Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya 13 KESANTUNAN BERBAHASA DALAM INTERAKSI INSTRUKSIONAL GURU SD DI SURABAYA ABSTRAK Agung Pramujiono Nunung Nurjati pram4014@yahoo.com nunung.nurjati@gmail.com Universitas PGRI Adi Buana Surabaya Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) wujud verbal yang merepresentasikan kesantunan berbahasa dalam interaksi intruksional guru SD di Surabaya dan (2) strategi kesantunan berbahasa yang digunakan dalam interaksi instruksional guru SD di Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan ancangan etnopragmatik. Data penelitian ini berupa ujaran dalam interaksi instruksional guru SD yang merepresentasikan wujud dan strategi kesantunan. Sumber data penelitian ini adalah wacana interaksi instruksional delapan orang guru SD di Surabaya. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dengan teknik rekam. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data ditemukan (1) wujud verbal kesantunan berbahasa dalam interaksi instruksional di SD direalisasikan dalam ujaran bermodus deklaratif, interogatif, dan imperatif. Ujaran bermodus deklaratif direalisasikan dalam tindak tutur asertif memberitahukan dan tindak tutur ekspresif menasihati dan memuji. Ujaran bermodus interogatif direalisasikan dalam tindak tutur direktif meminta penjelasan, memerintah, dan meminta izin. Ujaran bermodus imperatif direalisasikandalam tindak tutur direktif meminta tolong, melarang, mengajak, menasehati, dan menyilakan. (2) Strategi yang digunakan dalam interaksi instruksional di SD meliputi strategi langsung; strategi kesantunan positif dengan substrategi memberikan perhatian dan simpati kepada Mt, menggunakan penanda identitas kelompok, melibatkan Mt dalam Aktivitas, memberikan pujian,) mengulang ujaran, meminta alasan atau memberikan pertanyaan, dan memberikan hadiah; strategi kesantunan negatif dengan substrategi menggunakan ketentuan umum dan meminta maaf. Kata kunci: kesantunan berbahasa, interaksi instruksional, wujud kesantunan, strategi kesantunan PENDAHULUAN Dalam proses pembelajaran, guru dituntut mampu menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif sehingga siswa dapat melakukan pembelajaran untuk mencapai perkembangan optimal (Surya, 2006). Suasana pembelajaran yang kondusif tersebut hanya dapat diciptakan jika guru bersikap ramah kepada siswa. Guru menggunakan bahasa yang santun sehingga tidak mengancam muka siswa. Bahasa guru yang santun akan dapat dijadikan sebagai model oleh siswa. Dengan demikian, secara tidak langsung guru sekaligus menanamkan nilai karakter sopan santun kepada peserta didik. Sopan santun merupakan salah satu nilai karakter yang dicanangkan pemerintah untuk ditanamkan kepada peserta didik (Samani dan Hariyanto, 2011) dan salah satu strategi yang harus dilakukan adalah melalui keteladanan (Lickona, 1992). Namun demikian, realita di lapangan menunjukkan hal yang memprihatinkan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan bahwa 80% guru di Indonesia pada 2011 menggunakan hukuman badan atau melakukan kekerasan verbal terhadap anak (Arum, 2012). Dalam perspektif teori kesantunan, kekerasan verbal melanggar prinsip-prinsip kesantunan karena tindakan tersebut pada dasarnya akan mengancam muka interaktan (Brown dan Levinson, 1987) sehingga d apat menimbulkan disharmoni (Leech, 1993). Karena itu penelitian kesantunan berbahasa guru dalam interaksi instruksional, khususnya di jenjang pendidikan dasar perlu dilakukan. Penelitian ini difokuskan pada (1) wujud verbal yang merepresentasikan kesantunan berbahasa dalam interaksi instruksional guru sekolah dasar di Surabaya dan (2) strategi kesantunan