BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA KAPASITAS BUKAAN MEDIAN (U-TURN)

TUGAS AKHIR. ANALISA KAPASITAS BUKAAN MEDIAN (u-turn) (STUDI KASUS : JL. A. H. NASUTION depan TRIGUNADHARMA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbagi. Operasional fasilitas putaran balik seringkali menimbulkan hambatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Sistem jaringan jalan terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu ruas (link) dan persimpangan (node).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KINERJA LALU LINTAS PERSIMPANGAN LENGAN EMPAT BERSIGNAL (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN JALAN WALANDA MARAMIS MANADO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Tipikal Simpang Bersinyal dan Sistem Pengaturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBUTUHAN FASILITAS PENYEBERANGAN PADA RUAS JALAN PIERE TENDEAN UNTUK SEGMEN RUAS JALAN DEPAN IT CENTRE KOTA MANADO BERDASARKAN GAP KRITIS

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas di dalamnya. Menurut Hobbs (1995), persimpangan jalan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBUTUHAN FASILITAS PENYEBERANGAN JALAN BERDASARKAN GAP KRITIS PADA RUAS JALAN WOLTER MONGINSIDI DEPAN FRESHMART BAHU MALL MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995).

2. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada persimpangan jalan.

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR TRANSPORTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

Rekayasa Lalu Lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL BERHIMPIT (STUDI KASUS SIMPANG DR. RAJIMAN LAWEYAN, SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TNJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) karakteristik geometrik

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

(flow rate) yang digunakan untuk menghitung kapasitas potensial, panjang

ANALISIS PENGARUH KINERJA LALU-LINTAS TERHADAP PEMASANGAN TRAFFIC LIGHT PADA SIMPANG TIGA (STUDI KASUS SIMPANG KKA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Persimpangan. Persimpangan adalah simpul jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 5.1. Geometrik Tinjauan Titik I Lokasi Penelitian.

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

BAB III LANDASAN TEORI. pada Gambar 3.1 di bawah ini. Terdapat lima langkah utama yang meliputi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan lalu lintas adalah dengan membangun median. Median sebagai

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI PENERAPAN BELOK KIRI LANGSUNG PADA SINMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS SIMPANG TIGA SUPRIYADI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan satu dengan kendaraan lainnya ataupun dengan pejalan kaki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jaringan Jalan. B. Simpang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki

DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN SAKURA MART TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI KOTA AMURANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan pengaturan menggunakan lampu lalulintas. Pengaturan dengan

BAB III METODOLOGI 3.1. PENDAHULUAN

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.1, November 2012 (16-21)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG CILEUNYI TANPA DAN DENGAN FLYOVER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Polantas Cunda dan Simpang Selat Malaka Kota Lhokseumawe)

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENDAHULUAN Banyak fasilitas lalu lintas yang disediakan untuk membuat aktivitas di jalan raya aman dan nyaman. Salah satu contohnya adalah median. Median jalan didefinisikan sebagai bagian jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan dengan bentuk memanjang sejajar jalan, terletak di tengah jalan. Median sendiri memiliki banyak fungsi selain untuk menjadi pemisah arus lalu lintas yang berlawanan. Seperti yang terdapat dalam Pedoman Jalan Perkotaan (2004) median jalan terbagi dalam 2 tipikal; tipikal median yang ditinggikan dan tipikal median yang diturunkan. Gbr.2.1. Median yang diturunkan Gbr.2.2. Median yang ditinggikan Adapun beberapa fungsi median adalah sebagai berikut : - Memisahkan dua aliran lalu lintas yag berlawanan arah

