PETROGENESIS DAN PROSES PELAPUKAN BATUAN PENYUSUN CANDI PRAMBANAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI DAN GEOKIMIA

dokumen-dokumen yang mirip
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014

PETROGENESIS ANDESIT BASALTIK DI DAERAH KALI WADER DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BENER, KABUPATEN PURWOREJO, PROVINSI JAWA TENGAH

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA

PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari

PETROGENESIS DAN PROSES PELAPUKAN BATUAN PENYUSUN CANDI IJO, KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PETROGENESA BATUAN LAVA GUNUNG BARUJARI DAN GUNUNG ROMBONGAN, KOMPLEK GUNUNG RINJANI

Batuan Gunungapi Sibual Buali, Sumatera Utara (Sofyan Primulyana, dkk)

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

PETROGENESIS BATUAN ANDESIT BUKIT CANGKRING, DAERAH JELEKONG, KECAMATAN BALEENDAH, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Semakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar.

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Magma dalam kerak bumi

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

STUDI PETROGENESIS ANDESIT DI DAERAH HARGOROJO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BAGELEN, KABUPATEN PURWOREJO, PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

Petrogenesa Batuan Beku di Daerah Godean

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

ANALISIS KANDUNGAN KIMIA BATUAN VULKANIK DARI SANGKAROPI SULAWESI SELATAN SERTA PEMANFAATANNYA DALAM KLASIFIKASI BATUAN DAN TATANAN TEKTONIK ABSTRAK

MINERALOGY AND GEOCHEMISTRY OF BAGINDA HILL GRANITOID, BELITUNG ISLAND, INDONESIA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

KAJIAN GEOKIMIA KOMPLEKS GUNUNG API GEDE MERAK PADA CALON TAPAK PLTN KRAMATWATU-BANTEN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

Seminar Nasional Geofisika 2014

BAB 5 GEOKIMIA. Bab ini membincangkan tren geokimia khusus bagi Kompleks Stong dan Kompleks

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara

Karakteristik Batu Penyusun Candi Borobudur

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANG-TEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Aplikasi Unsur Tanah Jarang (UTJ) Dalam Ilmu Geologi: Studi Kasus Petrogenetik Gunung Api Kwarter di Jawa Barat

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA

STUDI KARAKTERISTIK DAN PETROGENESIS BATUAN BEKU DI DAERAH SINGKAWANG DAN SEKITARNYA, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS

Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Menggunakan Software K-Ware Magma

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GEOKIMIA UNSUR-UNSUR UTAMA BATUAN GUNUNGAPI PAPANDAYAN, JAWA BARAT. Eka Kadasetia Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi.

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja.

STUDI GEOKIMIA BATUAN VULKANIK PRIMER KOMPLEKS GUNUNG SINGA - GUNUNG HULU LISUNG, BOGOR - JAWA BARAT

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ANALISA GEOKIMIA RIOLIT KUBAH LAVA DAERAH BULU BATUARA KECAMATAN WATANGPULU KABUPATEN SIDRAP PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK

Universitas Gadjah Mada 36

A. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK)

5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitan

Identifikasi Karakteristik Aktivitas Gunung Api Merbabu Didasarkan Pada Petrologi dan Vulkanostratigrafi

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi EVALUASI KONDISI GEOKIMIA BATUAN DAERAH BANTEN, JAWA BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

BAB II TATANAN GEOLOGI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara

ANALISIS GEOKIMIA LOGAM Cu, Fe PADA BATUAN DASIT KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN

KUALITAS BATUAN BEKU ANDESITIS BERDASARKAN PENDEKATAN KUAT TEKAN DAN PETROLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013

Ciri Litologi

PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2014 Optimalisasi Sains dan Aplikasinya Dalam Peningkatan Daya Saing Bangsa Makassar, 13 September 2014

Petrogenesis batuan vulkanik daerah tambang emas Lebong Tandai, Provinsi Bengkulu, berdasarkan karakter geokimianya

TUGAS VULKANOLOGI ANALISA GUNUNG RINJANI BERDASARKAN TIPE LETUSAN DAN DATA GEOKIMIA

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Lampiran 1.1 Analisis Petrografi

PERUBAHAN UNSUR GEOKIMIA BATUAN HASIL ALTERASI HIDROTERMAL DI GUNUNG WUNGKAL, GODEAN, YOGYAKARTA

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

G. BUR NI TELONG, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

KUBAH LAVA SEBAGAI SALAH SATU CIRI HASIL LETUSAN G. KELUD

4.20. G. BATUTARA, Nusa Tenggara Timur

Transkripsi:

