BAB V PEMBAHASAN. Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Energi matahari mulai dijadikan sebagai pilihan bagi pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Minyak, gas serta batu bara telah menjadi bagian tak terpisahkan dari

OPTIMASI TEGANGAN DAN ARUS SEL SURYA DENGAN PEMANTUL TIPE V-TROUGH

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari teknologi yang terus berkembang [1]. seperti halnya teknologi mobil

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK

Analisis Performa Modul Solar Cell Dengan Penambahan Reflector Cermin Datar

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan)

PENGUKURAN KARAKTERISTIK SEL SURYA

PENGARUH SERAPAN SINAR MATAHARI OLEH KACA FILM TERHADAP DAYA KELUARAN PLAT SEL SURYA

HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh

PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKUR KARAKTERISTIK I-V SEL SURYA DALAM KEADAAN PENYINARAN DAN TANPA PENYINARAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL SURYA

MODUL III INTENSITAS CAHAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maxwell adalah salah seorang ilmuwan yang melakukan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan sumber energi listrik terus meningkat seiring meningkatnya

Muhamad Fahri Iskandar Teknik Mesin Dr. RR. Sri Poernomo Sari, ST., MT

DAFTAR ISI. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. HALAMAN MOTO...

ENERGI SURYA DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA. TUGAS ke 5. Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Managemen Energi dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan energi ini di beberapa negara sudah dilakukan sejak lama.

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah kompor induksi type JF-20122

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi tenaga angin, sumber energi tenaga air, hingga sumber energi tenaga

PENINGKATAN DAYA KELUARAN SEL SURYA DENGAN PENAMBAHAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA MATAHARI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB IV PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN PANEL SURYA

STRUKTUR CRISTAL SILIKON

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang

1. PUTRI RAGIL N ( ) 2. ADITH PRIYO P ( ) 3. DISTYAN PUTRA A S ( )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II SEL SURYA. Simulator algoritma..., Wibeng Diputra, FT UI., 2008.

Struktur dan konfigurasi sel Fotovoltaik

MODUL 7 FUEL CELL DAN SEL SURYA

Fisika Umum (MA 301) Cahaya

PERANCANGAN ALAT PENYEMPROT HAMA TANAMAN TIPE KNAPSACK BERBASIS SOLAR PANEL 20 WP

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

YAYASAN PENDIDIKAN JAMBI SEKOLAH MENENGAH ATAS TITIAN TERAS UJIAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007/2008. Selamat Bekerja

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1984

BAB I PENDAHULUAN. cahaya, baik yang berasal dari benda itu sendiri maupun berupa pantulan yang

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

STUDI KELAYAKAN PENGGUNAAN SEL SILIKON SEBAGAI PENGUBAH ENERGI MATAHARI MENJADI ENERGI LISTRIK

M-5 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA TAMPAK

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan teknologi saat ini sangat pesat khususnya pada bidang

OPTIMALISASI TEGANGAN KELUARAN DARI SOLAR CELL MENGGUNAKAN LENSA PEMFOKUS CAHAYA MATAHARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menghasilkan prototip alat konsentrator surya (Gambar 14)

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

FISIKA 2015 TIPE C. gambar. Ukuran setiap skala menyatakan 10 newton. horisontal dan y: arah vertikal) karena pengaruh gravitasi bumi (g = 10 m/s 2 )

PENINGKATAN EFISIENSI MODUL SURYA 50 WP DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR

Penyusun: Tim Laboratorium Energi

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN Analisa Pengaruh Faktor Terhadap Analisis Variansi. Pemilihan faktor dalam pengujian antena pengarah (directional) model

FOTOVOLTAIK PASANGAN ELEKTRODA CUO/CU DAN CUO/STAINLESS STEEL MENGGUNAKAN METODE PEMBAKARAN DALAM BENTUK TUNGGAL DAN SERABUT DENGAN ELEKTROLIT NA2SO4

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik adalah energi yang mudah dikonversikan ke dalam bentuk

BAB V PEMBAHASAN Analisis Faktor. Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL)

PENGARUH PENAMBAHAN REFLEKTOR (CERMIN DATAR) TERHADAP KELUARAN DAYA POLYCRYSTALLINE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. minyak bumi memaksa manusia untuk mencari sumber-sumber energi alternatif.