- Mencegah kendaraan belok kanan - Lapak tunggu penyebrang jalan - Penempatan fasilitas pendukung jalan Jalan dua arah dengan empat lajur harus dilengkapi dengan median. Banyak lagi aturan yang mengatur bagaimana median jalan disediakan dan dirancang pada badan jalan. Median memegang peranan yang cukup penting untuk keamanan berlalu lintas. Median jalan dalam fungsinya dikembangkan lagi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan fasilitas lalu lintas. Salah satu pergerakan pengguna jalan yang membutuhkan fasilitas median adalah pergerakan memutar balik (u-turn). Putaran balik adalah gerak lalu lintas kendaraan untuk berputar kembali atau berbelok 180. Seringkali kendaraan harus menunggu di lampu merah atau mengambil jalur yang lebih jauh untuk melakukan putaran balik. Untuk memfasilitasi kebutuhan tersebut maka dirancanglah bukaan pada median. 2.1.a. Dasar Umum Rancangan Ketentuan umum dalam perencanaan lokasi putaran balik harus memperhatikan asperk-aspek geometri jalan dan lalu lintas, yaitu : 1) Fungsi jalan 2) klasifikasi jalan 3) lebar jalan 4) lebar lajur jalan 5) lebar bahu jalan 6) volume lalu lintas 7) jumlah kendaraan memutar per menit Putaran balik diizinkan pada lokasi yang memiliki lebar jalan yang cukup untuk kendaraan melakukan gerakan memutar tanpa adanya pelanggaran/kerusakan pada bagian luar

perkerasan. Bukaan median direncanakan agara kendaraan dapat melakukan gerakan putaran balik pada tipe jalan terbagi serta mengakomodasi gerakan memotong dan belok kanan. 2.1.b. Bukaan Median untuk Putaran Balik Bukaan median untuk putaran balik (Bina Marga, 2005) dapat dilakukan pada lokasi-lokasi berikut : a. lokasi di antara persimpangan untuk mengakomodasi gerakan putaran balik yang tidak disediakan di persimpangan b. lokasi di dekat persimpangan untuk mengakomodasikan gerakan putaran balik yang akan mempengaruhi gerakan menerus dan gerakan belok di persimpangan. Putaran balik dapat direncanakan pada median yang cukup lebar pada pendekat jalan yng memiliki sedikit bukaan. c. Lokasi dimana terdapat aktifitas umum penting seperti; rumah sakit atau aktifitas yang berhubungan dengan kegiatan jalan. d. Lokasi pada jalan tanpa kontrol, merupakan akses dimana bukaan median pada jarak yang optimum disediakan untuk melayani pengembangan daerah tepinya dan meminimumkan tekanan untuk bukaan median didepannya. NCHRP 524 (Safety of U-turn at Unsignalized Median Opening, 2004) merekomendasikan beberapa tipe bukaan median seperti : Gambar 2.3. Bukaan median tanpa penambahan jalur Gambar 2.4. Bukaan median dengan penambahan jalur

Gambar 2.5. Bukaan median dengan lajur tambahan dan lajur khusus Gambar 2.6. Bukaan median dengan tambahan pulau 2.1.c. Rancangan Median Lebar median ideal adalah lebar median yang diperlukan oleh kendaraan dalam melakukan gerakan putar balik dari lajur yang paling dalam ke lajur yang paling luar. Pada putaran balik langsung terdapat 3 jenis gerakan memutar, yaitu : - Gerakan memutar dari lajur dalam ke lajur dalam pada arus berlawanan - Gerakan memutar dari lajur luar pada arus berlawanan - Gerakan memutar dari lajur dalam ke bahu jalan pada arus berlawanan Kebutuhan lebar median ideal sebuah putaran balik adalah spesifikasi kendaraan rencana dan radius putarnya. Dalam hal ini acuannya adalah Pedoman Perencanaan Putaran Balik Bina Marga 2005 seperti di bawah ini : Tabel 2.1. Jenis putaran (gerakan putar balik dari lajur dalam ke lajur dalam arus lawan) Lebar lajur (m) kecil Sedang besar Panjang kendaraan rencana 5,8 m 12,1 m 21 m

