BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Oleh karena itu, setiap orang harus berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. National Cauncil of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan. masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DI SDN 20 KURAO PAGANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mampu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hasratuddin : 2006) menyatakan bahwa: matematika merupaka ide-ide abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN. dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, untuk

I. PENDAHULUAN. analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemahaman siswa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika pada awalnya adalah ilmu tentang pola dan urutan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Wajib belajar 9 tahun menjadi kebutuhan mendasar bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Tirtarahardja & La Sulo, ).

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat menumbuhkan kemampuan penalaran siswa dan berfungsi sebagai dasar pengembangan sains dan teknologi. Sebagaimana Soedjadi (2000:18) mengemukakan bahwa Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya mempunyai peranan yang penting dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Oleh karena itu matematika menjadi salah satu mata pelajaran di lembagalembaga pendidikan formal. Di Indonesia, matematika diajarkan di setiap lembaga pendidikan formal mulai dari tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah dan perguruan tinggi. Bahkan pada lembaga pra sekolah matematika juga sudah diperkenalkan. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan 1

berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif. Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan bahwa: Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan dalam menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Disamping itu akan berpengaruh pada kemampuan pemecahan masalah serta motivasi belajar siswa terhadap matematika. Dalam proses pembelajaran, siswa belum berpartisipasi aktif, belum menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dengan tuntas, ada yang merasa takut, ada yang merasa bosan bahkan ada yang alergi pada pelajaran matematika. Dengan kata lain siswa belum merespons dengan baik tantangan yang datang dari matematika tersebut. Akibatnya siswa tidak mampu mandiri dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Salah satu masalah yang dialami oleh sebagian besar siswa dalam pembelajaran matematika adalah motivasi belajar yang masih rendah. Motivasi sebagai motor penggreak di dalam diri seseorang atau kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu demi tercapainya suatu tujuan. Sedangkan motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak 2

di dalam diri anak yang mampu menimbulkan semagat dan gairah belajar. Siswa yang tidak memiliki motivasi belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar, dan perbuatan belajar akan terwujud apabila ada motivasi belajar dari dalam diri siswa. Selain motivasi belajar dari dalam siswa, motivasi belajar dari luar diri siswa juga perlu di bangkitkan oleh guru dengan cara menginformasikan tujuan pembelajaran, memberi dorongan, memberi rangsangan, mengevaluasi dan umpan balik. Selain itu guru juga harus mampu membangkitkan ingatan siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Matematika sebagai ilmu yang memilki tingkat kesukaran yang lebih tinggi membutuhkan peranan motivasi belajar. Menurut Sudirman (2005:83) siswa yang memiliki motivasi belajar, juga memilki ketekunan dalam menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa), lebih senang bekerja mandiri dan senang mencari serta memecahkan masalah soal-soal. Agar siswa termotivasi untuk belajar lebih lanjut maka perlu diberikan rangsangan berupa hadiah, pujian, gerakan tubuh (acungan jempol, tepuk tangan, geleng-geleng kepala), persaingan, dan memberikan nilai terhadap hasil pekerjaan yang mereka capai. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di SMP Swasta Cerdas Murni diperoleh bahwa: Pertama, hasil belajar siswa masih belum memuaskan, begitu juga hasil belajar Matematika siswa di SMP Swasta Cerdas Murni masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar Matematika SMP Swasta Cerdas Murni, seperti pada Tabel 1.1 berikut : 3

Tabel 1.1 Hasil Belajar Matematika SMP Swasta Cerdas Murni Nilai Tahun Pelajaran 2009/2010 2010/2011 2011/2012 Klasifikasi B C B Rata-rata 5,91 4,77 6,29 Terendah 1,50 1,75 4,25 Tertinggi 8,75 8,00 9,00 Standar Deviasi 1,30 1,48 0,94 Data di atas menunjukan bahwa perolehan hasil belajar Matematika masih kurang memuaskan. Rendahnya hasil belajar Matematika siswa disebabkan oleh banyak faktor antara lain, kurikulum yang padat, jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu kelas, media belajar yang kurang efektif, laboratorium yang kurang memadai, sehingga siswa tidak terlalu banyak terlibat dalam proses pembelajaran dan keaktifan siswa sebagian besar didominasi oleh guru. Kedua, siswa juga belum sepenuhnya menyukai pelajaran Matematika yang disebabkan oleh kurangnya motivasi belajar yang dimiliki siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution (2004:82) yang menyatakan bahwa pembelajaran akan berjalan lancar bila ada motivasi belajar dan apabila anakanak malas belajar, mereka akan gagal karena tidak adanya motivasi belajar. Motivasi sebagai motor penggerak di dalam diri seseorang atau kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu demi tercapainya suatu tujuan. Sedangkan motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri anak yang mampu menimbulkan kesemangatan 4