Abstrak. 2. Studi Pustaka. 54 DTE FT USU

DAYA KELUARAN PANEL SURYA SILIKON POLI KRISTALIN PADA CUACA NORMAL DAN CUACA BERASAP DENGAN SUSUNAN ARRAY PARALEL

STUDI KELAYAKAN PENGGUNAAN SEL SILIKON SEBAGAI PENGUBAH ENERGI MATAHARI MENJADI ENERGI LISTRIK

PENDETEKSI OTOMATIS ARAH SUMBER CAHAYA MATAHARI PADA SEL SURYA. Ahmad Sholihuddin Universitas Islam Balitar Blitar Jl. Majapahit no 4 Blitar.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kebutuhan akan energi listrik yang terus meningkat dan semakin

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

I. PENDAHULUAN. Pemanasan global (global warming) semakin terasa di zaman sekarang ini.

Antiremed Kelas 12 Fisika

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

drimbajoe.wordpress.com

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah.


PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

PEMERINTAH KOTA PADANG DINAS PENDIDIKAN UJIAN SEKOLAH (USEK) KOTA PADANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

ANALISA RANCANGAN SEL SURYA DENGAN KAPASITAS 50 WATT UNTUK PENERANGAN PARKIRAN UNISKA ABSTRAK

Kurikulum 2013 Kelas 12 SMA Fisika

PANEL SURYA dan APLIKASINYA

STUDI ORIENTASI PEMASANGAN PANEL SURYA POLY CRYSTALLINE SILICON DI AREA UNIVERSITAS RIAU DENGAN RANGKAIAN SERI-PARALEL

LAMPU TENAGA SINAR MATAHARI. Tugas Projek Fisika Lingkungan. Drs. Agus Danawan, M. Si. M. Gina Nugraha, M. Pd, M. Si

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Robot Bergerak Penjejak Jalur Bertenaga Sel Surya

SIMAK UI Fisika

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

1. Perpotongan antara garis beban dan karakteristik dioda menggambarkan: A. Titik operasi dari sistem B. Karakteristik dioda dibias forward

PHOTODETECTOR. Ref : Keiser

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kompetisi Sains Madrasah Tahun 2015 Tingkat Propinsi Madrasah Tsanawiyah - Fisika NASKAH SOAL BIDANG STUDI : FISIKA TINGKAT : MADRASAH TSANAWIYAH

Kumpulan Soal Fisika Dasar II.

Transkripsi:

118 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Faktor Faktor-faktor dominan adalah faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap peningkatan nilai arus dan tegangan sel surya. Kondisi hubung singkat mengakibatkan arus yang mengalir antara kedua terminal luaran sel surya menjadi sangat besar oleh karena hambatan beban antar terminal sangat kecil sehingga dapat diketahui nilai arus maksimal yang mampu dihasilkan, sedangkan pada kondisi hubung buka terdapat beda potensial paling tinggi antar terminal luaran sel surya karena tidak terjadi efek penurunan tegangan yang umum terjadi setiap sel surya dibebani rangkaian listrik. Kondisi hubung buka mengakibatkan arus sama sekali tidak dapat mengalir sebab antar kedua terminal terputus secara fisik seakan-akan hambatan beban rangkaian menjadi sangat besar. Nilai luaran arus dan tegangan dapat diperbesar melalui penambahan intensitas cahaya di bagian permukaan sel surya. Guna mencapai peningkatan luaran ini dilakukan eksperimen menggunakan sepasang pemantul berbentuk bidang datar sebagai konsentrator cahaya yang disebut dengan pemantul v- trough. Parameter sudut α dan tinggi pemantul mempengaruhi jumlah intensitas cahaya yang terarah ke muka sel surya oleh adanya peningkatan konsentrasi geometris, sedangkan seleksi panjang gelombang cahaya pantul v-through mempengaruhi tingkat konversi energi listrik karena setiap jenis sel surya bekerja

