STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1 PENGANTAR Kasus tindak pidana yang dituduhkan dan kemudian didakwakan kepada seseorang dalam jabatan notaris telah banyak terjadi di dalam wilayah hukum Indonesia. Data mengenai hal tersebut menunjukkan bahwa dalam tahun 2016-2017 di wilayah Polda Metro Jakarta terdapat 29(duapuluh Sembilan) perkara pidana yang menempatkan notaris sebagai tersangka. Laporan dugaan sekitar Pasal-pasal 263, 266, 372, atau Pasal 378 KUHP, tidak ada yang terlapor tindak pidana korupsi. Dari sejumlah 29 perkara tersebut hanya satu perkara dikaitkan dengan UU RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak PIdana Pencucian Uang.Di seluruh Indonesia terdapat 33(tigapuluh tiga) polda dan jika pada setiap polda rata-rata terdapat 20 perkara tindak pidana yang melibatkan notaris/ppat maka akan terdapat 660 (enam ratus enam puluh) perkaraatau 660 notaris yang terlibat, atau 0.37% dari 18.000(delapan belas ribu) notaris di seluruh Indonesia. Sekalipun prosentasi tidak mencapai 50% akan tapi jelas merupakanperistiwa serius dan kenyataan yang harus dihadapi dengan baik introspeksi internal maupun tindakan upaya pencegahan yang harus dilaksanakan secara optimal dan berkesinambungan. Mengapa? Hal ini disebabkan dalam UU RI No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), dicantumkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Pemberhentian sementara seorang notaris jika antara lain melakukan perbuatan tercela atau melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 jo Pasal 16 jo Pasal 17 UU JN. Di dalam Pasal 85 UU JN dicantumkan sanksi-sanksi: teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat., yaitu oleh Menteri Hukum dan HAM karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang 1 GURU BESAR (EM) UNPAD/KA PRODI DOKTOR ILMU HUKUM UNIVERSITAS PASUNDAN 1
diancam dengan pidana penjara 5(lima) tahun atau lebih. Dengan kata lain jika ancaman hukuman di bawah 5(lima) tahun maka terhadap notaris ybs tidak dapat dikenakan pemberhentian dengan tidak hormat(??). jabatan notaris adalah jabatanpublic artinya jabatan yang dipercayakan oleh negara sebagai bagian penting dalam proses transaksi perdagangan nasional dan transnasional; intinya jabatan kepercayaan public yang sama sekali tidak boleh terdapat cacat cela sedikitpun apalagi terlibat dalam suatu tindak pidana. Ibarat pepatah, nila setitik rusak susu sebelanga harus dicegah sedini mungkin. Berdasarkan data keterlibatan notaris/ppat dalam perkara tindak pidana saya mengusulkan agar dilakukan revisi terhadap UU JN sesegera mungkin untuk mencegah korban yang lebih banyak lagi yang pada gilirannya mengakibatkan menurun drastic kepercayaan kepada notaris sebagai pejabat public yang seharusnya dilindungi secara hukum dengan sebaik-baiknya. STUDI KASUS I. Notaris R telah membuat akta notaris/ppat mengenai jual beli tanah di mana di dalam sertifikat hak milik atas tanah tersebut terdapat tanah desa sehingga pemerintahan Desa mengalami kerugian materiel. Notaris R di dakwa tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 yang diubah UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi. Pembuatan akta notaris/ppat tersebut atas permintaan S yang memiliki sertifikat hak milik, dan atas permintaan S, R membuat akta notaris yang kemudian dijadikan dasar dakwaan penuntut. II. JPU dalam kasus R telah menyatakan bahwa, R membuat akta notaria/ppatk atas permintaan S sehingga perbuatan R adalah merupakan yang disuruh melakukan sedangkan S yang menyuruh melakukan. Dalam surat dakwaanjpu telah menuntut tindak pidana korupsi sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU RI Nomor tahun 2001. Pasal 2 ayat (1) : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat 2
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 20(duapuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000(dua ratus juta) dan paling banyak Rp 1.000.000.000.,-(satu milyar rupiah). Pasal 3 : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 20(duapuluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000.-(lima puluh juta rupiah) dana paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Unsur-unsur Pasal 2 adalah, (1) setiap orang; (2) secara melawan hukum, (3) menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau korporasi, (4) menimbulkan kerugian negara. Pasal 2 ditujukan terhadap setiap orang selain penyelenggara negara Unsur-unsur Pasal 3: (1) setiap orang, (2) dengan maksud, (3) nenguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, (4) menyalahgunakan wewenang karena jabatan atau kedudukannya, (5) menimbulkan kerugian negara. Pasal 3 ditujukan khusus terhadap penyelenggara negara. III. Analisis hukum atas penerapan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 yang diubah UU RI Nomor 20 tahun 2001 atas kasus pembuatan akta notaris oleh R. 1. Seorang notaris adalah pejabat negara yang disumpah dan diangkat dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI sehingga dakwaan Pasal 2 aquo tidak tepat karena ketentuan Pasal 2 hanya ditujukan terhadap setiap orang selain pejabat negara atau seseorang yang memiliki kewenangan karena kedudukan dan jabatannya selaku penyelenggara negara. Dalam dakwaan JPU terhadap R telah terjadi 3
apa yang dinamakan erro in persona dengan alasan bahwa pelaku adalah S yang menyuruh memasukkan keterangan palsu atau yang dipalsukan, dan sejatinya dakwaan ditujukan terhadap S dengan Pasal 266 KUHP; sedangkan R selaku notaris telah melaksanakan perintah jabatan sebagaimana diatur dalam UUJN. Dakwaan JPU harus dinyatakan batal demi hukum (van rechtswege nieteg).r atau kuasa hukum seharusnya mengajukan eksepsi mengenai hal ini; dan hakim yang memeriksa perkara R seharusnya menyatakan menolak perkara (niet onvankelijke). 2. Dakwaan JPU terhadap R dengan Pasal 3 aquo memenuhi unsur setiap orang akan tetapi tidak memenuhi unsur perbuatan pidana dengan alasan: (1) unsur menyalahgunakan wewenang tidak jelas dan keliru dalam menerapkan pengertian hukum tentang menyalahgunakan wewenang; R telah menjalankan kewenangannya dalam jabatan atau kedudukan yang diberikan UU JN kepadanya. Dalam konteks pembuktian unsur ini seharusnya diminta pendapat ahli hukum administrasi negara. Pengertian penyalahgunaan wewenang telah diatur dalam UU RI Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diatur dalam Pasal 17 jo Pasal 18 dan Pasal 19. 3. Pasal 17 UU aquo di bawah titel Larangan Penyalahgunaan Wewenang :membedakan tiga jenis Penyalahgunaan Wewenang ; yaitu : (a) melampaui batas wewenang, (b) mencampuradukkan wewenang, dan (c) tindakan sewenang-wenang. 4. Perbuatan R membuat akta notaris /ppat adalah perintah UU Jabatan Notaris dalam kapasitas R sebagai Notaris/PPAT yang diangkat berdasarkan SK Menteri Agraria Nomor.; sehingga perbuatan membuat akta notaris/ppat adalah sah dan memiliki kekuatan hukum sebagai bukti yang sah (Pasal KUH Perdata). Dihuungkan dengan tiga jenis perbuatan penyalahgunaan wewenang berdasarkan Pasal 17 UU RI Nomor 30 tahun 2014, perbuatan R tidak termasuk ketiga jenis perbuatan penyalahgunaan wewenang tersebut. 4
5. Unsur dengan maksud. Doktrin hukum pidana menerangkan pengertian unsur tersebut di mana unsur tersebut adalah kesengajaan dengan niat jahat atau dolus malus atau opzet als oogmerk. Bentuk kesengajaan ini (dolus) merupakan perbuatan yang pembuat mengetahui dan sadar betul akan akibat dari perbuatannya dan dikehendaki terjadinya akibat. Dalam konteks notaris R yang telah membuat akta notaris terang dan jelas tidak termasuk perbuatan yang dilarang oleh UU bahkan diwajibkan oleh UU Jabatan Notaris; apalagi ;disertai dengan niat jahat(mens-rea); melainkan dalam wewenang berdasarkan kedudukan dan jabatan sebagai notaris/ppat sesuai dengan UU Jabatan Notaris. 