Lebar median ideal (M) 3,5 8,0 18,5 20 3 8,5 19,0 21 2,75 9,0 19,5 21,5 Tabel 2.2. Jenis putaran (gerakan memutar dari Lebar kecil Sedang besar lajur dalam ke lajur kedua arus lawan) lajur (m) Panjang kendaraan rencana 5,8 m 12,1 m 21 m Lebar median ideal (M) 3,5 4,0 14,5 15,5 3 4,5 15,5 17,0 2,75 5,0 16,0 18 Tabel 2.3. Jenis putaran (gerakan memutar dari lajur dalam ke bahu jalan arus lawan) Lebar lajur (m) kecil Sedang besar Panjang kendaraan rencana 5,8 m 12,1 m 21 m Lebar median ideal (M) 3,5 0,5 11 12 3 1,5 12,5 14 2,75 2 13 15

Tabel 2.4. Jenis putaran (gerakan memutar dari Lebar kecil Sedang besar lajur dalam ke lajur dalam arus lawan dengan lajur khusus) lajur (m) Panjang kendaraan rencana 5,8 m 12,1 m 21 m Lebar median ideal (M) 3,5 4,0 14,5 15,5 3 4,5 15,5 17,0 2,75 5,0 16,0 18 Tabel 2.5. Jenis putaran (gerakan memutar dari Lebar kecil Sedang besar lajur dalam ke lajur ke dua arus lawan dengan lajur khusus) lajur (m) Panjang kendaraan rencana 5,8 m 12,1 m 21 m Lebar median ideal (M) 3,5 4,0 14,5 15,5 3 4,5 15,5 17,0 2,75 5,0 16,0 18

Tabel 2.6. Jenis putaran (gerakan memutar dari Lebar kecil Sedang besar lajur dalam ke bahu jalan arus lawan dengan lajur khusus) lajur (m) Panjang kendaraan rencana 5,8 m 12,1 m 21 m Lebar median ideal (M) 3,5 4,0 14,5 15,5 3 4,5 15,5 17,0 2,75 5,0 16,0 18 2.1.d. Putaran Balik di Persimpangan Bersinyal Putaran balik di persimpangan bersinyal dapat direncanakan pada lajur 4 lajur 2 arah terbagi harus dilakukan penambahan lajur khusus seperti diisyaratkan pada gambar berikut. Gambar 2.7. Putaran balik di Simpang Bersinyal Untuk perencanaan putaran balik sebelum simpang bersinyal harus dilakukan mengacu pada studi persimpangan bersinyal agar didapatkan nilai panjang antrian antar siklus.

Gambar 2.8. Putaran Balik sebelum Simpang Bersinyal Guna tetap mempertahankan tingkat pelayanan jalan secara keseluruhan pada daerah perputaran balik arah, secara proporsional kapasitas jalan yang terganggu akibat sejumlah arus lalu-lintas yang melakukan gerakan putar arah (u-turn) perlu diperhitungkan. Fasilitas median yang merupakan area pemisahan antara kendaraan arus lurus dan kendaraan arus balik arah perlu disesuaikan dengan kondisi arus lalu-lintas, kondisi geometrik jalan dan komposisi arus lalu-lintas. Adapun tahapan pegerakan U-turn adalah sebagai berikut (Agah, 2007) : Gambar 2.9. Gerak Arus Berputar Arah Sumber: Heddy R. Agah, 2007 a. Tahap pertama, kendaraan yang melakukan gerakan balik arah akan mengurangi kecepatan dan akan berada pada jalur paling kanan. Perlambatan arus lalu-lintas yang terjadi sesuai teori car following mengakibatkan terjadinya antrian yang ditandai dengan panjang antrian, waktu tundaan dan gelombang kejut. b. Tahap kedua, saat kendaraan melakukan gerakan berputar menuju ke jalur berlawanan, dipengaruhi oleh jenis kendaraan (kemampuan manuver, dan radius putar). Manuver kendaraan berpengaruh terhadap lebar median dan gangguannya kepada kedua arah (searah dan berlawanan arah). Lebar lajur berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas jalan

