BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

dokumen-dokumen yang mirip
Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

Pasal 48 yang berbunyi :

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

Lex Crimen Vol. IV/No. 7/Sep/2015

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT YANG KARENA UGAL-UGALAN DI JALAN RAYA MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. kota karena naluri dan kebutuhan penduduk untuk bergerak atau menggunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah alat transportasi darat lebih banyak

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan oleh pihak yang. dapat menjadi masyarakat yang lebih baik.

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PENGEMUDI PADA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN MATINYA SESEORANG

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. merupakan potensi masa depan dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGATUR LALU LINTAS UDARA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECELAKAAN LALU LINTAS DAN PELANGGARAN LALU LINTAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB III TINDAK PIDANA LALU LINTAS JALAN. A. Pengertian Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas

BAB III SANKSI PIDANA BAGI PENGEMUDI YANG TERLIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS SEHINGGA MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA

GANTI RUGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT PERBUATAN MELANGGAR HUKUM PENGEMUDI

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

BAB I PENDAHULUAN. mencapai angka kurang lebih 300 kendaraan per 1000 orang, suatu angka yang. dengan pangsa hampir sebesar 80 persen.

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

BAB I PENDAHULUAN. aman, tertib, lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercelah oleh

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

fasilitas pendukung aktivitas manusia tersebut adalah sarana transportasi.

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR TERHADAP HILANGNYA NYAWA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS KASMIR M KOLOI / D

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYELENGGARA JALAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA Oleh : Suyatna

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 2009/96, TLN 5025]

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu

Tindak pidana perampasan kemerdekaan orang lain atas dasar. keduanya, diantaranya persamaan-persamaan itu adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. 1. kepentingan masyarakat, agar kepentingan-kepentingan tersebut tidak

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

Lex et Societatis, Vol. II/No. 6/Juli/2014

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia.

BAB III UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEJALAN KAKI DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT KESALAHAN DARI PENGENDARA MOBIL (STUDY KASUS TUGU TANI)

BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. seperti sepeda, sampai kendaraan bermotor canggih. Kesemuanya tersebut tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

Transkripsi:

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut Black's Law Dictionary, tanggung jawab (liability) mempunyai tiga arti, antara lain : 102 a. Merupakan satu kewajiban terikat dalam hukum atau keadilanuntuk melakukan sesuatu. b. Kondisi menjadi bertanggung jawab atas kerugian atau aktual. c. Kondisi yang menciptakan tugas untuk melakukan tindakansegera atau di masa depan. Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana adalah dua hal yang berhubungan satu sama lain. Sebuah perbuatan pidana menuntut adanya pertanggungjawaban sebagai konsekuensi atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang. Mengenai penentuan suatu perbuatan dapat disebut perbuatan pidana, KUH Pidana kita menganut asas bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan undang-undang yang disebut sebagai asas legalitas. 102 Black's Law Dictionary 67

Dalam ketentuan hukum pidana positif di Indonesia prinsip umum mengenal perbuatan pidana yang dilakukan oleh siapapun mutlak dipertanggungjawabkan, sebab perbuatan pidana dengan nyata telah menimbulkan kerugian secara luas maka konsekuensinya menuntut pembalasan berupa sanksi hukuman. Selain itu dalam bab sebelumnya juga telah dikemukakan tentang asas kesalahan, yaitu tidak dipidana seseorang jika tidak memiliki kesalahan. Asas tersebut menegaskan bahwa hanya seseorang yang memiliki kesalahan yang dapat dimintai pertanggungjawabannya secara pidana atas perbuatannya. Untuk sampai pada kesimpulan bahwa seseorang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya menurut hukum pidana, hakim harus menilai beberapa hal. Pertama ia harus menentukan bahwa pelaku perbuatan pidana tersebut adalah orang yang normal mampu untuk bertanggungjawab, selanjutnya membuktikan pelaku melakukan perbuatan itu dengan adanya kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) dan yang terakhir pelaku tersebut tidak memiliki alasan pemaaf untuk menghapus kesalahannya tersebut. Tindak pidana kecelakaan lalu lintas sendiri pada dasarnya berbeda dengan tindak pidana umum lainnya yang mana pelaku biasanya melakukan suatu tindak pidana karena kealpaan atau kelalaiannya yang 68

