BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kematangan sosial merupakan hasil dari perkembangan psikososial. Sejak lahir bayi berpengalaman dan berpartisipasi aktif dalam perkembangan sosialnya dengan cara mengamati dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya (Desmita, 2010). Bayi yang berinteraksi baik dengan ibunya akan membentuk hubungan secure-attachment dengan ibunya. Bayi yang mempunyai hubungan secure-attachment dengan ibunya mengalami kenaikan kadar kortisol yang lebih rendah ketika dipisahkan dengan ibunya dibandingkan bayi yang mempunyai hubungan insecure-attachment (Ahnert et al., 2004). Bayi yang mempunyai kasih sayang dan ikatan yang erat dengan ibunya akan menjadi anak yang lebih kompeten secara kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2007). Perkembangan psikososial anak akan berpengaruh besar terhadap perilaku anak pada fase berikutnya. Anak dengan kematangan sosial dan emosi yang rendah memiliki potensi yang lebih tinggi untuk melakukan kenakalan remaja (Muawanah et al., 2012). Individu yang belum stabil dan memiliki kematangan sosial dan emosi yang rendah dapat lebih mudah memunculkan perilaku agresi (Guswani dan Kawuryan, 2011). Sebaliknya, individu yang memiliki kematangan sosial dan emosi yang lebih baik akan mempunyai sikap prososial yang lebih baik pula, yaitu salah satu 1
2 sikap bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial untuk menolong orang lain secara sukarela (Asih dan Pratiwi, 2010). Perkembangan sosial dan emosional anak-anak Indonesia sudah tergolong baik, namun masih lebih rendah dibandingkan negara lain, seperti Chili dan Meksiko (Unit Pendidikan Bank Dunia, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan mengenai kematangan sosial bayi menggunakan instrumen Vineland Social Maturity Scale (VSMS) yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan dari 10 bayi usia 6-12 bulan, didapatkan bayi dengan kematangan sosial rendah sebanyak 5 bayi (50%), tingkat ratarata sebanyak 2 bayi (20%), dan kematangan sosial yang lebih sebanyak 3 bayi (30%). Salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan sosial seorang individu adalah faktor dari dirinya sendiri yang mencakup tumbuh kembang individu (Mangal, 2007). Perkembangan individu terdiri dari tiga aspek utama, yaitu perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial; yang saling berpengaruh satu sama lain (Papalia et al., 2014). Inteligensi dan fungsi kognitif seorang individu berperan penting dalam perkembangan psikososialnya. Individu dengan inteligensi dan fungsi kognitif yang tinggi akan memiliki kematangan sosial yang tinggi pula (Siagian, 2010). Perkembangan kognitif bayi sangat berkaitan dengan perkembangan otaknya. Perkembangan otak yang optimal bisa didapatkan melalui asupan nutrisi yang optimal. Asupan nutrisi yang paling tepat untuk bayi usia kurang dari 6 bulan adalah air susu ibu (ASI) (Wiji, 2013).
3 Air susu ibu merupakan makanan pilihan utama dan pertama bagi bayi berusia kurang dari 6 bulan. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) (2010) dan World Health Organization (WHO) (2015) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Air susu ibu eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa tambahan makanan atau minuman lain. Pemberian vitamin, mineral, dan obat-obatan diperbolehkan selama pemberian ASI eksklusif (IDAI, 2010). Kandungan ASI membantu pematangan sel-sel neuron agar bayi dapat tumbuh dan berkembang optimal. Pemberian ASI juga berperan langsung terhadap perkembangan psikososial bayi melalui pembentukan attachment dan bonding (Sumirat et al., 2009). Kontak tubuh antara ibu dan bayi pada saat menyusui memberikan rasa nyaman dan menghilangkan rasa takut pada bayi, serta menumbuhkan ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi (Gribble, 2006). Ikatan dan kasih sayang yang didapatkan bayi berfungsi untuk membantu perkembangan psikososial bayi agar lebih optimal (Levin, 1983). Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan bayi usia 6-12 bulan (Riyanti dan Hanifah, 2013; Arifah, 2013). Pemberian ASI eksklusif memberikan hasil fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan ASI tidak eksklusif (Novita et al., 2008). Anak yang mendapatkan ASI eksklusif akan mempunyai kemampuan inteligensi yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif (Borra et al., 2012; Quigley et al., 2011). Kemampuan inteligensi seseorang erat kaitannya dengan kematangan sosial,
4 yaitu semakin tinggi inteligensi maka semakin tinggi kematangan sosial (Siagian, 2010). Bayi yang mendapatkan ASI selama 6 bulan atau kurang memliki risiko lebih tinggi untuk melakukan kenakalan pada saat remaja dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI lebih lama (Sumirat et al., 2009). Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang meliputi aspek motorik kasar, motorik halus, kognitif, dan bahasa telah banyak dilakukan di Indonesia. Marquis (2008) menyarankan untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ASI terhadap perkembangan psikososial bayi yang bisa diukur melalui tingkat kematangan sosial, ketegasan dan keyakinan diri. Sepanjang penulusuran peneliti melalui media internet dan pustaka, belum didapatkan data penelitian tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan psiko-sosial bayi di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti perbedaan tingkat kematangan sosial antara bayi usia 6-12 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif dan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. B. Perumusan Masalah Apakah ada perbedaan tingkat kematangan sosial pada bayi usia 6-12 bulan yang diberi ASI eksklusif dan non-eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan tingkat kematangan sosial pada bayi usia 6-12 bulan yang diberi ASI eksklusif dan non-eksklusif.
5 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tingkat kematangan sosial pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan. b. Menganalisis perbedaan tingkat kematangan sosial pada bayi usia 6-12 bulan yang diberi ASI eksklusif dan non-eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan. c. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah dan menambah wawasan pengetahuan yang berkaitan dengan manfaat pemberian ASI eksklusif terhadap kematangan sosial bayi. 2. Manfaat praktis a. Bagi tenaga kesehatan: Tenaga kesehatan dapat melakukan promosi kesehatan tentang pentingnya pemberian ASI terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. b. Bagi ibu atau orang tua Ibu dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayi selama 6 bulan.