BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambah yang membentuk masa padat (SNI suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. selebihnya pasir dan kerikil (Wuryati dan Candra, 2001). Karakteristik beton

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB III LANDASAN TEORI. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan

BAB III LANDASAN TEORI. Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. kasar, dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. semen sebagai bahan ikatnya, agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan tambah

BAB III LANDASAN TEORI. penambal, adukan encer (grout) dan lain sebagainya. 1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 LANDASAN TEORI

STUDI KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON DENGAN AGREGAT HALUS COPPER SLAG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture). Beton akan semakin

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

BAB III LANDASAN TEORI. pada beton. Perkembangan teknologi pada fly ash telah mencapai inovasi baru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMANFAATAN LIMBAH KERAMIK SEBAGAI AGREGAT KASAR DALAM ADUKAN BETON

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus, agregat kasar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat. Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah:

BETON RINGAN TEMPURUNG KELAPA. Noviyanthy Handayani Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN PECAHAN BOTOL KACA SEBAGAI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN BETON

BAB III LANDASAN TEORI. Mutu Beton ditentukan oleh banyak faktor antara lain (Sutikno, 2003) d. Susunan butiran agregat yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF

BAB 3 METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK...

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PENGARUH FAKTOR AIR SEMEN TERHADAP KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON RINGAN DENGAN SERAT KAWAT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya.

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Beton disusun

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

BAB I PENDAHULUAN. serta bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu. Campuran bahan-bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

RABID. Salah satu material yang banyak digunakan untuk struktur teknik sipil. adalah beton. Beton dihasilkan dari peneampuran semen portland, air, dan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam pembangunan. Akibat besarnya penggunaan beton, sementara material

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

PENGUJIAN KUAT TARIK LENTUR BETON DENGAN VARIASI KUAT TEKAN BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maka telah banyak dipakai jenis beton ringan. Berdasakan SK SNI T

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat tekan beton adalah besarnya kemampuan beton untuk menerima gaya

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

Sifat Beton Segar 1. Kemudahan Pengerjaan ( Workability /Kelecakan) Kompaktibilitas Mobilitas Stabilitas

PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dunia konstruksi bangunan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

Pengaruh Pemanfaat Tailing Batu Apung... H. Surya Hadi 44

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENAMBAHAN SUPERPLASTICIZER TERHADAP KUAT LENTUR BETON RINGAN ALWA MUTU RENCANA f c = 35 MPa

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BAHAN TAMBAHAN PLASTICIZER TERHADAP SLUMP DAN KUAT TEKAN BETON Rika Sylviana

BAB III LANDASAN TEORI. beton dengan penggunaan kadar fly ash yang cukup tinggi yakni di atas 50%

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI-03-2847- 2002). Penggunaan beton di dalam bidang konstruksi terbilang sangat umum digunakan karena memiliki banyak keuntungan antara lain bahan yang mudah didapat, harga bahan yang relatif murah kecuali semen portland, mampu menahan beban yang besar, serta memiliki nilai kuat tekan yang besar. Namun penggunaan beton juga memiliki kekurangan yaitu rendahnya nilai kuat tarik yang dimiliki. Kekuatan, keawetan, dan sifat lain dari beton tergantung dari kualitas bahan dasar, perbandingan volume campuran, cara pelaksanaan dan pemeliharaannya. (Dipohusodo, 1996) 3.2 Beton Ringan Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis dibawah beton normal. Beton ringan memiliki berat jenis dibawah 1900 kg/m 3 (SNI-03-2847- 2002). Menurut Tjokrodimuljo (1996), cara untuk mendapatkan beton ringan dapat dibedakan menjadi 3 jenis dasar sebagai berikut : 1. Beton agregat ringan 2. Beton busa 3. Beton tanpa agregat halus (non pasir) 18

