BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. masa atau usia antara anak-anak dan dewasa. Perubahan fisik pada masa

NASKAH PUBLIKASI. Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : NUR KHASANAH J

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa, yang berawal dari usia 9 tahun dan berakhir di usia 18

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum lain yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi fakta bahwa makanan cepat saji sudah membudaya di masyarakat

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi,

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. lebih memilih makanan instan yang biasa dikenal dengan istilah fast food. Gaya

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. didalam tubuh. Kebutuhan zat gizi berkaitan erat dengan masa. perkembangan yang drastis. Remaja yang asupan gizinya terpenuhi

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang. pedesaan. Salah satu alasan tingginya tingkat kesukaan pada makanan adalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi maka selera terhadap produk teknologi pangan

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam gizi makanan. Hal ini disebabkan karena serat pangan tidak

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan merupakan status gizi tidak seimbang akibat asupan giziyang

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sel-sel termasuk sel otak, mengatur proses kerja fisiologi tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Tujuan. penerus harus disiapkan sebaik-baiknya. Salah satu faktor yang

PERILAKU REMAJA PUTERI TENTANG DIET SEHAT DI SMU DHARMAWANGSA MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh : DEBBY INDA SARI

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa pengembangan. intelektual, dikarenakan pada masa itu anak memiliki keinginan dan

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan kelompok peralihan dari masa anak-anak. menuju dewasa dan kelompok yang rentan terhadap perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. anak menjadi lemah dan cepat lelah serta berakibat meningkatnya angka absensi serta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Periode pubertas akan terjadi perubahan dari masa anak-anak menjadi

DAFTAR PUSTAKA. Adriani, M dan Wirjatmadi, B Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan golongan yang paling mudah terkena pengaruh budaya

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

KUESIONER GAMBARAN TAYANGAN IKLAN FAST FOOD

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. gaya hidup dan kebiasan makan remaja mempengaruhui baik asupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu keluarga, masyarakat maupun pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik di masa mendatang. Masa remaja atau adolescent adalah waktu terjadinya perubahan-perubahan yang berlangsungnya cepat dalam hal pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial atau tingkah laku (Adriani dan Wirjatmadi, 2013). Remaja dapat dikategorikan rentan terhadap masalah gizi sehingga berisiko terhadap kesehatan. Pertama, usia remaja percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi lebih banyak. Kedua, pada remaja terjadi perubahan gaya hidup dan kebiasaan suka mencoba-coba makanan (Marmi, 2013). Masalah gizi remaja antara lain gizi kurang, gizi lebih, obesitas, anemia serta masalah yang berhubungan dengan gangguan perilaku makan berupa anoreksia nervosa dan bulimia (Sulistyoningsih, 2012). Prevalensi berat badan lebih di Indonesia dari tahun 2007-2010 pada umur 6-14 tahun (usia sekolah) mengalami peningkatan. Prevalensi berat badan lebih laki-laki tahun 2007 sebesar 6,6%, sedangkan tahun 2010 mencapai 10,7%. Prevalensi berat badan lebih perempuan juga mengalami peningkatan, tahun 2007 sebanyak 4,6% dan pada tahun 2010 mencapai 7,7% (Riskesdas, 2010). Prevalensi berat badan lebih di Kota Surakarta anak usia 6-14 tahun sebesar 9,1% pada anak laki-laki dan 6,1% pada anak 1

perempuan (Riskesdas, 2007). Prevalensi gizi lebih berdasarkan survei bulan November tahun 2013 di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta sebesar 17,34%. Prevalensi gizi lebih tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan prevalensi di Kota Surakarta dan Nasional. Masalah gizi pada remaja dipicu oleh faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yaitu konsumsi pangan dan infeksi, sedangkan faktor tidak langsung antara lain ketersediaan pangan, pola asuh, pelayanan kesehatan dan kebersihan lingkungan. Adapun akar masalah yang mempengaruhi status gizi adalah kemiskinan, tingkat pendidikan rendah, sempitnya lapangan kerja serta krisis ekonomi dan politik (UNICEF, 1990 dalam Rahim, 2011). Konsumsi pangan individu dapat dipengaruhi oleh pengetahuannya tentang gizi. Pengetahuan gizi setiap individu dinilai menjadi salah satu faktor yang penting dalam konsumsi pangan dan status gizi. Hal tersebut berhubungan dengan pemilihan bahan makanan, pemilihan menu, pengolahan pangan, dan menentukan pola konsumsi pangan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu (Almatsier, 2002). Pengetahuan gizi dapat meningkatkan seseorang dalam memilih maupun mengolah bahan makanan sehingga kebutuhan gizi tercukupi. Pengetahuan gizi anak dan remaja juga berperan dalam pemilihan makanan dan kebiasaan makanan, apabila buruk akan berdampak pada status gizi dan menghambat pertumbuhan (Khomsan, 2009). Banyaknya tayangan media tentang berbagai makanan cepat saji (fast food), dapat memicu remaja untuk mengikuti gaya hidup tersebut. Perkembangan western fast food di Indonesia yang kian pesat pada masa ini 2

