TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

Jantan Dewasa/Adult (Macaca Maura).

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

Burung Kakaktua. Kakatua

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan, (2) secara ilmiah populasi yang tidak memiliki nama yang terdapat di daerah tersebut dengan bukti terpercaya yang taksonominya dikenali secara terpisah kemungkinan benar, (3) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali belum pasti dan memerlukan investigasi lebih lanjut (Jones, 2004). Berdasarkan tingkatan tersebut, lutung kelabu diklasifikasikan menjadi: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Chordata : Mammalia : Primates : Cercopithecidae : Trachypithecus Spesies : Trachypithecus cristatus, Raffles (1812). (Supriatna dan Wahyono, 2000). Status Dilindungi Lutung kelabu (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) adalah salah satu satwa liar yang telah dilindungi berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/Kpts-II/1999 pada tanggal 22 September 1999. Kehilangan habitat merupakan faktor utama yang menyebabkan satwa ini terganggu

perkembangan populasinya. CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) merupakan satu-satunya perjanjian atau traktat (treaty) global dengan fokus pada perlindungan spesies tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang mungkin akan membahayakan kelestarian tumbuhan dan satwa liar tersebut. Lutung kelabu (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) termasuk Appendix II, yang memuat daftar dari spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan (CITES, 2007). Morfologi Lutung kelabu memiliki warna rambut yang hampir semuanya didominasi hitam keperakan, warna kulit muka hitam atau abu-abu tua, panjang tubuh jantan dan betina dewasa berkisar antara 470-550 mm, panjang ekor antara 600-750 mm. lutung ini memiliki berat tubuh baik jantan atau betina dewasa berkisar antara 4,5-15 Kg. Di Sumatera, warna hitam makin berkurang untuk individu-individu yang terdapat dibagian utara, sehingga warna kelabu tampak semakin jelas (Supriatna dan Wahyono, 2000). Rumus gigi dari spesies ini adalah 2:1:2:3 pada kedua rahang atas dan bawah (Simons, 2000). Habitat dan Penyebarannya Habitat yang dikemukakan oleh Alikodra (1990) dalam Napitu et al., (2007) merupakan sebuah kawasan yang terdiri atas komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar. Satwa liar menempati habitat yang sesuai

dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai untuk satu jenis belum tentu sesuai untuk jenis yang lain, karena setiap satwa liar menghendaki kondisi habitat yang berbeda-beda (Dasman, 1981 dalam Napitu et al., 2007). Shaw (1985) dalam Napitu et al., (2007) menjelaskan bahwa komponen habitat yang mengendalikan kehidupan satwa liar terbagi dalam 4 (empat) hal sebagai berikut: 1. Pakan (food) Pakan merupakan komponen habitat yang paling nyata. Ketersediaan pakan berhubungan erat dengan perubahan musim terutama di daerah temperate dan kutub. Tiap jenis satwa mempunyai kesukaan untuk memilih pakannya. Kesukaan pakan ini berhubungan dengan palatabilitas dan selera. 2. Pelindung (cover) Pelindung diartikan sebagai segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan perlindungan dari cuaca, predator atau kondisi yang lebih baik dan menguntungkan. 3. Air (water) Air dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh satwa. Kebutuhan satwa akan air bervariasi, ada yang tergantung air dan ada yang tidak. Ketersediaan air akan mengubah kondisi habitat sehingga langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan satwa. 4. Ruang (space) Individu-individu satwa membutuhkan variasi ruang untuk mendapatkan cukup pakan, pelindung, air, dan tempat untuk kawin. Besarnya ruang tergantung

ukuran populasi. Ukuran populasi tergantung besarnya satwa, jenis pakan, produktivitas dan keragaman habitat Menurut Supriatna dan Wahyono (2000) bahwa lutung kelabu sering dijumpai pada hutan-hutan dataran rendah, rawa-rawa dan daerah pasang surut, terutama di sepanjang tepian sungai, namun kadang-kadang lutung kelabu ini dijumpai di daerah perkebunan karet, hutan primer pegunungan atau hutan sekunder daerah perbukitan hingga 600 meter di atas permukaan laut. Lutung kelabu merupakan endemik di Indonesia yang tersebar dan ditemukan di Sumatera Utara, Kalimantan Utara dan Semenanjung Malaysia. Perilaku Perilaku satwa, termasuk primata, dapat dikelompokkan atau dibagi kedalam kategori-kategori yang didasarkan pada fungsinya yang meliputi perilaku pemeliharaan, perilaku makan, orientasi dan navigasi dan beberapa perilaku sosial baik interspesifik maupun intraspesifik yang juga disebut sosiobiologi (Slater, 1990 dalam Setyawan, 1996). Umumnya lutung kelabu hidup dipohon (aboreal) dan aktif pada siang hari (diurnal). Pada saat petang hari mereka tidur ditepian sungai. Perilaku ini, menurut pendapat para ahli akan memudahkan terhindar dari pedator. Umumnya mereka sangat agresif dengan jenis primata lain dan berusaha mengusir jenis lain untuk menjauh dari pohon tidur atau pohon makan. Seperti yang terjadi di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, sekelompok lutung jantan sebagai pemimpin kelompok, mengusir sekelompok bekantan (Nasalis larvatus) yang mendekati pohon tidurnya. Walaupun bekantan badannya relatif lebih besar, namun tidak selincah lutung kelabu. Seperti halnya jenis lutung lainnya, satwa ini

