BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor penting dalam membentuk dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pola kehidupan masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban yang lebih sempurna. Sebagaimana Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Di Indonesia banyaknya para pencari kerja tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan (Saiman, 2009:22). Masalah pengangguran telah menjadi momok

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan, pengangguran global

BAB I PENDAHULUAN. fantastis dan memiliki potensi yang strategis jika dipandang sebagai potensi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dihadapkan pada tantangan-tantangan yang berat khususnya dalam

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagian pihak yang menjadikan kewirausahaan ini sebagai trend-trend-an. enggannya lulusan perguruan tinggi untuk berwirausaha.

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi maju atau lebih berkembang dengan sangat pesat, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern

BAB I PENDAHULUAN. menitikberatkan pada konsep risiko (Sumarsono, 2013). Kemudian pada abad 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berusaha menemukan jati dirinya. Pada masa ini lingkungan sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. individu yang dipersiapkan untuk mampu mengikuti laju perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hashifah Inaroh Luthfiah Achmadi, 2014

PENDAHULUAN. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu. Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan, ilmu pengetahuan dan teknologi pun berdampak pada pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN. lapangan pekerjaan sehingga mengakibatkan sebagian orang tidak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang harus dilakukan. Salah satunya adalah bekerja. Bekerja adalah aktifitas yang

BAB I PENDAHULUAN. terbatas. Suryana (2006 : 4) mengatakan secara makro, peran wirausaha adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammad Iqbal Radhibillah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan struktur ekonomi di dalam negeri. Menurut Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk ( 2015). Sementara itu, McClelland dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditentukan oleh pendidikan bangsa itu sendiri (Sudirman, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. baru menjadi kegiatan yang nyata dalam setiap usahanya. ada namun lapangan kerja yang tersedia sangat sedikit.

BAB I PENDAHULUAN. pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras. membantu peserta didik agar nantinya mampu

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkemampuan dan berketerampilan, mampu diandalkan dan. mampu menghadapi tantangan persaingan era pasar bebas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

IRRA MAYASARI F

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah bidang yang sangat penting terutama di Negara. berkembang seperti Indonesia, karena pendidikan yang berintegritas

BAB I PENDAHULUAN. di SMK masih sangat konvensional, bahkan ada yang membiarkan para

BAB 1 PENDAHULUAN. ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengembangan sumber daya manusia dewasa ini telah menjadi hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik (BPS) hanya sekitar 1,65% pada tahun Dan saat ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kerja, dunia kerja yang semula menggunakan tenaga kerja manusia pada akhirnya

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak masyarakat yang kesulitan dalam mendapatkan penghasilan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Horne (Mulyasana, 2011, h. 5) menyatakan bahwa : peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Prestasi Praktik Kerja Industri (Prakerin) terhadap Minat Berwisata Siswa

Oleh : Sri Admawati K BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi ini masih banyak masyarakat Indonesia yang tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu Negara tidak terlepas dari sistem pendidikan, sebab

BAB 1 PENDAHULUAN. 240,559 juta penduduk Indonesia jumlah daftar angkatan kerja mencapai 116

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. menciptakan SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016

BAB I PENDAHULUAN. 7,6%, Diploma I/II/III dengan 6,01% dan universitas sebesar 5,5%. Pada posisi

BAB I PENDAHULUAN. pencari kerja. Orang yang mencari kerja lebih banyak, sehingga banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. sedang bangsa Indonesia hadapi saat ini. Dimana pengangguran merupakan akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Purwanti Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah secara

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mega Wulandari, 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

2017 ANALISIS STRATEGI KEMITRAAN BURSA KERJA KHUSUS (BKK) DENGAN DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI (DU/DI)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak hal yang harus disiapkan dan dibekali pada diri kita sehingga tidak mengalami kesulitan dalam menjalani hidup. Maka perlu adanya upaya dalam meningkatkan kualitas diri agar mampu menghadapi kesulitan-kesulitan atau masalah yang dihadapi dalam menjalankan hidup, termasuk masalah ekonomi, yang merupakan salah satu masalah yang paling sering dialami oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan lapangan kerja dengan jumlah pencari pekerja sudah tidak seimbang. Jumlah lapangan kerja peningkatan dan perkembangannya sedemikian lambatnya. Pada sisi lain, jumlah tenaga kerja meningkat begitu pesat. Hal ini menyebabkan jumlah pengangguran juga meningkat setiap tahunnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pengangguran pada Agustus 2015 mencapai 7,6 juta orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami peningkatan dari 5,81 persen pada Februari 2015 menjadi 6,81 persen pada Agustus 2015. Pada Agustus 2015 TPT untuk pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 12,65 persen, disusul oleh TPT Sekolah Menengah Atas sebesar 10,32 persen, sedangkan TPT terendah diduduki oleh tingkat pendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 2,74 persen. 1

