BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB IV. Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat plural. 1. hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Dalam pembahasan kali ini,

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

BAB IV. Agama Surabaya Tentang Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Tuban. itu juga termasuk di dalamnya surat-surat berharga dan intelektual.

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 1359/PDT. G/2013/PA. MLG DENGAN ALASAN GUGATAN OBSCUUR LIBEL DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB IV ANALISIS TIDAK DITERIMANYA KUMULASI GUGATAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

GUGAT BALIK (REKONVENSI) SEBAGAI SUATU ACARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DALAM PERADILAN DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

Lex Administratum, Vol. V/No. 5/Jul/2017. Kata kunci: Penyelesaian sengketa, harta bersama, agunan, perceraian.

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

Perkara Tingkat Pertama Cerai Gugat. Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :

BAB IV MUTAH DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA. A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Menggunakan atau Tidak

BAB IV ANALISIS KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI, ISBAT NIKAH DAN PENETAPAN ANAK

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAJELIS HAKIM MENOLAK PERMOHONAN IWA<D} PERKARA KHULU DALAM GUGATAN REKONVENSI (No. 1274/Pdt.G/2010/PA.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pasal 1917 BW dijelaskan bahwa pada dasarnya suatu putusan itu

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. 1

Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK ASUH ANAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat maupun hukum Islam. Dalam hukum adat, harta bersama. masing-masing pihak baik suami maupun istri adalah merupakan harta

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT

1. Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon / suami atau kuasanya :

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN. AGAMA MALANG PERKARA NO. 0380/Pdt.G/2012/PA.Mlg

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1989 TERHADAP PENENTUAN PATOKAN ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, yang berpuncak pada

REKONVENSI YANG DIAJUKAN SECARA LISAN DALAM PERSIDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt

Prosedur berperkara pada Pengadilan Agama Sungai Penuh, adalah sebagai berikut:

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

BAB I PENDAHULUAN. warga negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan. ini dikarenakan seorang hakim mempunyai peran yang besar dalam

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkawinan mempunyai nilai-nilai yang Sakral dalam agama, karena

BAB I PENDAHULUAN. esensial, yaitu keadilan (gerechtigheit), kemanfaatan (zwachmatigheit) dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MAKALAH PROBLEMATIKA PERKARA PERMOHONAN CERAI TALAK DENGAN REKONVENSI SERTA PENYELESAIANNYA. H.M.MUNIR ACHMAD, S H, M Hum.

1 Abdul Manan, Penerapan, h R.Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor: Politea, 1995). h. 110.

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Sebelum diturunkannya al-quran perempuan kedudukannya

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB IV. Hakim dalam memutuskan suatu perkara yang ditanganinya, selain. memuat alasan dan dasar dalam putusannya, juga harus memuat pasal atau

BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP SITA MARITAL ATAS MAS KAWIN PASCA PERCERAIAN. (Studi Penetapan Perkara Nomor 626/Pdt.G/2008/PA.

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

ALASAN PERCERAIAN DAN PENERAPAN PASAL 76 UU NO.7 TAHUN 1989 YANG DIUBAH OLEH UU NO.3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA OLEH UU NOMOR 50 TAHUN 2009

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TENTANG CERAI GUGAT DENGAN ALASAN IMPOTEN. A. Prosedur Cerai Gugat Dengan Alasan Impoten

1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MALANG DALAM MENETAPKAN GUGATAN REKONVENSI MENGENAI HARTA GONO GINI DAN HADHANAH

PUTUSAN Nomor 44/Pdt.G/2015/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perceraian, tetapi bukan berarti Agama Islam menyukai terjadinya perceraian dari

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB I PENDAHULUAN. sehingga munculah sengketa antar para pihak yang sering disebut dengan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum

BAB IV ANALISIS YURIDIS PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK-HAK ISTRI DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA

1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4.