PETROGENESIS DAN PROSES PELAPUKAN BATUAN PENYUSUN CANDI PRAMBANAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI DAN GEOKIMIA I Wayan Warmada *, Titi Hapsari Jurusan Teknik geologi, Fakultas Teknik, Universitas gadjah Mada Jl. Grafika No.2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 *corresponding author : warmada@gmail.com ABSTRAK Candi Prambanan merupakan Candi Hindu terindah yang masuk ke dalam daftar warisan budaya dunia menurut UNESCO. Peninggalan bersejarah ini perlu dijaga agar tetap utuh sehingga dapat menceritakan sejarah masa lampau. Pada kenyataannya, akibat beberapa faktor, salah satunya pelapukan, bangunan ini kini semakin rapuh dan di beberapa bagian mengalami kerusakan. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai karakteristik batuan penyusun Candi Prambanan beserta proses pelapukan yang terjadi. Metode analisis yang digunakan meliputi petrografi dan geokimia (ICP-MS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa batuan penyusun Candi Prambanan berkisar antara andesit andesit basaltik dengan pori berkisar antara 4 36%. Secara petrogenesis batuan ini merupakan batuan tipe calk-alkaline yang terbentuk pada busur kepulauan.proses deteriorasi batuan yang utama dalah pelapukan. Tingkat pelapukan batuannya berbanding lulus dengan besarnya pori batuan. Pelapukan dikontrol oleh faktor iklim, jumlah feldspar dan hornblenda dan jumlah serta kenaikan pori pada bagian dalam batuan. Mineral yang mengalami pelapukan terutama adalah mineral-mineral seperti hornblenda dan plagioklas. Plagioklas yang menyusun andesit umumnya berubah menjadi kaolin dan montmorilonit, sedangkan hornblenda dan piroksen berubah menjadi goetit dan hematit. Proses pelapukan meliputi hidrolisis, hidrasi dan oksidasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa air hujan berperan sangat penting pada pelapukan batuan penyusun Candi Prambanan. I. PENDAHULUAN Candi merupakan bangunan yang memiliki fungsi bermacam-macam, antara lain sebagai tempat ibadah, tempat penyimpanan abu jenazah para raja, tempat pemujaan maupun tempat pemandian. Namun secara umum fungsi candi tidak dapat terlepaskan dari kegiatan keagamaan. Bangunan candi itu sendiri khususnya yang berkembang di Indonesia memiliki langgam yang berbeda, yaitu langgam hindu dan langgam budha, serta langgam Jawa Tengah dan Jawa Timur. Langgam hindu dapat terlihat dari bangunannya yang tinggi keatas, sedangkan langgam budha melebar kesamping seperti bunga teratai, dengan pembagian tingkatan yang sama yaitu kaki, tubuh dan atap. Jika dilihat dari langgam letak daerahnya, langgam Jawa Tengah berciri tambun dengan bahan penyusun berupa andesit ataupun batu sungai, sedangkan langgam Jawa Timur cenderung tinggi dan ramping dengan bahan 754 penyusun berupa batubata merah (Budianto, 2011). Candi Prambanan merupakan kompleks bangunan candi yang termasuk kedalam langgam Jawa Tengah dengan batuan penyusun utama berupa andesit, candi ini memiliki nilai sejarah yang tinggi sehingga masuk dalam daftar warisan budaya dunia menurut UNESCO dan dinobatkan sebagai candi Hindu terindah di dunia. Kompleks Candi Prambanan atau yang lebih dikenal dengan Candi Roro Jonggrang dibangun pada tahun 856 Masehi, dan ditemukan kembali oleh C.A. Lons pada tahun 1773 (Suryolelono, 2007). Luas area mencapai kurang lebih 80 hektar dan terbagi menjadi 3 halaman yang berbentuk segiempat yaitu halaman pertama yang terdiri dari Candi Utama (Brahma, Siwa, Wisnu). Halaman kedua terdiri dari Candi Perwara. Sedangkan halaman ketiga merupakan halaman kompleks Candi

