KEPASTIAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM SISTEM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK Oleh PUTU EVI KOMALA DEWI NPM : 1310121048 I Nyoman Sujana Ni Made Puspasutari Ujianti ABSTRAC With the credit facility, need collateral to secure the loan if the debtor default. As for the form of collateral that can be used one of them is a fiduciary. Therefore as a fiduciary guarantee, institution guarantees to help business and serve society s demands would be legal guarantees, then in 2013 the government launched a registration system electronically fiduciary is expected to provide legal certainty for the parties. The background of the formulation of the problem arises, is : how is validity of fiduciary guarantee registration electronically and how the legal certainty which obtained creditor in the registration of fiduciary electronically linked to a ban on double guarantee on the object of fiduciary. This paper uses normative legal research methods and conceptual approaches. Fiduciary valid if the agreement which was followed by the imposition of model by notarial deed. Then subsequently fiduciary registration is done by the applicant to fill out the application electronically. Material security interest is registered electronically becomes valid after the lender make payment fiduciary registration, followed by printing setificate fiduciary guarantee. Fiduciary guarantee registration electronically performed to provide legal certainty, but the electronic system updates fiduciary unable to give full legal certainty for the parties, especially for the creditors. Keyword : Electronic Fiduciary, Double Guarantee PENDAHULUAN Dengan meningkatnya kegiatan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam kredit. Tentunya, yang namanya kredit tidak terlepas dari adanya pengikatan suatu jaminan, sehingga 1
dengan adanya fasilitas kredit, maka prestasinya kreditur meminta adanya jaminan guna menjamin hutang-hutang debitur bilamana debitur cidera janji. Jaminan fidusia telah digunakan Indonesia sejak zaman Hindia Belanda sebagai bentuk lembaga yang lahir dan berkembang dari yurisprudensi. Namun, di dalam perkembangan praktik jaminan kebendaan, ternyata kehadiran jaminan fidusia sangat dibutuhkan keberadaannya sehingga tanggal 5 Maret 2013, Kementerian Hukum dan Ham meluncurkan sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasa hukum di bidang jaminan fidusia. Permasalahannya adalah bagaimanakah sahnya pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik? dan bagaimana kepastian hukum yang diperoleh kreditur dalam pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dikaitkan dengan larangan melakukan penjaminan ganda pada objek fidusia? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang keabsahan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Dan untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang kepastian hukum yang diperoleh kreditur dalam pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dikaitkan dengan larangan melakukan penjaminan ganda pada objek fidusia (fidusia ulang). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif dengan pendekatan permasalahannya perundang-undangan dan konseptual. Bahan hukum berasal dari bahan hukum primer, yaitu sumber bahan hukum berasal dari Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Bahan hukum sekunder terdiri atas buku-buku literature mengenai masalah-masalah hukum, jurnal-jurnal hukum, surat kabar, dan tulisan-tulisan ilmiah yang terkait dengan penelitian mengenai pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Dan bahan hukum tersier, yaitu berupa petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum yaitu dengan metode pencatatan. Setelah bahan hukum yang dibutuhkan terkumpul, maka bahan hukum tersebut akan diolah dan dianalisis dengan metode pengolahan bahan hukum secara sistematis yaitu argumentasi hukum berdasarkan logika deduktif dan induktif. 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Agar fidusia bisa dikatakan sah maka harus dipenuhi terlebih dahulu syarat sahnya perjanjian sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Kemudian harus adanya pembebanan benda, dimana UU Fidusia meletakkan kewajiban kepada penerima fidusia untuk melaksanakan pembebanan benda (bergerak) dengan akta jaminan fidusia yang harus dibuat dengan akta notaris. Selanjutnya barulah pendaftaran fidusia dilakukan oleh pemohon dengan mengisi aplikasi secara elektronik dengan mengakses website resmi fidusia online yang pendaftarannya paling lambat dilakukan tiga puluh hari sejak tanggal akta jaminan fidusia diterbitkan. Kemudian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015, hak-hak jaminan yang didaftarkan secara elektronik menjadi valid setelah kreditur melakukan pembayaran pendaftaran jaminan fidusia yang kemudian diikuti dengan mencetak sertifikat jaminan fidusia. Pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain objek jaminan fidusia yang ada padanya kecuali jika benda tersebut termasuk benda persediaan dan pemberi fidusia juga tidak dimungkinkan untuk melakukan fidusia ulang.hal tersebut disebabkan karena hukum jaminan fidusia menganut prinsip berupa peralihan hak kepemilikan secara kepercayaan, bukan hanya sebagai jaminan hutang semata-mata sehingga artinya pemberi fidusia telah menyerahkan hak kepemilikannya (secara sementara) kepada penerima fidusia. Hak kepemilikan yang sudah diserahkan kepada kreditur tersebut tidak mungkin lagi diserahkan kepada kreditur lainnya. Terjadinya fidusia ulang sebagai bentuk pelanggaran atas hak-hak penerima fidusia tersebut memberi dampak pada berkurangnya kepastian hukum yang diperoleh penerima fidusia. Ini disebabkan karena benda yang hak kepemilikannya sudah diberikan kepada dirinya, ternyata diberikan lagi kepada kreditur lainnya sehingga di kemudian hari dapat mempersulit proses eksekusi benda objek jaminan fidusia jika pemberi fidusia melakukan wanprestasi. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan, didapat hasil sebagai berikut : 1. Fidusia bisa dikatakan sah apabila terlebih dahulu terpenuhi syarat sahnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak, dan kemudian diikuti dengan pembebanan benda yang dibuat dengan akta notaris. Selanjutnya barulah pendaftaran fidusia dilakukan oleh pemohon atau melalui wakil atau kuasanya dengan mengisi aplikasi secara elektronik dengan mengakses website resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Hak-hak jaminan yang didaftarkan secara elektronik menjadi valid setelah kreditur melakukan pembayaran pendaftaran jaminan fidusia yang kemudian diikuti dengan mencetak sertifikat jaminan fidusia. Keabsahan sertifikat jaminan fidusia secara 3
elektronik ditunjukkan dengan adanya tanda tangan elektronik dari masingmasing Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham, dan sertifikat juga telah dibubuhi stempel. 2. Pembentukan sistem pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik oleh Ditjen AHU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan jasa hukum di bidang jaminan fidusia. Namun sistem pendaftaran fidusia secara elektronik ternyata belum mampu memberikan kepastian hukum kepada kreditur terkait dengan adanya larangan penjaminan ganda yang tercantum dalam pasal 17 UU Fidusia yang masih menimbulkan resiko adanya fidusia ulang sebagai akibat tidak terpenuhinya pasal 13 ayat (2) dan pasal 14 ayat (2) UU Fidusia. Timbulnya ketidakpastian hukum ini mengakibatkan terjadinya kerugian kepentingan para pihak baik bagi pihak pemberi fidusia, terutama bagi pihak penerima fidusia. Saran-Saran 1. Sebaiknya pemerintah segera mengamandemen Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fidusia karena terdapat beberapa pasal yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaminan fidusia terutama setelah adanya pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik sehingga tidak menimbulkan kendala di lapangan yang berpotensi masalah di kemudian hari. 2. Kepada notaris hendaknya lebih waspada dan berhati-hati dalam melaksanakan wewenangnya melakukan pendaftaran jaminan fidusia. Notaris harus memastikan bahwa objek jaminan bebas dari pembebanan apapun agar tidak sampai terjadi fidusia ulang. 3. Terhadap penerima fidusia hendaknya berhati-hati. Pastikanlah barang yang menjadi objek jaminan tidak dibebani fidusia sebelumnya, agar tidak terjadi fidusia ulang. Segera daftarkan jaminan fidusianya tersebut melalui notaris atau wakil atau kuasa untuk mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum serta memenuhi asas publisitas. DAFTAR PUSTAKA Badrulzaman,Mariam Darus. 2000, Beberapa Pemasalahan Hukum Hak Jaminan. Artikel Dalam Hukum Bisnis Volume II, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta Bahsan, M. 2008, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Djumhana, Muhammad. 1996, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 4
Hadisoeprapto, Hartono. 1984, Seri Hukum Perdata : Pokok-Pokok Hukum Perdata dan Hukum Jaminan, Liberty, Jakarta. Harahap, M. Yahya. 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta. Isnaeni, Moch. 2016. Hukum Jaminan Kebendaan (Eksistensi, Fungsi, dan Pengaturan), LaksBang PRESSindo, Yogyakarta. Muhammad, Abdulkadir. 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Prajudi, Atmosudirdjo. 1983, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta. Salim, HS. 2014, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta. Usman, Rachmadi. 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wijaya, Gunawan & Ahmad Yani, 2007, Jaminan Fidusia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. 5
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Surat Edaran Ditjen AHU No. AHU- 06.0T.03.01 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik (Online System), Jakarta, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 5 Maret 2013. https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chromeinstant&ion=1&espv=2&ie=utf8 #q=skripsi%20hukum%20fidusia%20online http://medianotaris.com/awas_fidusia_dobel_berita262.html http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-jaminan-fidusia-sifatdan.html?m=1 Hhtp://download.portalgaruda.org/article.php?article http://hukum.studentjounal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/download/463/456 Denpasar, 23Maret 2017 Telah Disetujui Oleh Pembimbing I Pembimbing II Dr. I Nyoman Sujana, Sh.,M.Hum.Ni Made Puspasutari Ujianti, Sh.,Mh. NIDN. 0802016301 NIDN. 0020027703 6
7