berbahasa dalam interaksi instruksional guru sekolah dasar di Surabaya. Dalam penelitian ini untuk mengkaji fokus pertama, wujud verbal kesantunan digunakan pandangan Halim (1984) dan Fairclough (1989) tentang modus ujaran yang meliputi deklaratif, imperatif, dan interogatif; sedangkan untuk mengkaji fokus kedua digunakan Teori Kesantunan Brown dan Levinson (1987) tentang strategi kesantunan berbahasa yang meliputi strategi langsung, strategi kesantunan negatif, strategi kesantunan positif, dan strategi tersamar (Pramujiono, 2012). METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dengan ancangan perspektif etnopragmatik. Etnopragmatik merupakan interdisipliner pragmatik dan etnografi komunikasi (Pramujiono, 2013). Data penelitian ini berupa ujaran yang merepresentasikan wujud verbal kesantunan dan strategi kesantunan. 111
Unika Atma Jaya, 8-9 April 2015 Sumber data penelitian ini adalah wacana instruksional dalam pembelajaran empat SDN di Surabaya dengan delapan guru sebagai model. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu metode simak dengan teknik rekam (Sudaryanto, 1993) dan teknik observasi nonpartisipasi (Kuswarno, 2008).Analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif. Dalam menganalisis wujud kesantunan akan dideskripsikan penggunaan ujaran dengan modus deklaratif, interogatif, dan direktif dalam tindak ilokusi asertif, imperatif, dan ekspresif (Alwi,dkk., 2000; Rahardi, 2000; Fairclough, 1989:125-126).Analisis terhadap strategi kesantunan berbahasa dilakukan dengan mengkaji secara mendalam penggunaan strategi kesantunan yang meliputi (1) bertutur secara langsung, (2) bertutur dengan strategi kesantunan positif, (3) bertutur dengan strategi kesantunan negatif, dan (4) bertutur secara tersamar sesuai dengan Teori Kesantunan oleh Brown dan Levinson (1987). PEMBAHASAN Wujud Verbal Kesantunan dalam Interaksi Instruksional Guru SD di Surabaya Wujud Kesantunan Berbahasa dalam Ujaran Bermodus Deklaratif (WKBUBDek) Ujaran bermodus deklaratif dalam bahasa Indonesia memunyai makna memberitahukan sesuatu kepada Pt (Rahardi, 2000 dan Alwi, dkk., 2000). WKBUBDek dalam interaksi intruksional guru SD di Surabaya direalisasikan dalam berbagai bentuk tindak tutur. Keragaman tindak tutur tersebut meliputi (1) tindak tutur asertif memberitahukan; dan (2) tindak tutur ekspresif menasihati dan memuji. Contoh WKBUBDek dalam interaksi instruksional guru SD di Surabaya dapat dilihat pada data berikut. 1. Guru Kita akan belajar membuat jam. Ayo dikeluarkan bukunya, kita akan belajar membuat jam. Ada yang punyak uang logam? Ya sudah bentuk jamnya boleh lingkaran atau persegi. Kalau gak bawa uang logam gak papa, menggunakan penggaris. Siswa (melakukan perintah guru) (SM.1.2.61-62) 2. Guru Kelompoknya Rido bagus, sempurna, bagus. Ceritanya berurutan. Bahasanya menggunakan bahasa sendiri. Bagus. Sekarang kelompok bunga sakura! Siswa Guru Tidak bisa, Bu. Semuanya bisa, hanya membacakan hasilnya di depan kelas. Harus berani. Ayo, harus berani nanti dibantu sama Bu Yanti. Yang keras membacanya. Ayo semuanya dengarkan temannya kelompok sakura. (SDM.2.2.36-38) Pada (1) konteks ujarannya adalah guru mengawali pembelajaran dengan menginformasikan apa yang akan dilakukan oleh siswa. Ujaran, Kita akan belajar membuat jam merupakan ujaran bermodus deklaratif dalam tindak tutur asertif memberitahukan. Penggunaan kata kitamenunjukkan digunakannya strategi kesantunan positif oleh guru. Dengan digunakan kata ganti tersebut guru berusaha melibatkan siswa dalam pembelajaran. Konteks ujaran (2) adalah guru memberikan tanggapan atas cerita yang ditampilkan oleh siswa. Ujaran bermodus deklaratif