BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menekankan pada praktik-praktik kesehatan (Wong, 2009). Di dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang mempunyai peranan besar dalam menentukan

Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu negara, karena merupakan generasi penerus bangsa

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia (SDM) antara lain ditentukan dua faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. lumbricoides dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia, dengan rata-rata kejadian

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

PEMBERIAN HEALTH EDUCATION MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCUCI TANGAN PADA ANAK PRASEKOLAH ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Sehat dalam keperawatan anak adalah keadaan kesejahteraan yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya guna tercapainya negara yang kuat (Ratna, 2011).

Dadang Kusbiantoro Program Studi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu negara, karena merupakan generasi penerus bangsa

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masa anak-anak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

dilaporkan ke pelayanan kesehatan sehingga jumlah yang tercatat tidak sebesar angka survey (Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2011).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

PERBEDAAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN DEMONSTRASI PADA ANAK KELAS V SD DI SDN PAGU I KECAMATAN PAGU

BAB 1 PENDAHULUAN. mengukur pencapaian keseluruhan negara. Pencapaian ini meliputi 3

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULAUAN. optimal diselenggarakan upaya kesehatan dengan pemeliharan dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Mufidah (2012) umumnya permasalahan keseh atan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau biasa juga disebut sebagai PHBS

BAB 1 PENDAHULUAN. Organization/WHO), sekitar 2,2 juta orang meninggal dunia setiap tahunnya

PENYULUHAN CUCI TANGAN DI SDN BRAWOHAN KECAMATAN GAYAM BOJONEGORO. Maldiana, 2 ikmaludin Akbar

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN : PERILAKU MENCUCI TANGAN PADA ANAK SD NEGERI 3 GAGAK SIPAT BOYOLALI. Nur Hikmah

PENERAPAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT BAGI SISWA- SISWI SEKOLAH DASAR DI DUSUN PANJANG KECAMATAN TANAH TUMBUH

Hubungan Pengetahuan Mencuci Tangan dengan Kejadian Diare pada Siswa Kelas IV-VI SDN 11 Lubuk Buaya Padang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup

BAB I PENDAHULUAN. internal maupun eksternal. Menurut WHO, setiap tahunnya sekitar 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB I PENDAHULUAN. klien kekurangan cairan / dehidrasi. Keadaan kekurangan cairan apabila tidak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. (PHBS) dapat dilaksanakan di masyarakat, rumah tangga, dan sekolah. PHBS

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya

BAB I PENDAHULUAN. termasuk debu, sampah dan bau. Masalah kebersihan di Indonesia selalu

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pasien dewasa yang disebabkan diare atau gastroenteritis (Hasibuan, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang masih tinggi (Kemenkes RI, 2011). Anak usia sekolah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Untuk pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pencegahan penyakit dengan mengurangi atau menghilangkan faktor resiko

BAB 1 PENDAHULUAN. dari kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuan cuci tangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. keinginan buang air besar, rasa tidak nyaman pada perianus dan inkontinensia

Dyna Apriany Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi Jawa Barat

BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERMOHONAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Kepada Yth: Bapak/Ibu / Saudara(i) Responden di SDN Sungai Bahadangan Kecamatan Banjang Kabupaten HSU.

BAB I PENDAHULUAN. belum banyak diterapkan dalam kehidupan sehari hari (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diare adalah

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur, salah satu agenda riset nasional bidang

Anwar Hadi *, Umi Hanik Fetriyah 1, Yunina Elasari 1. *Korespondensi penulis: No. Hp : ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: ERIN AFRIANI J.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare adalah suatu keadaan dimana penderita mengalami defekasi

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health

SOSIALISASI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA ANAK-ANAK TINGKAT SEKOLAH DASAR DI DESA TABORE KECAMATAN MENTANGAI KALIMANTAN TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

STUDI TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA SISWA SDN SUKARASA 3

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG KEGIATAN DEMONSTRASI CARA MENCUCI TANGAN YANG BENAR DI SDN 16 DAN SDN 19

BAB I PENDAHULUAN. Indikator untuk menilai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir. Diare dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu diare akut dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB I PENDAHULUAN. lakukan seringkali dekat dengan kuman-kuman yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

Organization (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam thypoid diseluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sehat merupakan hak setiap individu agar dapat melakukan segala

