BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, lahir dari perjuangan

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

P E R A T U R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA

PENGELOLAAN PENDAPATAN ASLI DESA (Studi Kasus di Desa Ngombakan Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014)

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. bagian terkecil dari struktur pemerintahan yang ada di dalam struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2012

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI DESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI DANA DESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 21 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DESA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya diatur dalam undangundang.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KABUPATEN KATINGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RUMUSAN DAN PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN SITUBONDO

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 26 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 3 TAHUN 2007 SERI E NOMOR 02

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berikut adalah beberapa kesimpulan dalam penelitian ini:

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAKPRIVATE NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2007 T E N T A N G KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 12). Dalam undang-undang yang lebih khusus mengenai desa, menegaskan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 1). Dapat disimpulkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat beserta urusan pemerintahan berdasarkan prakarsa, asal-usul dan adat istiadat masyarakat setempat serta hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI. Implementasi otonomi bagi desa akan menjadi kekuatan bagi pemerintah desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, sekaligus bertambah pula beban tanggung jawab dan kewajiban desa, namun demikian penyelenggaraan pemerintahan tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban yang dimaksud diantaranya adalah pertanggungjawaban dalam pengelolaan anggaran desa. Sistem pengelolaan dana desa yang dikelola oleh pemerintah desa termasuk didalamnya mekanisme penghimpunan dan pertanggungjawaban merujuk pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa pendanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah termasuk didalamnya pemerintah desa menganut prinsip money follows function yang 1

2 berarti bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan yang ada saat ini, desa mempunyai peran yang strategis dalam membantu pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pembangunan. Semua itu dilakukan sebagai langkah nyata pemerintah daerah mendukung pelaksanaan otonomi daerah di wilayahnya. Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat sesuai kondisi sosial dan budaya termasuk dalam pengaturan keuangan. Penyelenggaraan pemerintahan desa diharapkan dapat mendorong peningkatan kapasitas dan kemandirian melalui partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk sistem pemerintahan yang mengatur rencana pengembangan jangka panjang, kebijakan dan peraturan desa serta sumber pembiayaan pembangunan. Perlu adanya pengaturan secara tegas dan konsisten tentang anggaran biaya pembangunan desa baik di tingkat nasional hingga daerah. Kewenangan daerah untuk mengatur proporsi anggaran pembangunan desa sangat penting sebagai wujud keberpihakan kepada masyarakat desa. Keuangan desa merupakan semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 71 ayat 1). Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari: a. Pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong,dan lain-lain pendapatan asli Desa; b. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; c. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; d. Alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota; e. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; f. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan g. Lain-lain pendapatan Desa yang sah (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014).

3 Pendapatan dana desa tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan ketentuan undang-undang terkait. Alokasi dana desa atau selanjutnya disingkat ADD adalah dana berasal dari APBD Kabupaten yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten untuk pemberdayaan masyarakat desa (Peraturan Bupati Semarang Nomor 3 Tahun 2015). Peraturan Bupati Semarang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan Bagian Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kabupaten Semarang Tahun Anggaran 2015 menjelaskan arah penggunaan ADD agar didasarkan pada skala prioritas tingkat desa yang merupakan hasil musrenbangdes, oleh karena itu tidak boleh dibagi secara merata ke dusun/rw/rt. Pelaksanaan ADD wajib dilaporkan oleh Tim Pelaksana Desa secara berjenjang kepada Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan dan Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten. Sistem pertanggungjawaban baik yang bersifat tanggung jawab maupun tanggung gugat diperlukan adanya sistem dan prosedur yang jelas sehingga prinsip akuntabilitas benar-benar dapat dilaksanakan. Untuk Tingkat Desa yaitu bahwa Tim Pelaksana Desa wajib menyampaikan laporan bulanan penggunaan ADD mencakup perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana dengan menggunakan form yang telah ditetapkan, disamping itu pada setiap tahapan pencairan ADD Tim Pelaksana Desa wajib menyampaikan laporan kemajuan fisik yang merupakan visualisasi kemajuan kegiatan fisik kepada Tim Fasilitasi Kecamatan. Sedangkan pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes. Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2015, kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Semarang dalam mendistribusikan ADD dengan asas merata dan adil. Asas merata ditempuh dengan mengalokasikan bagian ADD sama besarnya untuk setiap desa, selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimum (ADDM). Sedangkan asas adil ditempuh dengan mengalokasikan bagian ADD secara proporsional berdasarkan variabel Jumlah Penghasilan Tetap Kepala Desa dab Perangkat Desa, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Tingkat

