BAB III BANSI DALAM KEBUDAYAAN MINANGKABAU DAN DI SUMATERA UTARA 3.1 Cerita Rakyat Tentang Bansi Awal perkembangan instrument musik Bansi adalah di daerah Pesisir Selatan (Painan), Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Dalam perkembangannya sekarang, alat musik bansi sudah menyebar ke berbagai daerah lain di luar Minangkabau. Alat musik bansi lebih banyak dimainkan secara tunggal sebagai alat untuk menghibur dirinya, sebagai pelipur lara, dan juga sering dimainkan di sawah dan pondok-pondok oleh anak gembala (Efrizal, 1990:62). Dahulunya bansi sangat erat kaitannya dengan kepercayaan gaib. Biasanya bansi dimainkan untuk memikat hati para gadis oleh pemuda yang tertarik dengan anak gadis tersebut. Seorang gadis yang tidak suka kepada seorang pemuda, maka si pemuda tersebut memainkan bansi tersebut yang ditujukan kepada si gadis itu, maka gadis itu pun akan berubah pikirannya menjadi menyukai pemuda tadi karena pengaruh kekuatan magic bansi (Efrizal, 1990:55). Sejarah Minangkabau pernah mencatat, bahwa dimasa pergerakan Paderi salah satu yang dipertentangkan adalah penggunaan alat musik yang didengar orang lain membawa akibat buruk. Kebanyakan yang tergoda mendengar bunyi bansi, saluang, dan talempong. Pendengarnya pun lebih dominan kepada perempuan, sehingga muncullah dugaan bahwa alat musik tersebut bagus bunyinya karena diberi pitunang. Pitunang adalah penghubung, pengikat jiwa seseorang yang menggunakan mantera-mantera atau doa-doa kedalam alat musik tersebut. Padahal jika dipikirkan secara mendalam, bahwa bunyi yang harmonis dari alat-alat musik bagi setiap orang yang tinggi nilai apresiasi seninya sepantasnya mengakui keindahan yang dilahirkan alat musik tersebut (Efrizal, 1990:22-23). 27
3.2 Penggunaan Bansi Penggunaan alat musik bansi dalam kebudayaan Minangkabau sangatlah beragam, alat musik tersebut bisa digabungkan dengan ensambel musik Minangkabau lainnya, seperti ensambel talempong set dan ensambel musik pop Minangkabau. Alat musik ini juga bisa sebagai alat musik tunggal didalam instrument Minangkabau. Dalam bab ini penulis akan menjelaskan penggunaan bansi dalam kebudayaan Minangkabau. 3.2.1 Alat Musik Tunggal Penggunaan bansi dalam alat musik tunggal adalah hanya sebagai pembawa melodi, alat musik ini dimainkan tanpa ada alat musik lain yang mengiringinya. Biasanya bansi dimainkan sebagai alat musik tunggal ketika acara malam berinai. Pengertian dari malam berinai adalah malam sebelum hari pernikahan dilaksanakan, acara ini berupa pembuatan daun inai ke kuku si pengantin perempuan yang menandakan bahwa si perempuan sudah mempunyai pasangan dan akan melaksanakan pernikahan di esok harinya. Dalam hal ini bansi dimainkan sebelum acara malam berinai dimulai, tepatnya setelah selesai adzan sholat Maghrib, yaitu sekitar pukul 20:00 malam. Tujuan dimainkannya bansi tersebut adalah untuk membawa mengingatkan kampung halaman atau yang akrab dikenal dengan sebutan Ranah Minang. Contoh lagu atau instrumen yang dimainkan sewaktu malam berinai adalah seperti: Mudi Arau, Andam Oi, Malereng Tabiang, Risaulah dan lain-lain. Selain sebagai pengisi acara di malam berinai, alat musik ini juga digunakan untuk hiburan pribadi. 28
3.2.2 Bansi Dalam Ensambel Penggunaan bansi dalam ensambel musik Minangkabau pada umumnya berperan sebagai pembawa melodi, intro, interlude dan coda pada sebuah lagu. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan penggunaan alat musik bansi dalam ensambel musik Minagkabau. 3.2.2.1 Ensambel Talempong Set Ensambel talempong set terdiri dari: 1. Talempong Melodi: Talempong melodi mempunyai nada sampai 2 oktaf, ketika bansi dimainkan didalam sebuah lagu atau instrumen, maka talempong set berperan sebagai pengiring akord, dan ketika bansi tidak dimainkan didalam ensambel talempong set, maka talempong melodi lah yang menjadi pembawa melodi dalam lagu atau instrumen tersebut. 