secara efisien dalam panjang gelombang tertentu dan tidak semua panjang gelombang berkontribusi terhadap luaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh pada nilai arus dan tegangan sel surya adalah Sudut α (A) yang terbentuk antara sel surya dengan penampang pemantul cahaya, Tinggi Pemantul (B) dan Warna Permukaan Pemantul (C). 5.1.1 Faktor sudut α Sudut α mempengaruhi distribusi cahaya pantul di seluruh bagian permukaan sel surya dan nilai konsentrasi geometris yang berdampak pada intensitas cahaya permukaan sel surya. Berdasarkan ANOVA pada Tabel 4.4 dan 4.5, sudut α mempunyai pengaruh terhadap arus dan tegangan sel surya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor sudut α mempunyai peran memaksimalkan luaran baik pada nilai arus maupun tegangan. Kondisi ini sekaligus membuktikan pernyataan bahwa terdapat hubungan linier antara intensitas cahaya terhadap nilai luaran sel surya, bahwa semakin tinggi intensitas maka semakin maksimal luaran arus dan tegangannya (Pepple et al., 2009) sesuai yang ditunjukkan Gambar 5.1 dan 5.2. Hasil perhitungan kondisi optimum (Tabel 4.6 dan 4.7) menunjukkan, bahwa kondisi optimal luaran arus dan tegangan sel surya dicapai pada Sudut α 65. Intensitas cahaya yang diterima untuk nilai sudut ini berada pada nilai tertingginya sehingga mendorong terjadinya penambahan rata-rata nilai arus dan 119

tegangan. Peningkatan intensitas cahaya ini disebabkan oleh adanya peningkatan konsentrasi geometris sedangkan konsentrasi geometris dipengaruhi oleh nilai sudut pelewatan (ψ) dengan sifat hubungan berbanding lurus (Fraidenraich, 1998). Berdasarkan pernyataan tersebut jelas bahwa pada sudut α tertinggi (ψ terendah) akan diperoleh intensitas cahaya paling tinggi. Berdasar Tabel 4.7 faktor Sudut α menempati urutan / ranking pertama SNR respon tegangan sehingga disimpulkan memiliki pengaruh tinggi terhadap nilai rata-rata tegangan sel surya. Menaikkan level faktor Sudut α dari level satu menuju level tiga mampu meningkatkan rata-rata nilai tegangan sebesar 0,047 V. Peningkatan rata-rata nilai tegangan yang kecil pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian (Pepple et al., 2009) seperti yang ditunjukkan Gambar 5.2 dimana peningkatan intensitas cahaya (klux) dari 20 menuju 80 hanya menaikkan tegangan dari 0,7 V menjadi 0,82 V Gambar 5.1 Intensitas cahaya terhadap arus (Pepple et al., 2009) 120

Gambar 5.2 Intensitas cahaya terhadap tegangan (Pepple et al., 2009) 5.1.2 Faktor tinggi pemantul Tinggi pemantul mempengaruhi konsentrasi geometris v-trough. Semakin tinggi pemantul yang digunakan semakin lebar area pelewatan cahaya mengakibatkan naiknya konsentrasi geometris v-trough. Berdasarkan ANOVA Tabel 4.4 dan 4.5 faktor tinggi pemantul memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai arus dan tegangan sel surya. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi pemantul tipe V-Trough memiliki peran memaksimalkan luaran baik pada nilai arus maupun tegangan. Hasil perhitungan kondisi optimum (Tabel 4.6 dan 4.7) menunjukkan, bahwa kondisi optimal luaran arus dan tegangan sel surya dicapai pada tinggi pemantul 15 cm. Lebar pelewatan v-trough dan konsentrasi geometris terbesar terbentuk pada ukuran ini sehingga jumlah cahaya jatuhnya juga paling tinggi. Peningkatan jumlah cahaya jatuh mampu mendorong penambahan nilai arus dan tegangan sel. 121

