BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pajak merupakan suatu sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang sangat dominan dalam pos penerimaan negara. Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kepentingan rakyatnya dengan melaksanakan pembangunan. Untuk melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan dana pembangunan yang tidak sedikit dimana kebutuhan dana pembangunan tersebut setiap tahun semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. (Lubis, 2015) Selain itu pajak merupakan salah satu wujud kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali potensi dalam negeri. Perpajakan sebagai salah satu kegiatan pemerintah berkaitan dengan pengolahan keuangan negara mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui perbaikan dan pelayanan publik, alokasi pajak tidak hanya untuk si pembayar pajak, tetapi juga untuk kepentingan rakyat yang tidak diwajibkan membayar pajak. Mengingat pajak berfungsi mengurangi kesenjangan antar penduduk sehingga pemerataan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Dalam kaitannya dengan pembangunan dan kesejahteraan, pajak juga memiliki fungsi-fungsi yang dapat dipakai untuk menunjang tercapainya suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata. (Lubis, 2015)
Menurut Soemitro dan Sugiharti, (2010) pajak merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat. Tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak. Perlu diketahui, bahwa manusia hidup bermasyarakat masing-masing (individu) membawa hak dan kewajiban. Akan tetapi dalam hal ini ada timbal balik antara individu dan masyarakat. Artinya, ada hak dan kewajiban individu terhadap masyarakat begitu juga sebaliknya. Maka dari itu untuk meningkatkan tingkat kesadaran maupun kepatuhan membayar pajak, maka diperlukan adanya sosialisasi perpajakan. Sosialisasi ini diharapkan bisa merangsang Wajib Pajak untuk lebih sadar dan lebih patuh lagi akan pentingnya pajak untuk pembangunan negeri ini. Pajak juga sudah terlanjur indentik dengan pemaksaan. Pemaksaan pembayaran pajak di setiap negara yang diatur melalui undang-undang. Ini membuat aparat pajak ditakuti sekaligus paling dicurigai dimana-mana. Dunia perpajakan saat ini belum ideal dan terbangun dengan kuat. Ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi. Dari sisi Wajib Pajak harus ada value kebanggaan membayar pajak. Prasyarat lain adalah tingkat kejujuran dan kepatuhan yang tinggi serta lingkungan budaya yang mendukung. Kondisi ini harus dilengkapi dengan infrastruktur sistem yang memadai dan pemahaman yang baik atas teknologi informasi. Dari sisi kantor pajak, aksebilitas data Wajib Pajak melalui pengembangan teknologi pemungutan pajak pada Wajib Pajak yang terhubung dengan pajak dan intregrasi data Wajib Pajak antar lembaga terkait. Dan yang tidak kalah penting adanya sumber daya yang memadai, baik dalam hal teknologi maupun petugas atau auditor pajak. Agar semua berjalan dengan baik dengan adanya sistem yang jelas, tegas, dan konsisten, sehingga memotivasi Wajib Pajak
yang patuh, dan mendorong Wajib Pajak agar patuh dalam membayar kewajiban pajaknya (Akuntansi Indonesia, 2015) Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kemudahan sistem self assessment/asesmen mandiri, sosialisasi sistem perpajakan, dan pelayanan kantor pajak (Sundah dan Toly, 2014).Sedangkan Irawan dan Khairani (2013) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruh kepatuhan wajib pajak adalah sistem administrasi perpajakan. Sejalan dengan reformasi perpajakan (tax reform) tahun 1983 yang menghasilkan perubahan yang mendasar pada sistem dan mekanisme pemungutan pajak (dari official assessment menjadi asesmen mandiri), dimana dalam hal ini wajib pajak lah yang harus aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, mulai dari mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, menghitung, memperhitungkan, membayar serta melaporkan pajaknya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) nya. Sistem asesmen mandiri memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak, dan sebaiknya diimbangi dengan adanya pengawasan. Ini menjadikan tugas Direktorat Jenderal Pajak untuk menetapkan pajak setiap wajib pajak menjadi berkurang. Dalam prinsip self assesment system (sistem asesment mandiri), penentuan besarnya pajak terutang dipercayakan kepada wajib pajak sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan Sosialisasi perpajakan juga merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan jumlah Wajib Pajak. Sosialisasi perpajakan merupakan suatu bentuk upaya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan perundang-undangan. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui media
komunikasi baik media cetak seperti surat kabar, majalah maupun media audio visual seperti radio ataupun televisi. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah, ternyata menjadi salah satu penghambat minimnya kepatuhan Wajib Pajak membayar pajak (Rachmanto, 2007). Salah satu upaya dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah memberikan pelayanan yang baik kepada wajib pajak. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada Wajib Pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara itu fiskus adalah petugas pajak. Pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan Wajib Pajak. Kualitas pelayanan fiskus sangat berpengaruh terhadap Wajib Pajak dalam membayar pajaknya, Oleh karena itu, fiskus dituntut untuk memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada Wajib Pajak serta dapat memupuk kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab membayar pajak. Pemberian jasa oleh aparat pajak kepada Wajib Pajak besar manfaatnya sehingga dapat menimbulkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. (Setyaningrum dkk, 2014) Kepatuhan Wajib Pajak (Tax Compliance) dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam menghitung dan membayar pajak terhutang, kebenaran jumlah pembayaran angsuran PPh pasal 25/29. Penyebab terjadinya tax gap berasal dari lemahnya administrasi. Sejalan dengan hal ini, Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2001 telah menggulirkan Reformasi
