2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Sifat fisik mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta penahan intrusi dan abrasi laut. Proses dekomposisi serasah mangrove yang terjadi mampu menunjang kehidupan makhluk hidup di dalamnya (Arief, 2003). Ekosistem mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup namun semakin hari semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa daerah pesisir di Indonesa sudah terlihat adanya pendegradasian ekosistem mangrove akibat penebangan mangrove yang dilakukan secara berlebihan. Mangrove telah dirubah menjadi fungsi yang lain dikarenakan berbagai kegiatan pembangunan. Beberapa sektor pembangunan yang terkait, secara langsung maupun tidak langsung, dengan kawasan konservasi pesisir adalah pengembangan kawasan pemukiman, industri, rekreasi dan pariwisata, transportasi, budidaya tambak, serta kehutanan dan pertanian. Selain itu potensi ekonomi kawasan mangrove cukup tinggi yang didukung oleh kemudahan pemanfaatan dan pemasaran hasilnya. Hal ini menyebabkan laju kerusakan ekosistem mangrove berlangsung semakin cepat.
3 Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75 % dari luas ekosistem mangrove di Asia STenggara. Sebaran ekosistem mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Luas sebaran ekosistem mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tinggal 2,50 hektar pada tahun 1990. Penurunan luasan ekosistem mangrove tersebut menunjukan bahwa degradasi kawasan mangrove cukup tinggi dengan laju 200 ribu hektar/tahun (Dahuri, 1996). Permasalahan utama yang sering kali menjadi penyebab pendegradasian kawasan mangrove adalah pembangunan tambak liar, pengembangan kawasan pariwisata yang tidak akrab lingkungan, perubahan fungsi lahan menjadi perkebunan, kemudian berkembangnya kawasan pemukiman di garis hijau pantai (mangrove zone). Pertambahan penduduk terutama di daerah pantai menyebabkan perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, sehingga kawasan mangrove makin cepat menipis dan rusak di seluruh hutan tropis. Kondisi ini menyebabkan kawasan mangrove menjadi perhatian yang serius. Secara garis besar ada dua faktor penyebab rusaknya kawasan mangrove, yaitu: faktor manusia, yang merupakan faktor dominan yang menjadi penyebab utama kerusakan dalam hal pemanfaatan lahan yang berlebihan dan faktor alam, seperti: banjir, kekeringan, dan hama penyakit, yang merupakan faktor penyebab kerusakan yang relatif kecil jika di bandingkan pada faktor utama (Sudarmaji, 2001).
4 Setelah terjadinya bencana alam tsunami pada akhir 2004 dan gempa bumi di tahun 2005 maka pemerintah kabupaten Simeulue melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, Non Government Organisasion (NGO) lokal dan internasional beserta segenap potensi masyarakat sedang melakukan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pada semua sektor, termasuk rehabilitasi dan pengembangan ekosistem mangrove. Pulau Simeulue merupakan salah satu dari gugusan pulau-pulau di sebelah barat pulau Sumatera. Topografinya berbukit dengan sedikit daerah landai dekat pesisir. Sebahagian besar wilayah pantainya merupakan pantai berbatu/berpasir dan sebahagian lain merupakan pantai berlumpur dengan tumbuhan mangrove. Pulau Simeulue mempunyai hutan yang masih cukup baik. Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kelautan dan perikanan Kabupaten Simeulue, luas total kawasan ekosistem mangrove di kabupaten Simeulue adalah 2.779,97 Ha (Tabel 1). Sebaran mangrove di pulau Simeulue terletak di Teluk Sinabang, Teluk Sibigo, Teluk Dalam, Teluk Salang. Sementara sebahagian kecil kawasan mangrove tersebar secara periodik di beberapa lokasi, antara lain di desa Alus-alus dan Labuan Bakti. Tabel 1. 2003 Penyebaran Kawasan Mangrove di Kabupaten Simeulue Tahun Penyebaran/Lokasi Luas (Ha) No 1 Teluk Sinabang 408.31 2 Teluk Dalam 1,492.41 3 Teluk Sibigo 388.26 4 Teluk Lewak 84.45 5 Teluk Salang 213.50 6 Pulau Batu Berlayar 81.44
5 7 Teluk Besung 19.15 8 Lokasi lain 92,45 Total 2,779.97 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Simeulue 2003 Bagi masayarakat pesisir pada umumnya dan masyakat Simeulue khususnya, keberadaan kawasan mangrove bukan hanya berfungsi sebagai kawasan hijau saja, tetapi menyangkut kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kawasan mangrove merupakan tempat bagi masyarakat untuk mencari sumber-sumber dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam konteks sosial masyarakat keberadaan kawasan mangrove menjadi penting sebagai pelindung desa dari pasang air laut dan tsunami. Dari dua aspek penting ini maka keberadaan kawasan mangrove menjadi sangat perlu dijaga kelestariannya. Berdasarkan hal tersebut, peran serta masyarakat sebagai aktor yang sangat berkepentingan terhadap manfaat dari keberadaan mangrove sangat penting untuk menjaga kelestarian ekosistem mangrove. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah penelitian yang mampu menyajikan penjelasan tentang persepsi dan hubungannya dengan partisipasi masyarakat Kabupaten Simeulue dalam proses pembangunan kembali daerah setelah bencana khususnya dalam konteks pengelolaan ekosistem mangrove. 1.2. Perumusan Masalah Kawasan mangrove yang berada di wilayah Pulau Simeulue mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan kawasan hutan yang ada dimanapun terhadap