mengakibatkan luka berat bahkan tak jarang yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, dalam pelaksanaan pelatihan kursus mengemudi mobil ini, kerap terjadi kecelakaan dijalan raya. Kecelakaan yang terjadi pada saat pelatihan salah satunya yaitu menabrak pengguna jalan lain dan hal tersebut dapat menimbulkan hilangnya nyawa orang lain. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur mengenai tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain karena kealpaannya pada pasal 359 yaitu barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. 103 Dalam kegiatan belajar mengemudi peran instruktur sangat penting karena memegang tanggung jawab yang besar.selain memberikan pelatihan kepada siswa belajar, instruktur juga harus memperhatikan faktor keselamatan. Walaupun pada mobil yang digunakan saat pelatihan telah dilengkapi dengan rem tambahan, penulis merasa hal itu tidak cukup untuk memberikan jaminan kesalamatan karena kecelakaan juga dapat terjadi karena kelalaian dari instruktur dalam memberikan instruksinya dalam proses belajar mengemudi. 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 359. 69

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memang menjelaskan mengenai adanya pendidikan dan pelatihan mengemudi sebagai salah satu sarana untuk dapat belajar mengendarai mobil. Pada pasal 79 Ayat (2) disebutkan bahwa instruktur adalah pihak yang bertanggungjawab apabila terjadi kecelakaan pada saat proses belajar mengemudi, namun dalam undang-undang ini tidak disebutkan mengenai ketentuan pidana dalam proses pendidikan dan pelatihan mengemudi. Undang-undang tersebut hanya mengatur ketentuan secara umum mengenai kecelakaan lalu lintas pada Pasal 310. Kecelakaan lalu lintas memang kerap terjadi dalam proses belajar mengemudi. Apabila dalam latihan kursus mengemudi terjadi kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain akibat kelalaian, ketentuan pidana yang berlaku adalah ketentuan dalam KUHP Pasal 359. Selanjutnya dalam proses latihan pendidikan dan pelatihan mengemudi, perlu diketahui apakah kecelakaan itu terjadi akibat kelalaian instruktur dalam memberikan arahan atau kecelakaan disebabkan karena kelalaian peserta yang tidak memperhatikan instruksi dari instruktur dengan baik. Pada dasarnya peran instruktur memang sangat vital dalam proses belajar mengemudi, namun hal itu bukan berarti instruktur memegang seluruh tanggung jawab apabila terjadi kecelakaan lalu lintas dalam proses belajar mengemudi. Seorang siswa melakukan latihan mengemudi di jalan raya tentu telah melewati berbagai latihan dasar dalam mengemudi mobil. 70

Apabila dalam proses latihan siswa belajar tidak mengikuti arahan sesuai instruksi yang diberikan oleh instruktur tentu juga bisa berakibat pada kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Karena kelalaiannya tersebut, tentu siswa belajar juga dapat dikenakan tindak pidana seperti pada pasal 359 KUHP. Moeljatno 104 menyatakan bahwa untuk adanya kesalahan, terdakwa harus : a. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum) b. Di atas umur tertentu mampu bertanggung jawab. c. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan. d. Tidak adanya alasan pemaaf. Jika dikaitkan dengan teori kealpaan seperti dalam pembahasan dalam bab sebelumya, kecelakaan lalu lintas pada saat praktek latihan mengemudi adalah bagian dari kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa). Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa) ini terjadi karena pelaku tidak membayangkan atau menduga akan timbul suatu akibat yang dilarang dan diancam pidana oleh undang-undang, padahal ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya akibat itu. 105 Bentuk kealpaan yang 104 Moeljatno, loc.cit. 105 Mahrus Ali, loc.cit. 71

tidak disadari ini merupakan corak yang paling ringan dibandingkan dengan kealpaan yang disadari. A. Pertanggungjawaban Pidana Oleh Instruktur Pada Pendidikan Dan Pelatihan Mengemudi Apabila Terjadi Kecelakaan Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, instruktur memang berperan penting dalam memegang tanggung jawab dalam proses pendidikan dan pelatihan mengemudi, tetapi dalam sebuah kasus kecelakaan haruslah ditelaah lebih dalam mengapa kecelakaan tersebut telah terjadi. Pada dasarnya instruktur adalah seorang pegawai yang telah ditunjuk oleh lembaga pelatihan, itu artinya seorang instruktur adalah seseorang yang telah cukup umur dan telah memiliki suatu kemampuan bertanggung jawab. Apabila dalam suatu latihan, instruktur melakukan hal karena kelalaiannya seperti salah memberikan instruksi atau lengah dalam memberikan instruksi karena kondisinya yang sedang tidak sehat, seharusnya instruktur tersebut mengetahui akibat yang akan terjadi. Sepatutnya instruktur tersebut dapat dimintai pertanggungjawabannya secara hukum. Dalam proses belajar, seorang siswa dianggap belum menguasai kendaraan dengan baik, oleh sebab itulah pertanggungjawaban seharusnya akan dikenakan terhadap instruktur. 72

Dalam kasus kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, khususnya dalam praktek belajar mengemudi, kejaksaan dapat menuntut seorang instruktur dengan pasal 359 KUHP yang menyebutkan bahwa barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.ketentuan tersebut merupakan ketentuan yang berlaku umum yang memberikan dasar hukum untuk tuntutan pidana kepada subyek hukum yang melakukan perbuatan yang menyebabkan matinya orang. Hal yang sama juga terjadi pada akibat perbuatan yang menyebabkan luka berat atau menderita sakit. Berdasarkan pada pasal 359 KUHP di atas, maka dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam pasal ini adalah sebagai berikut: a. Barang siapa Dalam hukum pidana barang siapa ditujukan kepada subjek hukum yaitu manusia (natuurlijke personen) sebagai penyandang hak dan kewajiban serta mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya.yang dimaksud dengan barang siapa dengan demikian adalah siapapun yang dapat menjadi subjek hukum, yaitu manusia. Jika dikaitkan dengan kasus kecelakaan yang dibahas dalam penelitian ini, maka instruktur merupakan 73

subjek hukum yang dapat mempertanggungjawabkan suatu perbuatan pidana. b. Karena Kealpaannya mengakibatkan orang lain mati Kealpaan adalah kurang hati-hati sehingga yang bersangkutan tidak pernah memperhitungkan akan terjadinya suatu keadaan karena kelalaian. Terkait pasal ini, R. Soesilo menjelaskan bahwa matinya seseorang di sini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi kematian tersebut hanya merupakan akibat dari pada kurang hati-hati atau lalainya terdakwa. 106 Dari penjelasan tersebut kejaksaan harus membuktikan adanya tindak pidana dengan kealpaan yang dilakukan oleh instruktur sesuai dengan pasal 359 KUHP diatas. Selanjutnya hakim lah yang memutus apakah dalam kecelakaan dalam praktek mengemudi tersebut, instruktur dapat dijatuhi pidana dan berapa lama pidana yang dijatuhkan bagi instruktur yang dengan kealpaannya mengakibatkan matinya orang lain. Instruktur dapat dikenakan pidana karena kealpaannya namun tidak termasuk dalam penyertaaan tindak pidana karena pada dasarnya instruktur hanya memberikan arahan, bukan turut serta melakukan perbuatan pidana. 106 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 74

Jika dikaitkan dengan teori kealpaan yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka tindak pidana yang dilakukan oleh instruktur tersebut termasuk dalam bentuk kealpaan yang tidak mengadakan penduga duga. Tidak Mengadakan Penduga-duga yang Perlu Menurut Hukum Mengenai ini ada dua kemungkinan, yaitu: 107 c. Terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian ternyata tidak benar. d. Terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. Dalam hal yang pertama kekeliruan terletak pada salah piker atau pandang, yang seharusnya disingkiri. Dalam hal kedua terletak pada tidak mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat mungkin akan timbul, hal mana adalah sikap yang berbahaya. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang instruktur berpikir bahwa ia percaya ia pandai dalam memberikan arahan dalam proses latihan, maka tidak akan menimbulkan kecelakaan. Pandangan 107 Ibid. 75

