I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. persamaan perlakuan (equal treatment). Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

I. PENDAHULUAN. biasa. Khusus di Negara Indonesia sendiri, tindak pidana korupsi sudah ada sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

I. PENDAHULUAN. dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

KKN: KEJAHATAN KEMANUSIAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

I. PENDAHULUAN. tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Korupsi di Indonesia kini sudah kronis dan mengakar dalam setiap sendi kehidupan.

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa,

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

MAKALAH PANCASILA KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME KELOMPOK A

Indonesia Corruption Watch dan UNODC REVISI SKB/MOU OPTIMALISASI PEMBERANTASAN KORUPSI

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption yang artinya

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. saat ini membutuhkan kendaraan dengan tujuan untuk mempermudah segala akses

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya

BAB IV PENUTUP. dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Presiden, DPR, dan BPK.

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

1. PENDAHULUAN. dampak positif dapat pula menimbulkan dampak negatif berupa semakin

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. diabaikan karena jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan, perdagangan gelap narkotika merupakan permasalahan nasional,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tindak pidana yang menjadi permasalahan seluruh bangsa di dunia ini adalah korupsi. Korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat. Setelah perang dunia kedua, gejolak korupsi ini meningkat di negara yang sedang berkembang dan di negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. 1 1 B.Simanjuntak, Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial. Tarsino: Bandung, Kitab Undang-undang Hukum Pidana: 1981, hlm 310.

2 Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang memprihatinkan, Berdasarkan survei persepsi korupsi tahun 2001, Indonesia masuk kedalam lima besar negara terkorup di dunia. Tentu saja hal tersebut merupakan predikat yang tidak baik yang diberikan oleh dunia sehingga dapat berdampak pada bidang eksternal maupun internal negara ini. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat dilihat dari data survei Indeks Persepsi Korupsi setiap tahun yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi (anggapan) publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politis menunjukkan peningkatan dari tahun 2001 hingga 2004 dimana tahun 2001 hingga 2003 berindeks 1.9 kemudian meningkat di tahun 2004 yaitu 2.2, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek masyarakat. 2 Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali seperti yang dikemukakan di atas akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Karena metode konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di masyarakat maka dalam penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa (extra ordinary). Penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa kondisi, yakni masih lemahnya upaya penegakkan hukum tindak pidana korupsi, kualitas sumber daya manusia (SDM) aparat penegak hukum yang masih rendah, lemahnya koordinasi penegakkan hukum 2 Wikipedia, Indeks Persepsi Korupsi, terdapat dalam situs: http://id.wikipedia. org/wiki/indeks_persepsi_korupsi, diakses tanggal 11 Oktober 2012.

tindak pidana korupsi, serta masih terjadinya tindak pidana korupsi dalam penanganan kasus korupsi. 3 Membentuk badan atau lembaga yang independent atau terlepas dari interfensi pihak manapun untuk menangani persoalan serius ini yaitu korupsi adalah keputusan yang sangat tepat. Kemudian pada tahun 2003 dibentuklah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan dibentuknya suatu lembaga negara yang independent dan khusus menangani tindak pidana korupsi ini diharapkan membawa dampak baik bagi Indonesia khususnya dimata bangsa sendiri maupun dimata dunia sehingga dapat memperbaiki berbagai aspek kenegaraan lainnya. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) tersebut telah diberikan kewenangan khusus seperti yang tercantum dalam undang-undang yang menjadi dasar pendiriannya yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimana dalam undang-undang ini diatur mengenai tugas dan kewenangan dari KPK. Terdapat lima tugas utama yang diatur dalam undang-undang tersebut dan diantaranya adalah koordinasi dan supervisi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kewenangan KPK dalam hal mengawasi supervise dan bersatu atau bekerjasama (koordinasi) dengan lembaga negara atau instansi lain yang berwenang menangani atau memberantas kasus tindak pidana korupsi, yang dalam penelitian ini adalah mencakup Kejaksaan Republik Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia dalam menyidik dan Menuntut perkara tindak pidana korupsi. Hal terkait koordinasi dan supervisi itu pun turut diatur dalam Undang-Undang tentang KPK tersebut.