yang direalisasikan dalam tindak tutur ekspresif memuji yaitu Kelompoknya Rido bagus, sempurna, bagus. Ceritanya berurutan. Bahasanya menggunakan bahasa sendiri. Bagus. Pujian tersebut diberikan oleh guru atas tampilan kelompok Rido yang dinilai baik oleh guru. Pemberian pujian merupakan salah satu substrategi kesantunan positif. Dengan pemberian pujian akan membuat siswa senang. Hal ini akan menumbuhkan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pada data (2) tersebut juga tampak upaya guru dalam memotivasi siswa untuk berani tampil. Guru juga melakukan pengondisian kelas untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif. Wujud Kesantunan Berbahasa dalam Ujaran Bermodus Interogatif (WKBUBInt) Ujaran bermodus interogatif memunyai maksud untuk menanyakan sesuatu kepada Pt. (Rahardi, 2000 dan Alwi, dkk., 2000). WKBUBInt dalam interaksi intruksional guru SD di Surabaya direalisasikan dalam tindak tutur direktif meminta penjelasan, memerintah, dan meminta izin. Contoh WKBUBInt dalam interaksi instruksional guru SD di Surabaya dapat dilihat pada data berikut. 3. Guru : Coba dengarkan. Tadi malam di tempatnya anak-anak hujan tidak? Siswa : Hujan. Guru : O hujan. Bisa nyanyikan lagu tik-tik-tik bunyi hujan? 112
Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya 13 Siswa : Bisa. Guru : Yuk.. Kita semangat menyanyikan bersama! Sudah hafal lagunya? Siswa : Sudah. (STM.2.1.84-91) Pada (3), konteks ujarannya guru mengajak anak menyanyikan lagu Tik tik tik bunyi hujan. Sebelumnya guru melakukan pengondisian dengan menanyakan apakah di tempat mereka tadi malam hujan. Ujaran bermodus interogatif dalam tindak tutur direktif memerintah dapat dilihat pada ujaran, Bisa nyanyikan lagu tik-tik-tik bunyi hujan? Pertanyaan tersebut berfungsi untuk memerintah secara tidak langsung. Pada ujaran tersebut guru menggunakan kekuasaannya untuk mengatur kelas. Wujud Kesantunan Berbahasa dalam Ujaran Bermodus Imperatif (WKBUBImp) Dalam interaksi instruksional guru SD di Surabaya ditemukan beberapa jenis bentuk WKBUBImp dalam tindak tutur direktif memerintah, yaitu bentuk imperatif halus dengan pemarkah kesantunantolong, silakan, ayo dan imperatif langsung. WKBUBImp tersebut direalisasikan dalam tindak tutur direktif meminta tolong, melarang, mengajak, menasehati, dan menyilakan. Contoh WKBUBImp dalam interaksi instruksional guru SD di Surabaya dapat dilihat pada data berikut. 4. Guru : Danang sudah dimasukkan? Sudah segera masuk. Kalau sudah duduk tertib dulu. Tolong lihat sini! Ini kan tinggal keringnya ya. Nanti kalau sudah kering kamu hias. Kalian hias ini apa misalnya bumi, apa suku, apa binatang dihias dengan apa? Dengan cat terserah. Intinya lampion ini kalian gambari apa bebas. Temanya bebas kalian boleh bintang, boleh bunga, boleh apa ya? Boleh apa lagi yah? Boleh buah misalnya gitu. Siswa : Bolanya tidak dilubangi Bu? (STM.1.2.115-116) 5. Guru : Capek? Ayo ditata yang rapi! Siswa : Ini lho masih kotor. Tidak boleh ini uda bersih. Guru : Yang sini ditata! Dibantu itu! Sudah dirapikan yang bersih! Ini dirapikan. Sudah kalau sudah dirapikan cuci tangan dulu! Siswa : Siapa di sini? Guru : Kalau sudah kembali ke tempatnya! Yang belum dibantu itu! Ayo dibantu! Mejanya sudah bersih? Siswa : Sudah. (STM.1.2.105-110) Konteks ujaran (4) adalah guru mengajarkan materi keterampilan kepada siswa. Siswa diajari membuat lampion. Ketika pembelajaran sedang berjalan, ada siswa yang terlambat datang. Guru meminta siswa tersebut segera masuk dan segera duduk dengan tertib. Ujaran bermodus imperatif dalam tindak tutur direktif meminta tolong dapat dilihat pada ujaran, Tolong lihat sini! Guru meminta