Administrasi Perpajakan Jangka Menengah sebagai prioritas reformasi perpajakan, dengan tujuan tercapainya: (1) tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi, (2) tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan (3) produktivitas pegawai perpajakan yang tinggi. Dan memiliki ciri khusus yaitu struktur organisasi berdasarkan fungsi, pembentukan account representative dancomplaint center. (Candra dkk, 2013). Beberapa penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak diantaranya dilakukan oleh Sundah dan Toly (2014) yang menemukan bahwa kemudahan self assesment (sistem asesmen mandiri ) dan pelayanan kantor pajak memiliki pengaruh yang signifikan, dan pelayanan kantor pajak memiliki pengaruh paling dominan. Penelitian terkait juga dilakukan oleh penelitian Rahayu dan Lingga (2009) menemukan bahwa sistem administrasi perpajakan modern tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini mencoba melakukan kajian kembali tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak khususnya di Payakumbuh Sumatera Barat. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah Sumatera Barat agar dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang masih rendah khususnya yang sedang terjadi di kabupaten Payakumbuh saat ini. Salah satunya dengan meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan. Hal ini dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Payakumbuh dengan tujuan mendekatkan diri dengan wajib pajak sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Selain ditunjang dengan pelayanan perpajakan yang modern diperlukan pelayanan dari pegawai pajak yang jujur, profesional dan bertanggungjawab untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pada kenyataannya, terdapat oknum pegawai pajak yang kurang jujur dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
Menyalahgunakan kewenangannya untuk memanipulasi data terkaitdengan SPT wajib pajak untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian wajib pajak merasa bahwa pajakyang mereka bayarkan tidak dikelola dengan baik dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, kualitas pelayanan perpajakan yang diberikan sangat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Apabila kualitas pelayanan pajak dari pegawai pajak sangat baik maka persepsi wajib pajak terhadap pelayanan akan meningkat (Aryobimo, 2012). Masalah yang terjadi beberapa tahun terakhir ini adalah bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam membayar pajak cenderung menurun. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 : Tingkat Kepatuhan Pelaporan SPT tahunan PPh Orang Pribadi di KPP Pratama PayakumbuhTahun 2012-2015 Tahun WP Efektif (orang) (a) SPT Masuk (Buah) (b) SPT Tidak Masuk (buah) (c) Tingkat Kepatuhan (d) = b/a*100% 2012 45.743 19.241 26.502 42,06% 2013 44.556 30.686 13.870 68,87% 2014 37.769 26.731 11.038 70,77% 2015 46.991 29.508 17.483 62,79% Sumber KPP : KPP Pratama :Payakumbuh 2016 ( data diolah) Wajib Pajak efektif mengalami penurunan tahun 2013 dan 2014 karena tidak melakukan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan. Sedangkan tahun 2015, walaupun jumlah SPT yang masuk mengalami peningkatan namun tidak sebanding dengan pengkatan wajib pajak efektif, sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak tahun 2015 mengalami penurunan, lebih rendah dibandingkan tahun 2014 dan tahun 2013.
Berdasarkan fenomena tersebut mengenai masalah masalah yang dipaparkan diatas, maka judul penelitian ini Pengaruh Kemudahan Sistem Asesmen Mandiri, Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Kantor Pajak dan Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Di Payakumbuh Sumatera Barat 1.2. Perumusan Masalah Masalah penelitiannya sebagai berikut : Apakah kemudahan sistem asesment mandiri berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak? Apakah sosialisasi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak? Apakah kualitas pelayanan pegawai pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak? Apakah modernisasi sistem administrasi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian perumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kemudahan sistem asesment mandiri terhadap kepatuhan wajib pajak. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas pelayanan pegawai pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh modernisasi sistem administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. 1.4. Manfaat Penelitian Secara teoritis Hasil penelitian ini diteliti agar dapat berguna sebagai wawasan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang pengaruh sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan pegawai pajak, dan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Secara praktis Bagi penulis Bagi penulis agar bisa berguna untuk meneliti dan memperdalam ilmu pengetahuan terutama di bidang perpajakan. Bagi akademisi Dapat dipergunakan sebagai referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya. Bagi Kantor Pelayanan Pratama Pajak Payakumbuh Sumatera Barat Untuk memperbaiki kualitas pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Payakumbuh Sumatera Barat, agar Wajib Pajak nyaman dan patuh dalam membayar pajak.