menggunakan keempat anggota tubuhnya (quadropedal) saat melalui cabang pohon yang cukup besar, namun sering meloncat saat akan pindah pohon. Jelajah hariannya dapat menempuh jarak 300-600 meter sehari. Mereka mempunyai daerah teritorialnya antara 5-20 hektar. Lutung kelabu jantan sering mengeluarkan suara sebagai tanda bahaya (alarm) kepada anggota kelompoknya. Suara ini juga dikeluarkan untuk memperlihatkan kekuatannya, khususnya jantan. Selain itu suaranya yang keras patah-patah (ghek ghok ghek ghok ) dan diulang berkalikali sering terdengar saat mengusir kelompok lain agar menjauh dari anggota kelompoknya (Supriatna dan Wahyono, 2000). Lutung kelabu hidup dalam kelompok yang terdiri atas 10-20 individu dengan beberapa jantan. Kelompok ini memiliki daerah teritorial dan mempertahankan daerahnya terhadap kelompok lainnya. Lutung kelabu jantan mampu melakukan teriakan keras yang diikuti lompatan. Lutung kelabu jantan sering melompat ke cabang-cabang pohon dan menggucangkannya. Perilaku ini sering ditemukan ketika dua kelompok saling bertemu sehingga konfrontasi antar kelompok dapat dihindarkan. Lutung kelabu betina biasanya mempunyai satu anak setiap melahirkan dan saling bantu membesarkan anak-anak lutung. Terkadang lutung kelabu betina bersifat sangat agresif terhadap lutung kelabu betina kelompok lain (Nowalk dan Paradiso, 1983 dalam Setyawan, 1996). Makanan dan Perilaku Makan Umumnya lutung kelabu memakan lebih kurang 80% adalah daun, pucuk atau tunas 10%, buah 10%. Kadang-kadang mereka turun ke tanah untuk mencari makanan seperti kepompong. Kebiasaan memakan tanah, diperkirakaran mencari

bakteri untuk membantu mencerna makanan dan mineral (Supriatna dan Wahyono, 2000). Cara mengambil makanan dilakukan oleh lutung kelabu dengan beberapa cara: a. Memakan langsung dengan mulutnya jika makanan berupa pucuk daun yang langsung dapat digigit. b. Meraih anak ranting/tangkai daun dengan tungkai dengan kemudian mamasukkan kedalam mulut. c. Memetik dahulu untuk makanan berupa buah. d. Lutung dikenal sebagai monyet pemakan daun. Jenis makanannya terdiri dari buah, daun, dan biji-bijian serta tunas daun. Aktivitas makan primata pada umumnya akan meningkat pada pagi hari, dimana hewan lutung butuh energi untuk beraktivitas pada siang hari. Pada pagi hari satwa diurnal akan merasa lapar karena kehilangan energi yang dibutuhkan untuk tidur pada malam hari. Kegiatan makan ini dilakukan dengan cara duduk diatas tempat pakan sampai pakan tersebut hampir semuanya habis. Lutung kelabu memulai aktivitas bergerak berpindah, sosial dan mencari makan setelah bangun pagi (Prayogo, 2006). Hutan Mangrove Hutan mangrove menurut Snedaker (1978) adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa disuatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No. 60/Kpts/Dj/I/1978, yang dimaksud

dengan hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari genangan pada waktu surut. Fungsi Hutan Mangrove Fungsi hutan mangrove mencakup fungsi fisik, yang meliputi; menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intruisi air laut, dan mengolah bahan limbah. Fungsi biologis sebagai tempat pembenihan ikan, udang, dan tempat pemijahan beberapa biota air, tempat sarang burung, habitat alami beberapa jenis biota. Fungsi ekonomi sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, pembuatan garam, dan bahan bangunan (Saenger et al., 1983). Kabupaten Langkat Kabupaten langkat merupakan salah satu daerah yang berada di Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten langkat berada pada 3 0 14 40 13 Lintang Utara, 97 0 52 98 0 45 Bujur Timur dan 4 105 m dari permukaan laut. Kabupaten Langkat memiliki luasa area seluas ± 6.2363,29 Km 2 (626.329 Ha) yang terdiri dai 20 kecamatan dan 226 desa serta 34 kelurahan definitif. Area Kabupaten Langkat di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat Malaka, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang (Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat, 2008).

Kecamatan Gebang Kawasan hutan mangrove desa Pulau Banyak Kecamatan gebang yang menjadi objek penelitian terletak antara Lintang Utara : 03 0 14 00 04 0 13 00 dan Bujur Timur: 97 0 52 00 98 0 45 00 dan terletak pada 0 4 meter di atas permukaan laut. Dengan luas wilayah 16.299 Ha (162.99Km 2 ). Sebelah utara kawasan ini berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Hinai, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Padang Tualang dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Secanggang. Kawasan kuala gebang sebagai lokasi penelitian memiliki luas wilayah sekitar 7,50 Km 2, dengan jumlah penduduk sekitar 44.680 jiwa serta kepadatan penduduk 275 jiwa/ Km 2 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat, 2008).