2. Talempong dasar: Alat musik ini mempunyai nada yang terdiri dari do-re-mi-fasol, talempong dasar dimainkan dengan mengikuti tempo lagu atau sebagai pembawa tempo pada sebuah lagu atau instrumen. 3. Talempong tinggi: Alat musik ini mempunyai nada yang terdiri dari sol-la-le-si-do, talempong tinggi dimainkan berlawanan dari tempo talempong dasar. 4. Canang dasar: Alat musik ini memiliki nada yang terdiri dari do-re-mi-fa-sol, canang dimainkan sebagai nada bass pada ritem talempong melodi. 5. Canang tinggi: Alat musik ini memiliki nada mulai dari sol-la-le-si-do, canang tinggi dimainkan sebagai nada bass pada talempong melodi 6. Gendang sebagai pembawa tempo. 7. Bansi: Alat musik ini memiliki nada mulai dari do-re-mi-fa-sol-la-si-do, dan bisa mencapai 2 oktaf, bansi dimainkan sebagai pembawa melodi dalam sebuah lagu atau instrumen. 29
3.2.2.2 Ensambel Musik Pop Minangkabau Penggunaan bansi dalam ensambel musik pop Minangkabau juga tidak jauh berbeda fungsinya dengan penggunaan didalam ensambel talempong set yaitu sebagai pembawa melodi. Dalam ensambel musik pop Minangkabau alat musik yang di gunakan antara lain adalah talempong melodi, talempong dasar, talempong tinggi, bansi, dan alat musik Minagkabau lainnya yang di kolaborasikan dengan keyboard. Contoh lagu pop Minangkabau antara lain adalah: Pulanglah Uda, Hujan, Malereng Tabiang, Bungo Parawitan, dan lain-lain. 3.3 Fungsi Bansi dalam Kebudayaan Minangkabau Fungsi bansi dalam kebudayaan Minangkabau ada beberapa fungsi, yang dilihat dari aspek kegunaannya, diantaranya adalah: 1. Fungsi Estetis 2. Fungsi Komunikasi 3. Fungsi Perlambangan 4. Fungsi Hiburan 3.3.1 Fungsi Estetis Estetis mengacu kepada nilai-nilai keindahan yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati melalui mata dan telinga. Musik merupakan suatu karya seni yang menjadi media pengungkapan perasaan seseorang yang diungkapkan melalui alunan nada atau melodi, baik dalam vokal maupun instrumental. Melalui musik dapat terlaksana dengan baik, ketika seseorang ingin menyampaikan gagasan atau ide tanpa mengharapkan respon secara langsung. Pesan-pesan yang ingin 30
disampaikan dituangkan ke dalam sebuah lagu ataupun ke dalam sebuah alunan musik yang kemudian dapat dinikmati diri sendiri maupu orang lain. Berdasarkan hal tersebut, maka alat musik bansi termasuk kedalam penggunaan estetis dikarenakan bansi sebagai penyalur perasaan gembira si pemain. 3.3.2 Fungsi Komunikasi Musik mampu menyampaikan suatu pesan kepada siapa yang akan dituju yang di latarbelakangi oleh kebudayaan yang membentuk musik tersebut (Merriam 1964:24). Merriam berpendapat bahwa kemungkinan yang paling jelas adalah komunikasi dihadirkan dengan cara menanamkan makna-makna simbolis kedalam musik secara tidak disadari diakui oleh para warga komunitas tersebut. Penamaan makna-makna simbolis dapat terjadi dalam salah satu dari kedua macam cara berikut: secara sadar atau secara tidak sadar. 3.3.3 Fungsi Perlambangan Dalam hal ini, fungsi perlambangan dalam masyarakat Minangkabau, bansi digunakan sebagai tanda sedang berlangsungnya proses pemasangan inai. Kegiatan ini biasanya dilangsungkan pada malam hari setelah selesai sholat maghrib. Ada beberapa lagu yang biasanya dimainkan pada saat prosesi malam berinai. Masyarakat Minangkabau biasanya langsung paham bahwa sedang berlangsung proses pemasangan inai apabila mendengar beberapa lagu seperti: Mudiak Arau, Malereng Tabiang, Palayaran, Andam Oi. 31
