KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PARTISIPASI MASYARAKAT KAMPUNG KUMUH DALAM UAPAYA PERBAIKAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN 1 Sri Handayani 2, Rubianto Ramelan 3, Sukadi 4, Maman Hilman 5

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Pertama, gambaran karakteristik kemiskinan pada daerah perkotaan di

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

BAB III ISU STRATEGIS & TANTANGAN SEKTOR SANITASI KABUPATEN KLATEN

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian

Elemen permukiman dengan ketidak layak hunian sedang. Lokasi

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Pemerintah masih menjadi pemrakarsa, pemberi dana, kontributor keterampilan,pemelihara dan pengendali yang dominan saat ini. Namun minimnya peran

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

I. PENDAHULUAN. perumahan yang telah disediakan oleh pemerintah. Sehingga masyarakat dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

Salah satunya di Kampung Lebaksari. Lokasi Permukiman Tidak Layak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN. 1. Tersedianya dokumen perencanaan pengelolaan air limbah

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

BAB II LANDASAN TEORI

Draft Proposal Program Kampung Hijau. (Program Perbaikan Kampung)

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

EVALUASI MANFAAT PROGRAM SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (SLBM) DI KABUPATEN BANGKALAN. Andi Setiawan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan

PERNYATAAN PERJANJIAN KINERJA

LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

Sub Sektor : Air Limbah

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

CARA PERHITUNGAN SPM Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2014

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PLPBK RENCANA TINDAK PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN PRIORITAS KELURAHAN BASIRIH BANJARMASIN BARAT

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan didaerah-daerah tertentu,. Untuk itu sektor yang kini menjadi pusat

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

PROPOSAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Kata kunci : sanitasi lingkungan, pemukiman nelayan, peran serta masyarakat

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

BAB IV ANALISIS IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK KAWASANKUMUH DI SUCO CAICOLI DILI, TIMOR LESTE SEBAGAI MASUKAN BAGI UPAYA REVITALISASI KAWASAN TERSEBUT

Transkripsi:

156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dari penelitian ini didapati kesimpulan dan temuan-temuan sebagai berikut: 1. Karakteristik fisik permukiman kampung kota dicirikan dengan (1) ketersediaan sarana prasarana permukiman yang minim dan (2) kondisi sarana prasarana permukiman yang kualitasnya sudah menurun. Hal tersebut ditandai dari rendahnya kualitas jalan lingkungan (gang), saluran air hujan yang tidak terpelihara dan penuh sampah, sistem persampahan yang belum terkelola, terbatasnya saluran air bersih, minimnya ruang terbuka dan tempat bermain anak sehingga kegiatan sosialisasi warga banyak dilakukan di ruang gang yang fungsi utamanya adalah sebagai sarana sirkulasi. 2. Karakteristik fisik rumah-rumah di permukiman kampung kota banyak yang kualitasnya rendah, tidak sehat dan tidak layak huni. Hal ini ditandai oleh (1) kurangnya bukaan (ventilasi) untuk sirkulasi udara dan pencahayaan akibat padatnya bangunan, (2) material bangunan dan konstruksi bangunan yang rendah atau sudah menurun kualitasnya (lapuk, bobrok, dinding tidak diplester, lantai hanya diplur, penutup atap dari seng), (3) rata-rata luas bangunan rumah sangat minim, kurang dari 36m2 dengan jumlah penghuni lebih dari 6 orang; (4) ketersediaan ruang yang terbatas sehingga satu ruang memiliki banyak fungsi. 3. Karakteristik individu masyarakat di permukiman kampung kota dicirikan dengan: (a) pendidikan rendah (SD dan SLTP), (b) pendapatan rendah berkisar antara Rp. 1.000.000 Rp. 1.250.000 yang besarnya sama dengan pengeluaran. (c) pekerjaan banyak bergerak di sektor informal, mayoritas adalah pedagang kecil, (d) jumlah keluarga dalam satu rumah lebih dari satu keluarga inti. 4. Karakteristik modal sosial masyarakat di permukiman kampung kota dicirikan dengan (a) rasa saling percaya antar warga dan komunitas (trust) berada pada kategori tinggi ditandai dengan saling bantu antar tetangga yang cukup intensif; (b) relasi mutual yang tinggi ditandai dengan hubungan ketetanggaan yang erat; (c) nilai dan norma berada pada kategori cukup, namun ketaatan pada aturan masih rendah, ditandai dengan perilaku warga dalam hal membuang sampah dan memperlakukan sarana prasarana lingkungan dengan buruk; (d) peran tokoh