tersebut ternyata keliru, sebab dalam proses latihan terjadi kecelakaan. Seharusnya perbuatan itu dapat disingkirinya, sekalipun ia pandai. B. Pertanggungjawaban Pidana Oleh Siswa Belajar Dalam Proses Pendidikan Dan Pelatihan Mengemudi Apabila Terjadi Kecelakaan Kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur (elemen) kesalahan.karenanya mestinya untuk membuktikan adanya kesalahan, unsur tadi harus dibuktikan pula. 108 Dalam pembahasan mengenai pertanggungjawaban pidana oleh siswa belajar, penulis berpendapat bahwa cukup sulit untuk melakukan pembuktiannya.hal ini disebabkan oleh siswa belajar yang dianggap belum menguasai kendaraan secara baik dan hanya menerima instruksi dari instruktur.hal tersebut dinilai dapat digunakan sebagai alibi untuk membela dirinya, meskipun pada kenyataannya instruktur telah memberikan instruksi sesuai prosedur dan keadaan di lapangan. Dengan kemajuan teknologi, pendidikan dan pelatihan mengemudi harusnya mengikuti segala perkembangan.selain menyediakan rem tambahan untuk instruktur, pihak penyedia jasa sepatutnya juga harus menambahkan kamera di dalam mobil yang berfungsi untuk 108 Moeljatno, op.cit, hlm 181. 76

mengetahui apakah pelatihan telah berjalan sesuai dengan prosedur atau tidak. Hal ini juga dapat memudahkan pembuktian apabila terjadi kecelakaan lalu lintas pada saat pelatihan. Kembali pada masalah pertanggungjawaban, apabila jaksa penuntut umum dapat membuktikan adanya kesalahan dalam diri siswa belajar, tentunya siswa belajar juga dapat dikenakan pidana sesuai dengan kesalahannya. Dalam pembahasan mengenai pertanggungjawaban oleh siswa belajar, penulis berpendapat bahwa pasal yang digunakan apabila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain adalah ketentuan pada pasal 310 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotoryang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotoryang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 77

dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotoryang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Dari ketentuan Pasal 310 diatas dapat disimpulkan bahwa unsurunsur yang harus dibuktikan oleh jaksa adalah sebagai berikut: a. Barang siapa Dalam hukum pidana barang siapa ditujukan kepada subjek hukum yaitu manusia (natuurlijke personen) sebagai penyandang hak dan kewajiban serta mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya.yang dimaksud dengan barang siapa dengan demikian adalah siapapun yang dapat menjadi subjek hukum, yaitu manusia. Jika dikaitkan dengan kasus kecelakaan yang dibahas dalam penelitian ini, maka instruktur merupakan 78

subjek hukum yang dapat mempertanggungjawabkan suatu perbuatan pidana. b. Karena Kealpaannya mengakibatkan orang lain mati Kealpaan adalah kurang hati-hati sehingga yang bersangkutan tidak pernah memperhitungkan akan terjadinya suatu keadaan karena kelalaian. Terkait pasal ini, R. Soesilo menjelaskan bahwa matinya seseorang di sini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi kematian tersebut hanya merupakan akibat dari pada kurang hati-hati atau lalainya terdakwa. 109 Dalam pembahasan mengenai unsur perbuatan pidana pada dasarnya tidak ada perbedaan antara pertanggungjawaban oleh instruktur maupun siswa belajar. Perbedaan yang terdapat dalam pertanggungjawaban oleh siswa mengemudi ini karena ketentuan pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 mengatur hal yang lebih khusus dibandingkan dengan KUHP. Dalam penggunaan pasal tersebut berlaku asas lex specialis derogate legi generali yang berarti hukum yang khusus mengalahkan hukum yang bersifat umum. Dalam pertanggungjawaban pidana oleh siswa belajar jika dikaitkan dengan teori kealpaan, maka tindak pidana tersebut juga merupakan bagian dari kealpaan yang tidak mengadakan penduga duga. Dalam proses 109 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 79

latihan, peserta belajar pasti belum memahami secara penuh akan teknik mengemudi. Oleh karena itu, ia tidak pernah membayangkan akan terjadi kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. 80