6 konservasi keanekaragaman hayati, tata air dan peningkatan perekonomian masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu kawasan ekosistem mangrove di Kabupaten Simeulue haruslah dikelola secara baik dengan memperhatikan fungsi-fungsi kawasan secara berkelanjutan dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Di lain sisi, karena kawasan ekosistem mangrove terletak di wilayah daerah pemukiman masyarakat, maka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan ekosistem mangrove menjadi penting untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan. Dengan demikian perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran kondisi kawasan ekosistem mangrove di Kabupaten Simeulue setelah terjadinya bencana alam tsunami. 2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove setelah terjadinya bencana alam tsunami. 3. Bagaimana hubungan persepsi masyarakat dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove. 1.3. Kerangka Pemikiran Partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembangunan itu sendiri, secara ideal partisipasi masyarakat adalah upaya untuk mencapai kemajuan yang didasarkan atas keinginan, kebutuhan,
7 dan harapan masyarakat sendiri yang diaktualisasikan dalam suatu kegiatan berkelanjutan. Partisipasi masyarakat itu sendiri dalam implementasi kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove di pengaruhi oleh beberapa faktor keberhasilan, dimana berhasil atau tidaknya proses pengelolaan yang dilaksanakan antara lain dipengaruhi oleh persepsi masyarakat setempat terhadap lokasi, manfaat, dan pengelolaan hutan mangrove. Pengaruh dari faktor inilah yang mendasari keterlibatan masyarakat dengan kesadaran dan tanggung jawab terhadap keberhasilan maupun kegagalan pengelolaan ekosistem mangrove yang dilakukan. Pada sisi lain, persepsi seseorang juga dipengaruhi oleh latar belakang pengalaman dan karakteristik seseorang antara lain: umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, lama bermukim, pengalaman, harapan, dan lain sebagainya. Partisipasi seseorang berhubungan dengan persepsi dan karakteristiknya. Apabila seseorang mempunyai persepsi yang positif karena stimulan informasi tentang sesuatu maka kecenderungannya akan bertindak atau berprilaku secara positif juga terhadap kegiatan yang memang diinginkannya. Secara jelas kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam skema berikut ini: Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kabupaten Simeulue Partisipasi Dalam Pengelolaan 1. Tingkat Keterlibatan 2. Jenis Keterlibatan Persepsi Masyarakat 1. Lokasi 2. Manfaat 3. Rencana Pengelolaan Karakteristik Responden 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Jumlah Tanggungan 5. Lama Bermukim 6. Pengalaman 7. Harapan
8 Gambar 1. Kerangka Pemikiran 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui gambaran kondisi kawasan ekosistem mangrove di Kabupaten Simeulue setelah terjadinya tsunami. 2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove pasca terjadinya gempa bumi dan tsunami. 3. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove. 1.5. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah: 1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik sosial masyarakat dengan persepsi terhadap pengelolaan ekosistem mangrove. 2. Terdapat hubungan yang mempengaruhi antara persepsi masyarakat dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove. 1.6. Manfaat Penelitian 1. Secara akademis penelitian ini diharapkan akan menambah khazanah penelitian tentang partisipasi masyarakat terhadap suatu kondisi yang berhubungan dengan upaya pelestarian suatu kawasan setelah terjadinya bencana alam tsunami.
9 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sabagai bahan masukan bagi pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Simeulue dalam pengelolaan ekosistem mangrove serta pihak-pihak yang membutuhkan untuk mengevaluasi dan menindaklanjuti kegiatan dan aktifitas masyarakat Kabupaten Simeulue pasca tsunami.