I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan, perdagangan gelap narkotika merupakan permasalahan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Narkotika sendiri merupakan barang yang tidak lagi dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia sekarang ini melaksanakan pembaharuan hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Reni Jayanti B ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan narkoba ataupun dalam penyalahgunaanya merupakan masalah. perkembangan tingkat peradaban umat manusia serta mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

I. PENDAHULUAN. spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pikiran, perasaan, mental, dan perilaku seseorang. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

- 1 - BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peredaran narkoba secara tidak bertanggungjawab sudah semakin meluas dikalangan masyarakat. Hal ini tentunya akan semakin mengkhawatirkan, apalagi kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda (generasi penerus bangsa) yang merupakan harapan dan tumpuan bangsa di masa yang akan datang. Aparat penegak hukum mengalami kesulitan dalam mengatasai masalah penyalahgunaan narkoba ini. Sehingga di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual manusia seutuhnya lahir maupun batin. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan narkoba. Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dibentuk Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya disingkat BNN yang merupakan Lembaga Pemerintahan Nonkementerian (LPNK) yang berkedudukan dibawah Presiden dan bertaggung jawab kepada Presiden. Mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah dibidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. BNN

2 bertugas untuk mengkoordiasi instansi pemerintah terkait dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya dibidang ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif lainnya. Menghadapi persoalan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat, aparat penegak hukum mengalami kesulitan dalam mengatasai masalah penyalahgunaan narkoba ini. Disisi lain masalah peredaran dan penyalahgunaan ini merupakan perbuatan terlarang dan sangat membahayakan bagi yang mengkonsumsinya. Dengan adanya BNN diharapkan dapat membantu pemerintah untuk menanggulangi penyalahgunaan narkoba dikalangan masyarakat. Penyalahagunaan dan peredaraan gelap narkoba masih terus menjadi ancaman serius bagi setiap negara, hal ini diakibatkan oleh terjadinya peningkatan produksi Narkoba secara illegal dan pendistribusian yang begitu cepat dan meluas dengan tidak lagi mengenal batas antara Negara, yang mengakibatkan korban peyalahgunaan narkoba yang setiap tahun mengalami peningkatan. Upaya pengawasan nakoba yang ketat oleh negara-negara di dunia telah dapat mengendalikan peredaraan narkoba di Eropa, Amerika dan Asia. Namun demikian transaksi dan peredaraan gelap narkoba yang dilakukan oleh pelaku kejahatan terorganisir (organized crime) ternyata terus meningkat, sehingga diperlukan berbagai macam upaya untuk melindungi masyarkat dari bahaya narkoba.

3 Berdasarkan data dari UNODC diestimilasikan bahwa sebanyak 149 sampai dengan 272 juta jiwa yang mengkonsmsi narkoba pada tahun 2009, dengan kelompok umur 15-64 tahun atau sebesar 3,3%, dan diestimilasikan setengahnya sebagai pengguna narkoba hingga sekarang. Ganja adalah jenis narkoba yang paling banyak digunakan, dikonsumsi oleh sekitar 125-203 juta jiwa pada tahun 2008. Selanjutnya diikuti oleh ATS (Amphetamine Type Stimulant), shabu, dan ekstasi. Konsumsi heroin dan kokain dianggap stabil dan mengalami penurunan, hampir mayoritas kawasan diimbangi dengan kenaikan penyalahgunaan narkoba yang menggunakan resep dan zat sintetis. Penggunaan resep non medis dilaporkan menjadi permasalahan yang baru disejumlah Negara maju dan berkembang. BNN melaksanakan tugasnya melalui kegiatan Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), melalui program -program kegiatan berupa uji narkoba melalui rambut sebagai upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika. Ternyata tingkat akurasi uji narkoba melalui rambut lebih tinggi dibanding melalui urine. Jika pemakai narkoba berhenti mengonsumsi selama satu bulan, saat diuji melalui urine tidak akan terdeteksi. Namun, dengan uji melalui rambut masih dapat terdeteksi. Itu karena komponen drug akan terbawa ke rambut dan bisa bertahan sampai 90 hari. Jadi walaupun pengguna sudah berhenti selama satu tahun (mengonsumsi narkoba) masih bisa terdeteksi, kecuali pertumbuhan rambut orang tersebut cepat.