Terjadinya peningkatan jumlah cahaya jatuh dapat dimaklumi karena sesuai dengan paparan teori yang menunjukkan bahwa konsentrasi geometris v- trough (C) berbanding lurus dengan lebar area pelewatan (A) dan berbanding terbalik terhadap lebar bidang sel surya (a) (Fraidenraich, 1998). Lebar bidang sel surya pada penelitian adalah tetap 6 cm sehingga dengan tinggi pemantul 15 cm (level tertinggi) akan menghasilkan area pelewatan paling lebar, mendorong peningkatan jumlah cahaya jatuh paling tinggi. Berdasarkan Tabel 4.6 dan 4.7 diketahui bahwa meningkatkan level faktor tinggi pemantul dari level satu menjadi level tiga lebih banyak mempengaruhi nilai rata-rata arus sel surya dibandingkan tegangannya. Kenaikan rata-rata arus sel meningkat sebesar 0,88 ma sedang rata-rata tegangan meningkat 0,036 V. Walaupun menempati urutan kedua dalam hal pengaruh terhadap respon tegangan maupun arus, faktor tinggi pemantul tetap memberikan kontribusi terhadap peningkatan kedua respon penelitian. 5.1.3 Faktor warna permukaan pemantul Setiap jenis sel surya didesain beroperasi pada panjang gelombang yang berbeda tergantung material pembuatnya. Penelitian ini menggunakan objek sel surya jenis polycrystalline sehingga lebih sensitif terhadap panjang gelombang yang lebih panjang yaitu cahaya warna merah pada λ=0,922µm. Berdasarkan ANOVA Tabel 4.4 dan 4.5 faktor warna permukaan pemantul memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai arus dan tegangan sel surya. Hal ini 122

menunjukkan bahwa warna permukaan pemantul memiliki peran memaksimalkan luaran baik pada nilai arus maupun tegangan. Hasil perhitungan kondisi optimum (Tabel 4.6 dan 4.7) menunjukkan, bahwa kondisi optimal luaran arus dan tegangan sel surya dicapai pada warna permukaan pemantul merah. Hal ini menunjukkan bahwa, warna merah memberikan kontribusi terhadap peningkatan nilai luaran sel surya jenis polycrystalline. Cahaya warna ini paling baik dikonversi menjadi energi listrik karena sesuai dengan sensitifitas panjang gelombang sel surya polycrystalline yaitu pada λ=0,922µm (Shaltout, 2000). Pengaruh variasi arus sel surya oleh adanya variasi paparan cahaya terutama disekitar λ=0,922µm untuk jenis sel polycrystalline dapat dipahami karena secara teori arus hubung singkat sel surya merupakan photocurrent yang dihasilkan pada masukan panjang gelombang tertentu (Yates, 2003). Berdasar Tabel 4.6 faktor warna pemantul menempati urutan / ranking pertama SNR respon arus, sehingga disimpulkan memiliki pengaruh tinggi terhadap nilai rata-rata arus sel surya. Menaikkan level faktor warna pemantul dari level satu menuju level tiga mampu meningkatkan rata-rata nilai arus sel sebesar 1,59 ma. Peningkatan rata-rata nilai arus yang cukup linier pada saat level faktor ditingkatkan secara bertahap dari level satu menuju level tiga dapat terjadi karena perubahan warna permukaan pemantul dari hijau menuju merah yang mengakibatkan panjang gelombang (λ) cahaya pantul juga menjadi semakin 123