19 Menurut Prawito (2010), ada beberapa cara untuk memproduksi beton ringan tetapi itu semuanya hanya tergantung pada adanya rongga udara dalam agregat, atau pembuatan rongga udara dalam beton. Beberapa cara tersebut, yakni: 1. Beton ringan dengan bahan batuan yang berongga atau agregat ringan buatan yang digunakan juga sebagai pengganti agregat kasar/kerikil. Beton ini memakai agregat ringan yang mempunyai berat jenis yang rendah (berkisar 1400 kg/m 3 2000 kg/m 3 ) 2. Beton ringan tanpa pasir (No Fines Concrete), dimana beton tidak menggunakan agregat halus (pasir) pada campuran pastanya atau sering disebut beton non pasir, sehingga tidak mempunyai sejumlah besar poripori. Berat isi berkisar antara 880 1200 kg/m 3 dan mempunyai kekuatan berkisar 7 14 MPa. 3. Beton ringan yang diperoleh dengan memasukkan udara dalam adukan atau mortar (beton aerasi), sehingga akan terjadi pori-pori udara berukuran 0,1 1 mm. Memiliki berat isi 200 1440 kg/m 3. 3.3 Beton Serat Beton serat adalah beton komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Bahan serat dapat berupa serat asbes, serat tumbuhtumbuhan (rami, bamboo, ijuk), serat plastic (polypropylene) atau potongan kawat logam. (Tjokrodimuljo, 1996) Penambahan serat kawat kedalam adukan beton adalah untuk mengatasi sifat-sifat kurang baik dari beton. Ide dasar penambahan serat adalah memberikan

20 tulangan serat pada beton yang disebar merata secara acak (random) untuk mencegah retak-retak yang terjadi akibat pembebanan. (Sudarmoko, 1990) Menurut Soroushian, P. dan Bayazi, Z (1987), fiber baja adalah salah satu dari beberapa fiber yang sering digunakan dalam campuran beton. Kelebihan fiber baja adalah kekuatan dan modulusnya yang tinggi, tetapi fiber ini juga mempunyai kelemahan yaitu korosif. Hal ini akan terlihat bila ada sebagian dari fiber yang tidak terlindung/tertutup beton. 3.4 Variabel Beton Fiber Menurut Sorousihan, P. dan Bayasi, Z. (1987) dalam pembuatan beton fiber ada beberapa variabel yang perlu diperhatikan, antara lain : 3.4.1 Aspek rasio Aspek rasio adalah tingkat kelangsingan fiber. Secara empirisnya merupakan nilai perbandingan antara panjang fiber dengan diameter fiber. Semakin besar nilai aspek rasio akan semakin mengurangi kelecakan beton. Pengaruh aspek rasio terhadap workability dapat dilihat pada gambar 3.1. Objective Workability Gambar 3.1 Pengaruh Aspek Rasio Terhadap Workability

21 3.4.2 Volume Fraksi (Vf) Volume fraksi adalah prosentase volume fiber yang ditambahkan pada setiap satuan volume beton. Semakin tinggi volume fraksi yang ditambahkan ke dalam campuran beton, maka kelecakan adukan beton akan semakin rendah. Grafik mengenai pengaruh pengunaan volume fraksi campuran beton fiber dapat dilihat pada gambar 3.2. Objective Workability Gambar 3.2 Pengaruh Volume Fraksi Terhadap Workability 3.5 Bahan Penyusun Beton 3.5.1 Semen Portland Semen Portland adalah salah satu bahan terpenting didalam pembuatan beton yang berfungsi sebagai pengikat antara butir-butir agregat sehingga membentuk suatu massa padat. Suatu semen jika diaduk dengan air akan terbentuk adukan pasta semen, sedangkan jika diaduk dengan air kemudian ditambah pasir akan menjadi mortar semen, dan jika ditambah dengan kerikil/batu pecah disebut beton (Tjokrodimuljo, 1996).