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby

PERANAN HAKIM DAN PARA PIHAK DALAM USAHA UNTUK MEMPERCEPAT PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perkawinan), sebagai berikut:

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN SITA JAMINAN ATAS HARTA PERKAWINAN DALAM PERKARA PERCERAIAN VERAWATY KOJUNGAN / D

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk di bumi ini dengan berpasang-pasangan yakni

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun 1989 yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, peradilan agama menjadi tempat bagi para pencari keadilan, khususnya bagi setiap orang muslim untuk menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan masalah perdata Islam. Seperti halnya masalah gugat cerai, waris, harta bersama dan lain sebagainya. Gugat cerai yang diajukan oleh istri dapat digabungkan sekaligus dengan gugat harta bersama, sesuai dengan pasal 86 UU ayat (1) No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur berbagai ketentuan hukum materiil perkawinan dan segala sesuatu yang terkait dengannya, sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 mengatur tentang tata cara perkawinan dan sekaligus merupakan hukum acara dalam menyelesaikan sengketa perceraian. Selain kedua ketentuan ini terdapat pengaturan lain yang dikhususkan bagi orang beragama Islam yaitu yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Perceraian juga merupakan sesuatu yang dibenci oleh Allah, karena pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah untuk berpasang-pasangan. Antara cerai dengan talak sebenarnya tidak ada perbedaan, kalau cerai berasal dari bahasa Indonesia, sedangkan talak berasal dari bahasa arab. Namun dari

2 segi pengertian hukum dan konsekuensi, antara keduanya tidak ada bedanya. Talak dan cerai memang satu hal yang sama, kecuali hanya masalah bahasa. Talak merupakan kalimah bahasa Arab yang bermaksud "menceraikan" atau "melepaskan". Mengikut istilah syara' ia bermaksud "Melepaskan ikatan pernikahan atau perkawinan dengan kalimah atau lafaz yang menunjukkan talak atau perceraian". Harta 1 merupakan bagian dari kehidupan manusia yang sangat penting, harta bersama adalah harta yang digunakan (dimanfaatkan) bersamasama selama perkawinan berlangsung, adanya harta bersama dalam perkawinan merupakan hasil dari bawaan masing-masing pihak (istri dan suami), selama mereka terjalin dengan ikatan perkawinan, maka apa yang mereka dapatkan atau hasilkan menjadi harta bersama hal itu sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 87. Dan lembaga peradilan yang berwenang menyelesaikan persengketaan dalam bidang itu yaitu Peradilan Agama Wujud harta bersama telah dijelaskan di dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu pasal 35 yang berbunyi: 1. Harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. 2 1 Ibid., hlm. 299 2 M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Pustaka Kartini, 1993, hlm. 296.

3 Keduanya memberikan penjelasan tentang harta bersama, meskipun demikian didalam masyarakat kita (Indonesia) harta bersama memiliki beberapa istilah, ada yang menyebut dengan harta gono-gini (Jawa), harta seharkat yang juga cukup dikenal di masyarakat Aceh, semua sebutan itu mengarah kepada satu pengertian yaitu harta bersama, dimanapun ia berada, harta bersama mempunyai pengertian dan penafsiran sendiri di suatu daerah tertentu. Kelemahan penyelesaian kumulasi gugatan ini, adalah dimana putusan cerai itu menunggu hasil pemeriksaan semua harta bersama terlebih dahulu, itupun kalau hakim memutuskan gugatan itu diterima, tetapi kalau gugatan harta bersama itu ditolak maka penggugat (pihak istri) mau tidak mau harus mengajukan gugatan baru lagi yaitu gugatan harta bersama, Dalam undangundang no. 7 Tahun 1989 pasal 86 ayat (1), penyelesaian perkara kumulasi gugatan cerai dengan gugatan.harta bersama dibolehkan, dalam hal ini penggugat mengajukan dua kali gugatan ke PA yang sama yaitu gugatan cerai sebagai perkara pokok digabung dengan gugatan harta bersama, dan setelah diputus dengan putusan sela bahwa gugatan tersebut harus berdiri sendirisendiri maka penggugat mengajukan gugatan baru yaitu gugat harta bersama, Penggabungan gugatan cerai dan harta bersama dibolehkan karena ada koneksitas antara satu sama lain, untuk mengetahui apakah ada atau tidak, dapat dilihat dari sudut kenyataan atau fakta, apabila ada koneksitas, penggabungan itu akan mempermudah jalannya acara persidangan, hal ini

4 dapat menghindarkan keputusan yang saling bertentangan dan dapat menghemat biaya dan tenaga serta waktu. Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 dipakai oleh hakim Pengadilan Agama dalam memeriksa perkara perceraian yang bersifat kumulatif, tetapi dalam HIR, perkara kumulasi gugat cerai dengan harta bersama tidak diatur, ini memungkinkan hakim boleh untuk menolak kumulasi tersebut. Perkara kumulasi gugatan perceraian dengan harta bersama dapat selesai dengan memakan waktu yang cukup lama, karena hakim harus.lebih teliti dalam memeriksa beberapa posita dari penggugat, tetapi kalau penggabungan gugatan perceraian dengan pembagian harta bersama memang diperlukan waktu yang lama dan kalau hal itu dipisahkan (antara gugatan perceraian dengan gugatan harta bersama), kemungkinan yang terjadi adalah setelah gugatan perceraian diputus, dan kemudian mengajukan gugatan baru yaitu gugatan pembagian harta bersama, kemungkinannya tergugat dapat menghabiskan harta tersebut, dan menimbulkan masalah, apa yang harus penggugat lakukan untuk menuntut harta bersama, tuntutan yang semacam ini 3 jelas akan merugikan penggugat. Praktisnya gugatan cerai akan melahirkan gugatan baru yaitu gugatan harta bersama. Terhadap kumulasi gugat ini kiranya dapat dilakukan analogi kepada penyelesaian gugat rekonvensi sebagaimana diatur dalam pasal 132 b ayat (3)/HIR atau 185 ayat (3) R.Bg. Dua pasal ini membolehkan bagi hakim untuk menjatuhkan putusan secara terpisah antara gugat konvensi dan gugat 3 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 110

5 rekonvensi, bahwa perkara yang satu dapat diselesaikan lebih dahulu, namun tetap diadili oleh hakim yang sama Pada hakekatnya gugatan rekonvensi merupakan kumulasi dua tuntutan yaitu tuntutan penggugat dan tuntutan tergugat 4. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Yahya Harahap yang menyatakan: gugatan rekonvensi baru dianggap sah dan dapat diterima untuk dikumulasikan dengan gugatan konvensi, apabila terpenuhi syarat. 5 Oleh karena itu tidak salah jika dikatakan bahwa rekonvensi pada dasarnya merupakan kumulasi gugat dalam bentuk lain. Putusan PA Purwodadi ini menolak kumulasi gugatan, dimana perceraian diputus terlebih dahulu, baru kemudian mengajukan gugatan baru yaitu gugatan harta bersama, sebelumnya bahwa gugatan cerai dan pembagian harta bersama ini digabungkan kedalam satu gugatan, tetapi oleh hakim gugatan tersebut harus dipisah dan berdiri sendiri. B. Rumusan Masalah Adapun pokok permasalahan yang akan diungkap dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Apa landasan PA Purwodadi terhadap kumulasi gugat cerai dengan harta bersama? 2. Apa dasar pertimbangan hakim PA Purwodadi terhadap penolakan kumulasi gugat cerai dengan harta bersama? 4 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1979, hlm. 42 5 M.Yahya Harahap, op. Cit. hlm. 475