panjang. Semakin panjang λ cahaya semakin besar arus yang dihasilkan sel surya (Sudhakar, 2013). 5.2 Pemilihan Level Faktor pada Kondisi Optimal Pemilihan level faktor dimaksudkan untuk memilih kombinasi level dan faktor yang signifikan yaitu kombinasi level dari faktor yang memberikan ratarata nilai arus dan tegangan tertinggi. Hasil kombinasi level faktor optimal kedua respon adalah A 3 B 3 C 3, artinya untuk memaksimalkan nilai arus (ma) dan tegangan (V) dengan cara meningkatkan intensitas cahaya dan seleksi panjang gelombang cahaya pantul pada pemantul v-trough, diperlukan setting parameter seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Kombinasi level faktor optimal Faktor Level Satuan A. Sudut α 65 B. Tinggi pemantul 15 cm C. Warna pemantul Merah - Berdasarkan jumlah respon dalam eksperimen, terlihat bahwa penelitian ini tergolong dalam Taguchi multirespon. Untuk mendapatkan kombinasi optimal perlu dilihat apakah masing-masing variabel respon memiliki kombinasi faktor yang sama. Apabila kombinasi faktor kedua respon berbeda perlu penanganan lebih lanjut menggunakan metode MRSN, akan tetapi hasil uji SNR menunjukkan bahwa level faktor optimal respon arus dan tegangan sel surya sama pada A 3 B 3 C 3 sehingga tidak diperlukan analisis multirespon. 124

Hasil level faktor optimal masing-masing respon penelitian menyarankan untuk menggunakan level tertinggi untuk setiap faktor yang dieksperimenkan. Level faktor dimaksud tidak tampak dalam orthogonal array penelitian sehingga sama sekali belum pernah dieksperimenkan. Untuk mengetahui nilai respon arus dan tegangan secara riil maka selanjutnya perlu dilakukan langkah eksperimen konfirmasi. Berdasarkan hasil eksperimen konfirmasi tersebut maka selanjutnya dapat diketahui apakah kombinasi level faktor optimal (menggunakan pemantul v- trough) mampu meningkatkan nilai arus dan tegangan sel surya melebihi kondisi tanpa menggunakan menggunakan pemantul. 5.3 Perbandingan Kondisi Optimal dengan Kondisi Normal Penggunaan pemantul akan meningkatkan intensitas cahaya yang jatuh pada sel surya melebihi kondisi normal satu matahari yang merupakan STC (Standart Test Condition). Standart Test Condition adalah kondisi pengujian sel surya pada penyinaran sebesar 1000W/m 2 (satu matahari) sesuai standar pembuatnya (Luque dan Hegedus, 2003). Dalam penelitian ini digunakan sumber cahaya berupa lampu halogen daya 500W sebagai pengganti cahaya matahari sehingga untuk pengujian dengan pemantul v-trough akan meningkatkan perolehan intensitas cahaya sel surya melebihi penyinaran lampu 500W. Nilai tegangan dan arus sel surya tertinggi dalam eksperimen pemantul v- trough dicapai pada kombinasi A 3 B 3 C 3 yaitu sudut α 65, tinggi pemantul 15 cm, warna pemantul merah. Kondisi dimana luaran tegangan dan arus sel surya mencapai nilai tertinggi pada eksperimen menggunakan pemantul v-trough 125

merupakan kondisi optimal eksperimen, sedang kondisi normal merupakan kondisi luaran sel surya diukur saat eksperimen tanpa menggunakan pemantul. Keduanya dibandingkan dengan cara melakukan uji beda untuk mengetahui apakah penggunaan pemantul pada level faktor optimal mampu meningkatkan luaran melebihi kondisi normal. Karakateristik kualitas masing-masing respon penelitian menggunakan jenis yang sama yaitu LTB dengan demikian untuk membandingkan antara kondisi optimal (menggunakan pemantul v-trough) dengan normal (tanpa pemantul v-trough) perlu dilakukan uji beda satu sisi. Langkah uji beda satu sisi dilaksanakan untuk mengetahui apakah µ 2 (rata-rata nilai respon menggunakan pemantul) lebih besar dari µ 1 (rata-rata nilai respon tanpa pemantul) atau dengan kata lain! "#! $ >0 5.3.1 Uji beda Berdasarkan hasil perhitungan uji beda antara kondisi optimal dengan kondisi normal pada Tabel 4.10 dapat dilihat adanya perbedaan. Hasil perhitungan uji beda untuk arus sel surya menunjukkan bahwa, nilai P yang diperoleh adalah 0,000, jauh lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 yang digunakan, artinya secara statistik terdapat kenaikkan nilai rata-rata arus sel surya pada kondisi optimal dibanding dengan kondisi normal. Hasil uji beda Tabel 4.12 untuk respon tegangan diperoleh nilai P sebesar 0,03, lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, artinya secara statistik terdapat kenaikkan nilai rata-rata tegangan sel surya pada kondisi optimal dibanding dengan kondisi normal. Perbandingan nilai rata-rata 126