atau kegairahan belajar, siswa yang tidak memiliki motivasi belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar, dan perbuatan belajar akan terwujud apabila ada motivasi belajar dari dalam diri siswa. Selain motivasi belajar dari dalam siswa, motivasi belajar dari luar diri siswa juga peru dibangkitkan oleh guru dengan cara menginformasikan tujuan pembelajaran, memberi dorongan, memberi rangsangan, mengevaluasi dan umpan balik. Selain itu guru itu juga harus mampu membangkitkan ingatan siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Matematika sebagai ilmu yang memiliki tingkat kesukaran yang lebih tinggi membutuhkan peranan motivasi belajar. Menurut Sardiman (2011:83) siswa yang memiliki motivasi belajar, juga memiliki ketekunan dalam menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa), lebih senang bekerja mandiri dan senang mencari serta memecahkan masalah soalsoal. Agar siswa termotivasi untuk belajar lebih lanjut maka perlu diberikan rangsangan berupa hadiah, pujian, gerakan tubuh (acungan jempol, tepuk tangan, geleng-geleng kepala), persaingan, dan memberikan nilai terhadap hasil pekerjaan yang mereka capai. Dengan kata lain, motivasi belajarlah yang akan mencegah kebosanan ketika belajar. Sehingga siswa dapat terus memperhatikan penjelasan guru dan bahkan giat belajar di rumah. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi guru untuk membangun motivasi belajar siswa secara terus menerus. Selain itu, proses pembelajaran Matematika juga perlu memperhatikan kenyamanan dan perasaan menyenangkan bagi siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan sikap ramah dalam menanggapi berbagai kesalahan 5

siswa, hindari sikap guru yang menyeramkan (tidak bersahabat), mengusahakan agar siswa dikondisikan untuk bersikap terbuka, dan mengusahakan materi Matematika yang disajikan dalam bentuk yang lebih konkrit. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa terhadap Matematika yang merupakan modal utama untuk menimbulkan motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran Matematika, karena tanpa motivasi dari dalam diri siswa akan sulit tercipta suasana belajar yang diharapkan. Dengan adanya motivasi belajar tersebut diharapkan muncul kecenderungan sikap yang positif terhadap pembelajaran Matematika. Ketiga, guru pengajar matematika di sana mengatakan bahwa motivasi belajar siswa, khususnya dalam mempelajari matematika, pada umumnya masih sangat rendah. Dan peneliti menemukan banyak siswa kurang memiliki motivasi belajar, itu terlihat saat proses belajar mengajar berlangsung seperti kurang memperhatikan penjelasan guru dengan baik, tidak mencoba mengerjakan contoh soal yang diberikan oleh guru, terlambat mengumpulkan tugas bahkan ada yang tidak mengumpulkan tugas sama sekali, serta kurang lengkapnya catatan yang mereka miliki akibatnya mereka kurang menguasai materi dengan baik. Bahkan ada yang tidak bisa menyelesaikan tugas atau contoh soal yang diberikan oleh guru. Selain motivasi belajar, masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah yang masih rendah. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, salah satu ukuran dalam melihat kemampuan pemecahan masalah matematika adalah hasil tes PISA (Programme for International Student Assessment). Menurut Balitbang- 6

Depdiknas 2007 (dalam Sugiman, 184) Distribusi kemampuan matematik siswa Indonesia dalam PISA adalah level 1 (sebanyak 49,7% siswa), level 2 (25,9%), level 3 (15,5%), level 4 (6,6%) dan level 5-6 (2,3%). Pada level 1 siswa hanya mampu menyelesaikan persoalan matematika yang memerlukan satu langkah. Secara proporsional, dari setiap 100 siswa SMP di Indonesia hanya sekitar 3 siswa yang mencapai level 5-6. Pada level 5 siswa dapat mengembangkan model matematik untuk situasi yang kompleks serta dapat memformulasi dan mengkomunikasikan interpretasi secara logis. Sedangkan pada level 6 siswa dapat mengkonseptualisasi, menyimpulkan dan menggunakan informasi dari situasi masalah yang kompleks serta dapat memformulasi dan mengkomunikasikannya secara efektif berdasarkan penemuan interpretatif dan argumentatif. Lemahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ini tidak lepas dari kurangnya kesempatan dan tidak dibiasakannya siswa melakukan pemecahan masalah. Permasalahan-permasalahan matematik yang disajikan dalam pembelajaran di kelas lebih cenderung pada permasalahan rutin. Sehingga dalam menyelesaikan masalah siswa tidak terbiasa dalam menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanya pada soal dan cara apa yang harus dipakai. Salah satu kegagalan yang dialami siswa dalam belajar matematika adalah kegagalan dalam menyelesaikan persamaan. Hal ini diungkap oleh Kieran (dalam Sujarwanto, 2009:2) bahwa siswa yang sedang mempelajari suatu persamaan dan telah berhasil menguasai teknik untuk menyederhanakan persamaan tersebut, ternyata tidak bisa menyelesaikan persamaan tadi dengan benar. Sebagai contoh, terlihat dari jawaban siswa tentang soal yang mengukur pemecahan masalah 7

