BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENUTUP. 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS. Keywords: substite heir, compilation of Islamic law, zawil arham

KRITIK PASAL DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WARISAN Oleh: Kaharuddin Adam, Syamsuddin, Katmono*

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

Ahli Waris Pengganti dalam Pembaruan Hukum Kewarisan Islam Indonesia: Kajian Sosiologis dan Yuridis. Oleh: Fatimah Zuhrah

BAB III PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA TIRKAH (HARTA PENINGGALAN) MENURUT HUKUM KEWARISAN ISLAM

KEBERADAAN MAWALI HUKUM KEWARISAN BILATERAL

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

WARIS ISLAM DI INDONESIA

ANALISA PASAL 185 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS PENGGANTI

PENGHALANG HAK WARIS (AL-HUJUB)

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIJAB DAN KEDUDUKAN SAUDARA DALAM KEWARISAN ISLAM. Menurut istilah ulama mawa>rith (fara>id}) ialah mencegah dan

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB II TINJAUAN UMUM MUNASAKHAH. A. Munasakhah Dalam Pandangan Hukum Kewarisan Islam (Fiqh Mawaris) Dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

BAB IV ANALISIS AH TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM PERDATA. A. Ahli waris pengganti menurut hukum perdata

HUKUM KEWARISAN ISLAM: PENGGOLONGAN AHLI WARIS & KELOMPOK KEUTAMAAN AHLI WARIS

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA. 1) Nama : Yudi Hardeos, S.H.I., M.S.I. 2) Tempat/Tanggal Lahir : Curup,

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

PERGESERAN PEMIKIRAN HUKUM KEWARISAN ISLAM MAHKAMAH AGUNG

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

TELAAH TERHADAP PEMBATASAN LINGKUP AHLI WARIS PENGGANTI PASAL 185 KHI OLEH RAKERNAS MAHKAMAH AGUNG RI DI BALIKPAPAN OKTOBER 2010

MUNASAKHAH DALAM SISTEM KEWARISAN ISLAM. Oleh: MUH. SUDIRMAN Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

BAB II KONSEP PENGGANTIAN TEMPAT AHLI WARIS/ AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM. A. Tinjauan Umum tentang Hukum Kewarisan Islam

PEMIKIRAN HUKUM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA TENTANG BAGIAN PEROLEHAN AHLI WARIS PENGGANTI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

SISTEM MUNASAKHAH DALAM KEWARISAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari berbagai masalah yang dihadapi manusia, maka masalah manusia dengan

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB IV KONSEP AHLI WARIS PENGGANTI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN TINJAUAN MASHLAHAH. A. Konsep Ahli Waris Pengganti Dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS. Kata waris berasal dari kata bahasa Arab mirats. Bentuk jamaknya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perebutan harta warisan. Islam sebagai agama rahmatan li al- a>lami>n sudah

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

BAGIAN WARISAN UNTUK CUCU DAN WASIAT WAJIBAH

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

Fiqh dan Pengurusan Harta Warisan: Dengan Fokus kepada Faraid

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DALAM HAL TERJADINYA POLIGAMI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM WARIS ISLAM

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA TENTANG PERMOHONAN PENETAPAN AHLI WARIS BEDA AGAMA

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA WARISAN

KEDUDUKAN SAUDARA DALAM KEWARISAN ISLAM Studi Komparasi Sistem Kewarisan Jumhur, Hazairin, Kompilasi Hukum Islam, dan Buku II 1

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

BAB I PENDAHULUAN. seseorang yang meninggal dunia itu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yaitu :

FITNAH SEBAGAI PENGHALANG KEWARISAN. otomatis hukum waris mengakui adanya perpindahan hak dan kepemilikan si pewaris

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh hukum yang ditetapkan Allah SWT untuk para hamba-nya, baik

BAB II KAKEK DAN SAUDARA DALAM HUKUM WARIS. kakek sahih dan kakek ghairu sahih. Kakek sahih ialah setiap kakek (leluhur laki -

