4 akhir dari penemuan yang dilakukan guru. Adapun kegiatan sains yang dilakukan di TK B berdasarkan hasil wawancara anak diajak untuk menanam biji kacang hijau dalam gelas plastik dan mengamati. Jika terjadi perubahan guru akan memberikan penjelasan dan jika tidak ada perubahan pembelajaran hanya selesai sampai di situ dan tidak ada penjelasan. Selain itu, peneliti melakukan kegiatan pra tindakan pada tanggal 14 Maret 2014 untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep sains pada anak sebelum dilakukan penelitian. Kegiatan yang diberikan pada anak saat tema pekerjaan yaitu anak menimbang hasil panen petani dengan menggunakan timbangan kayu. Anak diminta untuk maju ke meja yang sudah disediakan guru secara bergantian untuk menimbang. Hasil panen yang akan ditimbang oleh anak diantaranya jagung, beras, kacang tanah, dan kacang hijau. Namun dalam kegiatan ini tidak dilakukan review oleh guru, setelah anak melakukan kegiatan menimbang anak hanya ditanya mana yang berat dan mana yang ringan untuk selanjutnya anak kembali ketempat duduknya masing-masing. Dengan begitu hasil kegiatan menimbang didapatkan dari 22 anak, sekitar 31.82% anak berhasil atau sekitar 7 anak yang memenuhi kriteria penilaian dan selebihnya 68,18% atau sekitar 15 anak belum berhasil dalam kegiatan pembelajaran sains ini. Sejalan dengan hasil tersebut berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa guru merasa kurang siap dalam memberikan pengajaran sains pada anak. Selain kurangnya media dalam pembelajaran, juga kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang salah pada guru yang beranggapan dalam pembelajaran sains memerlukan bahan dan media yang banyak sehingga pembelajaran sains di TK tidak berjalan dengan baik. Hal ini hendaknya sebagai bahan pertimbangan permasalahan yang dihadapi oleh guru dan pendamping TK untuk melakukan evaluasi dan penanganan dalam upaya peningkatan pemahaman konsep sains pada anak. Berdasarkan penemuan di atas dilihat dari kondisi pemahaman konsep sains yang bervariasi dan masih kurang pada anak, maka perlu dilakukan tindakan tentang pemahaman konsep sains pada anak kelas B di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Gulon Jebres. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan media, metode, dan model pembelajaran yang tepat dalam kegiatan proses belajar mengajar serta
5 memberikan inovasi yang menjadikan anak akan lebih aktif dan senang untuk belajar sains. Guru berperan penting menentukan keberhasilan anak dalam pemahaman konsep sains guna menunjang anak untuk dapat menyampaikan pemahaman akan konsep sains pada orang lain. Adapun upaya yang dapat menunjang pemahaman konsep sains pada anak guru dapat menggunakan model pembelajaran inovatif yang tepat. Model pembelajaran merupakan suatu strategi yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal. Sejalan dengan seiringnya perkembangan waktu, model pembelajaran akan terus mengalami perubahan dari model pembelajaran tradisional menuju model pembelajaran yang modern. Diharapkan melalui model pembelajaran yang inovatif perkembangan kognitif anak dalam pemahaman konsep sains akan dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tingkat perkembangannya. Salah satu diantaranya dengan penggunaan model pembelajaran discovery dapat menunjang guru dalam pelaksanaan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Pembelajaran discovery yang dikembangkan oleh Jerome Seymour Bruner adalah model belajar dengan menemukan, anak mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya sesuai kemajuan berpikir anak (Suyono & Hariyanto, 2011: 88). Pembelajaran discovery memberikan kesempatan bagi anak untuk melakukan penemuan tentang konsep sains dan mengembangkan kemampuan belajarnya melalui kegiatan individu maupun berkelompok. Lebih lanjut pembelajaran discovery menurut Masarudin Siregar merupakan proses pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang baru dalam kegiatan belajar mengajar (Illahi, 2012: 30). Pembelajaran discovery merupakan pembelajaran inovatif yang terdiri dari dua pembelajaran yang terdapat didalamnya yaitu : Guided discovery (penemuan terbimbing) dan Unguided discovery (penemuan tak terbimbing). Guided discovery merupakan model pembelajaran penemuan yang mana anak melakukannya sesuai dengan arahan dan bimbingan dari guru, sedangkan unguided discovery merupakan model pembelajaran penemuan yang dilakukan
6 anak tanpa adanya arahan atau bimbingan dari orang lain. Diantara dua model pembelajaran discovery di atas peneliti memilih menggunakan model guided discovery karena dianggap sangat tepat bagi anak untuk melakukan penemuan sesuai dengan arahan atau bimbingan dari guru. Melalui model pembelajaran guided discovery diharapkan akan lebih mempermudah bagi guru dalam mengembangkan kemampuan kognitif anak dalam memahami konsep sains melalui kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Model guided discovery selain dapat digunakan sebagai model pembelajaran penemuan yang mengenalkan konsep sains pada anak, melalui model pembelajaran ini juga dapat meningkatkan kemandirian anak yaitu dengan melakukan kegiatan penemuan secara sendirinya sesuai dengan arahan guru. Penggunaan model guided discovery merupakan cara alternatif bagi guru yang ingin mengembangkan kemampuan kognitif pada anak khususnya dalam memahami konsep sains secara sederhana. Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, maka peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul ingkatan Pemahaman Konsep Sains Melalui Model Pembelajaran Guided Discovery Pada Anak Kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal Gulon Jebres Surakarta Tahun Ajaran. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu penerapan model pembelajaran guided discovery dapat meningkatkan pemahaman konsep sains pada pembelajaran anak kelompok BTK Aisyiyah Bustanul Athfal Gulon Jebres Surakarta C. Tujuan Penelitian T pemahaman konsep sains melalui model pembelajaran guided discovery pada pembelajaran anak kelompok B TK Aisyiyah Bustanul Athfal Gulon Jebres Surakarta tahun ajaran
7 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Dapat dijadikan sebagai bahan kontribusi dalam dunia pendidikan anak usia dini, khususnya dalam bidang pembelajaran sains pada anak.. b. Dapat dijadikan sebagai rujukan atau pembanding pada penelitian yang sejenis dimasa mendatang. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru 1) Diperolehnya gambaran sebagai refleksi guru tentang pembelajaran yang inovatif. 2) Diperolehnya wawasan guru dalam upaya pengelolaan model pembelajaran guided discovery. 3) Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi guru yang bersangkutan dalam perbaikan pembelajaran konsep sains pada peserta didik. b. Bagi Peserta Didik 1) Meningkatnya pemahaman konsep sains pada anak. 2) Melalui penggunaan pembelajaran model guided discovery anak akan lebih senang dalam belajar khususnya sains. c. Bagi Sekolah 1) Memberikan konstribusi dalam menghasilkan lulusan yang bermutu. 2) Munculnya pembelajaran baru yang kondusif dan inovatif yaitu pembelajaran guided discovery.