siswa yang baru datang untuk memperhatikan. Penggunaan kata tolong pada ujaran tersebut memperlunak daya ilokusi. Pada (5) konteksnya adalah guru mengajak siswa membersihkan kelas setelah pelajaran keterampilan. Ujaran bermodus imperatif dalam tindak tutur direktif mengajak dapat dilihat pada ujaran, Ayo ditata yang rapi!danayo dibantu! Dalam ujaran tersebut guru menggunakan strategi langsung. Guru menggunakan power yang dimiliki untuk mengatur siswa. Dalam pembelajaran tersebut guru sekaligus menanamkan nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan hidup bersih. Guru mengajak siswa untuk membersihkan dan menata kembali kelas sehingga nyaman untuk belajar. Strategi Kesantunan dalam Interaksi Instruksional Guru SD di Surabaya Berdasarkan hasil analisis data diketahui strategi kesantunan berbahasa yang digunakan dalam interaksi instruksional guru SD di Surabaya meliputi strategi langsung, strategi kesantunan positif, dan strategi kesantunan negatif. Penggunaan tiap-tiap strategi dipaparkan sebagai berikut. Strategi Langsung Dalam perspektif teori kesantunan Brown dan Levinson (1987), strategi langsung digunakan ketika ujaran Pn memunyai ancaman yang rendah terhadap muka Mt Dalam interaksi instruksional guru menggunakan strategi langsung untuk mengondisikan dan mengatur kelas. Guru menggunakan power yang dimilikinya untuk menciptakan situasi yang kondusif agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Di samping itu juga digunakan guru untuk memerintah siswa agar melakukan suatu tindakan seperti yang diinginkan oleh guru. 113
114 Unika Atma Jaya, 8-9 April 2015 Contoh penggunaan strategi langsung dalam interaksi intruksional guru SD di Surabaya dapat dilihat pada data berikut. 6. Guru : Coba berdiri semua! Fida pimpin di sini! Semua sikapnya bagaimana saat menyanyikan lagu Indonesia Raya? Siswa : (semua siswa menyanyikan lagu Indonesia Raya) (STM.1.2.287-288) 7. Guru : Sudah? (guru mengarahkan siswa kepada tempat kelompoknya) Sudah? Siswa :. Guru : Jangan memakai topi Galuh! Siswa : (siswa ramai dan sibuk dengan kelompoknya sendiri-sendiri) Guru : Sudah? Mulai dikerjakan! (guru mengarahkan siswa pada setiap kelompoknya) Sudah Wahyu kenapa pelajaran ada di situ? Mau ngambil ya? Siswa :... Guru : Ini Galuh di sini. Sudah? Ayo mulai kerja! Agak maju. (STM.1.2.13-19) Konteks ujaran (6) adalah guru mengajarkan materi IPS tentang Sumpah Pemuda. Guru lalu meminta siswa untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk bias merasakan bagaimana suasana ketika dinyanyikan lagu tersebut. Guru secara langsung memerintah siswa untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bentuk direktif langsung ini dapat dilihat pada ujaran, Coba berdiri semua! Fida pimpin di sini! Dalam ujaran tersebut tampak guru menggunakan powernya (P +) untuk mengatur kelas dan memerintah salah satu siswanya yang bernama Fida untuk memimpin di depan kelas, memandu teman-temannya menyanyikan lagu Indonesia Raya. Demikian pula dengan (7), guru bertanya secara langsung apakah siswa sudah duduk sesuai dengan kelompoknya. Hal ini dapat dilihat pada bentuk interogatif, Sudah? Guru juga menegor secara langsung ketika ada siswanya menggunakan topi di dalam kelas, Jangan memakai topi Galuh! Guru juga memerintah langsung kepada siswa untuk segera mengerjakan tugasnya. Hal ini dapat dilihat pada ujaran, Sudah? Ayo mulai kerja! Pada ujaran tersebut guru menunjukkan powernya untuk mengondisikan kelas dan mengatur aktivitas siswa. Pada konteks ini (P +) dan (D +). Strategi Kesantunan Positif Strategi kesantunan positif merupakan upaya yang dilakukan oleh Pn untuk membangun kedekatan hubungan dengan Pt