BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Pendukung Keputusan Pengertian Keputusan. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Prosiding Seminar Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Vol. 1, No. 1, September 2016 ISSN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PAKET INTERNET OPERATOR TELEKOMUNIKASI DENGAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan

Aplikasi Multi Criteria Decision Making Menggunakan Metode Promethee

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN USULAN SOLUSI SISTEM UNTUK MENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DOSEN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

Sistem Pendukung Keputusan Memilih Perguruan Tinggi Swasta di Palembang Sebagai Pilihan Tempat Kuliah

PENERAPAN METODE PROMETHEE DALAM SELEKSI BEASISWA MAHASISWA BERPRESTASI

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI UNTUK SISWA YANG MELANJUTKAN KULIAH PADA SMA N 1 TEGAL

JURNAL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS KAMERA CCTV MENGGUNAKAN METODE PROMETHEE

SISTEM INFORMASI PENDUKUNG KEPUTUSAN PADA SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB III LANDASAN TEORI

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

Jurnal SCRIPT Vol. 3 No. 1 Desember 2015

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KARYAWAN BARU MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : PT. BTN)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.2 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Prinsip Analytic Hierarchy Process (AHP) Konsep Dasar Analytic Hierarchy Process (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan

Pemanfaatan Analytical Hierarchy Process(AHP) sebagai Model Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Penerimaan Karyawan

IMPLEMENTASI ANALYTIC HIERARCHY PROCESS DALAM PENENTUAN PRIORITAS KONSUMEN PENERIMA KREDIT. Sahat Sonang S, M.Kom (Politeknik Bisnis Indonesia)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK PEMILIHAN LOKASI PEMBUKAAN CABANG USAHA VARIASI MOBIL DENGAN METODE PROMETHEE

SISTEM INFORMASI PEMILIHAN JURUSAN di SMA N 1 JEKULO KUDUS MENGGUNAKAN METODE AHP NASKAH PUBLIKASI. diajukan oleh Wayan Triana

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN HANDPHONE MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) PADA COUNTER NASA CELL SKRIPSI

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI KOMPUTER SWASTA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TELEMATIKA, Vol. 06, No. 02, JANUARI, 2010, Pp ISSN X TEKNIK PERMODELAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCES (AHP) SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN SISWA PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE PROMETHEE (STUDI KASUS: SMP PERGURUAN KEBANGSAAN MEDAN)

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Lokasi BTS menggunakan metode Promethee

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

JURNAL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN PENERIMA BPJS KESEHATAN PBI MENGGUNAKAN METODE PROMETHEE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

STMIK GI MDP. Program Studi Sistem Informasi Kekhususan Komputerisasi Akuntansi Skripsi Sarjana Komputer S1 Tahun 2010/2011

SISTEM REKOMENDASI PEMILIHAN SEKOLAH TAMAN KANAK-KANAK DENGAN METODE PROMETHEE

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas

Sistem Pendukung Keputusan Penasehat Akademik (PA) untuk Mengurangi Angka Drop Out (DO) di STMIK Bina Sarana Global

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Supplier Terbaik dengan Metode AHP Pada AMALIUN FOODCOURT

Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT SEPEDA MOTOR UNTUK KONSUMEN PT.FIF CABANG MEDAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHI PROCESS (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN GURU YANG BERHAK MENERIMA SERTIFIKASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENILAIAN PRESTASI KARYAWAN TERBAIK. Surmayanti, S.Kom, M.Kom

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENEMPATAN POSISI IDEAL PEMAIN DALAM STRATEGI FORMASI SEPAK BOLA

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Karyawan Terbaik Menggunakan Metode AHP

Implementasi Metode AHP dalam Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Penentuan Kuota Pembimbing Mahasiswa. Irfan Dwi Jaya

PENGOLAHAN DATA PENGANGKATAN KARYAWAN TETAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PEMANFAATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK PEMILIHAN KARYAWAN BERPRESTASI

Aan Jaelani. Kata Kunci :Analytical Hierarchy Prosess (AHP), Pemilihan siswa berprestasi, sistem pengambilan keputusan.

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013:

BAB II LANDASAN TEORI. dilakukan sebelumnya oleh pengambil keputusan. Kualitas dari sebuah keputusan

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN METODE ANALYTICHAL HIERARCHY PROCESS

PENERAPAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LAPTOP

P11 AHP. A. Sidiq P.