untuk kedua arah. Apabila jumlah kendaraan berputar cukup besar, lajur penampung perlu disediakan untuk mengurangi dampak terhadap aktivitas kendaraan di belakangnya. c. Tahap ketiga, adalah gerakan balik arah kendaraan, sehingga perlu diperhatikan kondisi arus lalu-lintas arah berlawanan. Terjadi interaksi antara kendaraan balik arah dan kendaraan gerakan lurus pada arah yang berlawanan, dan penyatuan dengan arus lawan arah untuk memasuki jalur yang sama. Pada kondisi ini yang terpenting adalah penetapan pengendara sehingga gerakan menyatu dengan arus utama tersedia. Artinya, pengendara harus dapat mempertimbangkan adanya senjang jarak antara dua kendaraan pada arah arus utama sehingga kendaraan dapat dengan aman menyatu dengan arus utama (gap acceptance), dan fenomena merging dan weaving. Pada tahap pertama dan ketiga parameter analisis adalah senjang waktu antar kendaraan pada suatu arus lalu lintas, senjang jarak, gap, dan time + space gap. Untuk itu perlu diperhitungkan frekuensi kedatangan dan critical gap. Pada tahap satu karena ada gerakan membelok kendaraan, arus utama searah akan terpengaruhi perlambatan arus dan ini mempengaruhi kapasitas jalan. Dengan demikian perlu diperhitungkan kecepatan arus bebas dan kapasitas aktualnya. 2.2. TEORI GAP ACCEPTANCE Penjelasan Heddy Agah (2007) tentang bagaimana proses pergerakkan memutar kendaraan menunjukkan bagaimana rumitnya proses yang harus dilalui pengendara. Agah juga mengatakan penting untuk memperhitungkan kapasitas dari bukaan median sebagai putaran balik untuk mengetahui bagaimana kinerja bukaan median tersebut. Banyak peneliti yang sudah melakukan penelitian terhadap kapasitas bukaan median. Penelitian terdahulu tersebut mengikuti konsep teori gap acceptance. Teori tersebut banyak dijumpai pada simpang tidak bersinyal atau bisa dikatakan simpang prioritas. Teori inipun sudah diakui

banyak peneliti untuk menghitung nilai kapasitas bukaan median sebagai putaran balik. Di Indonesia sendiri sudah diatur di dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahap untuk menghitung nilai kapasitas simpang tak bersinyal. Hanya dalam MKJI untuk menghitung nilai kapasitas simpang tak bersinyal mengacu pada kondisi geometrik jalan, bukan dengan teori gap acceptance. MKJI beranggapan bahwa perilaku pengendara di Indonesia tidak seperti pengendara di luar negeri sehingga sulit untuk menggunakan teori tersebut untuk perhitungan. Gerakan kendaraan memutar tidak termasuk dalam perhitungan MKJI. Sedangkan pergerakan memutar jauh lebih kompleks dibanding dengan pergerakan pada simpang tak bersinyal. Teori gap acceptance berdasar pada konsep bagaimana sebuah kendaraan yang akan melakukan gerakan menyebrang atau menyatu pada arus utama menunggu untuk gap yang memenuhi kebutuhan pengendara. Teori ini berkaitan dengan perilaku pengendara. Untuk menghitung kapasitas bukaan median, penelitian sebelumnya menyamakan pergerakan memutar kendaraan dengan gerakan kendaraan pada Two-Way Stop-Controlled (TWSC). Tata cara perhitungan simpang TWSC terdapat dalam HCM 2000 bab 10. Gap Acceptance juga adalah salah satu komponen yang paling penting dalam karakteristik lalulintas mikroskopik. Teori Gap Acceptance umum digunakan berdasarkan pada konsep mendefinisikan batas pengemudi yang dapat memanfaatkan gap dari ukuran atau durasi tertentu (Mathew,2013). Gap Acceptance adalah kesenjangan minimum yang diperlukan untuk menyelesaikan perubahan/perpindahan jalur dengan aman. Oleh karena itu, model Gap Acceptance dapat membantu menjelaskan bagaimana seorang pengemudi memutuskan untuk memutar atau tidak (Al-Suleiman, 2013). Konsep Gap Acceptance banyak digunakan untuk menentukan nilai kapasitas, tundaan, dan tingkat pelayanan berbagai fasilitas transportasi. Teori tersebut juga digunakan untu mengevaluasi lokasi berpotensi bahaya pada simpang tak bersinyal, putaran balik, ramp merging point, dan sebagainya. Teori