157 masyarakat dan organisasi kemasyarakatan untuk meningkatkan kualitas linkgungan berada pada kategori cukup yang ditandai dengan ikut sertanya masyarakat pada kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh tokoh atau organisasi masyarakat. Namun kegiatan-kegiatan ini masih kurang jumlahnya terbatas hanya pada kegiatan tahunan seperti bersih kampung menjelang 17 agustusan, kalaupun ada kegiatan peningkatan kualitas kampung di luar itu sifatnya hanya insidental dan tidak berkelanjutan. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung terhadap modal sosial masyarakat kampung kota adalah: (1) pendidikan, (2) pekerjaan, (3) pendapatan, (4) ketersediaan sarana prasarana lingkungan permukiman dan (5) kondisi sarana prasarana lingkungan permukiman. 6. Persepsi dan motivasi meningkatkan kualitas lingkungan dicirikan dengan (a) Persepsi tentang kualitas lingkungan yang buruk, hal ini ditandai dengan persepsi yang tidak tepat/tidak sesuai dengan standar kualitas rumah dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak huni, (b) Motivasi meningkatkan kualitas lingkungan tinggi, namun motivasi yang cukupan ini tidak bisa mewujud dalam bentuk rumah/lingkungan permukiman yang sehat karena kurangnya kemampuan yang dimiliki warga. 7. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung terhadap persepsi tentang kualitas lingkungan adalah: (1) ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan permukiman, (2) kondisi sarana prasarana lingkungan permukiman, dan (3) pekerjaan. 8. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi meningkatkan kualitas lingkungan adalah: (1) pendapatan, (2) jumlah keluarga, (3) ketersediaan sarana prasarana lingkungan permukiman, (4) peran tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan (5) relasi mutual antar warga dan komunitas kampung kota. 9. Kebutuhan akan rumah pada mayoritas masyarakat kampung kota masih berada pada kategori pemenuhan kebutuhan untuk: (1) fisiologis (survival needs or phisiological); (2) rasa aman (safety and security needs) dan (3) kebutuhan sosial (social needs or affiliation needs)

158 10. Kebutuhan akan rumah dipengaruhi secara langsung oleh faktor-faktor: (1) pendidikan, (2) ketersediaan sarana prasarana lingkungan permukiman, (3) peran tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan, (4) relasi mutual antara tetangga dan warga komunitas, (5) kondisi sarana prasarana lingkungan permukiman, dan (6) persepsi tentang kualitas lingkungan. 11. Partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dicirikan dengan: (a) sikap proaktif masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan masih rendah yang ditandai dengan buruknya perlakuan warga terhadap sarana prasarana lingkungan permukiman; (b) partisipasi dalam kegiatan bersama untuk meningkatkan kualitas lingkungan berada pada kategori cukup yang ditandai dengan ikut sertanya masyarakat pada kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh tokoh masyarakat atau organisasi masyarakat; dan (c) frekuensi partisipasi masyarakat dalam kegiatan meningkatkan kualitas lingkungan berada pada kategori cukup yang ditandai dengan jumlah keikutsertaan warga dalam kegiatan meningkatkan kualitas lingkungan kampungnya. 12. Faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap sikap proaktif masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan adalah: (1) pendidikan, (2) pendapatan dan (3) kondisi sarana prasarana lingkungan permukiman. 13. Faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan adalah: (1) pendapatan, (2) ketersediaan sarana prasarana lingkungan permukiman dan (3) persepsi tentang kualitas lingkungan. 14. Faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap frekuensi partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan adalah: (1) ketersediaan sarana prasarana lingkungan permukiman, (2) peran tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, (3) motivasi meningkatkan kualitas lingkungan dan (4) jumlah anggota keluarga. 15. Persepsi tentang kualitas lingkungan, motivasi meningkatkan kualitas lingkungan, peran tokoh dan organisasi masyarakat berpengaruh secara langsung terhadap partisipasi meningkatkan kualitas lingkungan. Persepsi menyangkut tingkat pengetahuan/pendidikan individu (aspek kognitif), motivasi berhubungan dengan