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan sumber daya

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA ANAK DI JANTURAN MLATI SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mempertahankan kesehatan anak merupakan tanggung jawab orang tua, namun demikian sekolah-sekolah umum dan departemen kesehatan telah berkontribusi dalam upaya peningkatan kesehatan anak dengan menyediakan lingkungan sekolah yang sehat, pelayanan kesehatan, dan pendidikan kesehatan yang sangat menekankan pada praktik-praktik kesehatan (Wong, 2009). Di dalam kehidupan bangsa, anak-anak sekolah tidak dapat diabaikan, karena mereka inilah sebagai generasi penerus bangsa. Sekolah adalah sebagai perpanjangan tangan keluarga dalam meletakkan dasar perilaku untuk kehidupan anak selanjutnya, termasuk perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Permasalahan perilaku kesehatan pada anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan, salah satunya adalah kebiasaan mencuci tangan pakai sabun. Survey Health Service Program Tahun 2006 tentang persepsi dan perilaku terhadap kebiasaan mencuci tangan menemukan bahwa sabun telah sampai ke hampir setiap rumah di Indonesia, namun sekitar 3% yang menggunakan sabun untuk cuci tangan, untuk di desa angkanya bisa lebih rendah lagi. Menurut penelitian World Health Organization (WHO) mencuci tangan pakai sabun dapat menurunkan resiko diare hingga 50% (Tazrian, 2011). Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena diare, sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 1

2 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar 20 % meninggal karena infeksi diare (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, menemukan 16% kejadian diare pada anak umur 1 4 tahun. Perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) khususnya setelah kontak dengan feses (setelah ke jamban dan membantu anak ke jamban), dapat menurunkan insiden diare hingga 42 47% (Curtis dan Cairncross, 2003). Selain menurunkan insiden diare, perilaku CTPS juga dapat menurunkan transmisi ISPA hingga lebih dari 30%, bahkan pada kondisi lingkungan dengan kontaminasi feses yang sangat tinggi serta sanitasi yang buruk (Rabie dan Curtis, 2005). Bahkan UNICEF menemukan perilaku CTPS dapat juga menurunkan 50% insiden Avian Influenza (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan [P2PL] Departemen Kesehatan [DepKes] RI, 2010). Rahim (2007 dikutip dari Mustika, 2011) mengatakan bahwa kebiasaan CTPS sebelum makan mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan pencegahan infeksi kecacingan, karena dapat lebih efektif menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit seperti virus, bakteri dan parasit lainnya pada kedua tangan. Penelitian yang dilakukan Agoes (2008) tentang perilaku CTPS sebelum makan terbukti berhubungan dengan kejadian kecacingan. Salah satu upaya pencegahan penyakit yang ditimbulkan akibat kebiasaan praktek cuci tangan yang buruk adalah pendidikan kesehatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan di samping masukannya sendiri juga metode yang digunakan. Herijulianti dkk., (2002) mengatakan metode yang

3 digunakan dalam mengembangkan sikap atau perilaku adalah demonstrasi dengan melibatkan peserta di dalamnya. Kelebihan metode demonstrasi adalah dapat membantu peserta didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda, memudahkan berbagai jenis penjelasan dan menurut Djamarah, S. B., (2000 dikutip dari Simamora, 2009), kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya. Manfaat psikologis pengajaran dari metode demonstrasi menurut Daradjat (1985) adalah pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam peserta didik (Simamora, 2009). Penelitian yang dilakukan Zain (2010) tentang pengaruh pendidikan kesehatan mencuci tangan terhadap perilaku mencuci tangan pada anak usia sekolah dengan menggunakan metode ceramah, mendemostrasikan dan leaflet dapat mempengaruhi perilaku mencuci tangan pada anak usia sekolah. Frantz (1990) mengatakan pemilihan sarana dan alat yang dipakai sebagai wahana untuk menyampaikan informasi yang tepat bergantung pada karakteristik peserta didik, karakteristik tugas yang akan dilaksanakan serta karakteristik media yang menyebabkannya sesuai untuk memenuhi objektif tugas tersebut (Bastable, 2002). Saat ini, setiap keluarga memiliki berbagai macam alat/ media elektronik atau media cetak, baik berupa radio, TV, VCD, komputer, koran dan buku-buku. Baik orang dewasa maupun anak sudah tidak asing terhadap benda-benda tersebut. Melalui media tersebut mereka dapat menerima informasi dan pengalaman yang tidak mereka temukan sebelumnya, termasuk informasi