gap acceptance memiliki dua parameter utama yaitu critical gap dan follow-up time (TRB, 2000). 2.2.a. Pengertian Critical Gap Critical gap (gap kritis) didefinisikan sebagai panjang interval waktu minimum yang membolehkan suatu kendaraan jalan minor masuk ke persimpangan (HCM 1994). Brilon et al (1997) mendefinisikan critical gap sebagai waktu gap minimum yang siap diambil kendaraan pada arus minor untuk menyebrang atau bergabung ke arus utama/mayor. Gap kritis adalah salah satu variabel yang penting dalam teori gap acceptance. Untuk mengestimasi nilai gap kritis banyak metode yang sudah dikembangkan, salah satu penelitian terhadap metode mencari nilai gap kritis adalah yang dilakukan Brilon et al (1997). dalam penelitiannya, Brilon membagi dalam 2 kedaan yaitu pada saat arus jenuh dan arus tidak jenuh. Hal inipun terdapat disemua penelitian tentang gap kritis. Arus jenuh yang dimaksud adalah keadaan dimana ada lebih dari 1 kendaraan yang memanfaatkan satu gap yang tersedia di arus mayor. Dan untuk arus tidak jenuh adalah dimana hanya ada 1 kendaraan yang menggunakan satu gap yang disediakan arus mayor. Sebuah kendaraan bisa menolak lebih dari satu waktu gap, tetapi hanya bisa menerima 1 nilai gap yang dianggap aman. Terdapat banyak metode dalam menentukan nilai critical gap. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : a. Metode Raff & Hart (1950) Gambar 2.10. Grafik critical gap metode Raff&Hart

Raff & Hart (1950) mengatakan dalam penelitiannya bahwa nilai criticap gap adalah sebagai gap yang mempunyai jumlah penolakan (> t) = jumlah penerimaan (< t). Analisa gap kritis diperoleh dalam penelitian ini menggunakan metode grafis. Data yang diplotkan merupakan data gap ditolak dan gap diterima. Salter (1974) dalam bukunya juga menggunakan metode ini dalam mengestimasi nilai critical gap. b. Maximum Likelihood Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa kendaraan pada arus minor akan menolak setiap gap yang lebih kecil dari nilai gap kritis. Dengan asumsi seperti ini maka distribusi nilai gap kritis akan ada diantara nilai gap diterima dan nilai gap terbesar yang ditolak oleh sebuah kendaraan. Dalam metode ini data gap yang ada mengikuti distribusi lognormal. Gbr.2.11. Grafik Maximum Likelihood c. Ashworth Metode ini mengasumsikan distribusi kedatangan arus mayor mengikuti distribusi eksponensial, dan sebaran gap untuk kendaraan minor mengikuti distribusi normal. Persamaan untuk metode ini adalah :

2 tt cc = µ aa pp. σσ aa Dimana p = volume kendaraan arus mayor; σσ aa = standar deviasi gap; μμ aa = rata-rata gap yang diterima arus minor. d. Greenshields Metode Greenshields menggunakan histogram yang mempresentasikan total jumlah gap yang diterima dan ditolak pada setiap interval gap. Sumbu vertikal positif histogram menggambarkan jumlah gap yang diterima sedangkan sumbu vertikan negatif menggambarkan jumlah gap yang ditolak. Nilai gap kritis diidentifikasikan sebagai rata-rata gap yang memepunya jumalah yang sama antara gap yang diterima dan gap yang ditolak. Gbr.2.12. Histogram metode Greenshield e. Michael P. Taylor&A.Aldian Dalam penelitiannya yang berjudul Selecting Prioriry Junction Traffic Models To Determine U-turn Capacity at Median Opening(2011), mereka mencari nilai gap kritis dengan mencari nilai rata-rata dari data gap yang diterima arus minor. Dimana data gap yang diterima mengikuti distribusi lognormal, dan tidak semua data yang digunakan untuk menghitung nilai rata-rata dari gap. Metode inilah yang akan dipakai dalam penelitian ini untuk mencari nilai gap kritis pada arus tidak jenuh.