22 Berdasarkan SNI-15-2049-2004, Semen dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan penggunaannya. Jenis semen berdasarkan kegunaannya adalah sebagai berikut: 1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada semen jenis lain. 2. Jenis II yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang. 3. Jenis III, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. 4. Jenis IV yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi yang rendah. 5. Jenis V, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi terhadap sulfat 3.5.2 Air Air merupakan salah satu bahan terpenting dan termurah dalam proses pembuatan beton. Air sendiri berfungsi untuk membantu reaksi kimia yang menyebabkan berlangsungnya proses pengikatan serta sebagai pelicin antara campuran agregat dan semen agar mudah dikerjakan. Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat, dan memberikan kemudahan dalam proses pengerjaan beton. Air yang dapat diminum umumnyan dapat digunakan sebagai campuran

23 beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan (Mulyono, 2004). Menurut Tjokrodimuljo (1996), dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut ini. 1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. 2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dll) lebih dari 15 gram/liter. 3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. 4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter. 3.5.3 Agregat Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini kira-kira menempati sebanyak 70% dari volume mortar atau beton. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat yang berukuran kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada diantara agregat berukuran besar (Nawy, 1990). Berdasarkan ukuran besar butirnya, agregat yang dipakai dalam adukan beton dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat kasar (kerikil, batu pecah) dan agregat halus (pasir).

24 3.5.3.1 Agregat Kasar Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat kasar adalah agregat yang mempunyai ukuran butir-butir besar (antara 5 mm sampai 40 mm). Sifat dari agregat kasar akan mempengaruhi kekuatan akhir dari beton keras dan daya tahannya terhadap disintegrasi beton, cuaca dan efek-efek perusak lainnya. Agregat kasar dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan berat jenisnya, yaitu sebagai berikut: a. Agregat normal Agregat normal adalah agregat yang berat jenisnya antara 2,5-2,7 gram/cm 3. Agregat ini biasanya berasal dari granit, basal, kuarsa dan lain sebagainya. Beton yang dihasilkan mempunyai berat jenis 2,3 gram/cm 3 dan biasa disebut beton normal. b. Agregat berat Agregat berat adalah agregat yang berat jenisnya lebih dari 2,8 gram/cm 3. Misalnya magnetil (Fe 3 O 4 ), barites (BaSO 4 ) atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan mempunyai berat jenis yang tinggi yaitu sampai dengan 5 gram/cm 3 yang digunakan sebagai dinding pelindung atau radiasi sinar X. c. Agregat ringan Agregat ringan adalah agregat yang berat jenisnya kurang dari 2 gram/cm 3 misalnya batu apung (pumice), tanah bakar (bloated clay), abu terbang (fly ash) dan busa terak tanur tinggi (foamed blast furnace slag). Agregat ini biasanya digunakan untuk beton ringan yang biasanya dipakai untuk elemen non-struktural.

25 Pemilihan agregat ringan dapat ditentukan berdasarkan tujuan konstruksi seperti yang terdapat pada tabel 3.1 (SK SNI T-03-3449-2002). Tabel 3.1 Jenis Agregat Ringan Yang dipilih Berdasarkan Tujuan Konstruksi KONSTRUKSI BANGUNAN BETON RINGAN KUAT TEKAN (MPa) BERAT ISI (Kg/m 3 ) JENIS AGREGAT RINGAN Struktural Minimum 17,24 1400 Maksimum 41,36 1850 Agregat yang dibuat melalui proses pemanasan batu Serpih, batu lempung, batu sabak, terak besi atau terak abu terbang Struktural Ringan Minimum 6,89 800 Agregat ringan alam : scoria atau batu Maksimum 17,24 1400 apung Struktural Sangat Ringan Sebagai Isolasi Minimum - - Maksimum - 8000 Perlit atau vemikulit Sumber : SK SNI T-03-3449-2002 3.5.3.2 Agregat Halus Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil disintregasi alami batuan ataupun pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir lebih kecil dari 3/16 inci atau 5 mm (lolos saringan no. 4). Menurut PBI (1971), syarat-syarat agregat halus (pasir) adalah sebagai berikut.

