BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dan dapat mengakibatkan kematian pada penderita dalam waktu yang relatif singkat.penyakit ini dapat menyerang semua umur baik anak-anak maupun orang dewasa.penyebab penyakit ini adalah virus dengue yang masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Hastuti, 2008). Gejala Demam Berdarah Dengue ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai dengan gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut. Gejalagejala tersebut menyerupai influensa biasa. Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragamdimulai dari yang paling ringan sampai berupa perdarahan dibawah kulit, perdarahan gusi, epistaksis, sampai perdarahan yang hebat sampai muntah darah akibat perdarahan lambung, melena, dan juga hematuria masif. Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai saat demam telah menurun antara ke-3 dan ke-7 dengan tanda-tanda makin lemah, ujung-ujung jari, telinga, dan hidung teraba dingin dan lembab (Ngastiyah, 2005). Insidensi demam berdarah dengue meningkat secara dramatis di seluruh dunia dalam beberapa dekade ini. Diperkirakan, saat ini di seluruh dunia sekitar 2,5 milyar orang memiliki resiko terkena demam dengue. Mereka terutama tinggal di daerah perkotaan negara-negara tropis dan subtropis.diperkirakan saat ini sekitar 50 juta kasus demam dengue ditemukan setiap tahun, dengan 500.000 kasus memerlukan penanganan di Rumah Sakit.Dari kasus di atas, sekitar 25.000 jumlah kematian terjadi setiap tahunnya (WHO, 2010). 1
2 Di Indonesia, penyebaran demam berdarah pertama kali terdata pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta (WHO, 2010). Pada tahun 2007, dilaporkan terdapat 156.000 kasus demam dengue atau 71,4 kasus per 1.000 populasi. Kasus ini tersebar di seluruh 33 propinsi di Indonesia; di 357 dari total 480 kabupaten (Dengue Reportof Asia-Pacific Dengue Program Managers Meeting 2008). Dari total kasus di atas, kasus DBD berjumlah 16.803, dengan jumlah kematian mencapai 267 jiwa. Pada tahun 2001, distribusi usia penderita terbanyak adalah di atas 15 tahun (54,5%), sedangkan balita (1-5 tahun) 14,7%, dan anak-anak (6-12 tahun) 30,8% (DepKes RI, 2008). Menurut profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2007), menyatakan bahwa Kota Medan, Ibu kota propinsi Sumatera Utara adalah salah satu wilayah yang angka kasus DBD nya setiap tahun cukup tinggi. Dinas Kesehatan Kota Medan merilis data pengamatan tahun 2002 jumlah kasus DBD 212 dengan kematian 2 org (IR = 11,8, CFR =1,4), tahun 2003 sebanyak 594 kasus DBD dengan kematian 9 org (IR = 31,7, CFR = 1,5),tahun 2004 sebanyak 742 Kasus DBD dengan kematian 61 org (IR = 39,1, CFR = 1,9 lonjakan yang menonjol kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2005 kasus DBD sebanyak 1960, kematian 24org (IR = 97,6, CFR = 1,2, tahun 2006 sebanyak 1378 kasus DBD dengan kematian 21 org(ir = 68,2, CFR = 1,5) dan tahun 2007 sebanyak 1917 kasus DBD, kematian 17 org (IR =95,8, CFR = 0,9) Menurut profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2012). Menyatakan bahwa sejak tahun 2005 rata-rata insiden rate DBD per 100,000 penduduk di Provinsi Sumatera Utara relatif tinggi. Pada tahun 2012, jumlah kasus DBD tercatat 4,367 kasus dengan Insidens rate sebesar 33 per 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan tahun 2010 dan 2011, angka ini mengalami penurunan yang tajam yaitu dari 72 per 100.000 penduduk tahun 2010 dan 45/100.000 penduduk, namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2006 dan tahun-tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan angka indikator keberhasilan program dalam menekan laju penyebaran DBD, yaitu Insidens rate DBD adalah sebesar 5 per 100,000 penduduk,
3 angka pencapaian Sumatera Utara sangat jauh diatas indikator tersebut. Dilain pihak, Case fatality rate (CFR) mengalami fluktuatif yaitu dari 1,25% pada tahun 2010 naik menjadi 1,45% pada tahun 2011 serta turun kembali menjadi, 1,21% pada tahun 2012. Angka Case fatality rate (CFR) DBD ini belum mampu mencapai target nasional yaitu <1%. Insidens rate DBD dengan insidens rate yang sangat tinggi dalam 3 tahun terakhir umumnya dilaporkan oleh daerah perkotaan yakni Kota Medan, Deli Serdang, Pematang Siantar, Langkat dan Simalungun. Terdapat 2 kabupaten yang melaporkan tidak ada kasus DBD yaitu Humbang Hasundutan dan Nias Barat. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2011). Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia merupakan kelurahan dengan jumlah kasus DBD tertinggi di Kota Medan pada tahun 2009, sehingga ini menjadi alasan kelurahan ini dijadikan sasaran penelitian. Sejak program Peluk Asa mulai dilaksanakan tahun 2009, terjadi penurunan kasus DBD di Kelurahan Helvetia Tengah yaitu dari 72 kasus pada tahun 2009 menjadi 37 kasus pada tahun 2010. Pada tahun 2011, jumlah kasus DBD di Kelurahan Helvetia Tengah 44 kasus dan kelurahan Helvetia Timur 48 kasus. Menurut Suharmiati (2009), meskipun pemerintah telah melakukan promosi tentang pencegahan melalui pemberatasan nyamuk, tampaknya masyarakat masih kurang tanggap terhadap himbauan tersebut. Banyaknya kematian yang terjadi pada umumnya karena terlambatnya penderita mendapat penanganan dari tenaga medis hal ini kurangnya pengetahuan masyarakat dengan pertolongan pertama DBD.Adapun pertolongan pertama pada penderita DBD adalah memberikan obat penurun panas, memberikan minum 5-8 gelas, memberikan makanan yang lebih lunak. Berdasarkan hasil penelitian tingkat pengetahuan orang tua dengan bagaimana penanggulangan pertolongan awal DBD pada anak kurang dari setengahnya (4,26%) termasuk dalam kategori cukup baik., jadi upaya penatalaksanaan
4 penderita DBD yang dapat dilakukan adalah dengan cara : mengganti cairan tubuh, penderita minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula, sirup, atau susu) garam elektrolit (oralit), kalau perlu satu sendok makan setiap 3-5 menit (Deviana, 2011). Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di wilayah Puskesmas Helvetia Medan pada tahun 2013 dari hasil pemeriksaan darah di laboratorium terdapat 40 orang yang terkena DBD setelah dilakukan cek laboratorium dengan hasil yang positif (+) DBD. Dari hasil laboratorium peneliti juga melakukan wawancara pada tanggal 7 Maret tahun 2014 kepada 10 anggota masyarakat yang bertempat tinggal di daerah wilayah Puskesmas Helvetia yang terkena penyakit DBD dan ternyata 6 dari 10 masyarakat masih banyak yang tidak mengerti tentang pertolongan pertama DBD dengan pertanyaan yang peneliti berikan :(1). Apakah anda tahu pertolongan pertama pada penderita DBD?ibu menjawab ya. (2). Apakah anda tahu bagaimana pertolongan pertama pada penderita DBD? masyarakat hanya melakukan pertolongan seperti memberikan obat penurun panas paracetamol, seharusnya pertolongan pertama pada penderita DBD yaitu dengan memberikan cairan, jus jambu, memberikan minum sebanyak mungkin, melakukan kompres dan mengganti pakaian yang lebih tipis, dan memberikan obat penurun panas. Program yang dilakukan oleh puskesmas Helvetia Medan adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pertolongan pertama pada penderita DBD, pemantauan jentikjentik berkala, melakukan 3 M yaitu menguras, mengubur dan menutup. Dari hasil wawancara peneliti, ternyata masih banyak pengetahuan masyarakat kurang mengerti dengan pertolongan pertama pada penderita DBD, masyarakat hanya melakukan pertolongan seperti memberikan obat penurun panas paracetamol seharusnya pertolongan pertama pada penderita DBD yaitu dengan memberikan cairan, jus jambu, memberikan minum sebanyak mungkin, melakukan kompres dan mengganti pakaian yang lebih tipis, dan memberikan obat penurun panas di wilayah Puskesmas Helvetia Medan.
5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan masalah dalam penelitian adalah: apakah ada hubungan pengetahuan masyarakat dengan tindakan pertolongan pertama penderita DBD? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum peneliti adalah untuk mengetahui adanya Hubungan Pengetahuan Masyarakat Dengan Tindakan Pertolongan pertama penderita DBD di Wilayah Puskesmas Helvetia Medan 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat dengan pertolongan pertama pada penderita DBD b. Untuk mengetahui tindakan pertolongan pertama pada penderita DBD. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang diharapkan sebagai berikut : 1. Bagi Masyarakat Hasil penelitian dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tindakan pertolongan pertama pada penderita DBD. Peneliti ini diharapkan masyarakat dapat melaksanakan tindakan pertolongan pertama pada DBD dengan cara memberi minum sebanyak-banyaknya delapan gelas dalam satu hari, memantau bahwa penderita tidak kekurangan cairan, memberikan obat penurun panas, memberikan kompres hangat apabila demam semakin tinggi. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Hasil penelitian ini bahan informasi dan masukan bagi tenaga kesehatan puskesmas untuk meningkatkan pertolongan pertama pada penderita DBD.Tenaga kesehatan di Puskesmas dapat melaksanakan penyuluhan dan pergerakan pemberantas sarang nyamuk dan pemantauan jentik-jentik berkala
6 dilakukan setiap 3 bulan dirumah masing-masing.untuk mencegah terjadinya DBD di Wilayah Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2014. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dalam bidang keperawatan yang dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya terkait pengetahuan masyarakat dengan pertolongan pertama penderita DBD.