4 mengenai kesehatan (Chan dan Sam, 2011). Alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan karena kurang lebih 75 sampai 87% dari pengetahuan manusia diperoleh/ disalurkan melalui mata (Notoatmodjo, 2007). Kelebihan multimedia pembelajaran ini diantaranya memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata, seperti kuman, bakteri dan elektron serta dapat meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa. Selain itu manfaat multimedia secara umum menjadikan proses pembelajaran lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu mengajar dapat dikurangi, kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan serta sikap belajar siswa dapat ditingkatkan (PPPPTK TK dan PLB, 2010). Penggunaan media multimedia dalam pembelajaran terbukti efektif terhadap peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa. Salah satunya melalui penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2010), penggunaan multimedia audio visual sebagai penyuluhan interaktif berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Metode demonstrasi ataupun penggunaan multimedia pembelajaran dirasa tepat bila melihat sasaran pendidikan kesehatan yaitu siswa sekolah dasar yang berumur 6-12 tahun. Pernyataan ini diperkuat oleh Riyanti dkk., (2005) bahwa sasaran siswa yang paling tepat adalah siswa usia 10-12 tahun yang terpresentatif pada kelas IV, V dan VI karena pada usia tersebut minat belajar anak yang tinggi didukung oleh ingatan anak yang mencapai intensitas paling besar dan paling kuat, serta kemampuan dalam menangkap dan memahami materi yang diberikan.

5 Data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan (DinKes) Kota Padang tahun 2011, mengatakan penyakit diare termasuk sepuluh penyakit terbanyak di kota Padang. Data menunjukkan bahwa di antara 20 puskesmas yang ada, penyakit diare terbanyak didapatkan di puskesmas Lubuk Buaya, yaitu pada kelompok usia >5 tahun sebesar 943 (8,09%) kasus, kelompok usia 1-4 tahun sebesar 493 (4.23%) kasus dan kelompok usia <1 tahun sebesar 82 (0.70%) kasus dari 11.653 penduduk yang mengalami penyakit diare. Penyakit cacingan pada balita berada pada urutan ke 6 dari 10 penyakit terbanyak di puskesmas Lubuk Buaya sebesar 312 (15,14%) kasus dari 2.060 balita yang mengalami cacingan (DinKes Padang, 2010). Studi pendahuluan dilakukan ke enam sekolah dasar negeri (SDN) pada tanggal 29 Februari 2012 yang berada di kawasan wilayah kerja puskesmas Lubuk Buaya yang memiliki sanitasi lingkungan kurang bersih dengan cara menyebarkan kuesioner. Pada SDN 20 Dadok Tunggul Hitam didapatkan penyakit diare sebanyak 25 kasus (13,73%) dan penyakit cacingan sebanyak 20 kasus (10,98%). Sekolah ini menempati urutan kedua yang mengalami penyakit diare dan cacingan terbanyak setelah SDN 23 Pasir Sebelah, yaitu didapatkan penyakit diare sebanyak 87 kasus (44,84%) dan penyakit cacingan sebanyak 60 kasus (30,92%). Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SDN 20 Dadok Tunggul Hitam dan SDN 23 Pasir Sebelah Padang pada tanggal 20 Februari 2012 didapatkan bahwa informasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya materi pelajaran tentang CTPS yang diperoleh siswa-siswi di sekolah belum maksimal. Informasi yang diperoleh dari guru hanya sebatas menyuruh siswa