2 Hal ini juga disebabkan beberapa hal lainnya. Salah satunya adalah banyak lulusan sekolah menengah atas atau sederajatnya tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu banyak anak yang putus sekolah dan tidak mendapatkan pendidikan dari jalur formal, sehingga sulit memperoleh pekerjaan. Namun, masalah yang tidak jarang juga ditemui adalah seseorang tetap sulit memperoleh pekerjaan meskipun telah memiliki status sebagai lulusan sarjana. Hal ini disebabkan karena seseorang tersebut kurang memiliki kemampuan di bidangnya. Sehingga seseorang tersebut sulit dalam menemukan pekerjaannya. Hal tersebut juga diakibatkan dengan pola pikir para lulusan perguruan tinggi yang disebut sanlaritis, yaitu bermental buruh atau ingin selalu menjadi pegawai negeri maupun swasta. Hal ini diungkapkan oleh Max Gunther (dalam Kasmir, 2013). Untuk mengatasi hal itu, maka pola pikir yang sudah tertanam kuat tersebut harus diubah, yaitu dari orang yang gajian (karyawan) menjadi pemberi gaji (pemilik usaha). Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatifnya. Menyadari hal tersebut, pemerintah semakin serius dalam menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik, diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menurut Jamal (2009), keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari kemampuan lulusannya menggunakan hasil pendidikannya untuk hidup. Artinya dengan memperoleh pendidikan seseorang dapat memperoleh kehidupan yang baik atau seperti yang diharapkan. Sehingga pendidikan diharapkan mampu

3 menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Selain itu pendidikan juga diharapkan mampu mengubah kehidupan manusia, mulai dari sikap dan tingkah laku, ilmu pengetahuan, hingga status sosial yang lebih baik. Selanjutnya pemerintah telah membagi jalur pendidikan menjadi tiga, Pendidikan Non Formal, Pendidikan Formal, dan Pendidikan Informal. Mengingat salah satu fungsi pendidikan nonformal sebagai penambah, diperuntukkan bagi mereka yang putus sekolah dan memerlukan pengetahuan serta keterampilan. Upaya ini dikaitkan dengan keterampilan kerja dan berusaha. Pendidikan luar sekolah sebagai penambah ini diarahkan untuk membekali para lulusan dan/atau mereka yang putus sekolah untuk memasuki dunia kerja. Maka orang-orang yang bertanggung jawab di dunia Pendidikan Non Formal pun memiliki andil untuk dapat terus memotivasi serta membelajarkan warga belajar agar mau tetap belajar, hal ini menjadi tanggung jawab pamong belajar selaku motivator dalam pendidikan non formal Untuk itu, rasanya tidak terlalu muluk, jika diadakan pendidikan dan pelatihan untuk para pamong belajar, agar dapat terus meningkatkan kualitasnya sebagai motivator, fasilitator di dunia luar sekolah. Melihat kondisi demikian, maka pemerintah berusaha untuk mengatasi salah satu jalan yaitu mengembangkan pendidikan diantaranya pendidikan non formal. Sistem pendidikan formal yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas, mutu dan efisien kerja generasi muda diantaranya, LPK, kursus-kursus serta lembaga yang dikelola oleh pemerintah, salah satunya yaitu balai latihan kerja (BLK), dan ada juga yang dikelola oleh pihak swasta, yaitu salah satunya PKBM. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) adalah