hasil uji kedua respon antara kondisi optimal dengan kondisi normal yang ditunjukkan Tabel 4.9 dan 4.11 menghasilkan peningkatan rata-rata tegangan dan arus sel sebesar 1,48% dan 20.88%. 5.3.2 Perhitungan biaya Biaya pada kondisi usulan jelas lebih mahal Rp2.680,00 dibanding kondisi normal, namun demikian kondisi usulan menghasilkan biaya listrik / mw lebih rendah sebesar Rp384,76 dibandingkan kondisi normal Rp460,11. Penghematan biaya listrik / mw sel surya pada pemasangan awal sebesar Rp75,35 dapat diperoleh karena untuk luasan sel surya sama dihasilkan tegangan dan arus sel surya yang lebih tinggi sementara biaya awal pemasangan dapat ditekan rendah oleh penggunaan bahan pemantul dan struktur rangka penyangga yang murah. Setelah pemakaian daya sel surya sebesar 35,57 mw maka, penambahan biaya Rp2.680,00 akibat penggunaan v-trough dapat dikembalikan karena diperoleh keuntungan oleh adanya penghematan biaya sebesar Rp2.860,2. Berdasarkan data-data tersebut, kondisi optimal jelas memberikan solusi lebih baik daripada kondisi normal karena didapatkan peningkatan luaran arus dan tegangan sel surya sementara biaya / mw pada pemasangan awal dapat diturunkan. 5.4 Perbandingan Kondisi Lapangan dengan Kondisi Laboratorium Hasil pengujian kondisi lapangan menggunakan sumber cahaya matahari akan dibandingkan dengan kondisi uji laboratorium yang menggunakan sumber lampu halogen dengan tujuan mengetahui apakah kondisi lapangan menghasilkan rata-rata nilai tegangan dan arus sel surya berbeda dengan kondisi laboratorium. 127

5.4.1 Uji beda Berdasarkan hasil perhitungan uji beda antara kondisi uji lapangan dengan kondisi laboratorium Tabel 4.16 dapat dilihat adanya perbedaan. Hasil perhitungan uji beda untuk arus sel surya menunjukkan bahwa, nilai P yang diperoleh adalah 0,000, jauh lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 yang digunakan, artinya secara statistik terdapat cukup bukti bahwa nilai rata-rata arus kondisi uji lapangan pada kombinasi level faktor optimal berbeda dengan uji laboratorium. Hasil uji beda Tabel 4.18 untuk respon tegangan diperoleh nilai P sebesar 0,004, lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, artinya secara statistik terdapat cukup bukti bahwa rata-rata tegangan kondisi uji lapangan pada kombinasi level faktor optimal berbeda dengan uji laboratorium. Perbandingan nilai rata-rata hasil uji kedua respon antara kondisi uji lapangan dengan kondisi uji laboratorium yang ditunjukkan Tabel 4.15 dan 4.17 menghasilkan peningkatan rata-rata arus sel sebesar 148,5% dan penurunan tegangan sel 1,09%. Peningkatan arus sel surya kondisi uji lapangan terjadi karena intensitas cahaya matahari jauh lebih besar dibandingkan dengan intensitas cahaya lampu halogen. Pada kondisi uji laboratorium intensitas cahaya halogen menghasilkan ±5500 lux sedangkan uji lapangan matahari menghasilkan intensitas cahaya lebih dari 54612 lux. Peningkatan arus yang terjadi juga sesuai dengan asumsi intensitas cahaya lampu halogen 5% intensitas cahaya matahari. Kondisi ini membuktikan pernyataan bahwa terdapat hubungan linier antara intensitas cahaya terhadap nilai 128