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN KHI DALAM PENGGANTIAN TEMPAT AHLI WARIS/ AHLI WARIS PENGGANTI PADA MASYARAKAT KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II. Tinjauan Teori Mengenai Hukum Waris Islam. A. Tinjauan Umum Tentang hukum Waris Islam

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Islam merinci dan menjelaskan, melalui al-qur an al-karim bagian

BAB II SEJARAH KHI DAN PASAL 185 KOMPILASI HUKUM ISLAM. yang beragama Islam merupakan fenomena aktual yang harus dillihat

BAB II AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM. ditinggalkan oleh orang yang meninggal 1. Sementara menurut definisi

BAB I PENDAHULUAN. Islam mengajarkan berbagai macam hukum yang menjadikan aturanaturan

Volume V, Nomor 1, Januari-Juni NILAI-NILAI KEADILAN DALAM HARTA WARISAN ISLAM. Oleh: Dr. H. M. Mawardi Djalaluddin, M.Ag.

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) TESIS

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB I PENDAHULUAN. harta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang berupa fisik baik pangan,

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II KEDUDUKAN JANDA TANPA KETURUNAN DALAM KEWARISAN ISLAM

BAB IV ANALISIS KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA DALAM PERSPEKTIF IMAM SYAFI'I DAN HAZAIRIN

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

P U T U S A N. NOMOR : 42/Pdt-G/2008/MSy-Prov. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ISLAM DAN HINDU DI KECAMATAN KREMBUNG SIDOARJO Oleh : Zakiyatul Ulya (F )

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :

Dr. H. A. Khisni, S.H., M.H. Hukum Waris Islam UNISSULA PRESS ISBN

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin Dari penjelasan terdahulu dapat dikelompokkan ahli waris yang menjadi ahli waris pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu: No Ahli Waris Pengganti Menurut Hazairin Ahli Waris Menurut Imam Syafi i 1 Mawali bagi mendiang anak laki-laki atau perempuan dari garis laki-laki atau perempuan. Kalau anak laki-laki dari garis laki-laki Menjadi ahli waris aṣobah, sedangkan anak perempuan dari garis laki-laki menjadi ahli waris mendapatkan 1 /2 atau 1 /6. 2 Anak laki-laki atau perempuan Ahli waris aṣabah atau ahli waris menjadi Mawali mendiang bapaknya 3 Kakek (ayah dari ayah dan ibu) menjadi Mawali bagi ayah dan ibu Yang berhak menjadi ahli waris hanya dari garis laki-laki apabila tidak meninggalkan keturunan, tidak ada pihak saudara dan orangtua pewaris 4 Saudara laki-laki atau perempuan Menjadi ahli waris sebagai ahli waris menjadi mawali bagi

125 mendiang saudara laki-laki atau perempuan dalam masalah kalālāh. 5 Saudara laki-laki ṣohih, seayah atau seibu sama kedudukannya sebagaimana Saudara laki-laki ṣohih diutamakan dan menghijab saudara seibu atau seayah. saudara mereka yang perempuan. 6 Cucu laki-laki atau perempuan menjadi mawali mendiang ayahnya 7 Tidak membedakan antara garis keturunan laki-laki dan perempuan Mereka terhijab dengan saudara laki-laki dari ayah. Yang berhak mewarisi hanya yang dari garis keturunan laki-laki. bahwa semuanya berhak mewarisi. B. Relevansinya Dengan Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, disebutkan bahwa yang dimaksud Ahli waris pengganti adalah ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris, maka kedudukannya sebagai ahli waris dapat digantikan oleh anaknya. 1 Jadi anak dari yang seharusnya menjadi ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pewaris, itulah ahli waris pengganti. Anak dari ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pewaris dapat menggantikan kedudukan bapaknya sebagai ahli waris dengan syarat anak itu tidak terhalang menjadi ahli waris, seperti yang disebut dalam pasal 173. 2 1 KHI Pasal 185 ayat 1, ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada sipewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173. 2 KHI Pasal 173, seorang terhang menjadi ahli waris apabila dengan keputusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dihukum karena : a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh

126 Disebutkan juga dalam KHI, bahwa bagian ahli waris pengganti belum tentu sama jumlahnya dengan ahli waris yang digantikan sekiranya ia masih hidup, karena disyaratkan bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. 3 Berdasarkan pengertian diatas, yang dimaksud dengan ahli waris pengganti adalah ahli waris dari ahli waris yang diganti (orang yang meninggal dunia terlebih dahulu dari pada si pewaris). Itu berarti tidak hanya anak dari ahli waris yang telah meninggal terlebih dahulu, seperti yang tertera di dalam Pasal 185 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam. Hal ini dapat dilihat dari penyamaan ahli waris pengganti dengan ahli waris mawali menurut pendapat Hazairin, yaitu mawali (ahli waris pengganti) adalah berupa nama yang umum dari mereka yang menjadi ahli waris karena penggantian, yaitu orang-orang yang menjadi ahli waris karena tidak ada lagi penghubung antara mereka dengan si pewaris. 4 Istilah penghubung antara mawali dengan si pewaris ini bisa diartikan dengan ahli warisnya, bila demikian halnya, maka dimungkinkan terjadi pada tiga arah hubungan kekerabatan, yaitu hubungan ke bawah, ke atas, dan ke samping. Dengan demikian ahli waris pengganti dalam KHI itu disimpulkan mencakup tiga arah hubungan kekerabatan tersebut. Kompilasi Hukum Islam adalah sistem kewarisan bilateral sesuai dengan Q.S. an- Nisā (4): 7 dan 11, yaitu baik anak laki-laki maupun anak perempuan, demikian juga cucu dari anak laki-laki maupun cucu dari anak perempuan adalah sama-sama dinyatakan sebagai ahli atau menganiaya berat pewaris, b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. 3 KHI Pasal 185 ayat 2, bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti 4 Hazairin 1. Op.Cit. h. 32

127 waris. Dan ini sesuai dengan pendapat Hazairin. Berbeda halnya dengan sistem kewarisan yang dianut fikih Sunni yang menyatakan bahwa cucu dari anak perempuan dinyatakan tidak sebagai ahli waris (zawil arham), sedangkan cucu dari anak laki-laki tetap sebagai ahli waris. 5 Bagian ahli waris pengganti sama besarnya dengan bahagian ahli waris yang diganti (mawali), dimana kedudukan ahli waris pengganti/penggantian tempat ahli waris sama dengan ahli waris yang diganti dalam menerima bahagian harta warisan pewaris, maka demikian juga halnya kedudukan ahli waris pengganti dalam masalah hijab mahjub (mendiding dan didinding). Ahli waris pengganti itu akan menghijab setiap orang yang semestinya dihijab oleh orang yang digantikannya. Hal ini berlaku umum,tanpa membedakan jenis kelamin ahli waris pengganti itu, apakah dia laki-laki atau perempuan. Misalnya kedudukan cucu sebagai ahli waris pengganti, tanpa membedakan jenis kelamin mereka (laki-laki atau perempuan) dapat menghijab saudara laki-laki. Dalam Pasal 185 KHI, kata anak disebut secara mutlak, tanpa keterangan laki-laki atau perempuan. Ini berarti, kalau ada anak, tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, maka anak tersebut dapat menghijab hirman (menutup total) terhadap saudara-saudara kandung ataupun paman pewaris. Sedangkan menurut fikih (sunni) yang berlaku di Indonesia selama ini, kalau anak tersebut perempuan hanya dapat menghijab nuqsan (mengurangi bagian ahli waris asabah). 6 5 Imran, A.M, Hukum Kewarisan dan Hibah dalam Kompilasi Hukum Islam dalam AlHikmah dan DITBINBAPERA Islam, Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam, No. 24 Tahun VII 1996, (Jakarta: Al-Hikmah dan Ditbinbapera Islam, 1996), h. 45 6 Asawi Ahmad Aswi dalam Ramlan Yusuf Rangkuti, Op. Cit, h. 358