6 untuk mencuci tangan, misalnya setelah pelajaran olahraga tangan jadi kotor karena bermain di halaman sekolah. Program dari puskesmas belum ada penyuluhan perihal cuci tangan pakai sabun di sekolah tersebut. Informasi yang didapatkan dari Koordinator UKS puskesmas Lubuk Buaya yang dilakukan tanggal 28 Februari 2012 menyatakan bahwa pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan di sekolah-sekolah dasar adalah bagian dari program Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Penyuluhan ke sekolah-sekolah untuk PHBS sudah dilaksanakan oleh pihak puskesmas seperti kesehatan gigi. Koordinator UKS mengatakan belum sepenuhnya menjangkau seluruh SD yang ada di wilayah kerja puskesmas Lubuk Buaya tentang penyuluhan CTPS termasuk SDN 20 dan SDN 23. Pada umumnya pendidikan kesehatan lebih banyak diberikan memalui ceramah. Namun, pelaksanaannya tidak dapat dilakukan setiap triwulan karena susah mencari waktu yang tidak mengganggu jadwal pembelajaran siswa di sekolah. Sedangkan dari pihak puskesmas sendiri tidak ada kendala. Hasil kuesioner yang disebarkan didapatkan sebanyak 15,38% dari 182 siswa SDN 20 dan 42,26% dari 194 siswa SDN 23 masih belum memiliki kebiasaan CTPS. Begitu juga dengan kebiasaan CTPS sebelum makan dan setelah buang air besar (BAB) sebanyak 23% siswa SDN 20 dan 73,19% siswa SDN 23 masih memiliki kebiasaan buruk dalam hal ini. Hal ini juga disebabkan karena tidak tersedianya tempat cuci tangan di sekolah seperti wastafel. Mengenai cara mencuci tangan sebanyak 51% siswa SDN 20 dan 52% siswa SDN 23 masih belum mengetahui cara yang benar.

7 Siswa yang absensi sekolah di SDN 20 dan SDN 23 selama 3 bulan terakhir menyebutkan beberapa penyakit yang dialami diantaranya sakit perut dan mencret. Hasil obsevasi peneliti mengenai keadaan sekitar sekolah dilihat jajanan juga tampak tidak tertutup sehingga lalat akan mudah hinggap di makanan yang apabila termakan oleh siswa dapat menyebabkan diare. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti merasa tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai studi komparasi pendidikan kesehatan multimedia pembelajaran dan metode demonstrasi terhadap tindakan mencuci tangan pakai sabun pada siswa kelas V SD Negeri 20 Dadok Tunggul Hitam dan SD Negeri 23 Pasir Sebelah Padang tahun 2012. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : apakah terdapat perbandingan pendidikan kesehatan multimedia pembelajaran dan metode demonstrasi terhadap tindakan mencuci tangan pakai sabun pada siswa kelas V SD Negeri 20 Dadok Tunggul Hitam dan SD Negeri 23 Pasir Sebelah Padang tahun 2012?. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang diharapkan adalah : 1. Tujuan Umum Mengetahui perbandingan pendidikan kesehatan multimedia pembelajaran dan metode demonstrasi terhadap tindakan mencuci

8 tangan pakai sabun pada siswa kelas V antara SD Negeri 20 Dadok Tunggul Hitam dan SD Negeri 23 Pasir Sebelah Padang tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi frekuensi tindakan siswa dalam mencuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan multimedia pembelajaran di SD Negeri 20 Dadok Tunggul Hitam Padang tahun 2012. b. Mengetahui distribusi frekuensi tindakan siswa dalam mencuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan metode demonstrasi di SD Negeri 23 Pasir Sebelah Padang tahun 2012. c. Menganalisa perbandingan pendidikan kesehatan multimedia pembelajaran dan metode demonstrasi terhadap tindakan mencuci tangan pakai sabun pada siswa kelas V antara SD Negeri 20 Dadok Tunggul Hitam dan SD Negeri 23 Pasir Sebelah Padang tahun 2012. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas Lubuk Buaya Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai penggunaan multimedia pembelajaran tentang praktik cara mencuci tangan pakai sabun kepada siswa Sekolah Dasar sehingga penyampaian materi dapat disampaikan dan diterima optimal oleh anak-anak usia sekolah.

9 2. Bagi SD Negeri 20 Dadok Tunggul Hitam dan SD Negeri 23 Pasir Sebelah Padang Hasil penelitian ini dapat membantu pihak pendidikan dalam memberikan informasi dan pengetahuan anak mengenai pentingnya mencuci tangan pakai sabun. 3. Bagi siswa-siswi SD Negeri 20 Dadok Tunggul Hitam dan SD Negeri 23 Pasir Sebelah Padang Dapat digunakan sebagai tambahan informasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat dan praktek cuci tangan pakai sabun dengan benar. 4. Bagi Ilmu Keperawatan Komunitas Dapat menjadi acuan dalam penggunaan multimedia pembelajaran untuk penyampaian pendidikan kesehatan dengan sasaran anak usia sekolah sehingga pencapaian tujuan pendidikan tersebut dapat dicapai dengan maksimal. 5. Bagi peneliti lain Dapat digunakan sebagai acuan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat.