BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesehatan Jantung Lansia 2.1.1. Kesehatan Jantung Lansia Kesehatan untuk lansia adalah kemampuan untuk meningkatkan kualitas hidup secara efektif dalam masyarakat dan melatih kemampuan lansia secara mandiri namun tidak selalu terbebas dari penyakit secara total (Stanley & Patricia, 2007). Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya serta memperbaiki kerusakan yang diderita, seiring dengan proses menua tersebut menyebabkan tubuh mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif dapat dicegah dengan cara meminimalkan faktor-faktor penyebabnya, dan faktor-faktor resiko tersebut sebenarnya telah diketahui secara luas oleh hampir semua kalangan masyarakat (Suiraoka, 2012). Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen) hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat yang 7
8 diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik dan perubahan sosial; perubahan fisik pada lansia salah satunya adalah perubahan sistem kardiovaskuler dimana katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat; dan perubahan sosial pada lansia yang berada di panti jompo atau panti sosial adalah mereka akan merasa dibuang atau diasingkan oleh keluarganya (Maryam dkk, 2008). Perubahan sistem kardiovaskuler menyebabkan terjadinya pennyakit jantung. Penyakit jantung adalah penyakit yang melibatkan pembuluh jantung atau darah (arteri dan vena) dengan faktor resiko yaitu usia, jenis kelamin, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol serum, merokok tembakau, konsumsi alkohol yang berlebihan, riwayat keluarga, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, faktor psikososial, diabetes melitus, dan polusi udara (Suiraoka, 2012). Penyakit jantung yang sering terjadi pada lansia yaitu, hipertensi ditandai dengan tekanan darah sistolik diatas 160 mmhg dan tekanan diastolik diatas 90 mmhg, PJK atau penyakit jantung koroner merupakan penyakit iskemi jantung baik total maupun sebagian akibat adanya obstruksi aliran darah ke otot jantung, dan gagal jantung kongestif atau chronic heart failure dengan faktor resiko yaitu usia 65 tahun ke
9 atas,hipertensi, PJK, jantung rematik, penyakit katup jantung, aritmia, penyakit ginjal, sosial ekonomi, gaya hidup dan lain-lain (Fatimah, 2010). Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan kesehatan jantung pada lansia merupakan suatu kemampuan jantung untuk mempertahankan fungsinya secara efektif untuk dapat meningkatkan kualitas hidup dengan cara mengetahui tanda dan gejala penyakit jantung serta memantau faktor resiko penyakit jantung. 2.1.2. Anatomi Jantung Cambridge Communication Limited (1999) menyatakan jantung adalah organ yang besarnya sekepalan tangan, terletak dibelakang sternum dan kartilago kostae dalam mediastinum sampai struktur blok diantara paru-paru, dan berada dibagian tengah diafragma di depan esofagus. Maryam dkk (2008) menyakan jantung pada lansia normal tanpa hipertensi atau penyakit klinis tetap mempunyai ukuran jantung yang sama atau menjadi sedikit lebih kecil daripada usia remaja. Secara umum, frekuensi denyut jantung menurun, isi sekuncup menurun, dan curah jantung berkurang sekitar 30-40 persen. Kasron (2011) mengungkapkan jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada, di bawah perlindungan tulang kostae, sedikit di sebelah kiri sternum. Jantung manusia terletak dalam rongga thoraks pada bagian kiri sedikit lebih ditengah tepatnya di atas sekat diafragma yang memisahkan rongga dada dan perut, di bawah kantung jantung terdapat kantong gaster atau lambung, dan di sebelah kiri dan kanan jantung terdapat paru-paru.