128 Hazairin adalah orang yang pertama kali mengeluarkan pendapat bahwa cucu dapat menggantikan ayahnya yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari si pewaris, meskipun pewaris memiliki anak laki-laki lain yang masih hidup. 7 Pendapat Hazairin itu didasarkan atas analisanya terhadap Q.S. an-nisā (4): 33, dimana kata-kata mawali diartikan sebagai ahli waris pengganti, yaitu ahli waris yang menggantikan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang tadinya akan diperoleh oleh orang yang digantikan itu seandainya masih hidup. 8 Sayuti Thalib, sebagai murid Hazairin, menjelaskan tentang mawali sebagai ahli waris pengganti, menarik 4 (empat) garis hukum,yaitu : a. Dan bagi setiap orang, kami (Allah swt) telah menjadikan mawali (ahli waris pengganti) untuk mewarisi harta peninggalan ibu bapaknya (yang tadinya akan mewarisi harta peninggalan itu). b. Dan bagi setiap orang, kami (Allah swt) telah menjadikan mawali untuk mewarisi harta peninggalan aqrabûn-nya (yang tadinya akan mewarisi harta peninggalan itu). c. Menjadikan mawali untuk mewarisi harta peninggalan dalam seperjanjiannya. d. Maka berikanlah kepada mereka warisan mereka. 9 Muhammad Daud Ali menyatakan bahwa yang menjadi dasar memasukkan ahli waris pengganti ke dalam Kompilasi Hukum Islam adalah memberlakukan asas keadilan yang 7 Ismuha, Penggantian Tempat dalam Hukum Waris Menurut KUH Perdata, Hukum Adat dan Hukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), h. 81 8 Hazairin 1, Op.Cit. h. 29-31 9 Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, 1982), h. 27

129 berimbang, karena keadilan merupakan salah satu tujuan hukum disamping kepastian hukum dan perikemanusiaan. 10 Prinsip Hukum Islam dalam menerapkan suatu hukum adalah berupaya mewujudkan keadilan, sebab sistem hukum yang tidak punya akar subtansial pada keadilan dan moralitas akhirnya akan ditinggalkan oleh masyarakat. 11 Nampaknya pada prinsip inilah diletakkan rumusan ahli waris pengganti seperti tersebut pada Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam yang menjadi motivasi pelembagaan waris pengganti berdasarkan atas rasa keadilan dan perikemanusiaan dimana cucu menerima warisan dengan jalan penggantian. Selain didasarkan atas tujuan hukum Islam tersebut. Ulama Indonesia menerima rumusan Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam itu, karena dalam fikih mawaris selama ini telah diterapkan lembaga wasiat wajibah yang diperuntukkan bagi cucu yang orang tuanya telah meninggal lebih dahulu dari pewaris. 12 Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, bahwa pemberlakuan Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam tersebut bersifat tentatif bukan imperatif. Oleh karena itu sangat besar peran dari Para Hakim Pengadilan Agama/Mahkamah Syar iyah dalam menetapkan ahli waris pengganti. Pemberian hak kepada ahli waris pengganti merupakan kebijakan yang sangat baik dan sejalan dengan misi Islam sebagai rahmatan lil alamin. Namun Imam Syafi i tidak sependapat dengan hal ini; karena al-qur`an dalam 10 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Huku Islam diindonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 292 11 Fatthurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos WacanaIslam, 1999),h. 75 12 M. Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,(Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1993), h. 297