Prambanan (BP3-Prambanan, 2007 dalam Suryolelono, 2007). Peninggalan bersejarah ini perlu dijaga agar tetap utuh, sehingga dapat menceritakan sejarah-sejarah masa lampau. Pada kenyataannya, akibat beberapa faktor salah satunya pelapukan, bangunan ini kini semakin rapuh dan rusak. Pelapukan di Indonesia sangat umum dijumpai, sebab Indonesia berada di daerah lintang rendah yang memiliki iklim tropis (Setiadji, 2006) dengan curah hujan tinggipada musim hujan, dan memiliki intensitas penetrasi sinar matahari yang cukup tinggi di musim kemarau. Hal tersebut memicu tingginya proses pelapukan yang terjadi. Untuk itu perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitianpenelitian yang pernah dilakukan jarang ada yang menjelaskan mengenai sifat dan karakteristik batuan penyusun candi secara petrografis dan geokimia untuk mengetahui bagaimana petrogenesis dan pelapukan yang terjadi. Sifat dan karakteristik batuan sangat penting untuk mengetahui kemungkinan penyebab terjadinya pelapukan sehingga lebih efektif dalam penanganannya. II. METODOLOGI Pengambilan sampel dilakukan pada batuan reruntuhan Candi Prambanan yang berada di sekitar bangunan candi. Sampel yang diambil dipilih berdasarkan pengamatan megaskopis di lapangan. Sebanyak 9 sampel telah diambil untuk dianalisis dengan metode petrografi dan 6 sampel untuk analisis geokimia. Semua sampel dipreparasi sayatan tipis dengan perlakuan pewarnaan blue dyed untuk memudahkan dalam melihat dan menghitung persentase pori pada batuan. Analisis geokimia dilakukan dengan metode ICP-MS di ALS Chemex Laboratories, Canada. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 755 3.1. Petrografi Hasil pengamatan petrografi pada sampel terpilih dirangkum seperti terlihat pada Tabel 1. Secara megaskopis sampel merupakan batuan andesit dengan 5 variasi warna dan tingkat pelapukan yang berbeda-beda mulai dari lapuk ringan hingga lapuk. Secara petrografi, sampel batuan memiliki variasi ukuran kristal 0,02 3 mm sehingga tergolong kedalam tekstur porfiritik, dengan struktur vesikuler. Keseluruhan sampel memiliki rongga yang merupakan karakteristik dari lava. Bentuk dari rongga tersebut bermacammacam yaitu membundar, lonjong dan terhubung dengan rongga yang lain dikarenakan proses pelapukan yang terjadi. Sampel-sampel tersebut juga memiliki tekstur khusus berupa sieve, normal zoning, oscillatory zoning, reaction rim. Kandungan mineral utamanya adalah plagioklas (andesin), klinopiroksen, hornblenda, mineral opak, mineral hasil pelapukan dan gelas dengan kelimpahan yang berbeda pada setiap sampel. Untuk mengetahui nilai porositas pada batuan yang merupakan komponen penting dalam proses pelapukan dilakukan dengan metode point counting melalui sayatan tipis yang telah diberi blue dyed. Nilai porositas sampel Candi Prambanan ini bervariasi dengan nilai terendah 4,39% dan nilai tertinggi 36,43%. 3.2. Geokimia Hasil analisis kimia beberapa sampel batuan Candi Prambanan dapat dilihat pada Tabel 2. Selain data hasil analisis geokimia tersebut, pada penelitian kali ini menggunakan data geokimia tambahan yang berasal dari peneliti sebelumnya, yaitu penelitian dari Casmus et al (2000) dengan kode sampel MP297, MP85, MP41, MP283, MP231, dan MP65P yang diambil dari tiga fase Merapi, yakni Recent Merapi, Middle Merapi, dan Ancient Merapi. Hal tersebut dimaksutkan untuk mengetahui

hubungan antara batuan penyusun Candi Prambanan dengan Gunung Merapi. Analisis geokimia ini digunakan untuk menentukan nama batuan, seri magma, seting tektonik serta proses yang terjadi selama pembentukan batuan. Penentuan jenis batuan menggunakan diagram kandungan SiO 2 dan Na 2 O+K 2 O (Le Maitre et al., 1989 dalam Rollinson, 1993), serta kandungan Nb/Y dan Zr/TiO 2 (Winchester dan Floyd, 1977 dalam Jenner, 1996). Dari diagram tersebut didapatkan hasil bahwa jenis batuan didaerah penelitian terdiri adalah andesite/basalt sedangkan pada diagram A batuan-batuan tersebut terbagi menjadi tiga jenis batuan, yakni basalt, basaltic andesite, dan andesite (Gambar 2). Hal tersebut bisa saja terjadi karena kandungan SiO 2 yang bervariasi. Untuk mengetahui seri magma ditentukan dengan diagram AFM yang didasarkan pada kandungan Na 2 O+K 2 O Fe 2 O 3 +FeO dan MgO (after Irvine and Baragar, 1971 dalam Winter 2001) (Gambar 3A), dalam diagram tersebut menunjukkan bahwa semua sampel baik sampel penelitian maupun sampel Casmus termasuk kedalam Calc-alkaline series, namun karena hal tersebut masih terlalu umum, maka diklasifikiasikan lagi menggunakan diagram berdasarkan kandungan SiO 2 dan K 2 O (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993) (Gambar 3B), dari diagram tersebut kemudian diketahui bahwa seluruh sampel pada umumnya termasuk kedalam seri High K calc-alkaline series, namum terdapat 2 sampel yang terletak pada garis peralihan antara High K calc-alkaline series dengan Calc-alkaline series. 756 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gertisser (2003), Merapi mengalami perubahan komposisi kimia dari Medium K ke High K (Gambar 4), dalam papernya tersebut disebutkan bahwa produk letusan Merapi dengan umur lebih tua dari 1900 BP (50 Masehi) memiliki seri magma medium K calcalkaline, sedangkan letusan yang lebih muda memiliki seri magma high K calc-alkaline. Perubahan temporal kandungan K 2 O tersebut berhubungan komponen sedimen yang ikut terbawa pada mantel saat subduksi terjadi. Dari penjelasan tersebut serta dari diagramdiagram sebelumnya, terlihat pola sampel penelitian yang hampir sama dengan sampel Casmus yang berasal dari Gunung Merapi, diperkirakan bahwa batuan Candi Prambanan merupakan produk dari letusan Merapi yang terjadi sekitar 1900 BP (50 Masehi) dan setelahnya. Penentuan tatanan tektonik dilakukan menggunakan beberapa diagram, yakni diagram kandungan Zr dan Ti (Pearce, 1973 dalam Rollinson, 1993) (Gambar 5A) menunjukkan bahwa sampel batuan tersebut terbentuk pada tatanan tektonik island arc. Diagram lain yakni berdasarkan kandungan Y, 2Nb, Zr/4 (Meschede, 1986 dalam Rollinson, 1993) (Gambar 5B). Dari kedua diagram pada Gambar 5 tersebut menunjukkan bahwa sampel Prambanan terbentuk pada tatanan tektonik volcanic arc yang merupakan deretan gunungapi yang dihasilkan oleh adanya proses subduksi, salah satunya merupakan island arc. Diagram lain yang digunakan dalam penentuan tatanan tektonik adalah diagram kandungan Ti/100, Zr,3Y; Ti/100, Zr, Sr/2 serta Zr dan Ti (Pearce dan Cann, 1973 dalam Rollinson, 1993) serta diagram kandungan Hf/3,Th,Ta; Hf/3,Th,Nb/16 dan Zr/117,Th,Nb/16 (Wood, 1980 dalam Jenner, 1996 dan Pearce, 1996) (Gambar 6). Dari kedua diagram tersebut menunjukkan bahwa batuan di lokasi penelitian memiliki seri magma kalk alkali atau CAB. Magma kalk-alkali merupakan seri magma yang hanya ditemui pada zona subduksi (Wilson, 1989) Pengeplotan unsur mayor dengan diagram harker (Gambar 7) menunjukkan hubungan negatif antara TiO 2, Al 2 O 3, FeOt, MgO, CaO