6 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui putusan Pengadilan Agama Purwodadi tentang kumulasi gugatan. 2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim PA Purwodadi terhadap penolakan kumulasi gugat cerai dengan harta bersama. D. Telaah Pustaka Untuk mengetahui validitas penelitian yang penulis lakukan, maka dalam telaah pustaka ini, penulis akan menguraikan beberapa hasil skripsi dan tulisan dari para sarjana syari ah IAIN Walisongo dan sarjana hukum perguran tinggi lainnya, yang mempunyai tema sama tetapi perspektif bahasannya yang berbeda, hal ini untuk bukti bahwa pnelitian yang penulis lakukan adalah murni dan jauh dari upaya plagiat. Adapun skripsi tersebut adalah: 1. Studi analisis terhadap putusan Pengadilan Agama Rembang No. 318/Pdt.G/2003 Tentang cerai gugat bahwa suami menderita stroke. Yang disusun oleh Siti Sangadah lulusan 2006. dalam skripsi ini dijelaskan seorang istri menggugat cerai suaminya yang menderita stroke, karena alasan itulah isteri menggugat cerai, dalam analisisnya penggugat mempunyai alasan utnuk mengajukan gugatan cerai karena karena suami menderita stroke sebagaimana pasal 19 huruf e PP no. 9 Tahun 1975. 2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Slawi No. 1077/Pdt.G/2003 Tentang Putusan Cerai Talak (Pengkabulan hal-hal

7 yang tidak diminta oleh para pihak yang berperkara). Oleh M. Fikrul Khodziq lulusan tahun 2004. dalam analisisnya majelis dalam putusannya yang tidak menyebutkan dasar hukumnya tersebut tidak sesuai dengan Pasal 178 HIR. (3) bahwa hakim dilarang menjatuhkan putusan perkara yang tidak dituntut serta lebih dari pada yang dituntut. 3. Problematika Komulasi Gugat Dalam Perkara Perceraian Dan Alternatif Penyelesaiannya. Oleh : Firdaus Muhammad Arwan, yang menguraikan masalah yang dihadapi dalam perkara kumulasi gugat cerai dan harta bersama dan anjuran agar tidak dilakukan komulasi gugat, serta jalan pnyelesaian kumulasi gugat cerai dengan menggunakan brbagai metode agar penyelesaian komulasi gugatan perceraian tidak berlarut-larut 4. Studi Tentang Komulasi Gugatan Dalam Pemeriksaan Perkara Perdata (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta). Oleh Kukuh Puji Santoso C 100040023 fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2009, yang meneliti persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam mengajukan komulasi gugatan ke pengadilan negeri, mekanisme dalam mengajukan komulasi gugatan ke pengadilan negeri, alasan para subyek hukum dalam mengajukan gugatan memilih dengan metode komulasi gugatan, permasalahan-permasalahan apa yang timbul dari pelaksanaan komulasi gugatan dalam pemeriksaan sengketa perdata dan bagaimana penyelesaiannya. 5. Pasal 86 Ayat (1) Penyebab Lamanya Perkara Perceraian (Kendala Peraturan Perundang-Undangan). Oleh: Drs. H. Marjohan Syam,

8 SH.,MH, beliau adalah Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru), 6 yang dalam tulisannya ia menguraikan sebab-sebab lamanya perkara perceraian, perkara perceraian yang penyelesaiannya bertahuntahun, bukanlah disebabkan karena buruknya kinerja hakim dalam menangani kasus perceraian, tetapi lebih karena aturan Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang- Undang No. 3 Tahun 2003 Tentang Peradilan Agama. Dalam Pasal 86 ayat (1) tersebut membuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan harta bersama yang dikumulasikan dengan perkara gugatan perceraian atau menggunakan gugat balik (reconventie), biasanya para pihak memanfaatkan upaya hukum banding atau kasasi bahkan peninjauan kembali adalah yang menyangkut harta bersama, nah dengan demikian masalah perceraian terbawa rendong oleh Pasal yang membolehkannya, sehingga penyelesaian perceraian menjadi lama mengikut upaya hukum yang digunakan oleh pihak yang tidak puas atas pembagian harta bersama tersebut. Putusan hakim yang menolak kumulasi gugatan cerai dengan pembagian harta bersama dinilai kurang memenuhi rasa keadilan, hal tersebut akan menjadikan bertentangan dengan asas-asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan. 7 Karena memang hukum acara di peradilan agama juga menganut hukum acara yang ada di peradilan umum, maka hukum acara yang digunakan bisa dikatakan tercampur aduk, maka dengan 6 http://www.badilag.net/data/artikel/pasal%2086%20ayat%201.pdf. Dikutip Tgl. 7 Juli 2009. 7 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