Gbr.2.13. Diagram lognormal Michael&Aldian 2.2.b. Pengertian Follow Up Time Follow up time (tf) adalah rentang waktu antara kedatangan satu kendaraan dan kedatangan kendaraan lainnya dalam kondisi antrean yang kontinu (Brilon, Troutbeck, Koenig, 1997). Gbr.2.14. Ilustrasi waktu follow-up Follow-up terjadi karena ada 2 kendaraan atau lebih yang mengantri untuk menunggu gap yang aman untuk bergerak. Maka dapat dikatakan follow-up dapat terjadi pada dua kendaraan yang memanfaatkan satu nilai gap yang tersedia pada arus mayor. Siegloch dalam penelitiannya mengembangkan konsep untuk kondisi arus jenuh seperti ini. Beliau

mengembangkan metode regresi untuk menentukan nilai gap kritis sekaligus nilai follow-up dan parameter waktu awal, dan selanjutnya dikembangkan untuk mencari nilai kapasitas putaran balik. Rumusan nilai gap kritis dan follow-up yang dikembangkan Siegloch adalah : tt cc = tt 0 + 0,5tt ff dimana tt cc = gap kritis; tt 0 = parameter nol; tt ff = waktu follow-up tf Gambar 2.15. Parameter gap acceptance metode regresi Nilai follow-up dalam metode ini diperoleh dari slope garis regresi. Metode kedua yang juga digunakan untuk mencari nilai waktu follow-up yang dikembangkan dalam penelitian Taylor&Aldian adalah dengan menggunakan cara yang sama dengan mencari nilai gap kritis. Dan metode ini digunakan dalam penelitian ini. Metode dengan mencari nilai rata-rata dari data nilai waktu follow-up kendaraan yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan. 2.3. KAPASITAS PUTARAN BALIK Kapasitas jalan adalah volume kendaraan maksimum yang dapat melewati jalan per satuan waktu dalam kondisi tertentu. Besarnya kapasitas jalan tergantung khususnya pada

lebar jalan dan gangguan terhadap arus lalulintas yang melalui jalan tersebut. Kapasitas didefinisikan sebagai tingkat arus maksimum dimana kendaraan dapat diharapkan untuk melalui suatu potongan jalan pada periode waktu tertentu untuk kondisi lajur atau jalan, lalulintas, pengendalian lalulintas dan kondisi cuaca yang berlaku. (Edward K. Morlok, 1998). Kapasitas bukaan median sebagai putaran balik dimaksudkan untuk mengetahui berapa jumlah kendaraan yang mampu melakukan putaran balik persatuan waktu. Model yang digunakan adalah rumus kapasitas yang dikembangkan oleh Siegloch. Persamaan keduanya ditunjukkan seperti di bawah ini: CC = 3600 tt ff ee qq 3600 (tttt 0,5tttt) dimana ; CC = kkkkkkkkkkkkkkkkkk uu tttttttt (ssssss/jjjjjj) qq = aaaaaaaa llllllll llllllllllll jjjjjjjjjjjj llllllllll (ssssss/jjjjjj) tt cc = cccccccccccccccc gggggg (detik) tt ff = ffffffffffff uuuu tttttttt (ddddddiiii) 2.4. TINGKAT PELAYANAN Untuk menilai sebuah performa sebuah jalan pada simpang tak bersinyal, HCM 2000 menggunakan nilai kapasitas dan nilai tundaan. Hal ini dikembangkan lagi pada penelitian yang dilakukan di Finlandia. Dalam penelitian tersebut terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mengukur tingkat pelayanan jalan. Adapun beberapa dari metode yang ada adalah mengukur tingkat pelayanan jalan dengan nilai kapasitas simpang tak bersinyal tersebut. Nilai tingkat pelayanan berdasarkan nilai kapasitas yang tersedia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.7. Tingkat Pelayanan Simpang Tak Bersinyal Tingkat pelayanan Kapasitas yang tersedia (kend/jam) A >400 B 300-399 C 200-299 D 100-199 E 0-99 Tingkat pelayanan jalan juga bisa diukur berdasarkan nilai derajat kejenuhan (D/C ratio). Adapun nilai tingkat pelayanannya seperti di bawah ini: Tabel 2.8. Tingkat Pelayanan Berdasarkan D/C Tingkat pelayanan D/C ratio Good 0.00-0.50 Fair 0.50-0.70 Tolerable 0.70-0.85 Bad 0.85-1.00 Very Bad 1.00- Metode yang dikembangkan Finlandia ini juga menggambarkan nilai tingkat pelayanan jalan dapat diperoleh dari memplot nilai arus kendaraan minor dengan nilai kapasitas arus minor jalan.