terhadap SiO 2 serta hubungan positif antara K 2 O dan Na 2 O dengan SiO 2. Korelasi negatif TiO 2 dan FeOt terhadap SiO 2 menunjukkan terjadinya poses fraksinasi kristalisasi mineral magnetit pada kondisi oksidasi. Sedangkan korelasi negatif MgO dengan SiO 2 terhadap SiO 2 mengindikasikan hilangnya mineral olivin saat proses fraksinasi kristalisasi sehingga pada analisis petrografipun tidak dijumpai mineral olivin. Korelasi negatif Al 2 O 3, FeOt, MgO dan CaO terhadap SiO 2 juga mengindikasikan adanya fraksinasi kristalisasi mineral piroksen mengingat unsur Fe, Al, Mg, Ca dan Si adalah unsur penyusun mineral tersebut. Sedangkan korelasi positif antara Na 2 O dan K 2 O terhadap SiO 2 menunjukkan bahwa fraksinasi kristalisasi plagioklas terjadi secara normal. Pengeplotan dengan diagram laba-laba (Gambar 8) dilakukan dengan normalisasi MORB (Pearce, 1983 dalam Wilson, 1989 dan Pearce, 1996) dan primitive mantle (Sun dan McDonough, 1989 dalam Jenner, 1996). Dari kedua diagram tersebut menunjukkan pola yang hampir sama dengan variasi konsentrasi yang kecil. Terdapat anomali negatif yang cukup besar pada unsur Nb dan Ti, Nb sendiri merupakan unsur yang mencirikan suatu batuan terbentuk pada tatanan tektonik island arc dengan seri magma kalk-alkali yang ditunjukkan oleh adanya pengkayaan unsur Sr, Ba, dan K. Kandungan Ti yang rendah mengindikasikan bahwa terjadi fraksinasi oleh titanoferous magnetit. Selain itu anomali negatif juga ditemukan pada unsur Zr walaupun tidak sebesar anomali Nb, dan Ti, menandakan bahwa sphene dan rutil mengalami fraksinasi. Nilai Ni yang rendah yakni 20 ppm pada sampel-sampel tersebut menunjukkan bahwa magma induk berupa magma basal. 3.3. Pelapukan batuan Candi Pambanan Batuan penyusun Candi Prambanan pada umumnya telah mengalami pelapukan, dengan berbagai tingkatan mulai dari lapuk 757 ringan sampai lapuk kuat. pelapukan itu sendiri disebabkan oleh dua faktor utama, yakni faktor internal dan eksternal (lihat Tabel 1). Faktor internal merujuk pada karakteristik batuan itu sendiri berupa tekstur, struktur maupun komposisi. Sedangkan untuk faktor eksternal merujuk pada faktor-faktor dari luar batuan yang mempengaruhi proses pelapukan seperti curah hujan, suhu dan lain-lain. Sampel batuan Candi Prambanan pada penelitian ini memiliki dua jenis struktur, yakni masif dan vesikuler. Struktur vesikuler tersebut terbentuk akibat adanya pelepasan gas saat proses pembentukannya, hal tersebut kemudian memberikan pori/ruang pada batuan. Dari pori tersebut air hujan yang merupakan agen pelapukan dapat leluasa masuk ke dalam tubuh batuan sehingga proses pelapukan terjadi lebih intensif. Namun bukan berati pada batuan yang memiliki struktur masif tidak bisa mengalami pelapukan. Tekstur porfiritik pada batuan dengan komposisi yang beragam akan lebih rentan terhadap proses pelapukan, sehingga batuan dengan stuktur masif sekalipun dapat mengalami pelapukan (Martini and Chesworth, 1992). Dari analisis sayatan tipis yang dilakukan, selain untuk mengetahui proses pelapukan yang terjadi juga dapat digunakan untuk menghitung nilai porositas pada batuan. Proses pelapukan biasanya akan membawa perubahan pada porositas batuan, perubahan tersebut dapat berupa perubahan pola, distribusi, maupun nilai dari pori-pori batuan (Ballesteros et al, 2010). Tabel 1 menunjukkan nilai porositas dari seluruh sampel Candi Prambanan. Nilai tersebut didapat dengan penghitungan metode point counting pada sayatan tipis batuan. Dari tabel tersebut terbagi menjadi dua kelompok, yakni batuan berstruktur masif dan batuan bertekstur vesikuler. Batuan dengan struktur masif memiliki nilai porositas yang lebih kecil dari pada batuan berstruktur vesikuler. Batuan berstruktur masif memiliki