3.3.4 Fungsi Hiburan Pada setiap masyarakat didunia, musik berfungsi sebagai alat hiburan,karena musik dapat memberikan ketenangan, kebahagiaan, dan kepuasan tertentu kepada orang yang mendengarkan (Merriam 1964:224). Hiburan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan bagi seseorang. Musik merupakan media yang memiliki fungsi menyenangkan hati, membuat rasa puas akan irama, bahasa melodi, atau keteraturan harmoni nya. Seseorang bisa saja tidak memahami teks musik, tetapi ia cukup terpuaskan dan terhibur hatinya dengan pola-pola melodi, atau pola-pola ritme dalam musik tersebut. Pada awalnya, alat musik Minangkabau dibuat dan dimainkan untuk menghibur diri sendiri dan orang lain disaat rasa sedih, bosan, mengantuk, lelah, sepi datang menghampiri. Dalam hal ini kita berbicara tentang alat musik bansi, dulunya bansi sering dimainkan di sawah, dikala waktu beristirahat, maka bansi dimainkan untuk menghilangkan rasa sepi, lelah dan sebagainya. 3.4 Bansi dalam Kebudayaan Minangkabau di Medan Masuknya suku Minangkabau ke kota Medan, tidak serta-merta membawa seluruh kebudayaannya. Dalam hal ini, masuknya bansi ke kota Medan memiliki proses waktu dengan cara diperkenalkan oleh seniman yang berasal dari Minangkabau. 3.4.1 Sejarah Masuknya Bansi di Kota Medan Menurut bapak Zul Alinur, pertama kali bansi diperkenalkan oleh bapak Hajizar sekitar tahun 1986, beliau merupakan seorang alumni ASKI Padang Panjang dalam rangka melanjutkan studi Strata Satu (S1) di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera 32
Utara. Dia juga sebagai tenaga pengajar musik tradisi Minangkabau di Departemen Etnomusikologi Pada masa itu, penggunaan bansi masih hanya sebatas pertunjukan musik. Di luar Departemen Etnomusikologi, bansi diperkenalkan ketika acara halal bihalal di BM3 (Badan Musyawarah Masyarakat Minangkabau). Dalam berbagai pertunjukan musik Minagkabau di kota Medan, pak Hajizar selalu memainkan bansi tersebut, sebagai cara untuk memperkenalkan bansi kepada masyarakat Minangkabau di kota Medan. Sekitar tahun 1987, masyarakat mulai menyertakan pertunjukan bansi pada saat kegiatan memasangkan inai di malam hari bagi pengantin wanita sebelum esoknya dilakukan acara pernikahan. 3.4.2 Perkembangan Bansi di Kota Medan Penggunaan bansi pada saat pemasangan inai masih terus dipakai sampai saat ini, bansi tersebut dimainkan oleh pemusik yang sudah propesional. Dalam perkembangannya di kota Medan, bansi sering di pertunjukkaan pada acara-acara kegiatan tahunan suku Minangkabau, yaitu seperti acara halal bihalal yang dilakukan setelah selesai Hari Raya Idul Fitri. 33
BAB IV TEKNIK PERMAINAN BANSI 4.1 Proses Belajar Bansi di Medan Secara teknis membunyikan bansi dengan nada yang jelas dan konstan menjadi proses paling awal bagi seorang yang sedang belajar memainkan bansi. Meniup dengan tekanan yang kuat akan menghasilkan nada di oktaf yang lebih tinggi, apabila tiupan dengan tekanan yang lemah akan menghasilkan nada di oktaf yang rendah. Disinilah dibutuhkan peran dari seorang pengajar atau guru memandu seorang murid dalam proses membunyikan bansi, sehingga seorang pemain bansi dapat mengendalikan tekanan udara untuk menghasilkan nada yang dibutuhkan. 4.2 Teknik Pernapasan Selanjutnya, apabila sudah mampu mengendalikan tiupan, maka tahap berikutnya untuk seorang yang belajar memainkan bansi adalah menguasai teknik meniup sambil bernapas (circular breathing). Proses belajar menguasai teknik circular breathing dilakukan dengan menggunakan sedotan. Pada tahap ini biasanya digunakan sebuah wadah yang diisi dengan air (botol / gelas). Disini udara dihembus dengan menggunakan sedotan, dimana salah satu ujung sedotan tersebut dimasukkan kedalam wadah yang telah diisi air, sehingga tekanan udara yang dihembuskan dapat dilihat dari gelembung yang ada didalam air tersebut. Untuk menguasai teknik ini biasanya memakan waktu yang lumayan lama, karena dibutuhkan kemampuan untuk mengatur tiupan agar banyaknya udara yang harus dihirup sebanding dengan udara yang dikeluarkan pada saat meniup sedotan tersebut. 34