4 KPK dalam kewenangannya itu bukanlah semata-mata tanpa batasan, dapat dilihat dalam kasus korupsi simulator sim yang dilakukan pejabat bintang dua Polri, dimana dikutip dalam Indonesian Corruption Watch yang menyatakan bahwa: terdapat Kesepakatan Bersama antara Kejaksaan, Kepolisian dan KPK tentang Optimalisasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang ditandatangani oleh Kapolri, Jaksa Agung dan Ketua KPK pada 29 Maret 2012. 3 Keterangan di atas dapat diartikan bahwa KPK dapat melakukan kerjasama dalam hal koordinasi dan supervisi dengan instansi lain yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi. Terkait hal pelaksanaannya, hal yang diatur dalam undang-undang terkadang tidak sesuai dengan implementasinya di lapangan, hal yang diatur dalam undang-undang dianggap hanya sebagai aturan formil jadi pelaksanaannya di lapangan hanya dianggap formalitas saja, atau dapat dikatakan improvisasi apabila dianggap tidak melaksanakan ketentuan formal undang-undang. Maka dalam hal ini pelaksanaan tugas dan wewenang KPK khususnya dalam bidang koordinasi dan supervisi apakah memang ada dan implementasinya sesuai dengan yang diatur undangundang. Bila dikaitkan dengan potensi terjadinya tindak pidana korupsi itu sendiri dalam hal pelaksanaan formil inilah yang justru berpeluang untuk terjadinya suatu pelanggaran atau ketidaksesuaian dengan kaidah atau aturan formil yang sudah ditetapkan dalam undang-undang. Dalam hal lain, terkadang ada hambatan dimana tiap-tiap instansi ingin menunjukkan kekuatannya dalam menangani suatu kasus tindak pidana korupsi, dimana instansi-instansi tersebut sama-sama memiliki kewenangan untuk memberantas tindak pidana korupsi, bahkan masih banyak lagi hambatan-hambatan lain seperti dalam kasus korupsi simulator sim tersebut 3 Indonesian Corruption Watch, Air Mata Jenderal Hoegeng, terdapat dalam situs: http://antikorupsi.org/new/index.php?option=com_content &view=article &id=20558&lang=id, diakses tanggal 12 Oktober 2012

5 dimanana terdapat ketidaksepakatan antara Polri dan KPK dalam kasus tersebut, juga dilihat dari data yang diperoleh Polda Lampung pelaksanaan koordinasi dan supervisi dalam kenyataannya memang relatif sedikit terjadi terutama pada perkara korupsi di daerah, khususnya di Provinsi Lampung. Tercatat dari data yang di peroleh dengan sampel kasus tahun 2011-2012, yaitu: a. Tahun 2011 terdapat 3 (tiga) kasus dengan kerugian Negara diatas 1 (sat u) milyar, dan tersangka dari kasus tersebut adalah penyelenggara negara, serta memperoleh perhatian yang meresahkan masyarakat, kasus tersebut diantaranya: 1) Penyimpanan dana APBD Lampung Tengah oleh mantan Bupati Lampung Tengah pada Bank Tripanca, Bandar Lampung. 2) Penyimpanan dana APBD Lampung Timur oleh mantan Bupati Lampung Timur pada Bank Tripanca, Bandar Lampung. 3) Dugaan tindak pidana korupsi Dana Bansos Tahun Anggaran 2009 pada Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Lampung. b. Tahun 2012 terdapat 1 (satu) kasus dengan kerugian Negara diatas 1 (satu) milyar dan tersangka dari kasus tersebut adalah penyelenggara negara, serta memperoleh perhatian yang meresahkan masyarakat, kasus tersebut adalah dugaan tindak pidana korupsi dana APBN tahun anggaran 2008, program PMUK tahun anggaran 2008 pada KPPR Ratu Manis, Kabupaten Lampung Utara, selain itu terdapat 3 (tiga) kasus di bawah 1(satu) milyar, dari kasus-kasus tersebut belum sempat terjadi koordinasi dan supervisi KPK di dalamnya, demikian juga dengan Kejaksaan Tinggi Lampung yang menangani perkaraperkara diatas belum ada koordinasi dan supervisi KPK di dalamnya, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan terdapat faktor-faktor penghambat terlaksananya koordinasi dan