nilai porositas tertinggi yaitu PRB-04 sebesar 12,1% yang berdasarkan pengamatan megaskopis maupun mikroskopis termasuk lapuk sedang, sedangkan PRB-06 dan PRB-07 memiliki nilai porositas masing-masing yaitu 10,5% dan 9,48% keduanya termasuk kedalam tingkatan lapuk ringan. Sedangkan pada batuan vesikuler, nilai porositas tertinggi terdapat pada sampe PRB-01 yakni sebesar 36,43% yang berdasarkan pengamatan megaskopis dan mikroskopis termasuk lapuk kuat, dan nilai terendah adalah sampel PRB-09 yakni sebesar 14.14%. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat pelapukan makan semakin besar pula nilai porositas batuan untuk struktur yang sama. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya pelindihan oleh air meteorik yang menghilangkan komponen disekitar pori batuan, sehingga pori terlihat melebar dan saling berhubungan yang mengakibatkan nilai porositas membesar. Pelapukan umumnya terjadi disekitar pori batuan dengan adanya perubahan warna pada mineral menjadi coklat tua, yang mengindikasikan perubahan mineral menjadi mineral lempung. Pada beberapa sampel seperti pada sampel PRB-04, PRB-05 dan PRB-09, pelapukan juga terlihat pada mineral hornblende yang pada bagian tepinya telah mengalami perubahan warna menjadi hitam, selain itu beberapa mineral plagioklas juga terlihat berlubang dan koyak. Dari data geokimia selain untuk mengetahui petrogenesis dapat juga digunakan untuk mengetahui tingkat pelapukan (Harnois, 1987). Dalam papernya terdapat rumusan CIW (Chemical Index of Weathering) dengan menggunakan kombinasi data geokimia Al 2 O 3,CaO, dan Na 2 O yang dibagi dengan berat molekulnya masing-masing, sehingga nilai yang dimasukkan kedalam rumus adalah nilai mol (Persamaan 1). Harnois (1987) menggunakan ketiga senyawa tersebut pada rumus karena Al 3+ merupakan kation yang dianggap paling immobile ketika pelapukan terjadi, sedangkan ion Ca 2+ dan Na + 758 merupakan kation yang paling mudah terlarutkan oleh air ketika pelapukan dengan kata lain bersifat mobile. CIW = [Al 2 O 3 /(Al 2 O 3 +CaO+Na 2 O)] 100% (1) Untuk mengetahui seberapa besar batuan melapuk, maka harus dibandingkan dengan batuan segar. Dalam hal ini peneliti menggunakan data geokimia dari Best (2003) sebagai acuan, karena data tersebut merupakan data rata-rata dari banyak sampel yang diambil sehingga tingkat akurasinya cukup baik. Nilai CIW batuan berbeda-beda, untuk itu klasifikasi nama batuan dengan diagram TAS (Gambar 2A) sangat diperlukan untuk mengetahui jenis batuan yang akan dihitung nilai CIW-nya. Dari pengeplotan tersebut, batuan dari daerah penelitian yang akan dianalisis nilai CIW nya terdiri atas batuan beku jenis basalt, basaltic andesite, dan andesite (Tabel 2). Nilai CIW yang didapat tersebut merupakan nilai CIW normal (CIWn) dari ketiga jenis batuan segar yang kemudian dibandingkan dengan nilai CIW dari sampel penelitian (Tabel 3). Dari tabel tersebut didapatkan nilai CIW/CIWn yang bervariasi, nilai terendah yakni PRB-06 dengan nilai 1,01 yang yang berdasarkan analisis secara megaskopis maupun mikroskopis menunjukkan kondisi lapuk ringan, sedangkan nilai tertinggi yakni pada PRB-01 sekitar 1,11 yang berdasarkan analisis megaskopis maupun mikroskopis menunjukkan kondisi lapuk kuat. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pelapukan, maka semakin besar pula nilai rasio CIW/CIWn-nya. Dari nilai CIW/CIWn yang bervariasi tersebut menandakan bahwa intensitas pelapukan yang terjadi pada batuan penyusun Candi Prambanan ini bermacammacam. hal tersebut tergantung kepada faktor-faktor yang telah disebutkan diatas, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

IV. KESIMPULAN Batuan Penyusun Candi Prambanan dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan pengamatan mikroskopis, yakni andesit piroksen dan andesit piroksen-hornblenda, dengan struktur skoriaan. Andesit ini terbentuk dari pembekuan magma yang bersifat intermediet, yang telah mengalami diferensiasi terutama fraksinasi kristalisasi sehingga dapat terubah komposisinya dari magma induk yang berupa magma basalt. Proses pelapukan membawa perubahan pada porositas batuan, tingkat pelapukan yang tinggi memperbesar pori-pori batuan seperti pada sampel PRB-01 dengan tingkat pelapukan kuat memiliki nilai porositas paling besar 36,43% sedangkan sampel PRB-04 dengan tingkat pelapukan ringan memiliki nilai porositas rendah 4,39%. Selain nilai porositas, pelapukan juga merubah bentuk pori menjadi tidak beraturan dan bertambah lebar. Hasil perhitungan indeks pelapukan dengan rasio CIW/CIWn berkisar antara 1,01 1,11 menunjukkan bahwa batuan telah mengalami pelapukan cukup merata di antara semua sampel yang diambil. V. UCAPAN TERIMA KASIH Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Departemen Teknik Geologi, yang telah memberikan hibah penelitian untuk tahun 2015. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada BP-3 Prambanan yang telah memberikan ijin dan memandu dalam mengambil sampel reruntuhan Candi Prambanan, sehingga penelitian ini dapat berjalan sebagaimana mestinya. DAFTAR PUSTAKA Notohadiprawiro, Tejoyuwono & Suparnowo, 1978, Asas-Asas Pedolog, Fakultas Pertanian UGM. Notohadiprawiro, Tejoyuwono & Suparnowo, 1978, Asas-Asas Pedolog, Fakultas Pertanian UGM. Caroll, D., 1970, Rock Weathering, Plenum Press, New York. Cloos, M., Lehman, K., Fanchi, J., 2012, Measuring Porosity Using the Point Counting Method, School of Geology, Energy, and Environment, Fort Worth, Texas. Hibbard, M. J., 1995, Petrography to Petrogenesis, Prentice Hall, New Jersey. William, H., Turner, F. J., Gilbert, C. M., 1982, Petrography An Introduction to the Study of Rocks in Thin Section 2nd ed, W. H Freeman and Company, New York. 759