6. Unsur merugikan keuangan negara. Kerugian keuangan negara berdasarkan UU RI Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, harus nyata (Pasal 1 angka 19), dan telah memiliki justifikasi dalam Putusan MK RI nomor harus actual loss. Selain alasan tersebut, telah dinyatakan dalam Surat Edaran MA RI Nomor.bahwa, yang berwenang menghitung kerugian negara adalah BPK, dan lembaga audit lain selain BPK dengan syarat hasil penghitungan kerugian negara (PKN) harus di dideklare atau disahkan oleh BPK. 7. Bertitik tolak dari analisis hukum penerapan unsur-unsur tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 3 UU aquo disimpulkan bahwa, perbuatan notaris R tidak merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan JPU sehingga R harus dibebaskan (vrijspraak). 8. Pendapat saya justru perbuatan S yang menyuruh memasukkan keterangan mengenai SHM ke dalam akta notaris merupakan perbuatan pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 266 KUHP: Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannnya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat 5
Kesimpulan. menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 9. Perbuatan R tidak dapat digolongkan ke dalam perbuatan penyertaan (deelneming) sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP dengan alasan perbuatan R menjalankan perintah UU JN -sebagaimana diatur dalam Pasal 50 KUHP: Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana. 10. Perbuatan R sama sekali tidak melakukukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan yang telah dicantumkan dalam Pasal 16 dan Pasal 17 UU JN. 11. Kejanggalan dalam surat dakwaan atas R, bahwa JPU sama sekali tidak menjelaskan kode etik dari jabatan Notaris sebagaimana telah dicantumkan dalam UU JN. Kode etik ini merupakan titik tolak penerapan unsur melawan hukum atau dengan sengaja sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah UU RI Nomor 20 tahun 2001. 12. Kejanggalan berikut dari surat dakwaan bahwa tidak terdapat keputusan Majelis Pengawas yang memiliki kewenangan sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 70 UU JN sehingga surat dakwaan cacat hukum dan tanpa alasan hukum yang sah. 1. Perlindungan hukum terhadap notaris dalam praktik tidak memadai, tidak optimal karena penyidik telah menjalankan tugas dan wewenangnya secara eksesif yaitu tidak mengindahkan status hukum notaris sebagai pejabat umum yang disumpah serta tidak mengindahkan prosedur penyelesaian pelanggaran kode etik yang ditentukan dalam UU JN 2. Di sisi lain, pengurus notaris belum secara efektif, memadai dan tuntas menyelesaikan masalah keterlibatan notaris dalam peristiwa pidana dan tidak dilakukan persiapan yang antisipatif dari sisi aspek hukum pidana 3. Pendidikan kenotariatan selain berisi materi pelajaran mengenai kode etik juga wajib calon notaris memahami aspek pidana dari jabatan notaris 4. Sekalipun telah terdapat MOU antara Kepolisian dan Pengurus Notaris akan tetapi dalam praktik MOU tersebut tidak dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap jabatan notaris 6
5. UU JN 2004 masih memiliki kelemahan-kelemahan yang berarti khusus pengaturan mengenai KEWAJIBAN dan LARANGAN dan Ketentuan SANKSI sehingga rentan terhadap intervensi aspek pidana di dalam pekerjaan jabatan seorang notaris Saran. 1. Diperlukan penambahan materi mengenai aspek hukum pidana dari proses pembuatan akta notaris 2. Diperlukan sistem penerangan dan pengawasan yang intensif dan berkesimbungan mengenai masalah kode etik, kewajiban, larangan dan sanksi ke setiap wilayah majelis pengawas 3. Diperlukan pengawasan proaktif terhadap peristiwa pidana yang melibatkan anggota INI 4. Diperlukan koordinasi dan sinergi tugas dan wewenang majelis pengawas (bukan sebagai pemadam kebakaran) dengan instansi kepolisian baik tingkat pusat maupun daerah. 5. Yang terpenting dan memadai adalah diperlukan revisi UU JN 2004 dengan tujuan memperkuat pemahaman status hukum tentang jabatan Notaris dan perlindungan hukum terhadap setiap notaris dalam praktik. 7