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBAGIAN KELAS UNGGULAN SISWA BARU MENGGUNAKAN METODE PROMETHEE PADA STM RAKSANA MEDAN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMBINASI METODE AHP DAN TOPSIS PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

AHP (Analytical Hierarchy Process)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Definisi Keputusan Keputusan (decision) yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Keputusan dapat dilihat pada kaitannya dengan proses, yaitu bahwa suatu keputusan ialah keadaan akhir dari suatu proses yang lebih dinamis yang disebut pengambilan keputusan. Dengan kata lain, keputusan merupakan sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain dikesampingkan (Bobby, 2011). 2.1.2. Proses Pengambilan Keputusan Menurut Simon ada 4 tahap yang harus dilalui dalam proses pengambilan keputusan yaitu (Daihani, 2001): 1. Penelusuran (Intelligence) Tahap ini merupakan tahap pendefinisian masalah serta identifikasi informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi serta keputusan yang akan di ambil. Langkah ini sangat menentukan tingkat ketepatan keputusan yang akan di ambil, karena sebelum suatu tindakan di ambil, tentunya persoalan yang di ambil harus dirumuskan terlebih dahulu secara jelas.

7 2. Perancangan (Design) Tahap ini merupakan tahap analisa dalam kaitan mencari atau merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah. Setelah permasalahan diputuskan dengan baik, maka tahap berikutnya adalah merancang atau membangun model pemecahan masalahnya dan menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah. 3. Pemilihan (Choice) Dengan mengacu pada rumusan tujuan serta hasil yang diharapkan, selanjutnya manajemen memilih alternatif solusi yang diperkirakan paling sesuai. Pemilihan alternatif ini akan mudah dilakukan apabila hasil yang di inginkan terukur atau memiliki nilai kuantitas tertentu. 4. Implementasi (Implementation) Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah di ambil. Pada tahapan ini perlu disusun serangkaian tindakan yang terencana, sehingga hasil keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikan-perbaikan. 2.1.3. Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau Decision Support System (DSS) pertama kali di ungkapkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael Scott Morton dengan istilah Management Decision System. Little (1970) mendefinisikan SPK sebagai sekumpulan prosedur berbaris model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para manajer mengambil keputusan. Menurut Turban, sistem pendukung keputusan merupakan suatu pendekatan untuk mendukung pengambilan keputusan (Turban, 2005). Sistem pendukung keputusan juga mempunyai karakteristik dan kapabilitas yang menjadi kunci dari sistem pendukung keputusan yaitu dapat dilihat pada Gambar 2.1., yaitu: 1. Dukungan untuk pengambil keputusan dengan menyertakan penilaian manusia dan informasi terkomputerisasi. 2. Dukungan untuk semua level manajerial. 3. Dukungan untuk individu dan kelompok.

8 4. Dukungan untuk keputusan independen dan sekuensial. Keputusan dapat dilakukan satu kali atau berulang kali. 5. Dukungan disemua fase proses pengambil keputusan: intelegensi, desain, pilihan dan implementasi. 6. Dukungan diberbagai proses dan gaya pengambil keputusan. 7. Adaptivitas sepanjang waktu. 8. Kemudahan terhadap sistem (user friendly). 9. Peningkatan terhadap ke efektifan pengambil keputusan ketimbang pada efisiensinya. 10. Control penuh oleh pengambil keputusan terhadap semua langkah proses pengambilkan keputusan dalam memecahkan masalah. 11. Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi sendiri sistem sederhana. 12. Biasanya model-model digunakan untuk menganalisis situasi pengambil keputusan. 13. Akses disediakan untuk berbagai sumber data, format, dan tipe. 14. Dapat dilakukan sebagai alat standalone yang digunakan oleh seorang pengambil keputusan pada satu lokasi atau didistribusikan disatu organisasi. Karakteristik dan kapabilitas kunci dari sistem pendukung keputusan tersebut membolehkan para pengambil keputusan untuk membuat keputusan yang lebih baik dan lebih konsisten (Turban, 2005).