ternyata disukai oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari outlet-outlet western fast food baru yang bermunculan seperti Kentucky Fried Chicken (KFC) dan hamburger tidak pernah sepi dari pengunjung terutama anak-anak dan remaja. Tempat-tempat western fast food pada saat ini tidak hanya di pertokoan, mall atau plaza, tetapi sudah mulai ada di dekat sekolah-sekolah, sehingga tidak heran jika konsumsi western fast food di kalangan anak-anak dan remaja meningkat. Konsumsi fast food yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya obesitas (Rahmawati, 2009). Fast food mengandung tinggi energi, lemak dan rendah serat. Energi tersebut dapat dikonsumsi lewat masukan karbohidrat, protein dan lemak. Jika terdapat kelebihan kalori, tubuh akan mengubah dan menyimpan energi sebagai trigliserida dalam jaringan adiposa. Kelebihan kalori yang terusmenerus tanpa ada peningkatan pengeluaran energi maka dapat mengakibatkan obesitas (Wilborn et al, 2005). Konsumsi makanan tinggi serat dapat mengurangi berat badan. Makanan berserat tinggi akan memberi rasa kenyang lebih lama sehingga keinginan untuk mengkonsumsi makanan lain akan berkurang. Apabila konsumsi seratnya rendah maka asupan makanan tanpa serat yang mengandung energi akan lebih banyak (Astawan dan Wresdiyati, 2004). Hasil penelitian Santi (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi pada remaja putri di SMK Batik 1 Surakarta. Penelitian dari Sriwahyuni dkk (2011) menyimpulkan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan gizi baik lebih banyak mempunyai status gizi dengan kategori baik, sedangkan responden yang 3

memiliki tingkat pengetahuan gizi kurang cenderung lebih banyak mengalami status gizi dengan kategori kurang dan berlebih. Penelitian yang dilakukan oleh Mahdiah dkk (2004) menyatakan bahwa remaja penderita obesitas 2-3 kali lebih sering mengkonsumsi fast food, seperti hamburger, fried chicken, pizza, dan sebagainya. Virgianto (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jumlah kalori makanan cepat saji yang dikonsumsi merupakan faktor risiko terjadinya obesitas. Penelitian Badjeber dkk (2009) menyatakan bahwa ada perbedaan asupan energi (baik energi total maupun energi yang berasal dari fast food) yang bermakna antara kelompok kasus (siswa dengan gizi lebih) dan kelompok kontrol (siswa tidak gizi lebih). Asupan energi dari kelompok gizi lebih, lebih besar dari asupan energi siswa dengan gizi normal. Hasil penelitian pendahuluan prevalensi status gizi di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta yaitu gizi kurang 49,13%; normal 24,85%; gizi lebih 17,34% dan obesitas 8,67%. Peneliti juga menanyakan kepada 20 siswa yang pernah atau tidaknya dalam mengkonsumsi western fast food, semuanya (100%) pernah mengkonsumsi. Di sekitar sekolah terdapat makanan jajanan western fast food seperti Kentucky Fried Chicken (KFC) dan hamburger. Jarak antara tempat penelitian dengan sumber western fast food ±1 km dan mudah dijangkau. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan gizi dan konsumsi western fast food (frekuensi dan sumbangan energi) dengan status gizi pada remaja. 4

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah ada hubungan pengetahuan gizi dan konsumsi western fast food (frekuensi dan sumbangan energi) dengan status gizi remaja di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengetahuan gizi dan konsumsi western fast food (frekuensi dan sumbangan energi) dengan status gizi remaja di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pengetahuan gizi remaja di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. b. Mendeskripsikan konsumsi western fast food (frekuensi dan sumbangan energi) remaja di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. c. Mendeskripsikan status gizi remaja di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. d. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi remaja di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. e. Menganalisis hubungan konsumsi western fast food (frekuensi dan sumbangan energi) dengan status gizi remaja di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. 5

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pihak Sekolah di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta Penelitian ini dapat memberikan informasi pada sekolah tentang gambaran status gizi siswa SMP Muhammadiyah 10 Surakarta, pengetahuan gizi dan konsumsi western fast food (frekuensi dan sumbangan energi), sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam upaya meningkatkan pengetahuan gizi agar siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan ilmu tentang gizi pada remaja serta menjadi tambahan pengalaman praktek dilapangan. 3. Bagi Peneliti Lain Sebagai tambahan referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian yang sejenis. E. Ruang Lingkup Ruang lingkup materi penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai hubungan pengetahuan gizi dan konsumsi western fast food (frekuensi dan sumbangan energi) dengan status gizi. 6