4 Kemiskinan yang didasarkan pada jumlah pemegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS), Keterjangkauan Desa. Darmiasih (2015), hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme penyaluran Alokasi dana Desa (ADD) dalam APBDesa dilakukan secara bertahap yaitu tahap I, II, III, dan IV. Namun terdapat keterlambatan pencapaian program yang direncanakan oleh desa karena dalam pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) dilakukan secara bertahap dan faktor penghambat lemahnya pelaksanaan Alokasi dana Desa (ADD) karena kualitas sumber daya manusia dan peran masyarakat serta pengawasaan pengelolaan Alokasi dana Desa (ADD) dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai pengawas controling. Hasil penelitian Subroto (2009), menunjukkan bahwa untuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan Alokasi Dana Desa, sudah menampakkan adanya pengelolaan yang akuntabel dan transparan. Sedangkan dalam pertanggungjawaban dilihat secara hasil fisik sudah menunjukkan pelaksanaan yang akuntabel dan transparan, namun dari sisi administrasi masih diperlukan adanya pembinaan lebih lanjut, karena belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan. Kendala utamanya adalah belum efektifnya pembinaan aparat pemerintahan desa dan kompetensi sumber daya manusia, sehingga masih memerlukan pendampingan dari aparat Pemerintah Daerah secara berkelanjutan. Kenyataannya kendala umum yang dirasakan oleh sebagian besar desa terkait keterbatasan dalam keuangan desa, seringkali Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tidak berimbang, antara penerimaan dengan Pengeluaran. Selain itu, di Desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang Pada tahun 2013 mengalami restrukturisasi aparaturnya. Oleh karena itu terkait dengan kemampuan yang dimiliki dengan keberadaan aparatur yang baru, maka dalam pengelolaan ADD ini dituntut akuntabilitas seseorang aparatur dalam pengelolaannya. Contoh lainnya seperti yang terjadi di Bringin, Kabupaten Semarang pada tanggal 15 Oktober 2014, mantan Kepala Desa Bringin Ilham Guppi diadili atas dugaan korupsi dana bantuan program desa vokasi sebesar Rp 103.000.000 diwilayahnya. Sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jaksa Penunutut Umum Agus Darmawajiya menyatakan terdakwa bersama Bendahara Desa Srining Nuryani

5 telah menggunakan dana bantuan 2011-2012 tidak sesuai dengan peruntukannya (anatarajateng.com). Oleh karena itu terkait dengan kemampuan yang dimiliki dengan keberadaan aparatur yang baru, maka dalam pengelolaan dana desa ini dituntut akuntabilitas seseorang aparatur dalam pengelolaannya. Penelitian keuangan desa khususnya akuntabilitas pengelolaan dana desa di Desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang ini difokuskan pada penerapan prinsip akuntabilitas yang dilakukan Tim Pelaksana yang dibentuk di masing-masing desa. Penerapan prinsip akuntabilitas pengelolaan dana desa ini dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan semua kegiatan, dan paska kegiatan sehingga pengelolaan dana desa diharapkan dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, penulis sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Akuntabilitas Sosial dalam pengelolaan Dana Desa di Desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Hal tersebut erat hubungannya dengan kurikulum Program Studi PPKn, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Mata Kuliah Pemerintahan Daerah Semester VI. B. Rumusan Masalah Keberhasilan pengelolaan ADD sangat tergantung dari berbagai faktor antara lain kesiapan aparat pemerintah desa sebagai ujung tombak pelaksanaan di lapangan, sehingga perlu sistem pertanggungjawaban pengelolaan ADD yang benar-benar dapat memenuhi prinsip akuntabilitas keuangan daerah. Bertitik tolak dari hal tersebut serta latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana akuntabilitas sosial pengelolaan dana desa di wilayah desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten semarang? 2. Bagaimana kendala akuntabilitas sosial pengelolaan dana desa di wilayah desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang? 3. Bagaimana solusi akuntabilitas sosial pengelolaan dana desa di wilayah desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang?

6 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, selanjutnya dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk menggambarkan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa di Desa Susukan, kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. 2. Untuk mendeskripsikan kendala pengelolaan Dana Desa di desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. 3. Untuk mendeskripsikan solusi pengelolaan Dana Desa di desa Susukan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. D. Manfaat Penelitian atau Kegunaan Penelitian Manfaat penelitian ini dapat disimpulkan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, dengn penjelasan sebagai berikut: 1. Manfaat atau Kegunaan Teoritis a. Penelitian ini diharapkan kontribusi bagi perkembangan konsep pelaksanaan pemerintahan desa, khususnya mengenai akuntabilitas sosial dalam pengelolaan dana desa. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan untuk penelitian berikutnya yang sejenis. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Kabupaten, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan terkait penggunaan keuangan desa. b. Bagi Pemerintah Desa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan terhadap akuntabilitas sosial dalam pengelolaan dana desa. c. Bagi Masayarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat agar mengetahui akuntabilitas sosial dalam pengelolaan dana desa. d. Bagi Peneeliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah wawasan baru mengenai Pemerintahan Desa dan Akuntabilitas Sosial

7 dalam Pengelolaan Dana Desa sekaligus sumber bahan baru dalam Pembelajaran Prndidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di kelas.