matematika siswa mengenai materi persamaan linear satu variable di kelas VII SMP Swasta Cerdas Murni kelas VII-1 tahun pelajaran 2012/2013 sebagai berikut: seorang ayah umurnya 24 tahun lebih tua dari umur anaknya. Dalam 8 tahun umur ayah menjadi dua kali umur anaknya. Berapakah umur mereka sekarang? Banyak siswa kelas VII SMP mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kasus lain misalnya, Iwan dan Rico bekerja bersama-sama dan dapat menyelesaikan pekerjaan dalam waktu 6 hari. Kecepatan bekerja Iwan dua kali Rico. Berapa harikah pekerjaan itu dapat diselesaikan apabila mereka bekerja sendiri-sendiri? Dalam dua contoh kasus di atas ada 25 orang siswa dari 33 siswa yang kesulitan dalam membuat model matematika dari masalah yang diberikan. Dengan kata lain siswa belum mampu untuk menerjemahkan data yang ada ke dalam satu atau beberapa persamaan yang kemudian penyelesaian dari persamaan itu digunakan untuk menentukan solusinya. Berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah ini, NCTM (National Council of Teachers Mathematics) telah merekomendasikan ada lima kompetensi standar yang utama yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning) dan representasi (representation). Selanjutnya Hudojo (2003:89) juga menyatakan bahwa: Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan. Namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan kegiatan utama. 8

Kemampuan pemecahan masalah matematika perlu mendapatkan perhatian karena merupakan kemampuan yang diperlukan dalam belajar. Kemampuan pemecahan masalah matematika dapat mendorong siswa dalam belajar bermakna dan belajar kebersamaan, selain itu dapat membantu siswa dalam menghadapi permasalahan matematika dan permasalahan keseharian secara umum. Berlakunya Kurikulum 2006 pun menuntut adanya perubahan dalam pembelajaran. Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah bahwa tujuan diberikannya matematika antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Hal ini jelas merupakan tuntutan yang sangat tinggi yang tidak mungkin tercapai melalui hafalan, latihan pengerjaan yang bersifat rutin, serta proses pembelajaran biasa. Berdasarkan teori belajar yang dikemukakan Gagne bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika memiliki peran yang cukup besar bagi siswa. Akan tetapi kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran belum menjadi kegiatan utama sehingga masih banyak siswa yang merasa kesulitan jika menghadapi pemecahan masalah. Sujono (1988:229) mengemukakan bahwa Banyak siswa yang mendapat kesulitan dan merasa menderita menghadapi pemecahan masalah meskipun telah banyak mendapat bantuan guru. 9

Penyebab lain adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru kemungkinan tidak sesuai untuk mengajarkan kemampuan pemecahan masalah. Lebih lanjut Abbas (2000) mengemukakan bahwa Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini guru menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak didominasi guru. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, siswa juga belum terlibat secara aktif. Guru berperan aktif sementara siswa hanya menerima pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Pola pembelajaran seperti ini harus dirubah dengan cara menggiring siswa untuk mencari ilmunya sendiri. Dengan mempertimbangkan hal ini maka sudah saatnya pembelajaran matematika diubah secara mendasar. Pembelajaran algoritma yang diterapkan selama ini harus diubah ke pembelajaran berorientasi pada berpikir. Soal kontekstual ini mengarahkan siswa menuju penemuan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa. Pendekatan pembelajaran ini disebut Brain Based Learning. Brain Based Learning adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang lebih paralel dengan bagaimana otak belajar yang paling baik secara alami dengan didasarkan pada disiplin-disiplin ilmu syaraf, biologi, psikologi, pemahaman tentang hubungan antara pembelajaran dan otak kini mengantarkan kepada peran emosi, pola, pemaknaan, lingkungan, ritme tubuh dan sikap, stres, trauma, penilaian, musik, gerakan, gender, dan pengayaan. (Eric Jensen, 2008: 8). Brain Based Learning adalah sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa (Dini Nurhadyani, 2011 dalam Artikel Penerapan Brain Based Learning dalam Pembelajaran 10