10 Gambar 1. Anatomi Jantung Lapisan jantung terdiri dari perikardium, miokardium, dan endokardium; perikardium merupakan lapisan yang merupakan kantong pembungkus jantung, terletak di dalam mediastinum minus, dan di belakang korpus sterni dan rawan iga ke dua sampai ke enam; miokardium merupakan lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria; dan endokardium merupakan permukaan di dalam jantung. Bagian jantung terdiri atas 2 bagian; bagian pertama adalah basis kordis yaitu bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan pembuluh darah besar, dibentuk oleh atrium sinistra dan sebagian atrium dekstra, dan bagian yang kedua adalah apeks kordis yaitu bagian bawah jantung berbentuk pucak kerucut tumpul pada bagian ini dibentuk oleh ujung ventrikel sinistra dan ventrikel dekstra dan tertutupi oleh paru dan pleura sinistra dari dinding thoraks. Jantung memiliki 4 ruang yaitu atrium dekstra, ventrikel dekstra, atrium sinistra, dan ventrikel sinistra. Jantung juga dipersarafi oleh serabut
11 simpatis dan parasimpatis sistem saraf otonom melalui pleksus kardiakus (Syaifuddin, 2016). 2.1.3. Fisiologi Jantung Jantung terdiri dari 3 tipe otot utama yaitu otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus pengantar rangsangan, sebagai pencetus rangsangan. Tipe otot atrium dan otot ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan kontraksi otot yang lebih lama, sedangkan serat otot khusus berkontraksi dengan lemah sekali karena serat-serat ini hanya mengandung sedikit serat kontraktif, serat ini menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi sehingga serat ini bekerja sebagai suatu sistem pencetus rangsangan bagi jantung (Syaifuddin, 2016). Gambar 2. Fisiologi Jantung
12 Siklus jantung adalah priode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol. Sistol adalah periode kontraksi dari ventrikel dimana darah akan dikeluarkan dari jantung. Diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel dan kontraksi atrium dimana terjadi pengisian darah dari atrium ke ventrikel. Pada saat istrirahat periode kerja jantung akan berhenti kirakira sepersepuluh detik (Kasron, 2011). Jumlah darah yag dipompakan oleh ventrikel kiri dan ventrikel kanan pada keadaan normal adalah sama besarnya, bila tidak maka akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu misalnya penimbunan darah di paru-paru. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel dalam 1 menit disebut dengan curah jantung. Curah jantung setiap orang tidak sama tergantung dengan keaktifan tubuhnya. Curah jantung akan meningkat saat bekerja berat, stres dan menurun pada saat tidur (Syaifuddin, 2009). Jantung berdenyut dalam satu menit sekitar 60-100 kali atau ratarata 75 kali permenit. Jika jantung berdenyut lebih dari 100 kali disebut takikardia dan jika kurang dari 60 kali disebut bradikardia. Frekuensi denyut jantung dipengaruhi oleh keadaan aktivitas, umur, jenis kelamin, endokrin, suhu, tekanan darah, kecemasan, nyeri, dan stres (Tarwoto, 2009).
13 2.1.4. Perubahan Struktur Jantung pada Lansia Ukuran jantung seseorang biasanya tetap proposional dengan berat badan. Ada suatu hipertrofi atau atrofi yang terlihat jelas berarti tidak normal, tetapi hal tersebut lebih merupakan tanda dari penyakit jantung. Ukuran ruang-ruang jantung tidak berubah dengan penuaan. Ketebalan dinding ventrikel kiri cenderung sedikit meningkat dengan penuaan karena adanya peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat-serat elastis. Oleh karena itu, penuaan pada jantung menjadi kurang mampu untuk distensi, dengan kekuatan kontraktil yang kurang efektif (Stanley & Patricia, 2007). Perubahan struktur jantung yang erat kaitannya dengan kardiovaskuler mengakibatkan penurunan kemampuan untuk berfungsi secara efisien. Katup jantung menjadi lebih tebal dan kaku, jantung serta arteri kehilangan elastisitasnya dikarenakan timbunan kalsium dan lemak berkumpul di dalam dinding arteri dan vena (Fatimah, 2010). Area permukaan di dalam jantung yang telah mengalami aliran darah dengan tekanan tinggi, seperti pada katup aorta dan katup mitral, mengalami penebalan dan terbentuknya penonjolan sepanjang garis katup. Kekakuan pada bagian dasar pangkal aorta menghalangi pembukaan katup secara lengkap sehingga menyebabkan obstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut sistole. Tidak sempurnanya pengosongan ventrikel dalam terjadi selama waktu peningkatan denyut jantung dan gangguan pada arteri koroner dan sirkulasi iskemik. Perubahan struktural ini
14 memengaruhi kanoduksi sistem jantung melalui peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat (Stanley & Patricia, 2007). 2.1.5. Perubahan Fungsi Jantung pada Lansia Dari sudut pandang fungsional atau penampilan, perubahan utama yang berhubungan dengan penuaan dalam sistem kardiovaskuler adalah penurunan kemampuan untuk meningkatkan keluaran sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan tubuh. Fungsi jantung yang lebih dekat terhadap keterbatasan fisiologisnya pada kondisi biasa meninggalkan sedikit cadangan kekuatan. Curah jantung pada saat beristirahat tetap stabil atau sedikit menurun seiring bertambahnya usia, dan denyut jantung istirahat juga menurun. Karena miokardium mengalami penebalan dan kurang dapat diregangkan, dengan katup-katup yang lebih kaku, peningkatan waktu pengisian diastolik dan peningkatan tekanan pengisian diastolik diperlukan untuk mempertahankan preload yang adekuat. Jantung yang mengalami penuaan juga lebih bergantung pada kontraksi atrium, atau volume darah yang diberikan pada ventrikel sebagai hasil dari kontraksi atrial yang terkoordinasi. Dua kondisi yang menempatkan lansia pada resiko untuk mengalami tidak adekuatnya curah jantung adalah takikardia, yang disebabkan oleh pemendekan waktu pengisian ventrikel, dan fibrilasi atrial, yang disebabkan oleh hilangnya kontraksi atrial (Stanley & Patricia, 2007).