9 Standalone, Integrasi Web. Akses Data. Pemodelan dan Analisis. 13 Kemudahan Pengembangan. 12 11 Manusia Mengontrol Mesin. Keefektifan Bukan Efisiensi. 10 9 14 8 User Friendly. Semi Terstuktur dan tidak. 1 Sistem Pendukung Keputusan 7 Dapat di adaptasi dan fleksibel. 2 Mendukung Manajer disemua level. 3 Mendukung Individu dan Kelompok. 4 Keputusan Independen dan Sekuensial. 5 Mendukung Intelegensi, Desain, Pilihan, Implementasi. 6 Mendukung berbagai proses dan gaya. Gambar 2.1. Karakteristik dan Kapabilitas Kunci dari Sistem Pendukung Keputusan 2.2. Fuzzy Multiple Attribute Decision Making Methods Fuzzy Multiple Attribute Decision Making Methods ialah sekumpulan pemilihan untuk menentukan sebuah keputusan, algoritma AHP dan algoritma PROMETHEE merupakan sub bagian pada kesatuan ini (Chen, 1991). 2.2.1. Algoritma Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika pada tahun 1970. Metode AHP yang dikembangkan dapat memecahkan masalah kompleks, dimana kriteria yang di ambil cukup banyak, struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pembuat keputusan serta ketidakpastian tersedianya data statistik yang akurat (Hidayani, 2011).

10 Disamping bersifat multikriteria, AHP juga didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis. Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstuktur. Kegiatan tersebut dilakukan oleh ahli-ahli yang representatif berkaitan dengan alternatif-alternatif yang disusun prioritasnya (Hasibuan, 2011). AHP sering digunakan untuk memecahkan masalah pengambilan keputusan yang kompleks dengan tingkatan kriteria yang lebih banyak dan beragam, karena (Saragih, 2013): 1. AHP akan mengurutkan setiap alternatif yang tersedia dalam sebuah struktur hirarki yang lengkap, selanjutnya mengarah kepada konsekuensi dari kriteria yang akan dipilih (alternatif terbaik). 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan output dari setiap alternatif keputusan yang akan di ambil, sehingga dapat memberi gambaran yang jelas tentang alternatif terbaik yang akan di arahkan pada sebuah keputusan. Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-objektif dan multi-kriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki. Adapun langkah-langkah dalam metode AHP adalah sebagai berikut (Azwany, 2010): 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang di inginkan. 2. Membuat struktur hirarki, yang di awali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya.

11 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data di ulangi. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari (konsistensi CR 0,1) maka penilaian data judgement harus diperbaiki. Berdasarkan penjelasan langkah-langkah AHP di atas, dapat dibuat rumus perhitungan untuk pemilihan hardisk eksternal adalah sebagai berikut: 1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam memilih hardisk eksternal. 2. Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk matriks berpasangan. 3. Menjumlahkan matriks kolom yang disebut dengan jumlah elemen. 4. Menentukan bobot relatif yang dinormalkan (normalized relatif weight) dengan cara membandingkan masing-masing nilai skala dengan jumlah elemennya. 5. Menghitung nilai prioritas kriteria dengan rumus menjumlahkan matriks baris pada langkah 4 dan dibagi dengan jumlah kriteria. 6. Menghitung nilai λ maksimum, dengan cara menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom pada langkah 3 dengan prioritas tiap kriteria pada langkah 5. 7. Menguji konsistensi matriks berpasangan kriteria yaitu nilai Indeks Konsisten, dengan rumus: Keterangan: CI λ maks n CI = (λ maks n) n 1 = Indeks konsistensi (Consistency Indeks). = Nilai eigen. = Banyak kriteria. 8. Menghitung Rasio Konsistensi, dengan rumus: CR = CI RI......(2.1).......(2.2)