4 Metode tes melalui urine yang biasanya digunakan untuk menguji penggunaan narkoba di kalangan masyarakat, kini dianggap usang. Metode tes melalui urine dianggap sudah tidak efektif karena tes melalui urine memiliki beberapa kelemahan, yaitu hanya bisa mendeteksi pengguna narkoba satu minggu setelah seseorang menggunakan narkoba. Selain itu, pada saat pengetesan, seseorang narapidana atau pengguna narkoba bisa memanipulasi urinenya dengan air. Dengan adanya metode tes melalui rambut diharapkan dapat menjaring lebih banyak lagi para pengguna narkoba dikalangan masyarakat luas. Karena hingga kini penyebaran penyalahgunaan narkoba sudah hampir tidak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Tentu saja hal ini bisa membuat orang tua, organisasi masyarakat, dan pemerintah khawatir. Upaya pemberantasan narkoba pun sudah sering dilakukan, namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupu dewasa, bahkan anak-anak usia SD, SMP pun banyak yang terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan narkoba pada anak-anak adalah pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan untuk mengawasi dan mendidik anaknya agar selalu menjauhi penyalahgunaan narkoba. Kebijakan perubahan UU Nomor 22 Tahun 1997 menjadi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah untuk meningkatkan kegiatan guna mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang sangat merugikan

5 dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Undang-Undang yang baru ini bertujuan untuk mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika melalui ancaman sanksi pidana : pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan : 1. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepetingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; 2. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; 3. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan 4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika. Kemudian dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan undang-undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang kemudian disingkat BNN. Dalam melaksanakan tugas pemberantasan dan penyalahgunaan dan peredaraan gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan tes bagian tubuh lainnya. Permasalahan Narkoba jelas begitu kompleks dan rumit dan dapat merusak generasi muda penerus bangsa. Oleh karena itu untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang modus

6 operandinya semakin canggih, diatur mengenai perluasan teknik penyidikan lainnya yaitu melalui tes uji narkoba melalui rambut untuk melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Dengan uji narkoba melalui rambut akan didapatkan hasil yang lebih valid dan akan mengatasi penyangkalan dalam uji narkoba melalui urine, sehingga dapat menjaring para pengguna narkoba dengan lebih cepat dan lebih banyak. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik membahas masalah uji narkoba melalui rambut sebagai upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba melalui skripsi yang berjudul : Analisis Pelaksanaan Uji Narkoba Melalui Rambut Dalam Rangka Pembuktian Tindak Pidana Narkotika (Studi Pada Badan Narkotika Nasional Pusat). B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang akan dibahas dalam penulisan proposal penelitian ini, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan dalam uji narkoba melalui rambut dalam rangka pembuktian tindak pidana Narkotika? b. Apakah faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan uji Narkoba melalui rambut dalam pembuktian tindak pidana Narkotika?

7 2. Ruang Lingkup Penelitian Untuk membatasi agar dalam penulisan proposal skripsi penelitian ini tidak terlalu luas dan menyimpang dari sasaran yang diinginkan, maka ruang lingkup penelitian dalam proposal skripsi ini dibatasi pada bidang kajian ilmu hukum, khususnya ilmu hukum pidana. Substansi penelitian dibatasi pada Analisis Pelaksanaan Uji Narkoba melalui rambut dalam rangka pembuktian tindak pidana Narkotika. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah DKI Jakarta. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian adalah : Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai prosedur pelaksanaan uji narkoba melalui rambut dalam rangka pembuktian tindak pidana Narkotika; b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan uji narkoba melalui rambut dalam pembuktian tindak pidana Narkotika. 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kegunaan Teoritis Secara teoritis penelitian ini berguna sebagai upaya, wawasan peneliti, pengembangan teori Ilmu Hukum dan pengembangan wacana bacaan khusunya

8 mengenai uji narkoba melalui rambut sebagai upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkotika. b. Kegunaan Praktis Dari segi praktis berguna sebagai upaya yang dapat dipetik langsung manfaatnya, seperti keterampilan menulis skripsi, sumbangan pemikiran dalam memecahkan suatu masalah hukum yang sering terjadi disekitar kita, dan bacaan bagi penelitian Ilmu Hukum. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Penulisan skripsi ini tidak lepas dari kerangka landasan teoritis dimana hal ini digunakan sebagai pijakan dan landasan dalam penulisan suatu karya ilmiah. Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebesar-besarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian. 1 Kemudian setiap penelitian itu akan ada suatu kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 2 1 Soerjono Soekanto, 1985,Penelitian Hukum Normatif. Jakarta, Rajawali. hal.48 2 Ibid,hal 125