supervisi KPK dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. 6 Pada dasarnya terdapat perbedaan dalam pengaturan supervisi dan koordinasi dimana dalam hal supervisi KPK bertindak sebagai pengawas yang dalam hakikatnya pengawas adalah badan yang memiliki kewenangan tidak hanya untuk mengawasi melainkan juga untuk mengatur badan yang diawasi, sedangkan dalam hal koordinasi, yaitu KPK sebagai lembaga yang bekerjasama dengan lembaga lainnya untuk menyelesaikan perkara korupsi yang ditangani bersama, atau dapat dikatakan saling tolong dalam perkara tersebut. 4 Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan diatas, maka permasalahan yang dapat diambil dalam skripsi yang berjudul Analisis Peranan KPK dalam Koordinasi dan Supervisi Terhadap Instansi yang Berwenang Memberantas Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut: B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan: Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat ditarik suatu permasalahan sebagai berikut: a) Bagaimanakah peranan KPK dalam koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi? b) Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat peranan KPK dalam koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi? 2. Ruang lingkup: Agar penelitian dapat lebih terfokus dan terarah sesuai dengan yang penulis maksud, maka sangat penting dijelaskan terlebih dahulu batasan-batasan atau ruang lingkup penelitian. Ruang 4 Darwan Prinst. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Citra Aditya Bakti. Bandung: 2002, hlm 125

7 lingkup penelitian ini adalah ilmu hukum pidana khususnya pada Peran KPK dalam koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi dan objek Penelitian ini yaitu kewenangan koordinasi supervisi yang dilakukan KPK terhadap instansi yang berwenang menangani tindak pidana korupsi dalam kesesuaian antara hukum yang mengatur dengan keadaan yang nyata di lapangan. Adapun lingkup Lokasi Penelitian ini adalah di Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), instansi yang berwenang mengatasi tindak pidana korupsi seperti Kejaksaan dan Kepolisian. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian: Sesuai dengan pertanyaan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui peranan dari KPK dalam koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang memberantas tidak pidana korupsi dan kesesuaiannya dengan peraturan. b. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam koordinasi dan supervisi KPK terhadap instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi. 2. Kegunaan Penelitian: a. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan atau keilmuan mengenai teori yang digunakan dalam hal supervisi dan koordinasi yang dilakukan KPK terhadap instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi dan yang terkait dengan judul penelitian ini yaitu teori peranan. b. Secara Praktis

8 hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan di kalangan akademisi serta kalangan yang menggeluti bidang hukum terutama tindak pidana korupsi dan instansi yang berwenang khusus mengatasinya yaitu KPK juga memberikan masukan kepada lembaga yang diawasi dan dikoordinasikan oleh KPK berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Di samping itu, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak terkait dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi agar lebih profesional dalam menegakan hukum di negara ini. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya berguna untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti. 5 Kerangka teoritis dapat disebut juga suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Peranan atau role merupakan suatu kumpulan hak dan kewajiban. Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Menurut Soerjono Soekanto peranan dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut: 5 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, Bumi Aksara, Jakarta, 1983, hlm 125

9 1. Peranan yang ideal (ideal role) 2. Peranan yang seharusnya (expected role) 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role). 6 Setelah terlaksananya peranan yang dikemukakan tersebut diatas maka suatu peranan mungkin saja dapat terhambat oleh faktor-faktor tertentu yang dapat menjadi batu sandungan dalam terlaksananya peran tersebut. Menurut Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi upaya penegakan hukum, lima faktor tersebut adalah : 1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam tulisan ini dibatasi pada faktor undang-undang saja. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 7 Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga yang memiliki tugas dan wewenang khusus yang diberikan dan diatur langsung dalam undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimana ia bebas dari interfensi dari lembaga lain untuk menjalankan tugasnya. Namun berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut diatur pula terkait hal koordinasi dan supervisi dengan instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi. 6 Ibid. hlm.20 7 Ibid. hlm. 91