26 1. Agregat halus terdiri dari butiran-butiran tajam dan keras, bersifat kekal dalam arti tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti panas matahari dan hujan 2. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap jumlah berat agregat kering. Apabila kandungan lumpur lebih dari 5%, agregat halus harus dicuci terlebih dahulu. 3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. Hal demikian dapat dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH. 4. Agregat halus terdiri dari butiran-butiran yang beranekaragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Sisa diatas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat. b. Sisa diatas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat. c. Sisa diatas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80%-90% berat. Pada umumnya agregat halus yang dipergunakan sebagai bahan dasar pembentuk beton adalah pasir alam. Pasir alam terbentuk dari pecahan batu karena beberapa sebab. Pasir dapat diperoleh dari dalam tanah, pada dasar sungai, atau dari tepi laut. Oleh karena itu, pasir dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: pasir galian, pasir sungai dan pasir laut (Tjokrodimuljo, 1996).

27 3.6 Faktor Air Semen (FAS) Menurut Mulyono (2004), faktor air semen dapat didefinisikan sebagai rasio berat air terhadap berat total semen. Telah diketahui secara umum bahwa semakin besar nilai faktor air semen, semakin rendah mutu kekuatan beton. Dengan demikian untuk menghasilkan sebuah beton mutu tinggi faktor air semen dalam beton haruslah rendah. Akan tetapi hal ini menyebabkan kesusahan dalam pengerjaannya. Umumnya nilai faktor air semen untuk beton normal sekitar 0,4 dan nilai maksimumnya 0,65. Tujuan pengurangan faktor air semen ini adalah untuk mengurangi hingga seminimal mungkin porositas beton sehingga akan dihasilkan beton mutu tinggi. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya sekitar 25% dari berat semen saja, namun kenyataannya pemakaian nilai faktor air semen yang kurang dari 0,35 akan sulit dalam pengerjaannya (Tjokrodimuljo, 1996). 3.7 Nilai Slump Nilai slump dipakai sebagai salah satu penentu kekuatan beton. Nilai slump yang terlalu besar menghasilkan beton yang kurang baik, nilai slump yang terlalu kecil menghasilkan beton yang sukar dikerjakan. Maksud pemeriksaan nilai slump adalah untuk mengukur konsistensi campuran adukan beton secara pendekatan (tidak tepat). Pada umumnya, besar nilai slump tergantung pada jenis dan banyaknya semen portland, jumlah air campuran, dan gradasi bahan batuan. Pengujian slump dilakukan dengan alat berbentuk kerucut terpancung, yang diameter atasnya 10 cm dan diameter bawahnya 20 cm dengan tinggi 30 cm,

28 dilengkapi dengan kuping untuk mengangkat beton segar dan tongkat pemadat diameter 16 mm sepanjang minimal 60 cm (Mulyono, 2004). 3.8 Kuat Tekan Beton Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi kekuatan struktur dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan (Mulyono, 2004). Nilai kuat tekan beton didapat dari pengujian standar dengan benda uji yang lazim digunakan berbentuk silinder. Dimensi benda uji standar adalah tinggi 300 mm, diaeter 150 mm. Tata cara pengujian yang umumnya dipakai adalah standar ASTM C39-86. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi (fc ) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan (Dipohusodo, 1996). P h Gambar 3.3 Benda Uji Tekan Silinder Rumus untuk mendapatkan nikai kuat tekan beton berdasarkan percobaan di laboratorium adalah sebagai berikut. d P f'c (3-1) A

29 keterangan : f c : kuat tekan beton (MPa) P : beban tekan (N) A : luas penampang benda uji (mm 2 ) Sifat beton yang baik adalah jika beton tersebut memiliki kuat tekan tinggi (antara 20-50 MPa pada umur 28 hari). Dengan kata lain dapat diasumsikan bahwa mutu beton ditinjau hanya dari kuat tekannya saja (Tjokrodimuljo, 1996). 3.9 Kuat Tarik Belah Beton kuat tarik belah beton adalah nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji beton berbentuk silinder yang diperoleh dari hasil pembebanan benda uji tersebut. Benda uji diletakkan mendatar sejajar dengan permukaan meja mesin uji tekan (SNI 03-2491-2002). Sketsa pengujian kuat tarik belah beton dapat ditunjukkan seperti pada gambar 3.4. P d l Gambar 3.4 Benda Uji Tarik Belah Silinder Rumus untuk mendapatkan nilai kuat tarik belah beton digunakan rumus berdasarkan percobaan di laboratorium sebagai berikut: p f'ct 2 (3-2) π l d Keterangan : f ct : kuat tarik belah (MPa) P : beban tekan (N) d : diameter benda uji (mm) l : panjang benda uji (mm)