12 Keterangan: CR = Rasio Konsistensi (Consistency Ratio). CI = Indeks Konsistensi (Consistency Indeks). RI = Indeks Random (Random Indeks). RI adalah nilai indeks random seperti tabel 2.1. Tabel 2.1. Indeks Random n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 Jika CR < 0,1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR 0,1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Jika tidak konsisten maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus di ulang. 9. Menentukan hardisk eksternal-hardisk eksternal yang akan menjadi pilihan untuk menghasilkan hardisk eksternal yang sesuai dengan kebutuhan user. 10. Menyusun hardisk eksternal yang telah ditentukan dalam bentuk matriks berpasangan untuk masing-masing kriteria. Ada n buah matriks berpasangan antar hardisk eksternal tersebut. 11. Masing-masing matriks berpasangan antar hardisk eksternal sebanyak n buah matriks, tiap-tiap matriksnya dijumlah perkolomnya seperti pada langkah 3. 12. Menghitung nilai prioritas masing-masing matriks berpasangan antar hardisk eksternal dengan rumus pada langkah 4 dan langkah 5. 13. Menghitung nilai λ maksimum sama seperti langkah 6. 14. Menghitung konsistensi matriks berpasangan antar hardisk eksternal dengan mengikuti langkah-langkah 7 dan 8. 15. Menyusun matriks baris antar hardisk eksternal dengan matriks baris kriteria yang isinya hasil perhitungan nilai prioritas kriteria dan nilai prioritas hardisk eksternal tiap kriteria.

13 16. Hasil akhir berupa prioritas global dari perkalian nilai prioritas masing-masing matriks kriteria dengan matriks antar hardisk eksternal yang kemudian dijumlahkan. Nilai ini yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan nilai tertinggi. Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, di antaranya adalah (Azwany, 2010): 1. Membuat Hirarki (Decomposition) yaitu membuat hirarki, jadi sistem yang kompleks dipecah menjadi sederhana sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan. 2. Penilaian kriteria dan alternatif (Comparative judgment) yaitu penilaian kriteria dan alternatif, kriteria dan alternatif sering ditunjukkan dengan matrik berpasangan. Menurut Saaty (1988) digunakan skala perbandingan sebagai ukuran seperti pada skala di bawah ini yang menyatakan intensitas kepentingan untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty bisa di ukur menggunakan tabel analisis seperti ditunjukkan pada tabel 2.2. dibawah ini.

14 Tabel 2.2. Skala Penilaian Perbandingan Pasangan Intensitas Kepentingan Keterangan 1 Kedua elemen sama pentingnya. 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lainnya. 5 Elemen yang satu lebih penting dari pada elemen lainnya. 7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari pada elemen lainnya. 9 Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lainnya. 2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan. Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan Kebalikan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i. Pengisian nilai tabel perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan melihat tingkat kepentingan antar satu elemen dengan elemen yang lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari perbandingan kriteria misalnya A1, A2 dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada tabel 2.3. Tabel 2.3. Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2 A3 A1 1 A2 1 A3 1 Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 yang dapat dilihat pada Tabel 2.3. Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i

15 dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya. 3. Menentukan Prioritas (Synthesis of priority) Menentukan prioritas dari elemen-elemen kriteria di anggap sebagai bobot/kontribusi elemen terhadap tujuan pengambilan keputusan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antara dua elemen sehingga semua elemen yang ada terpenuhi. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung (diskusi) maupun secara tidak langsung (kuisioner). 4. Konsistensi Logis (Logical Consistency) Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. 2.2.2. Algoritma Preference Ranking Organization For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) Algoritma Preference Ranking Organization For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis multikriteria. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan, dan kestabilan. Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam PROMETHEE adalah penggunaan nilai dalam hubungan outranking (Brans, 1998). Ini adalah metode peringkat yang cukup sederhana dalam konsep dan aplikasi dibandingkan dengan metode lain untuk analisis multikriteria. PROMETHEE menyediakan kepada user untuk menggunakan data secara langsung dalam bentuk tabel multikriteria sederhana. PROMETHEE mempunyai kemampuan untuk menangani banyak perbandingan, pengambil keputusan hanya mendefinisikan skala ukurannya sendiri tanpa batasan, untuk mengindikasi prioritasnya dan preferensi untuk setiap kriteria dengan memusatkan pada nilai (value). Penggunaan metode PROMETHEE dapat dijadikan metode untuk