TABEL Tabel 1 Ringkasan Pengamatan megaskopis dan mikroskopis sampel Candi Prambanan No Kode Sampel Megaskopis Mikroskopis Nilai Catatan Warna Kondisi Tekstur Khusus Plagioklas Nama Batuan* Porositas 1 PRB-01 Hitam Lapuk kuat Cavity, oscillatory zoning, sieve Andesin Pyroxene Andesite 36,43% Massa dasar berwarna coklat tua, pori tidak beraturan dan 2 PRB-02 Hitam Lapuk sedang 3 PRB-03 Abu-abu kecoklatan 4 PRB-04 Abu-abu kecoklatan Lapuk sedang Lapuk ringan 5 PRB-05 Hitam keabuabuan Lapuk sedang 6 PRB-06 Abu-abu Lapuk ringan 7 PRB-07 Abu-abu kemerahan 8 PRB-08 Hitam keabuabuan Lapuk ringan Lapuk kuat Cavity, rim, oscillatory zoning, normal zoning Cavity, normal zoning, oscillatory zoning, rim Cavity, oscillatory zoning Andesin Andesin Andesin 760 Pyroxene-Hornblende Andesite Pyroxene-Hornblende Andesite Pyroxene-Hornblende Andesite telah membesar 19,08% Massa dasar berwarna coklat, reaction rim pada hornblende 18,20% Massa dasar berwarna coklat, reaction rim pada hornblende, pori tidak beraturan dan membesar 4,39% Hornblende lapuk dibagian tepi, piroksen memiliki kembaran Cavity, normal zoning Andesin Pyroxene Andesite 23,37% Massa dasar berwana coklat, piroksen memiliki kembaran Cavity, oscillatory Andesin Pyroxene-Hornblende 9,80% Hornblende lapuk dibagian zoning Andesite tepi, piroksen memiliki Cavity, normal zoning, rim, oscillatory zoning, sieve Cavity, oscillatory zoning, normal zoning, sieve kembaran Andesin Pyroxene Andesite 9,79% Reaction rim pada hornblende, piroksen memiliki kembaran Andesin Pyroxene-Hornblende Andesite 25,71% Massa dasar berwarna coklat tua, piroksen memiliki kembaran, pori tidak beraturan dan membesar.

9 PRB-09 Abu-abu kemerahan *) menurut klasifikasi Williams et al. Lapuk ringan Cavity, normal zoning, patchy zoning, sieve Andesin Pyroxene-Hornblende Andesite 10,40% Hornblende lapuk dibagian tepi, pioksen memiliki kembaran 761

Tabel 2. Hasil analisis kimia sampel terpilih reruntuhan Candi Prambanan SAMPLE Unit PRB-01 PRB-02 PRB-03 PRB-04 PRB-06 PRB-07 Batuan Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Pelapukan Kuat Sedang Sedang Ringan Segar Ringan SiO 2 % 51.1 52 54.2 53.4 55.6 52.4 Al 2 O 3 % 18.5 18.7 18.7 18.6 18.45 18.7 Fe 2 O 3 % 9.73 9.25 7.97 8.21 7.78 9.34 CaO % 9.54 8.71 8.32 8.25 8 9.04 MgO % 3.72 3.2 2.72 2.63 2.42 3.38 Na 2 O % 3.19 3.16 3.53 3.4 3.29 3.21 K 2 O % 1.93 2.07 1.9 2.09 1.74 2.05 TiO 2 % 0.85 0.85 0.75 0.76 0.7 0.88 MnO % 0.2 0.19 0.18 0.18 0.18 0.19 P 2 O 5 % 0.3 0.26 0.29 0.27 0.26 0.22 SrO % 0.06 0.06 0.06 0.07 0.06 0.06 BaO % 0.05 0.06 0.05 0.06 0.05 0.06 LOI % 0.75 0.72 1.11 0.48 1.61 0.48 Total % 99.92 99.23 99.78 98.4 100.14 100.01 Ba ppm 443 515 471 536 449 505 Ce ppm 33.3 30.8 35.9 36.5 32.9 28.8 Cr ppm 20 20 20 20 20 20 Cs ppm 3.23 3.74 4.18 5.71 2.3 3.45 Dy ppm 3.72 3.53 3.54 3.63 3.06 3.65 Er ppm 2.35 2.01 2.25 2.2 2.09 2.23 Eu ppm 1.33 1.3 1.22 1.38 1.22 1.2 Ga ppm 19.2 18.8 19.2 20.5 19.9 19.2 Gd ppm 4.23 3.95 4.06 4.19 3.64 3.88 Hf ppm 2.4 2.2 2.6 2.4 2.5 2.1 Ho ppm 0.82 0.71 0.78 0.78 0.66 0.72 La ppm 16.9 15.7 18.3 19 17.1 14.3 Lu ppm 0.31 0.3 0.33 0.35 0.29 0.31 Nb ppm 3.2 2.6 4.4 3 2.9 2.6 Nd ppm 18.6 16.4 18.9 19.1 17 15.4 Pr ppm 4.06 3.69 4.25 4.32 4 3.52 Rb ppm 41.2 42.8 45.2 51.2 41.5 41.5 Sm ppm 4.5 3.89 4.15 4.34 3.88 4.09 Sn ppm 1 1 1 1 1 1 Sr ppm 548 542 573 607 571 531 Ta ppm 0.2 0.2 0.3 0.2 0.2 0.2 Tb ppm 0.68 0.56 0.64 0.69 0.55 0.58 Th ppm 5.94 5.54 6.36 6.89 5.36 5.17 Tm ppm 0.33 0.31 0.34 0.33 0.29 0.33 U ppm 1.3 1.32 1.45 1.55 1.23 1.28 V ppm 242 248 167 198 187 253 W ppm 1 1 1 2 1 1 Y ppm 20.9 18.6 19.9 20.8 18.1 19.1 Yb ppm 2.31 2.02 2.19 2.23 1.99 2.06 Zr ppm 78 71 93 81 87 70 762