15 2.1.6. Tanda dan Gejala Penyakit Jantung pada Lansia Adapun tanda-tanda yang dirasakan pada penderita penyakit jantung yaitu, nyeri di daerah prekordial, sesak nafas yang biasanya masih dalam derajat yang ringan, cepat lelah atau fatique yang hebat yang sering diakibatkan dari rasa sesak nafas. Gejala-gejala yang dapat terjadi yaitu bingung, mual dan muntah (Darmojo&Martono, 2006). Menurut Soeharto tahun 2004 tanda-tanda penyakit jantung yaitu, dada terasa ada tekanan mendadak, terasa sangat sakit di bagian tengah dada selama beberapa menit, sakit pada bagian dada dapat menyebar sampai ke pundak, leher dan lengan, pusing, berkeringat dingin, mual dan muntah, nafas pendek atau sesak nafas, sering emosi yang segera hilang bila istirahat atau rileks, detak jantung cepat, lemah pada beberapa bagian tubuh seperti lengan, kaki atau setengah bagian tubuh, tidak dapat bicara, dan sulit berkomunikasi. 2.1.7. Pembinaan Kesehatan Lansia Bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam masyarakat (Depkes RI, 2003). Pedoman pelaksaan pembinaan kesehatan lansia, meliputi: (1) bagi petugas kesehatan, yaitu upaya promotif adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup para lansia agar merasa tetap dihargai dan berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat. Upaya preventif
16 adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan. Upaya kuratif adalah upaya pengobatan yang penanggulangannya perlu melibatkan multidisiplin ilmu kedokteran. Upaya rehabilitatif adalah upaya untuk memulihkan fungsi organ tubuh yang telah menurun, (2) bagi lansia, membutuhkan informasi sebagai berikut: pemeriksaan kesehatan secara berkala, kegiatan olahraga, pola makan dengan menu seimbang, perlu alat bantu sesuai dengan kebutuhan, dan pengembangan kegemaran sesuai kemampuan, (3) bagi keluarga dan lingkungan, yaitu membantu mewujudkan peran serta kebahagiaan dan kesejahteraan lansia, usaha pencegahan dimulai dalam rumah tangga, membimbing dalam ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, melatih berkarya dan menyalurkan hobi, dan menghargai dan kasih sayang terhadap para lansia (Maryam dkk, 2008). 2.1.8. Pengkajian Kesehatan Jantung Aspek-aspek yang perlu dikaji pada klien meliputi; identitas pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit keluarga, dan pola aktivitas sehari-hari. Melakukan pemeriksaan fisik, meliputi; keadaan umum dan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi, respirasi rate, dan suhu (Ruhyanudin, 2007). Menurut Jones (2008) nilai normal tanda-tanda vital untuk dewasa dan lanjut usia adalah tekanan darah 120/80 mmhg, denyut nadi 60-100 x/menit, respirasi rate 12-20 x/menit, dan suhu 36,4-37,2 C (97,5 99,0 F)
17 2.2. Konsep Tidur 2.2.1. Definisi Tidur Guyton (1986, dalam Alimul, 2012) menyatakan tidur merupakan kondisi tidak sadar individu namun dapat dibangunkan oleh suatu stimulus atau sensori, atau dapat juga dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif bukan hanya keadaan yang penuh ketenangan tanpa kegiatan tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang dengan ciri-ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar. Asmadi (2008) menyatakan tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Foreman & Wykle (1995, dalam Maas dkk, 2014) menyatakan tidur adalah suatu keadaan yang menyebabkab terjadinya proses pemulihan bagi tubuh dan otak serta sangat penting terhadap pencapaian kesehatan yang optimal. 2.2.2. Fungsi dan Tujuan Tidur Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat berguna untuk menjaga keseimbangan mental, emosional dan kesehatan, juga dapat mengurangi stres pada paru, kardiovaskuler, endokrin, dan lain-lain. Energi dapat tersimpan selama tidur sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi tubuh yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur; pertama, efek pada