9 lahirnya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yang diamandemen dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, peradilan agama memiliki kekuatan sendiri untuk menyelesaikan semua perkara yang menjadi wewenangnya. Berbeda dengan kajian yang telah ada sebelumnya, penulis mencoba memfokuskan pada hukum acara kumulasi gugatan yang berlaku di Pengadilan Agama Purwodadi.yaitu mengenai Putusan PA Purwodadi tentang kumulasi gugatan perceraian dengan gugatan harta bersama yang ditolak hakim PA Purwodadi. E. Metode Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan penelitian dokumenter (Document Research/Library Research) dimana penelitian ini meneliti putusan PA Purwodadi yang merupakan dokumen. 1. Metode pengumpulan data a. Dokumentasi.yaitu dengan melihat dokumen putusan Pengadilan Agama Purwodadi No. 2281/G.Pdt/2008/PA. Pwd. Putusan tersebut adalah putusan yang berisi kumulasi gugat cerai dan harta bersama. b. Interview / wawancara yaitu usaha mengumpulkan data dengan menggunakan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang berkompeten yaitu hakim anggota dan panitera pengganti 2. Jenis data a. Sumber data primer

10 Yaitu sumber data yang memberikan data langsung. dalam penelitian ini sebagai sumber primernya adalah putusan Pengadilan Agama Purwodadi No. 2281/Pdt.G/2008/PA Pwd. b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber-sumber data primer buku-buku lain yang ada hubungannya dengan permasalahan yang penulis bahas. 3. Metode analisis data Penelitian ini bersifat kuantitatif, metode ini digunakan sebagai upaya untuk mendiskripsikan dan menganalisis secara sistematis terhadap putusan dan dasar pertimbangan hakim PA Purwodadi, dalam menyelesaikan permasalahan ini. Setelah data terkumpul, maka penulis mengadakan penyaringan terhadap data tersebut adapun metode penulis pergunakan dalam pengolahan data ini adalah: Metode deskriptif normatif Yaitu menggambarkan secara tepat sifat-sifat keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau untuk menetukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. 8 Metode ini digunakan untuk menguraikan atau menjelaskan ketentuan dari hal-hal yang tidak sesuai dengan hukum normatif yang berlaku pada saat ini. Jadi, metode deksriptif normatif ini akan 2003, hlm. 25 8 Amirudin, Metode Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

11 menjelaskan atau menerangkan fakta yang terjadi di lapangan dengan hukum normatif. F. SISTEMATIKA PENULISAN Penyusunan sistematika penulisan ini dilakukan agar pembaca mengetahui secara jelas pokok-pokok dalam pembahasan skripsi ini. Yang antara lain yaitu: Bab I : Pendahuluan Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan Penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Umum Tentang Kumulasi Gugatan Dalam ketentuan umum kumulasi gugatan ini, akan diuraikan tentang pengertian kumulasi gugatan, macam-macam kumulasi gugatan, syarat formil kumulasi gugatan dan tujuan kumulasi gugatan. Bab III : Tinjauan Yuridis Terhadap Kumulasi Gugata Cerai Dengan Harta Bersama. Pada bab ini diuraikan tentang Pengadilan Agama Purwodadi, permasalahan putusan hakim yang menolak penggabungan gugatan cerai dengan pembagian harta bersama serta dasar pertimbangan hakim PA Purwodadi. Bab IV : Analisis Terhadap Penolakan Kumulasi Gugat Cerai Dengan Harta Bersama.

12 Dalam bab ini berisikan analisis terhadap penolakan kumulasi gugat cerai dengan harta bersama dan analisis dasar pertimbangan hakim PA Purwodadi yang menolak kumulasi gugat cerai dengan harta bersama. Bab V : Penutup Dalam bab ini penulis memaparkan kesimpulan dari analisis yang dilengkapi dengan saran-saran dan penutup.