Tabel 3. Nilai rata-rata komposisi kimia Al2O3, CaO, Na2O (Best, 2003), beserta nilai CIW normal (CIWn) Basalt Andesit basaltik Andesit Al 2 O 3 15,64 17,13 16,3 CaO 10,76 9,87 6,35 Na 2 O 2,14 2,21 3,94 CIWn 40,36% 44,22% 47,65% Tabel 4. Nilai CIW dan CIW/CIW normal sampel penelitian Jenis batuan Kondisi Al 2 O 3 CaO Na 2 O CIW CIWn CIW/ (%) (%) CIWn PRB-01 Basalt Lapuk kuat 18,5 9,54 3,19 44,99 40,36 1,11 PRB-02 Andesit basaltik Lapuk sedang 18,7 8,71 3,16 47,04 44,22 1,06 PRB-03 Andesit basaltik Lapuk sedang 18,7 8,32 3,53 47,16 44,22 1,07 PRB-04 Andesit basaltik Lapuk sedang 18,6 8,25 3,4 47,43 4,22 1,07 PRB-06 Andesit basaltik Lapuk ringan 18,45 8 3,29 48,01 47,65 1,01 PRB-07 Andesit basaltik Lapuk ringan 18,7 9,04 3,21 46,24 44,22 1,05 GAMBAR Gambar 1. Fotomikrograf sampel batu candi, yang memperlihatkan tekstur reaction rim (A) dan oscillatory zoning (B) 763

Gambar 2. Klasifikasi batuan vulkanik berdasarkan A. kandungan SiO2 dan Na2O+K2O (Le Maitre et al., 1989 dalam Rollinson, 1993), B. kandungan Nb/Y dan Zr/TiO2 (Winchester dan Floyd, 1977 dalam Jenner, 1996). Gambar 3. Penentuan seri magma berdasarkan A. Kandungan Na2O+K2O Fe2O3+FeO dan MgO (after Irvine and Baragar, 1971 dalam Winter 2001), B. Kandungan SiO2 dan K2O (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993). 764

Gambar 4. Perubahan komposisi kimia Merapi (Gertisser and Keller, 2003) Gambar 5. Penentuan tatanan tektonik berdasarkan A. kandungan Zr dan Ti (Pearce, 1973 dalam Rollinson, 1993), B. berdasarkan kandungan Y, 2Nb, Zr/4 (Meschede, 1986 dalam Rollinson, 1993) 765

Gambar 6. Penentuan tatanan tektonik berdasarkan: A. kandungan Ti/100, Zr,3Y; Ti/100,Zr,Sr/2 serta Zr dan Ti (Pearce dan Cann, 1973 dalam Rollinson, 1993) serta B. kandungan Hf/3,Th,Ta; Hf/3,Th,Nb/16 dan Zr/117,Th,Nb/16 (Wood, 1980 dalam Jenner, 1996 dan Pearce, 1996). Gambar 7. Diagram harker. 766

Gambar 8. Spider diagram: A. Sample/MORB (Pearce, 1983 dalam Wilson, 1989), B. Sample/Primitive Mantle (Sun dan McDonough, 1989 dalam Jenner, 1996) 767