18 sistem saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dalam keseimbangan di antara berbagai susunan saraf; dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi penurunan kerja organ tubuh (Alimul, 2012). 2.2.3. Kategori Tidur Seseorang dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tandatanda sebagai berikut; aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran yang menurun namun bervariasi tiap individu, terjadi perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Asmadi, 2008). 2.2.4. Posisi Tidur Miring Posisi tidur memiliki peranan penting bagi kesehatan setiap individu. Posisi tidur pada setiap individu yang sehat ataupun sakit, khususnya pada pasien gagal jantung memiliki dampak signifikan pada fisik dan kesehatan kardiovaskular, hal ini telah dievaluasi oleh banyak studi. Rata-rata orang dewasa menghabiskan waktu tidurnya di tempat tidur dengan posisi tidur miring ke kanan daripada miring ke kiri. Seiring bertambahnya usia, mereka cenderung lebih suka tidur dengan posisi miring ke kanan karena perubahan yang terkait dengan usia, misalnya perubahan muskuloskeletal dan perubahan fungsi kardiovaskular. Tidur dengan posisi miring ke kiri diyakini dapat mengganggu kerja jantung (Ozeke et al, 2011).
19 Beberapa dokter umumnya menyarankan orang tidur dengan posisi miring sehingga gaya gravitasi dapat terjaga bagi tubuh (Al-Kharbuthli, 2013). Posisi tidur miring terbagi atas dua yaitu posisi tidur miring ke kanan dan posisi tidur miring ke kiri, kedua posisi tidur ini merupakan posisi tidur yang paling nyaman (Farah, 2010). Posisi tidur miring ke kanan adalah posisi tidur yang baik, karena pada posisi ini paru-paru sebelah kiri yang ukurannya lebih kecil dari yang kanan tidak membebani jantung sehingga meringankan beban kerja jantung. Tidur miring ke kanan merupakan posisi tidur yang dapat menghindarkan pelakunya dari ancaman berbagai penyakit. Posisi tidur miring ke kiri dapat berpengaruh tidak baik pada jantung karena pada saat posisi tubuh miring ke kiri jantung berada dibawah tekanan paru-paru bagian kanan yang ukurannya lebih besar darp paru-paru kiri, karena hal ini memengaruhi fungsi dan kinerja jantung, terutama bagi para lanjut usia (Thayyarah, 2013). Posisi tidur ke sebelah kanan yang rata memungkinkan cairan tubuh atau darah terdistribusi merata dan terkonsentrasi di sebelah kanan, hal ini akan menyebabkan beban aliran darah yang masuk dan keluar jantung lebih rendah, dampaknya adalah denyut jantung menjadi lebih lambat dan tekanan darah dapat menurun. Tidur tertumpu pada sisi kiri menyebabkan curah jantung yang berlebihan karena darah yang masuk ke atrium juga banyak disebabkan karena paru-paru kanan berada di atas,
20 sedangkan paru-paru kanan mendapatkan pasokan darah yang lebih banyak dari paru-paru kiri (Putri, 2014). Manfaat posisi tidur miring ke kanan bagi anggota tubuh lainnya adalah dapat mengistirahatkan otak sebelah kiri, mengistirahatkan lambung, meningkatkan pengosongan kandung empedu dan pankreas, meningkatkan waktu penyerapan zat gizi, merangsang buang air besar (BAB), mengistirahatkan kaki kiri, menjaga kesehatan paru-paru, dan menjaga saluran pernafasan (Qodri, 2015). Kebiasaan tidur miring ke kiri akan lebih baik bagi jantung dibandingkan dengan tidur terlentang, karena posisi tidur miring ke kiri dapat membuat sirkulasi jantung menjadi lebih baik daripada tidur terlentang. Manfaat lain dari posisi tidur miring ke kiri yaitu memaksimalkan sistem kekebalan tubuh, melancarkan pencernaan, dapat mengatasi gejala sakit maag, dan menghindari potensi sakit punggung (Kurnia, 2016).