4.3 Teknik Penjarian Dalam teknik penjarian untuk memainkan bansi, ada delapan buah lubang yang harus ditutup dengan jari. Tujuh buah lubang nada dan satu lubang yang berfungsi mengatur oktaf nada dari bansi tersebut. Ada empat buah lubang yang ditutup dengan menggunakan jari tangan kanan. Lubang pertama ditutup dengan menggunakan jari kelingking, lubang kedua ditutup dengan menggunakan jari manis, lubang ketiga ditutup dengan menggunakan jari bagian tengah, lubang ke empat ditutup dengan menggunakan jari telunjuk. Untuk lubang selanjutnya ditutup dengan menggunakan jari tangan kiri. Lubang ke lima ditutup dengan menggunakan jari manis, untuk lubang ke enam ditutup dengan menggunakan jari bagian tengah, lubang ke tujuh ditutup dengan menggunakan jari telunjuk. Lubang ke delapan yang posisinya berada di sisi bagian bawah bansi ditutup dengan menggunakan ibu jari tangan bagian kiri. Selain jari-jari yang sudah disebutkan tadi, ibu jari tangan bagian kanan berfungsi untuk menahan posisi bansi tersebut. Gambar 1: Posisi Jari Memainkan Bansi 4.4 Teknik Penghasilan Bunyi Dalam permainan alat musik bansi, ada 5 teknik yang harus dikuasai, yaitu : 35
1. Gariniak: teknik improvisasi yang khas pada musik Minangkabau, teknik ini meliputi penjarian, yaitu dengan cara membuka dan menutup lubang nada dengan cepat pada alat musik yang dimainkan. Teknik gariniak ini mempunyai ciri khas tersendiri bagi setiap pemain alat musik bansi, dikarenakan improvisasi setiap pemain bansi yang berbeda-beda. 2. Saik: pada teknik ini, sama halnya seperti gariniak, saik juga merupakan improvisasi, untuk memainkan teknik ini dengan cara menutup lubang nada secara perlahan-lahan, sehingga menghasilkan legato dan dilakukan secara berulang-ulang. 3. Kalorok: dalam teknik ini, nada yang dihasilkan adalah melodi untuk memberi isi pada sambungan melodi. 4. Pakok: dalam teknik ini, melodi yang dihasilkan untuk menutup sebuah lagu atau dendang, penggunaan pakok tergantung pada dendang yang diiringi. 36
5. Langkiang: teknik ini menghasilkan nada falseto untuk nada yang melengking 4.5 Nada-Nada Yang Dihasilkan Apabila seluruh lubang nada ditutup akan menghasilkan nada si (7) rendah. Gambar 2 : Posisi jari untuk menghasilkan nada Si pertama. Untuk menghasilkan nada do (1) pada bansi, lubang yang di buka adalah lubang 37
Gambar 3: Posisi jari untuk menghasilkan nada Do Untuk menghasilkan nada re (2) pada bansi, lubang yang dibuka adalah lubang pertama dan ke dua. Gambar 4: Posisi jari untuk menghasilkan nada Re Untuk menghasilkan nada mi (3) pada bansi, lubang yang dibuka adalah lubang pertama, ke dua, dan ke tiga. 38
Gambar 5: Posisi jari untuk menghasilkan nada Mi Untuk menghasilkan nada fa (4) pada bansi, ada sedikit perbedaan dengan lubang nada yang sebelumnya, selain melepas lubang ke empat, lubang ke tiga harus ditutup untuk mendapatkan nada fa (4). Gambar 6: Posisi jari untuk menghasilkan nada Fa Untuk menghasilkan nada sol (5) pada bansi, lubang yang di buka adalah lubang pertama sampai lubang ke lima. 39
Gambar 7: Posisi jari untuk menghasilkan nada Sol Untuk menghasilkan nada la (6) pada bansi, lubang yang dibuka adalah lubang pertama sampai lubang ke enam. Gambar 8: Posisi jari untuk menghasilkan nada La Untuk menghasilkan nada si (7) pada bansi, lubang yang di buka adalah lubang pertama sampai lubang ke tujuh. 40
Gambar 9: Posisi jari untuk menghasilkan nada Si tersebut. Untuk menghasilkan nada do (1) oktaf, maka kita harus membuka semua lubang nada Gambar 10: Posisi jari untuk menghasilkan nada Do oktaf 41
4.6 Posisi Pemain Dalam permainan bansi, ada tiga posis yang harus diperhatikan, yaitu posisi duduk baselo atau bersila, duduk di kursi, dan berdiri. 4.6.1 Duduak Baselo Pada posisi duduak baselo atau duduk bersila dalam permainan bansi dilakukan pada saat acara malam berinai, posisi pemain bansi berada di dalam rumah dan menghadap ke pintu, supaya dapat melihat tamu atau undangan yang akan datang. Bukan hanya pemain bansi saja yang harus duduak baselo, tetapi semua tamu atau undangan yang berada pada acara malam berinai itu juga harus duduak baselo. Gambar 11: Posisi duduk bersila atau dudak baselo 4.6.2 Duduak di Kursi Pada posisi duduak di kursi atau duduk di kursi dalam permainan bansi, ini dilakukan ketika acara pertunjukan dan hiburan pribadi. 42