Matematika untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa). Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan Brain Based Learning adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak dengan didasarkan pada disiplin-disiplin ilmu syaraf, biologi, psikologi, pemahaman tentang hubungan antara pembelajaran dan otak kini mengantarkan kepada peran emosi, pola, pemaknaan, lingkungan, ritme tubuh dan sikap, stres, trauma, penilaian, musik, gerakan, gender, dan pengayaan. Secara garis besar pendekatan Brain Based Learning (Jensen, 2008: 12) adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar. Tahap-tahap perencanaan pembelajaran Brain Based Learning yang diungkapkan Jensen dalam bukunya yaitu tahap pra-pemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisisi, elaborasi, inkubasi dan memasukkan memori, verifikasi dan pengecekan keyakinan, dan yang terakhir adalah perayaan dan integrasi. Sedangkan tiga strategi utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi Brain Based Learning (Sapa at, 2009) yaitu: (1) menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa; (2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; dan (3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Berdasarkan strategi-strategi tersebut, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir, khususnya kemampuan berpikir matematis, termasuk kemampuan berpikir matematis tingkat 11

tinggi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Surakhmad (Mulyana, 2008: 2), bahwa pembelajaran matematika memang harus memberikan peluang untuk belajar berpikir matematis. Lebih lanjut, Romberg menyatakan dalam Chair (2009: 30) bahwa beberapa aspek berpikir tinggi, yaitu pemecahan masalah matematika, komunikasi matematis, penalaran matematis, dan koneksi matematis. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Selain itu, lingkungan pembelajaran yang menantang dan menyenangkan juga akan memotivasi siswa untuk aktif berpartisipasi dan beraktifitas secara optimal dalam pembelajaran. Dengan demikian penerapan brain based learning dalam proses belajar matematika diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa. Berdasarkan uraian maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Brain Based Learning dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Motivasi Belajar Siswa. 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan, diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: a. Motivasi belajar siswa terhadap pelajaran matematika masih sangat rendah. 12

b. Siswa merasa kesulitan dalam memecahkan masalah matematika terutama dalam hal memahami masalah dan membuat model matematika dari masalah yang diberikan disebabkan karena pembelajaran yang diterapkan selama ini adalah pembelajaran algoritma. c. Kurangnya variasi pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru. d. Aktivitas siswa dalam pembelajaran masih rendah. e. Proses jawaban siswa ketika menjawab soal-soal berbentuk pemecahan masalah kurang bervariasi dan sistematis. 1.3 Batasan Masalah Masalah yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada masalah yang berkenaan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, motivasi belajar, dan pendekatan brain based learning. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah penelitian yang akan diselidiki dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Brain Based Learning secara signifikan lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran biasa? 13

b. Apakah motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran biasa? c. Bagaimana proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematika yang diberikan pada masing-masing pembelajaran? 1.5 Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Brain Based Learning secara signifikan lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran biasa. b. Untuk mengetahui motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran biasa. c. Untuk mengetahui bagaimana proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematika yang diberikan pada masing-masing pembelajaran. 14

1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi tentang alternatif pendekatan pembelajaran matematika dalam usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sebagai masukan bagi guru mengenai pendekatan pembelajaran dalam membantu siswa meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika. b. Bagi siswa akan memperoleh pengalaman nyata dalam belajar matematika pada pokok bahasan bangun ruang dengan menggunakan pendekatan brain based learning yang difokuskan pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah. c. Bagi peneliti dan guru matematika yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu akan menambah pengalaman dan wawasan dalam pembelajaran matematika melalui penerapan pendekatan brain based learning dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. d. Sebagai sumber informasi bagi sekolah tentang perlunya merancang sistem pembelajaran kontekstual sebagai upaya mengatasi kesulitan belajar siswa guna meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 1.7 Definisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, berikut dijelaskan pengertian dari beberapa variabel tersebut: a. Kemampuan pemecahan masalah adalah kesanggupan yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan soal matematika yang diberikan ditinjau dari (1) 15

memahami masalah; (2) membuat rencana pemecahan; (3) melaksanakan rencana; (4) memeriksa kembali hasil pemecahan masalah yang diperoleh. b. Motivasi belajar adalah suatu kekuatan, tenaga, atau daya, baik yang datang dari dalam maupun dari luar diri individu, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri yang mendorong individu untuk belajar, baik disadari maupun tidak disadari. c. Pendekatan brain based learning adalah sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa. Adapun tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan Brain Based Learning yang diungkapkan Jensen dalam bukunya yaitu tahap prapemaparan, tahap persiapan, tahap inisiasi dan akuisisi, tahap elaborasi, tahap inkubasi dan memasukkan memori, tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, dan yang terakhir adalah tahap perayaan dan integrasi. d. Pendekatan pembelajaran biasa adalah pembelajaran dengan prosedur yang biasa digunakan guru dalam mengajar. Adapun langkah-langkahnya adalah guru menyiapkan bahan pelajaran secara sistematis dan rapi, menjelaskan materi pelajaran, siswa diberi kesempatan bertanya, siswa mengerjakan soal latihan yang diberikan guru, siswa dan guru membahas soal latihan, kemudian guru memberi soal-soal pekerjaan rumah. 16