130 menetapkan hak kewarisan tidak hanya terbatas kepada ahli waris yang miskin saja, melainkan juga kepada ahli waris yang kaya. Meskipun orang tua pewaris kaya raya, sementara anak-anak pewaris sangat miskin, al- Qur an telah menetapkan hak bagi orang tua pewaris. Demikian juga sebaliknya, meskipun anak-anak pewaris kaya raya sedangkan orang tuanya sangat miskin, al- Qur`an tetap memberikan hak kepada anak-anak pewaris. Ini membuktikan bahwa al-qur`an dalam menetapkan pemberian hak kewarisan kepada seseorang bukan digantungkan kepada kondisi ekonomi, melainkan didasarkan kepada kedudukannya sebagai anggota kerabat. Adapun faktor ekonomi sebagaimana dikemukakan hanyalah menjadi penguat saja. Sebagai contoh misalnya, seorang cucu laki-laki dari anak laki-laki mewarisi bersama delapan orang anak perempuan. Jika cucu menempati kedudukan ahli waris pengganti dan diberikan kedudukan sama seperti anak laki-laki, maka bagian yang diterima 2/10 (asal masalah 2+8=10), sedangkan jika diberi bagian tidak boleh melebihi bagian bibinya, maka bagian yang diterima akan lebih kecil yakni paling banyak 1/9 (asal masalah 1+8=9). Bagian cucu akan menjadi lebih besar apabila cucu menempati kedudukaannya selaku ashabah yaitu mendapat bagian 1/3, sedang yang 2/3 untuk delapan anak perempuan selaku żawil furûḍ. Apabila cucu diberikan kebebasan untuk memilih sudah barang tentu cucu akan memilih menempati kedudukannya sebagai ashabah. Kebolehan untuk memilih seperti ini tentu dirasa tidak adil oleh anak perempuan, sebab kalau saja saudaranya (anak laki-laki pewaris) tidak meninggal lebih dahulu, maka mereka bersama-sama menduduki kedudukan ashabah bil ghair sehingga bagian anak laki-laki hanya 2/10 dan anak perempuan 1/10.

131 Maka bagi yang menerapkan teori kewarisan mawali, satu-satunya cara untuk mengatasi problem tentang kedudukan ahli waris pengganti ini adalah dengan memberlakukan penggantian ahli waris secara imperatif yakni setiap ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris harus digantikan oleh anak-anaknya. Mereka tidak diberi peluang untuk memilih kedudukan mana yang menguntungkan, sebab jika diberikan peluang untuk itu, maka pasti akan ada ahli waris lain yang dirugikan. Adapun cara yang ditempuh untuk merubah sifat tentatifnya pasal 185 ayat (1) adalah dengan menghilangkan kata dapat sehingga berbunyi: Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris kedudukannya digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173. Dengan merubah bunyi pasal tersebut, maka tidak ada lagi opsi untuk memilih bagian yang menguntungkan dan tidak ada lagi penentuan ahli waris pengganti digantungkan kepada pertimbangan hakim. Dengan demikian, maka sifat diskrimainatif, ketidakadilan dan ketidakpastian hukum dapat teratasi. Sebelum dilakukannya perubahan atas bunyi pasal 185 KHI, kiranya Mahkamah Agung dapat mengeluarkan peraturan mengenai petunjuk penerapan pasal 185 ayat (1) dengan memberlakukannya secara imperatif. Adapun Mahmud Yunus yang mengambil pendapat Imam Syafi i, setelah mengutip Q.S. an-nisā (4): 33, menyebutkan bahwa arti mawali (jamak maula) menurut bahasa banyak sekali, yaitu yang mempunyai (tuan), budak, yang memerdekakan, yang dimerdekakan, halif, tetangga, anak, anak paman, anak saudara perempuan, paman dan lain-lain. Tetapi bila kata itu disusun dalam satu kalimat, maknanya hanya satu, bukan semua makna itu. Bahkan beliau katakan, telah sepakat ahli tafsir, arti mawali dalam ayat tersebut adalah anak atau ahli waris