16 pengambilan keputusan dibidang pemasaran, sumber daya manusia, pemilihan lokasi, atau bidang lain yang berhubungan dengan pemilihan alternatif. Metode PROMETHEE merupakan salah satu yang paling dikenal dan merupakan metode outranking yang diterapkan secara luas, terdiri dari pembangunan relasi outranking melalui perbandingan berpasangan alternatif diperiksa disetiap kriteria terpisah. Dengan memperkenalkan beberapa jenis kriteria umum, PROMETHEE memungkinkan untuk pengayaan struktur preferensi yang lebih cocok untuk menangani masalah ketidakpastian atau ketidaktepatan struktur karakteristik (Yusuf, 2011). Secara umum langkah-langkah metode PROMETHEE yang dijelaskan oleh Suryadi dan Ramdhani dengan langkah-langkah metode PROMETHEE adalah sebagai berikut: 1. Menentukan nilai kriteria dengan memasukkan nilai alternatif. 2. Menentukan tipe preferensi untuk menentukan tipe perhitungan dalam mengolah alternatif. 3. Menentukan hasil nilai preferensi berdasarkan tipe preferensi yang di inginkan. 4. Menentukan nilai indeks preferensi bertujuan untuk menghitung nilai preferensi dari masing-masing kriteria. 5. Menentukan PROMETHEE rangking yang terdiri dari nilai PROMETHEE I dan nilai PROMETHEE II. Pada PROMETHEE I menetukan nilai Leaving Flow, Entering Flow. Pada PROMETHEE II menentukan nilai Net Flow. Dalam PROMETHEE disajikan enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Hal ini tentu saja tidak mutlak, tetapi bentuk ini cukup baik untuk beberapa kasus, antara lain (Yusuf, 2011): 1. Kriteria Biasa (Usual Criterion) H(d) = 0 jika d 0 1 jika d > 0

17 Keterangan: H(d) = selisih kriteria antara alternatif. d = selisih nilai kriteria {d = f(a) - f(b)}. Pada kasus ini, tidak ada beda (sama penting) antara a dan b jika dan hanya jika f(a) = f(b), apabila nilai kriteria pada masing-masing alternatif memiliki nilai berbeda, pembuat keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif memiliki nilai yang lebih baik yaitu dapat dilihat pada Gambar 2.2. H(d) 1 0 d Gambar 2.2. Kriteria Biasa 2. Kriteria Quasi (Quasi Criterion) H(d) = 0 jika q 1 jika d > q Keterangan: H(d) = fungsi selisih kriteria antara alternatif. d = selisih nilai kriteria {d = f(a) - f(b)}. Parameter (q) = harus merupakan nilai tetap. Dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai H(d) dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing-masing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak yaitu dapat dilihat pada Gambar 2.3.

18 H(d) 1 d -q 0 q Gambar 2.3. Kriteria Quasi 3. Kriteria dengan preferensi linier 0 jika d 0 H(d) = d/p jika 0 < d p 1 jika d > p Keterangan: H(d) d p = fungsi selisih kriteria antara alternatif. = selisih nilai kriteria {d = f(a) - f(b)}. = nilai kecenderungan atas. Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat secara linier dengan nilai d. Jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p, maka terjadi preferensi mutlak yaitu dapat dilihat pada Gambar 2.4. H(d) 1 -p 0 p d Gambar 2.4. Kriteria Preferensi Linear

19 4. Kriteria Level (Level Criterion) 0 jika d q H(d) = 0,5 jika q < d p 1 jika d > p Keterangan: H(d) = fungsi selisih kriteria antara alternatif. p = nilai kecenderungan atas. q = harus merupakan nilai yang tetap. Kecenderungan tidak berbeda q dan kecenderungan preferensi p adalah ditentukan secara simultan. Jika d berada di antara nilai q dan p, hal ini berarti situasi preferensi yang lemah (H(d) = 0,5) (Brans, 1984) yaitu dapat dilihat pada Gambar 2.5. H(d) -p -q 1 1 2 0 Gambar 2.5. Kriteria Level q p d 5. Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda 0 jika d q H(d) = (d-q)/p-q jika q < d p 1 jika d > p

20 Keterangan: H(d) d p q = fungsi selisih kriteria antara alternatif. = selisih nilai kriteria {d = f(a) - f(b)}. = nilai kecenderungan atas. = harus merupakan nilai yang tetap. Pengambilan keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua kecenderungan q dan p. Dua parameter tersebut telah ditentukan yaitu dapat dilihat pada Gambar 2.6. H(d) 1 -p -q 0 q p d Gambar 2.6. Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda 6. Kriteria Gaussian (Gaussian Criterion) H(d) = 0 jika d 0 1 exp(- d2 2σ 2 ) jika d > 0 Fungsi ini bersyarat apabila ditentukan nilai σ, dimana dapat dibuat berdasarkan distribusi normal dalam statistik (Brans, 1998) yaitu dapat dilihat pada Gambar 2.7. H(d) 1 0 d Gambar 2.7. Kriteria Gaussian