4 lembaga yang dibentuk oleh masyarakat untuk masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan yang salah satu cakupannya adalah program pelatihan kerja. Salah satunya adalah PKBM Merah Putih yang berada di Jl. Adi Sucipto Medan. Salah satu program pendidikan di PKBM Merah Putih adalah program pelatihan menjahit. Program pelatihan menjahit ini merupakan kerja sama antara pengelola lembaga dengan pemerintah, sehingga pelatihan yang diberikan kepada peserta didik bebas biaya. Upaya ini dilakukan untuk memberikan kesempatan bagi calon-calon peserta pelatihan untuk dapat mengikuti pelatihan dan untuk menumbuhkan minat pada peserta didik dalam mengikuti pelatihan menjahit tersebut, terutama bagi mereka yang masih berusia produktif namun tidak memiliki keahlian dan pekerjaan. Peserta pelatihan yang mengikuti pelatihan menjahit di PKBM tersebut tidak dibatasi oleh usia. Namun pada umumnya orang-orang yang menjadi peserta pelatihan menjahit tersebut adalah orang-orang yang masih di usia produktif yang tentunya masih bisa bekerja dan berkarya. Selain itu, peserta pelatihan yang berstatus ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan, pada usia yang masih produktif, disamping tugasnya mengurus rumah tangga, sebaiknya mereka juga dapat membuat suatu usaha dengan keterampilan menjahit yang diperolehnya. Pendidikan keterampilan menjahit yang diberikan kepada peserta didik akan lebih efektif jika peserta didik diberi wawasan kewirausahaan yang andal dan holistik. Untuk dapat memperoleh orang-orang tersebut, tentunya pendidikan yang diberikan harus berorientasi kepada jiwa entrepreneurship atau jiwa kewirausahaan, yaitu jiwa yang berani dan mampu menghadapi problema hidup

5 dan kehidupan secara wajar, jiwa kreatif untuk mencari solusi dan mengatasi masalah yang dihadapi tersebut, serta jiwa mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Maka, melihat semakin tingginya tingkat tuntutan hidup pada zaman ini, pengelola PKBM Merah Putih dalam program pelatihan menjahit tersebut tidak hanya memberikan pengetahuan tentang menjahit, tetapi juga menanamkan sikap dan wawasan kewirausahaan. Dengan kata lain, lulusan pelatihan menjahit tersebut diharapkan tidak hanya mampu menjahit, tetapi juga produktif, kreatif dan inovatif dalam berkarya. Sehingga karya yang dihasilkan dapat dijual, dan menghasilkan keuntungan bagi mereka. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Merah Putih tentunya memilik cara tertentu untuk menjalankan program pelatihan menjahitnya untuk menumbuhkan sikap kewirausahaan kepada peserta didiknya. Oleh sebab itu, penulis tertarik mengadakan penelitian tentang Efektivitas Pelatihan Menjahit dalam Menumbuhkan Sikap Kewirausahaan di PKBM Merah Putih. Melalui penelitian ini, dapat diketahui apakah program pelatihan di PKBM Merah Putih sudah efektif dalam menumbuhkan sikap kewirausahaan kepada peserta pelatihannya. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang diungkapkan di atas, maka dapat dikemukakan identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Angka pengangguran yang semakin meningkat setiap tahunnya.

6 2. Masih banyak konsep pemikiran mencari pekerjaan, bukan menciptakan pekerjaan. 3. Peserta didik yang mengikuti pelatihan di PKBM Merah Putih sebagian besar merupakan orang-orang dengan usia produktif, namun tidak memiliki pekerjaan. C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, tidak semua masalah yang diidentifikasi kan akan diteliti. Maka, peneliti memberi batasan, dimana akan dilakukan penelitian, variabel apa yang akan diteliti. Oleh sebab itu, batasan Masalah dalam penelitian ini adalah efektivitas program pelatihan menjahit dalam menumbuhkan sikap kewirausahaan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Merah Putih Medan. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa efektifkah program pelatihan menjahit di PKBM Merah Putih dalam menumbuhkan sikap kewirausahaan kepada peserta pelatihan? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa efektif program pelatihan menjahit di PKBM Merah Putih dalam menumbuhkan sikap kewirausahaan kepada peserta pelatihan.

7 F. Manfaat Penelitian Setelah penelitian ini dilakukan, maka dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat praktis a. Bagi peneliti, diharapkan dapat dijadikan bahan kajian untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang program pelatihan menjahit dalam menumbuhkan sikap kewirausahaan. b. Bagi lembaga, diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan bagi lembagayang menyediakan program pelatihan menjahit dalam menumbuhkan sikap kewirausahaan kepada peserta didiknya. 2. Manfaat konseptual a. Secara teoritis mengungkapkan rumusan konseptual tentang efektivitas program pelatihan menjahit dalam menumbuhkan sikap kewirausahaan. b. Untuk memperkaya khasanah tentang efektivitas program pelatihan menjahit dalam menumbuhkan sikap kewirausahaan.