10 Berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban tersebut, KPK dan semua instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi memiliki peranan masing-masing dalam menangani perkara tindak pidana korupsi, dimana dalam hal ini KPK dan instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi dapat dikatakan sebagai penegak hukum. Secara sosiologis menurut Soerjono Soekanto setiap penegak hukum memiliki kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan tersebut merupakan suatu wadah yang isinya merupakan hak dan kewajiban tertentu. Hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau role. 8 Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto diatas maka KPK dan instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi memiliki peranannya masing-masing yang diatur dalam peraturan mengenai fungsi, tugas dan wewenang instansi masing-masing termasuk KPK, dapat diambil contoh kejaksaan memiliki kedudukan dalam menuntut suatu perkara. Dengan adanya peraturan yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk berkoordinasi dan supervisi dengan instansi lain yang berwenang memberantas tindak pidana, maka dapat saja terjadi ketidak sesuaian menjalankan peranan masing-masing karena pola prilaku yang berbeda antara KPK dengan instansi yang lainnya. Dimana terdapat teori yang menerangkan, bahwa gangguan terhadap penegakkan hukum mungkin terjadi, apabila ketidakserasian antara nilai, kaidah dan pola prilaku. 9 2. Konseptual 8 Ibid. hlm.20 9 Ibid. hlm.7

11 Kerangka Konseptual merupakan suatu model kemampuan untuk mengidentifikasi pola atau hubungan yang tidak nampak dengan jelas. Termasuk didalamnya menyimpulkan informasi yang beragam dan tidak lengkap menjadi sesuatu yang jelas, mengidentifikasi kunci atau dasar permasalahan di dalam situasi yang kompleks dan menciptakan konsep-konsep baru. Menurut Soerjono Soekanto, Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan di teliti. 10 Definisi yang berkaitan dengan judul peniulisan ini dapat diartikan sebagai berikut, diantara nya adalah : a. Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. 11 b. Peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. 12 c. Kewenangan adalah Hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu berdasarkan undangundang. 13 d. Kewenangan koordinasi adalah Hak dan kekuasaan untuk melakukan kerjasama atau bertindak kooperatif kepada perorangan atau lembaga berdasarkan undang-undang. 14 10 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Pers. Jakarta. 1986 hlm. 132 11 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1997, hlm. 32. 12 Soerjono Soekanto, Op. Cit. hlm. 20. 13 R. Suyoto Bakir, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Karisma Publishing Group. Tangerang: 2009. hlm.29. 14 Ibid. hlm..

e. Kewenangan supervisi adalah Hak dan kekuasaan untuk melakukan pengawasan kepada perorangan atau lembaga berdasarkan undang-undang. 15 12 f. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai sanksi (ancaman) yang berupa pidana tertentu bagi bara ng siapa yang melanggar larangan tersebut. 16 g. Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. 17 E. Sistematika Penulisan Sistematika ini memuat uraian keseluruhan yang akan disajikan dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka disajikan sistematika sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Merupakan bab yang menguraikan latar belakang, masalah dan ruang lingkup tujuan dan kegunaan, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Merupakan bab pengantar yang menguraikan tentang pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat tinjauan mengenai kewenangan supervisi KPK dan tindak pidana korupsi. 15 Ibid. hlm.. 16 Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta: 1983. Hlm.54. 17 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. No. 31 Tahun 1999. Pasal 2 ayat (1).

13 III. METODE PENELITIAN Merupakan bab yang membahas tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data yang di dapat. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Merupakan penjelasan dan pembahasan yang mengemukakan hasil penelitian mengenai kewenangan supervisi dan koordinasi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) terhadap instansi atau lembaga yang berwenang menangani tindak pidana korupsi. V. PENUTUP Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan kemudian memberikan beberapa saran yang dapat membantu pihak-pihak yang membutuhkan.