21 Langkah-langkah perhitungan dengan Algoritma PROMETHEE adalah sebagai berikut: Diperlukan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh pembuat keputusan untuk mendapatkan hasil penyeleksian dengan metode PROMETHEE. 1. Menentukan beberapa alternatif Alternatif disini bisa di artikan dengan obyek yang akan diseleksi (obyek seleksi). Pada perhitungan penyeleksian dengan PROMETHEE diperlukan penentuan beberapa obyek yang akan diseleksi (minimal 2 obyek). Dimana antara obyek yang satu dengan obyek lainnya akan dibandingkan. 2. Menentukan beberapa kriteria Setelah melakukan penentuan obyek yang akan diseleksi, maka dalam perhitungan penyeleksian PROMETHEE juga diperlukan penentuan beberapa kriteria, penentuan kriteria disini sebagai syarat atau ketentuan dalam penyeleksian. 3. Menentukan dominasi kriteria Ketika menentukan kriteria, decision maker harus menentukan bobot atau dominasi kriteria dari kriteria lainnya. Setiap kriteria boleh memiliki nilai bobot yang sama atau berbeda. 4. Menentukan tipe preferensi untuk setiap kriteria yang paling cocok didasarkan pada data dan pertimbangan dari decision maker. Tipe preferensi ini berjumlah Enam (Usual, Quasi, Linier, Level, Linear Quasi dan Gaussian). 5. Memberikan nilai threshold atau kecenderungan untuk setiap kriteria berdasarkan preferensi yang telah dipilih. Nilai kecenderungan tersebut adalah nilai indifference, preference, dan Gaussian. 6. Perhitungan Entering Flow, Leaving Flow dan Net Flow. 1. Nilai Entering Flow adalah jumlah dari yang memiliki arah mendekat dari node a dan hal ini merupakan karakter pengukuran outranking. Untuk semua nilai node a dalam grafik nilai outranking ditentukan berdasarkan entering flow dengan persamaan: + 1 a 1 = π(a 1, a 2 ) i=1 Keterangan: + (a 1 ) = Entering Flow.(2.3)

22 2. Leaving flow adalah jumlah dari yang memiliki arah menjauh dari node a. dan hal ini merupakan pengukuran outrangking. Adapun persamaannya: 1 a 2 = π(a 1, a 2 ) i=1 Keterangan: (a 2 ) = Leaving Flow.....(2.4) 3. Nilai Net Flow adalah penilaian secara lengkap. Lengkap disini adalah penilaian yang didapat dari nilai Entering Flow yang dikurangi nilai Leaving Flow. Jadi bisa di artikan, nilai Net Flow adalah nilai akhir atau hasil yang didapat dari nilai positif yang dikurangi nilai negatif dari sebuah node. Adapun persamaannya ialah: Keterangan: a 1 = φ + φ a 1.(2.5) + (a 1 ) = Entering Flow (a 2 ) = Leaving Flow 2.3. Big Ɵ (Big Theta) Big Ɵ (Big Theta) adalah bagian dari kompleksitas waktu dari seubah algoritma. Kompleksitas waktu adalah hubungan waktu komputasi dan jumlah input. Kompleksitas waktu biasanya tentang ukuran dari sebuah array atau obyek. Kompleksitas waktu tidak digunakan untuk fungsi yang sederhana seperti menginput username dari database atau mengenkripsi password melainkan digunakan untuk menyortir sebuah fungsi, perhitungan rekursif dan secara umum biasanya untuk perhitungan waktu. Didefinisikan bahwa f(n) merupakan theta dari g(n) dan dinotasikan f(n) = Ɵ(g(n)) jika dan hanya jika terdapat tiga konstanta positif n 0, c 1 dan c 2 sedemikian berlaku: C 1 g(n) <= f(n) <= C 2 g(n) ; n > n 0.