9 Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara yang dibenarkan Undang-Undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan oleh Undang-Undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. 3 Berdasarkan pengertian yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pembuktian meliputi tiga hal, yaitu : a. Ketentuan atau aturan hukum yang berisi penggarisan dan pedoman cara yang dibenarkan Undang-Undang membuktikan kesalahan terdakwa, dikenal juga dengan sistem atau teori pembuktian; b. Ketentuan yang mengatur mengenai alat bukti yang dibenarkan dan diakui Undang-Undang serta yang boleh digunakan hakim membuktikan kesalahan; c. Ketentuan yang mengatur cara menggunakan dan menilai kekuatan pembuktian masing-masing alat bukti. Hal-hal mengenai faktor-faktor penghambat penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto 4 antara lain : a. Faktor hukumnya sendiri Terdapat beberapa asas dalam berlakunya undang-undang yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak positif. Artinya, agar undangundang tersebut mencapai tujuannya secara efektif di dalam kehidupan masyarakat. b. Faktor penegak hukum Penegak hukum mempunyai kedudukan ( status) dan peranan ( role). Seorang yang mempunyai kedudukan tertentu lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. 3 M. Yahya Harahap,2000. Teori pembuktian, Jakarta, Raja Grafindo,hal.273 4 Soekanto, soerjono. 1983. Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Ghalia Indonesia. Jakarta.hal 34-35

10 c. Faktor sarana atau fasilitas Penegakan hukum tidak mungkin berlangsung lancar tanpa adanya faktor sarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seharusnya. d. Faktor masyarakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. e. Faktor kebudayaan Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai -nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianut) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). 5 2. Konseptual Kerangka konseptual, merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah. 6 Konseptual ini menguraikan pengertian-pengertian yang berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini. Uraian ini ditujukan untuk memberikan kesatuan pemahaman yaitu : 1. Analisis adalah cara menganalisa atau mengkaji secara rinci suatu permasalahan. Analisis juga diartikan sebagai suatu penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya). 7 ; 2. Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti tersebut dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan, sesuatu hukum acara yang berlaku. 8 ; 5 Ibid, Hal 34-35 6 Soekanto, soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.hal.32 7 Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1998, hal 32 8 Bambang Waluyo. 1991. Penelitian Hukum Dalam Praktik. Sinar Grafika. Jakarta. Hal 3

11 3. Sistem pembuktian adalah pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang dipergunakan, penguraian alat bukti, dan dengan cara-cara bagaimana alat-alat bukti itu dipergunakan serta dengan cara bagaimana seorang hakim harus membentuk keyakinannya di depan sidang pengadilan 9 ; 4. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku 10 ; 5. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman dan bukan tanaman, baik sintesis maupun bahan sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini 11 ; 6. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah ataupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku 12 ; 7. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis 13 ; 9 Alfitra. sistem pembuktian. Hal 28 10 Moeljatno. 1983. Perbuatan Pidana & Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta. Hal 54 11 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pasal 1 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikoropika. Pasal 1 ayat 1 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

12 8. Peredaran gelap Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi 14 ; 9. Penanggulangan tindak pidana adalah berbagai tindakan atau langkah yang ditempuh oleh aparat penegak hukum dalam rangka mencegah dan mengatasi suatu tindak pidana dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan melindungi masyarakat dari kejahatan 15 ; 10. Badan Narkotika Nasional adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden 16. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan adalah urutan-urutan tertentu dari unsur-unsur yang merupakan suatu kebulatan dari penulisan dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dari hasil penelitian dalam skripsi ini. Secara keseluruhan skripsi ini terdiri dari lima (5) bab yang isinya mencerminkan isi dan materi sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Dalam bab ini memuat latar belakang penulisan, dari latar belakang tersebut ditarik pokok-pokok pemasalahan serta mambatasi ruang lingkup penelitian. Di dalam bab 14 Ibid, Pasal 35 15 Arief, Nawawi, Barda. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hal 156 16 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pasal 64 Ayat 2

13 ini juga memuat tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teori dan konseptual serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Didalam bab ini memuat pengertian-pengertian umum tentang Uji Narkoba, Narkoba, Narkotika, upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan faktor penegakan hukum. III. METODE PENELITIAN Pada bab ini penulis mengemukakan langkah-langkah atau cara-cara yang ditempuh dalam penulisan skripsi ini, yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penetuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memuat pokok bahasan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan yaitu tentang karakteristik responden, faktor-faktor apa saja yang dapat menghambat dalam uji narkoba melalui rambut dalam rangka pembuktian tindak pidana Narkotika sesuai dengan Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. V. PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang merumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan permasalahan yang dilanjutkan dengan memberikan beberapa saran yang diharapkan akan dapat berguna bagi pembaca.

14