dan menjaga muka positif Pt. Sesuai dengan perspektif kesantunan Brown dan Levinson dalam kesantunan positif power diminimalisir (P -). Demikian pula dengan jarak sosial (D -) sehingga terbangun kedekatan hubungan antara Pn dengan Mt. Dalam interaksi instruksional guru SD di Surabaya, strategi kesantunan positif yang digunakan meliputi (1) memberikan perhatian dan simpati kepada Mt, (2) menggunakan penanda identitas kelompok, (3) melibatkan Mt dalam Aktivitas, (4) memberikan pujian, (5) mengulang ujaran, (6) meminta alasan atau memberikan pertanyaan, dan (7) memberikan hadiah. Contoh penggunaan strategi kesantunan positif dalam interaksi intruksional giru SD di Surabaya dapat dilihat pada data berikut. 8. Guru : Kok wajahnya gak cantik dan gak ngganteng? Kok lemes? Usahakan selalu seger. Kalian tadi belajar tentang apa? Siswa : Matematika. (STM.1.2.5-6) 9. Guru : Ayo liat ke sini semua! Kalian liat dulu! Kita kerjakan dulu yang pertama! Bangun apa ini? Siswa : Segitiga sama kaki. (STM.1.1.226-227) Konteks ujaran (8) adalah guru akan melakukan peralihan m ateri pembelajaran. Sebelumnya mereka telah belajar matematika dan akan melanjutkan belajar tentang keterampilan. Melihat siswanya tampak kelelahan, guru memberikan motivasi dengan menyapa siswanya. Bentuk perhatian guru terhadap siswanya tersebut dapat dilihat pada ujaran berikut. Kok wajahnya gak cantik dan gak ngganteng? Kok lemes? Usahakan selalu seger. Dalam ujaran tersebut tampak guru berusaha memberikan perhatian dan membangun kedekatan dengan siswa. Pada konsteks ini, P (-) dan D (-) sehingga ujarannya santun. Konteks ujaran (9) guru mengajarkan materi matematika tentang bangun ruang. Sebelumnya guru meminta anak-anak untuk memperhatikannya terlebih dahulu. Ujaran, Ayo liat ke sini semua! Kalian liat dulu! Kita kerjakan dulu yang pertama! merupakan ujaran bermodus imperatif dalam tindak tutur direktif memerintah. Penggunaan kata kita dalam ujaran tersebut merupakan strategi untuk melibatkan siswa selaku Mt dalam kegiatan. Penggunaan kata kita menunjukkan guru bersama-sama dengan siswa
Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya 13 melakukan aktivitas itu. Dengan digunakan kata ganti orang pertama jamak tersebut P ( -) dan D ( -) sehingga terbina kedekatan guru dengan siswa. Dalam pembelajaran yang demokratis dan humanis, guru perlu membangun kedekatan dengan siswanya. Strategi Kesantunan Negatif Berdasarkan hasil analisis data, strategi kesantunan negatif yang ditemukan dalam interaksi instruksional guru SD di Surabaya meliputi (1) menggunakan ketentuan yang bersifat umum dan (2) meminta maaf. Contoh penggunaan strategi kesantunan negatif dalam interaksi intruksional guru SD di Surabaya dapat dilihat pada data berikut. 10. Guru : Iya tidak apa-apa biar tidak mengantuk. Jafia rusuk apa lagi yang kamu ketahui? Siswa : DH. Guru : Rusuk DH? Siswa : GH. Guru : Oh... GH? Maaf Ibu tidak mendengar. Padahal Jafia bilang GH Betul? (STM.1.1.275-280) Konteks ujaran ( 10) guru meminta maaf karena tidak mendengar siswa yang sudah menjawab dengan benar. Ujaran, Oh... GH? Maaf Ibu tidak mendengar. Padahal Jafia bilang GH Betul? merupakan ujaran bermodus deklaratif dalam tindak tutur ekspresif meminta maaf. Guru secara tidak langsung memberikan keteladanan kepada siswa dan menanamkan nilai karakter jujur dengan mengakui kesalahan yang dilakukan oleh diri sendiri. Meminta maaf merupakan salah satu substrategi kesantunan negatif. Dengan strategi ini Pn berusaha menghormati Mt sesuai dengan status yang dimilikinya. Di sini guru memberikan contoh yang sangat positif dalam mendidik siswa untuk tidak menang sendiri dan tidak mau mengakui kesalahannya. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan (1) Wujud verbal kesantunan berbahasa dalam interaksi instruksional di SD direalisasikan dalam ujaran bermodus deklaratif, interogatif, dan imperatif. WKBUBDekdirealisasikan dalam tindak tutur asertif memberitahukan dan tindak tutur ekspresif menasihati dan memuji. WKBUBIntdirealisasikan dalam tindak tutur direktif meminta penjelasan, memerintah, dan meminta izin. WKBUBImpdirealisasikan dalam tindak tutur direktif meminta tolong, melarang, mengajak, menasehati, dan menyilakan. (2) Strategi yang digunakan dalam interaksi instruksional di SD meliputi strategi langsung; strategi kesantunan positif dengan substrategi (a) memberikan perhatian dan simpati kepada Mt, (b) menggunakan penanda identitas ke lompok, (c) melibatkan Mt dalam Aktivitas, (d) memberikan pujian, (e) mengulang ujaran, (f) meminta alasan atau memberikan pertanyaan, dan (g) memberikan hadiah; dan strategi kesantunan negatif dengan substrategi (1) menggunakan ketentuan umum dan (b) meminta maaf. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diajukan saran hendaknya guru memperhatikan penggunaan kesantunan berbahasa dalam melakukan interaksi instruksional di kelas. Baik penggunaan wujud verbal kesantunan maupun strategi kesantunan berbahasa. Dengan bahasa yang santun, guru akan dijadikan model dan teladan oleh siswa. Dengan demikian guru sudah berpartisipasi dalam menanamkan karakter santun pada siswa. DAFTAR PUSTAKA Arum, N. S. 2012. 80% Guru di Indonesia Lakukan Kekerasan Verbal dalam http://www.boyolalipos.com/2012. Diunduh 15 Februari 2013. Brown, P. dan Levinson, S.C.1987. Politeness Some Universals in Language Usage. New York: Cambridge University Press. Fairclough, N. 1989. Language and Power. London: Longman. Halim, A. 1984. intonasi dalam hubungannya dengan sintaksis bahasa indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan. Kuswarno, E., 2008. Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran. Leech, G. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. (Penerjemah M.D.D. Oka.) Jakarta: UI Press. Lickona, T. 1992. Educating for Character How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: A Bantam Book Publishing History. Listiyono, Agus. 2005. Kekerasan di Sekolah dalam http://kompas.com/kompascetak/0506/13/didaktika/1800576.htm. Diunduh 15 Februari 2013. 115
Unika Atma Jaya, 8-9 April 2015 Pramujiono, A. 2012. Kesantunan Berbahasa dalam Wacana Dialog di Televisi. (Disertasi tidak dipublikasikan). Surabaya: Pasca Sarjana Unesa. Pramujiono, A. 2013. Strategi Langsung ( Bald on record) dan Tersamar ( off Record) Brown dan Levinson dalam Wacana Dialog di TV dalam Prosiding Setahun Linguistik (SETALI) UPI 2013. Bandung: UPI. Rahardi, K. 2000. Imperatif dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Samani, M. dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Rosda dan Unesa. Surya, M. 2006. Percikan Perjuangan Guru menuju Guru Profesional, Sejahtera, dan Terlindungi. Jakarta: Pustaka Bani Quraisy. RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Institusi Pendidikan Minat Penelitian Agung Pramujiono Nunung Nurjati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Malang 1990 S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Surabaya 2005 S3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Surabaya 2012 S1 Ekonomi Manajemen Universitas Airlangga 1991 S2 Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Katholik Widya Mandala Surabaya 2006 S3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya (sedang ditempuh) Pragmatik Analisis Wacana Pembelajaran Bahasa Pragmatik Pembelajaran Bahasa 116