Gambar 12: Posisi pemain duduk di kursi 4.6.3 Posisi badiri atau berdiri Pada posisi berdiri atau badiri ini sama halnya seperti pada posisi duduk di kursi, yaitu dilakukan ketika acara pertunjukan dan hiburan pribadi. Gambar 13: Posisi pemain berdiri 43
4.7 Sampel Lagu Disini penulis menyertakan materi lagu yang hasilnya dapat dilihat dalam bentuk visual. Lagu yang dimaksud adalah yang berjudul Palayaran. Alasan penulis memilih lagu ini adalah karena sangat popular di masyarakat Minangkabau dan juga sering dimainkan pada acara malam berinai. Disamping itu, lagu ini salah satu lagu yang memiliki karakter yang cocok untuk dimainkan pada Bansi. Didalam lagu ini terdapat empat teknik permainan alat musik Bansi. Berikut adalah hasil transkripsi lagu Palayaran yang dimainkan oleh bapak Zul Alinur yang ditranskrip oleh David A Simanungkalit S.Sn. dan penulis. 44
TRANSKRIPSI LAGU PALAYARAN 45
46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pada uraian-uraian yang telah penulis jelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan mengambil kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan penulis sebagai penutup tulisan ini. 5.1 Kesimpulan Alat musik bansi Minangkabau termasuk kedalam klasifikasi alat musik aerophone dalam kelompok whistle (rekorder), dimana sumber penghasilan bunyinya berasal dari hembusan udara yang di hembuskan oleh pemainnya. Bansi memiliki 7 buah lubang nada, satu lubang hembusan udara, dan satu lubang pembelah udara. Alat musik ini bisa dimasukkan kedalam solo instrumen dan kedalam ensambel instrumen, fungsinya sebagai pembawa melodi didalam solo instrumen maupun ensambel instrumen. Dalam hal ini, seperti penjelasan yang telah di uraikan penulis pada bab-bab sebelumnya, awal mula bansi masuk ke kota Medan sekitar tahun 1986 yang diperkenalkan oleh Bapak Hajizar, yang kebetulan dulu Bapak Hajijzar sedang melanjutkan progam Studi S-1 nya di Departemen Etnomusikologi. Seiring berjalannya waktu, bansi ini mulai dikenal oleh masyarakat Minangkabau yang ada di kota Medan. Bansi digunakan pada saat acara malam berinai, dimana acara tersebut adalah acara pembuatan daun inai ke kuku pengantin wanita yang akan melangsungkan acara resepsi pernikahan esok harinya, sekaligus menyampaikan pesan-pesan nasehat kepada pengantin wanita tersebut. Alat musik ini juga dapat digunakan sebagai hiburan pribadi. Berdasarkan penelitan yang dilakukan penulis dan informasi yang didapat dari narasumber, dalam memainkan alat musik bansi, ada 5 teknik yang harus diketahui oleh seorang yang akan memainkan alat musik tersebut, teknik itu diantaranya adalah: Gariniak, 47
Saik, Kalorok, Pakok, Langkiang. Untuk seorang yang akan mempelajari memainkan alat musik bansi juga harus belajar circular breathing (Sirkulasi udara), karena didalam solo instrumen maupun ensambel instrumen terdapat lagu yang harus menggunakan circular breathing. Dari hasil informasi yang didapat penulis dari informan, ada tiga posisi tubuh dalam permainan alat musik bansi, yaitu posisi duduak baselo atau duduk bersila, duduak di kursi atau duduk dikursi, dan badiri atau berdiri. 5.2 Saran Melihat keterbatasan data yang dikumpulkan penulis pada penelitian ini dikarenakan keterbatasan materi maupun hal lain yang belum mendukung, untuk itu perlu penelitian yang berkelanjutan secara lebih mendalam. Dengan demikian diharapkan kepada peneliti-peneliti berikutnya supaya memberikan usaha yang lebih maksimal pada penelitian yang berkaitan dengan alat musik Minangkabau khusnya alat musik bansi. Penulis juga menyampaikan supaya kiat harus menjaga dan melestarikan kebudayaan kita, supaya tidak hilang oleh perkembangan teknologi yang semakin maju. 48