luaran sel surya, bahwa semakin tinggi intensitas maka semakin maksimal luaran arus dan tegangannya (Pepple et al., 2009) sesuai yang ditunjukkan Gambar 5.1 dan 5.2. Peningkatan intensitas cahaya dan suhu lingkungan pada uji lapangan menyebabkan kenaikan suhu sel surya sehingga meningkatkan batasan panjang gelombang cahaya yang mampu dikonversi sel surya yang akhirnya akan meningkatkan arus sel (Yates, 2003). Penelitian Shaltout, 2000 menunjukkan bahwa peningkatan suhu sel akan menggeser spectral response sel surya mendekati area infra merah sehingga arus sel surya meningkat karena mendekati spectral response sel polycrystalline. Kondisi uji lapangan menunjukkan kelembapan udara yang lebih rendah yaitu pada 27 RH sehingga menyebabkan tidak banyak cahaya matahari yang terserap oleh kandungan air dalam udara sehingga intensitas cahaya menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pepple et al., 2009 yaitu tingkat kelembapan rendah berarti kandungan air dalam udara rendah sehingga intensitas cahaya tinggi dan akhirnya menaikkan produksi arus sel surya. Peningkatan suhu sel saat uji lapangan memiliki efek samping berupa penurunan nilai tegangan sel, sesuai yang ditunjukkan pada Tabel 4.17 dimana rata-rata nilai tegangan sel surya turun dari 8,25 V menjadi 8,16 V. Sesuai teori peningkatan suhu sel menyebabkan tegangan bandgap berkurang sehingga terdapat lebih banyak elektron dalam pita konduksi yang akhirnya meningkatkan dark current. Peningkatan dark current akan menurunkan tegangan sel (Yates, 2003). Penurunan tegangan akan menurunkan daya sel karena daya sel merupakan perkalian antara tegangan dan arus sel surya. Efek penurunan daya pada saat 129

terjadi peningkatan suhu sel juga terjadi pada penelitian Radziemska, 2003 yang menunjukkan penurunan daya sel surya jenis silikon sebesar 0,65%K -1. Penelitian Pepple at al., 2009 menyatakan bahwa penurunan kelembapan realtif mengindikasikan terjadinya peningkatan tegangan sel, namun demikian karena suhu lingkungan dan intensitas cahaya uji lapangan lebih tinggi daripada uji laboratorium maka mendorong terjadinya peningkatan suhu sel surya sehingga pada akhirnya tegangan sel turun menjadi 8,16 V. Hal ini sesuai pernyataan bahwa peningkatan intensitas cahaya (diikuti suhu lingkungan) akan meningkatkan suhu sel surya yang akhirnya dapat menurunkan tegangan sel (Luque dan Hegedus, 2003). 5.4.2 Perhitungan biaya Uji lapangan menghasilkan biaya listrik / mw kondisi usulan lebih rendah sebesar Rp156,56 dibandingkan kondisi normal Rp186,79 dengan penghematan biaya listrik / mw sel surya pada pemasangan awal sebesar Rp30,23. Setelah pemakaian daya sel surya sebesar 88,65 mw maka, penambahan biaya Rp2.680,00 akibat penggunaan v-trough dapat dikembalikan karena diperoleh keuntungan oleh adanya penghematan biaya sebesar Rp2.680,00. Penghematan biaya listrik / mw yang lebih rendah pada kondisi lapangan dibanding kondisi uji laboratorium dapat terjadi karena nilai rata-rata tegangan sel surya uji lapangan justru lebih rendah dari uji laboratorium. Penurunan tegangan ini terjadi karena suhu lingkungan dan intensitas cahaya pada uji lapangan lebih tinggi dari pada saat uji laboratorium. Hal ini sesuai pernyataan bahwa peningkatan intensitas cahaya (diikuti suhu lingkungan) akan meningkatkan suhu sel surya yang 130

akhirnya dapat menurunkan tegangan sel (Luque dan Hegedus, 2003). Berdasarkan data penelitian yang diperoleh terlihat bahwa daya sel surya kondisi optimal pada uji lapangan lebih tinggi dari daya sel surya kondisi optimal uji laboratorium sehingga memperkuat kebenaran asumsi intensitas cahaya yang dibuat. 131