30 3.10 Kuat Lentur Balok Beton Kuat lentur balok beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, sampai benda uji patah (SNI 03-4431-2011). Kuat lentur merupakan faktor penting dalam menentukan sifat-sifat mekanis dan karakteristik beton itu sendiri. Sketsa pengujian kuat lentur balok dapat ditunjukkan seperti pada gambar 3.5. Gambar 3.5 Sketsa pengujian kuat lentur balok Rumus rumus perhitungan yang digunakan dalam metode pengujian kuat lentur balok beton adalah sebagai berikut: 1. Pengujian dimana patahnya benda uji ada di daerah pusat (1/3 jarak titik perletakan) dibagian tarik dari beton, maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan: PL (3-3) bh σ 2 2. Pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) dibagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan, maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan: Pa (3-4) bh σ 2

31 Keterangan : σ : kuat lentur (MPa) P : beban maksimum yang mengakibatkan keruntuhan balok uji (N) L : panjang bentang antara kedua balok tumpuan (mm) b : lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm) h : tinggi tampang lintang patah arah vertikal (mm) a : jarak rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi titik dari bentang (mm) Untuk benda uji yang patahnya di luar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik beton dan jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5% bentang, hasil pengujian tidak dipergunakan. 3.11 Modulus Elastisitas Beton Menurut Murdock dan Brook (1986), tolak ukur yang umum dari sifat elastis suatu bahan adalah modulus elastisitas, yang merupakan perbandingan dari desakan yang diberikan dengan perubahan bentuk per-satuan panjang, sebagai akibat dari desakan yang diberikan itu. Modulus elastisitas juga tergantung pada umur beton, sifat-sifat dari agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran dari benda uji (Kusumo, 2013). Nilai modulus elastisitas ini akan ditentukan oleh kemiringan kurva pada grafik tegangan regangan, kurva ini dipengaruhi oleh tegangan beton dan regangan beton. Semakin tegak kurva dan memiliki garis linier yang panjang, berarti beton tersebut memiliki kuat desak yang besar pula. Dengan semakin bertambahnya beban maka makin berkurangnya kekuatan material sehingga kurva tidak linier lagi. Biasanya modulus sekan mempunyai nilai 25-50% dari kuat tekan f c yang diambil sebagai modulus elastisitas. (Wang & Salmon, 1986).

32 Untuk menghitung modulus elastisitas ada beberapa cara yang dapat digunakan, diantaranya dengan menggunakan rumus pada SNI 03-2847-2002 untuk modulus elastisitas pada beton, yaitu: untuk beton normal E 4700 (3-5) ' c f c Keterangan: Ec : Modulus elastisitas beton (MPa) f c : Kuat tekan beton (MPa) Dalam penelitian ini nilai modulus elastisitas didapat dengan melakukan pengujian langsung di laboratorium dengan mengamati perubahan panjang dengan compressometer. Untuk memperoleh nilai modulus elastisitas beton digunakan perhitungan secara umum yang dapat dituliskan pada persamaan 3-7, 3-8, dan 3-9. f E (3-6) ε f P (3-7) maks A 0 0, 5 ΔP ε P 0 (3-8) Keterangan : E : modulus elastisitas beton tekan (MPa) f : tegangan (MPa) ε : regangan P maks : Beban maksimum benda uji (N) P o : Panjang awal benda uji (mm) A o : luas tampang benda uji (mm 2 ) P : perubahan panjang benda uji (mm)