BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini. Insidensi Spondylitis tuberculosis bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. 1 Spondylitis tuberculosis merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang sedang berkembang, terutama Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk menjadi masalah utama. Spondylitis tuberculosis terjadi pada 50% kasus TB skeletal, kira 15% terjadi pada kasus TB ekstra pulmo dan sekitar 1%-2% semua kasus TB. Tuberculosis ekstrapulmonar dapat terjadi pada 25%-30% anak yang terinfeksi TB. 1,2,3 Secara klinik Spondylitis tuberculosis hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta disertai rasa tidak nyaman pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. 4,5 1
Pada stadium awal penyakit ini, dapat dijumpai adanya nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut, kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra dan nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus. Hal ini disebabkan penekanan medulla spinalis sehingga terjadi paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis, gibbus dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas. 6,7 Spondylitis tuberculosis atau tuberkulosis pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batson s yang mengelilingi kolumna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra. 6-9 2
Tatalaksana penyakit ini terdiri dari 3 garis besar, yaitu mengeradikasi infeksi, mencegah progresifitas penyakit dan mengoreksi deformitas atau defisit neurologis yang telah terjadi. Pedoman WHO dalam upaya mengeradikasi infeksi yaitu dengan pemberian kombinasi 4 jenis OAT yaitu Rifampicin (R), Isonoazid (H), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Strepromycin (S) di fase intensif pada 2 bulan pertama pengobatan, kemudian dilanjutkan 8-10 bulan dengan kombinasi 2 jenis OAT (RH). 7 Tatalaksana deformitas dan kelainan neurologi dikerjakan dengan istirahat total selama 2-4 minggu, penggunaan ortose (Body cast jacket), fisioterapi, maupun koreksi bedah untuk kasus yang berat. Menurut Medical Research Council of United Kingdom terapi Spondylitis tuberculosis dengan OAT saja sudah cukup efektif. Hal ini didukung oleh Cochrane Database Review yang menyimpulkan bahwa bukti untuk melakukan terapi bedah secara rutin tidak berbeda bermakna dengan hanya terapi medikamentosa pada kasus yang membaik dengan terapi medikamentosa. Indikasi terapi bedah sendiri dikerjakan bila secara klinis maupun neurologis tidak ada perbaikan atau cenderung memburuk dengan pemberian medikamentosa OAT fase intensif, terjadi kifosis berat (>50ᵒ), tidak ada perbaikan pada abses paravertebral. Namun evaluasi terapi medikamentosa apakah sudah adekuat dan teratur serta kemungkinan adanya resistensi OAT perlu dipikirkan dalam terapi spondylitis tuberculosis. 5,6,9 3
Tujuan pembedahan pada kasus Spondilitis tuberculosis adalah untuk mencegah perburukan deformitas tulang belakang dan mengoreksi defisit neurologi. Pembedahan juga mendukung keberhasilan kemoterapi, karena rongga abses pada lingkungan avascular melindungi bacilli dari antibiotik sistemik. Hasil intervensi pembedahan akan lebih baik bila dilakukan lebih awal pada proses penyakit, sebelum terbentuk scarring dan perkembangan fibrosis. Scarring yang tebal menyebabkan adhesi pada pembuluh darah yang luas atau struktur vital, embuat pembedahan beresiko. 5,6,10,11 I.2 Alasan dijadikan kasus Spondylitis tuberculosis merupakan suatu penyakit kronis dan progresif yang memerlukan pengawasan jangka panjang terhadap perjalanan penyakit dan komplikasi-komplikasi yang muncul sebagai efek samping dari terapi. Komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan Spondilitis tuberculosis adalah munculnya defisit neurologis berupa paraparesis hingga paralegia yang dapat menyebabkan anak mengalami gangguan berjalan sehingga aktivitas anak terganggu. Defisit neurologis muncul pada 10%-47% kasus pasien dengan Spondilitis tuberculosis. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan penyebab paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. 4
Selain defisit neurologi, deformitas tulang juga merupakan komplikasi tersering pada Spondilitis tuberculosis. Deformitas vertebra yang sering terjadi pada kasus Spondilitis tuberculosis adalah kifosis. Pada anak-anak, kifosis dapat berlanjut meskipun penyakit yang mendasari telah teratasi. Terapi Spondilitis tuberculosa merupakan terapi jangka panjang sehingga diperlukan ketaatan minum obat dan juga pengawasan yang ketat agar pengobatan dapat berhasil. Di sinilah perlu peran orang tua untuk menjadi pengawas minum obat (PMO). Orang tua perlu memahami bahwa seorang anak dengan spondylitis tuberculosis memerlukan terapi intensif dan berkesinambungan serta upaya preventif yang dapat mengurangi terjadinya komplikasi sehingga dapat memperbaiki kualitas kesembuhan anak. Oleh karena itu dokter harus membimbing orang tua secara intensif dan berkesinambungan sehingga orang tua memahami penyakit dan terapi medis maupun psikoterapi yang diperlukan anak Pemantauan yang dilakukan secara berkala pada pasien bertujuan agar aspek biopsikososial tetap optimal, kondisi-kondisi terkait penyakit dapat diatasi, penyimpangan tumbuh kembang dapat diintervensi sehingga anak dapat tetap bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 5
I.3 Manfaat yang diharapkan Manfaat untuk pasien Anak mendapatkan tindakan intervensi medis secara dini, komprehensif dan berkesinambungan sehingga diharapkan dapat memperoleh kesembuhan, mengurangi derajat kifosis dan mampu mencapai tahapan pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup anak. Manfaat untuk keluarga Keluarga mengetahui dan memahami penyakit anak, yaitu kondisi terkait, komplikasi, prognosis dan penanganan yang diterapkan sehingga dapat bekerja sama dengan dokter maupun tenaga medis sewaktu menangani penyakit anak tersebut. Manfaat untuk peserta PPDS Peserta PPDS memperoleh pengetahuan tentang penyakit spondylitis tuberculosis dengan komplikasi berupa deformitas vertebrae dan defisit neurologi mulai dari penegakan diagnosis sampai dengan penanganan secara komprehensif. Penangan komprehensif dalam hal ini mencakup berbagai aspek, baik medis berupa OAT, tindakan pembedahan sampai psikologis. Peserta PPDS memahami prognosis dan komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi pada anak, sehingga dapat merencanakan dan memberikan penanganan yang berkelanjutan guna menimimalisir komplikasi dan gejala sisa dari penyakit ini. 6
Manfaat untuk rumah sakit Dengan penatalaksanaan Spondilitis tuberculosis yang menyeluruh dan berkesinambungan dan melibatkan bagian-bagian yang terkait, mutu pelayanan kesehatan rumah sakit akan meningkat. I.4 Tujuan Mengetahui penatalaksanaan Spondylitis tuberculosis dengan komplikasi deformitas tulang blakang dan defisit nerologis pada anak. 7