132 atau asabah atau yang mempunyai wilayah atas harta peninggalan, namun mereka berbeda pendapat tentang tafsir ayat tersebut. 13 Mengapa sepakat ahli tafsir tentang mawali itu arti mawali itu ahli waris. Karena Q.S. An-Nisa (4): 33 itu, diterangkan oleh Q.S. Maryam (19): 5-6 bahwa mawali disebutkan maknanya dengan ahli waris dan wali adalah awala. Demikian pula Q.S. An-Nisa (4): 7 yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan (mawali bapak dan karib-karib yang terdekat). Berdasarkan penjelasan ayat terhadap ayat tersebut, maka ulama tafsir sepakat bahwa mawali dalam Q.S. An-Nisa (4): 33 itu maknanya adalah ahli waris. 14 Sementara Abdurrahman mengatakan walapun pada umumnya dasar yang dipergunakan di Peradilan Agama dalam penetapan hukum adalah hukum Islam versi mazhab Syafi i, namun dalam prakteknya, baik sebelum tahun 1976 maupun sesudahnya, hakim Peradilan Agama tidak selamanya selalu berpegang kepada referansi aliran Syafi iyah. Pengadilan Agama dalam menetapkan putusan maupun fatwa tentang harta gono gini-yang hal ini tidak di kenal dalam referensi Syafî i-mengutip langsung ketentuan hukum yang ada dalam al-qur ān. 15 Terkait dengan hal tersebut Hazairin berpendapat, bahwa doktrin sunni (baca:syafi i) yang selama ini dipegang sebagai pedoman oleh mayoritas umat muslim Indonesia lebih bercorak patrilianistik, sedangkan yang dikehendaki al-qur`an adalah sistem kewarisan bilateral. Hal ini menurutnya karena doktrin sunni (pro Syafi i) dipengaruhi oleh kultur bangsa 13 Mahmud Yunus, Pembahsan Umum dalam Perdebatan dalam Seminar Hukum Nasional tentang Faraid, (Jakarta : Tintamas, 1964), h. 78. 14 Adapun teks Q.S. Maryam (19): 5-6 dan Q.S.An-Nisa (4): 7 adalah sebagai berikut : Q.S. Maryam (19): 5-6 : Q.S.An-Nisa (4): 7 : 15 Abd Rahman, op. cit, h. 18

133 Arab, dan disamping para pemikir muslim klasik hidup dalam sosio kultural patrilinal. Oleh karena itu menurutnya haruslah diadakan beberapa konstruksi hukum waris Islam untuk masyarakat Indonesia dalam hal-hal tertentu yang sesuai dengan adat dan tradisi masyarakat Indonesia dengan upaya penafsiran ulang agar sesuai dengan corak hukum waris bilateral sebagaimana yang sesungguhnya dipresentasikan oleh al-qur`an. 16 Dengan demikian, kajian tentang pengganti kedudukan (plaatsvervulling) tersebut di atas merupakan solusi yang diberikan KHI dalam hal penyelesaian kewarisan anak dari ahli waris yang terlebih dahulu meninggal dari pewaris (baca: cucu) sedangkan saudara ayahnya masih ada, menurut fukaha anak tersebut digolongkan dalam posisi żu al-arhām dan menurut ketentuan fikih Syafî i 17 anak tersebut tidak dapat memperoleh harta karena terhijab 18 oleh saudara-saudara ayahnya. Dengan demikian, KHI sangat relevansi dengan kewarisan Hazairin tentang Mawali / ahli waris pengganti yang mengganti kedudukan ahli waris yang meninggal terlebih dahulu. 16 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-quran, Tintamas, Jakarta, 1982,hlm. 11. 17 Menurut Imam Syafi i bahwa zawil arham atau kerabat dekat tidak berhak mendapat waris. Lebih lanjut menurutnya bila tidak ada ashab furud dan asabah yang mewarisi harta, maka harta tersebut diserahkan ke bait mal untuk diserahkan demi kepentingan umat Islam. Lihat assyarbaini, op. cit., hlm.6-7 18 Hajaba Yahjubu dalam istilah fikih berarti menutup atau menghangi ahli waris dari menerima warisan sama sekali (hijab al-hirman), dan mengurangi bagian ahli waris (hijab annuqsan). Maksudnya seorang ahli waris menjadi tidak berhak sama sekali terhadap warisan atau berkurang haknya karena keberadaan ahli waris lain. Lihat M. Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Lentera, Jakarta, 2000, hlm. 568. Ahli waris yang menutup bagian tersebut disebut hajib dan yang tertutup atau terhangi dan terkurangi bagiannya disebut mahjub. Perbuatan menutup bagian warisan disebut dengan hijab.