159 aspek afektif. Agar partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan maka perlu dilakukan perbaikan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor (keterampilan) individu-individu warga agar menjadi masyarakat aktif yang mampu berbuat lebih baik untuk meningkatkan kualitas diri, rumah dan lingkungan permukimannya. Untuk meningkatkan aspek-aspek tersebut diperlukan inovasi sosial yang berbasis masyarakat sehingga dapat merubah diri dari kondisi tidak tahu (kurang pengetahuan), tidak mau (kurang motivasi) dan tidak mampu (tidak terampil) menuju masyarakat yang tahu, mau dan mampu untuk meningkatkan kualitas diri, rumah dan lingkungan permukiman kampungnya. 16. Permukiman kampung kota terdiri dari: (1) lingkungan permukiman dan sarana prasarana permukiman yang menjadi wadah bagi terselenggaranya kehidupan masyarakat, sehingga inovasi sosial harus mampu menyentuh dan memperbaiki aspek-aspek: (1) SDM individu/warga (masyarakat), (2) lingkungan dan (3) finansial. Maka strategi pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan dilakukan melalui penyuluhan permukiman berasas tridaya: pemberdayaan warga sebagai solusi sosial, pemberdayaan lingkungan fisik permukiman sebagai solusi arsitektural dan pemberdayaan usaha sebagai solusi keterbatasan finansial. Selain untuk mengakomodasi aspek-aspek tersebut juga untuk mengakomodasi hak-hak masyarakat seperti yang tercantum dalam Undangundang yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan. Saran 1. Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman perlu mendapat dukungan dari semua pihak, sehingga diperlukan kerjasama antara lembaga pemerintah (kementrian perumahan rakyat, departemen pendidikan nasioanl, kementian lingkungan hidup), lembaga pendidikan tinggi (lembaga penelitian dan pengabdian pada masyarakat), LSM, arsitek/lembaga arsitek, pengembang dan pihak perbankan atau lembaga keuangan yang akan berkepentingan untuk meminjamkan dana bagi modal masyarakat untuk meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan kampungnya.

160 2. Penyelenggaraan dan penetapan pelaku penyuluhan permukiman (penyuluh permukiman) disarankan berpedoman kepada Undang-undang Republik Indonesia No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan. 3. Persepsi masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh permukiman kampung kota tentang kualitas lingkungan perlu diperbaiki dengan memberikan pemahaman yang benar mengenai standar rumah dan lingkungan yang sehat dan layak huni agar persepsi mayarakat tentang kualitas lingkungan mendekati nilai standar kualitas lingkungan yang telah dibakukan atau minimal mendekati standar kualitas baku. Untuk keperluan tersebut diusulkan agar sanitasi lingkungan dan pola hidup bersih dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan formal sejak masih di bangku Sekolah Dasar sehingga sejak kecil terbiasa hidup bersih dan sehat karena menyadari pentingnya kesehatan diri dan lingkungannya. 4. Kawasan kumuh di permukiman kampung kota terkait erat dengan kemiskinan para penghuninya. Untuk dapat memperbaiki kawasan kumuh ini maka perlu dibuka akses-akses kepada masyarakat berpenghasilan rendah tersebut agar mereka dapat meningkatkan tingkat kehidupan mereka. 5. Hubungan ketetanggaan dan kegotongroyongan yang tumbuh dalam akar budaya masyarakat di permukiman kampung kota perlu dipelihara dan ditransformasikan dalam berbagai bentuk kegiatan yang diarahkan bukan saja untuk meningkatkan kualitas rumah dan lingkungan tapi juga untuk meningkatkan daya rekat kelompok, seperti kegiatan perbaikan lingkungan (bersih kampung, perbaikan selokan, perbaikan MCK umum, perkerasan jalan gang di kampung dan sebagainya). 6. Dalam peningkatan kualitas lingkungan permukiman, masyarakat perlu difasilitasi dengan pembentukan lembaga organisasi/koperasi di tingkat RW sehingga dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat dan membuka peluang untuk mendapatkan akses bantuan dari Pemerintah/pihak luar untuk perbaikan kampung mereka. 7. Selain organisasi-organisasi masyarakat yang telah ada di kampung, perlu dikembangkan organisasi lintas kampung misalnya dalam bentuk perserikatan kampung atau jaringan antara kampung dengan agenda pertemuan yang teratur (bulanan atau 3 bulanan) untuk mengkomunikasikan dan mengungkapkan aneka ragam permasalahan yang terjadi di kampung sehingga antar kampung dapat saling

161 berbagi informasi, pengalaman, gagasan dan pemikiran untuk rencana atau pelaksanaan program-program pembangunan kampung. 8. Pada kawasan perkotaan yang rawan kumuh seperti permukiman kampung kota perlu mendapatkan perhatian yang lebih tegas dan terkoordinasi untuk mengantisipasi bertambah luasnya kawasan permukiman kumuh. 9. Kota Bandung seringkali terlilit masalah penanganan sampah. Untuk menangani hal tersebut perlu dipikirkan pembentukan koperasi pengelolaan sampah kota dengan pertimbangan di permukiman kampung kota tenaga kerja melimpah dan dapat dipekerjakan dalam berbagai tahap pengelolaan mulai dari pengumpulan, pemilahan, pengangkutan dan pembuangan.