Gbr.2.16. Diagram Tingkat Pelayanan Jalan HCM 2000 mengatur pada bab 17 tentang simpang TWSC, bahwa sebuah simpang yang memiliki nilai tingkat pelayanan F terjadi bila tidak ada gap yang cukup untuk kendaraan pada arus minor untuk melakukan penyebrangan atau ingin menyatu pada arus minor. HCM 2000 juga menyimpulkan sebuah nilai tingkat pelayanan bernilai F bila kapasitas yang terjadi adalah 85 kendaraan/jam. HCM juga mengatur bahwa nilai tingkat pelayanan sebuah simpang TWSC dapat diukur dari nilai tundaan kendaraan pada arus minor jalan tersebut. Dalam penelitian ini untuk melengkapi analisa tentang kapasitas bukaan median sebagai putaran balik digunakan metode D/C ratio atau derajat kejenuhan untuk melihat nilai tingkat pelayanan putaran balik tersebut. Derajat kejenuhan (DS) menurut MKJI 1997, didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukan bahwa segmen jalan yang ditinjau mengalami permasalahan atau tidak. Untuk menghitung nilai derajat kejenuhan digunakan rumus :

DD SS = QQ CC dimana; Ds = derajat kejenuhan Q = arus lalu lintas (smp/jam) C = kapasitas jalan (smp/jam) 2.6. PENELITIAN TERDAHULU : Beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut 1. Selecting Prioriry Junction Traffic Models To Determine U-turn Capacity at Median Opening A. Aldian & Michael A. P. Taylor Penelitian ini membahas tentang pemilihan metode yang tepat unutk menentukan nilai kapasitas bukaan median sebagai putaran balik (u-turn). Beberapa metode dibandingkan dalam menentukan nilai kapasitas bukaan median. Beberapa metode yang diperbandingkan dalam penelitian ini adalah metode Tanner, metode Siegloch, dan metode random Platoon Tanner. Dalam penelitian ini tidak membahas bagaimana metode yang tepat yang digunakan mengestimasi nilai gap kritis dan follow-up. Pada kesimpulannya mereka mengatakan bahwa metode yang paling cocok untuk menentukan nilai kapasitas bukaan median adalah metode random platoon Tanner. 2. Effect of Waiting Time on the Gap Acceptance Behavior of U-turning Vehicles at Midblock Median Openings Thakonlaphat J. & Kazushi S. Dalam penelitian ini dibahas bagaimana hubungan antara waktu tunggu yang dialami kendaraan pada bukaan median terhadap gap yang diterimanya. Dalam penelitian ini juga disertakan metode yang digunakan untuk menentukan nilai gap kritis dan waktu follow-

up, juga nilai kapasitas yang terjadi pada bukaan median di lokasi. Metode yang digunakan untuk menghitung nilai kapasitas adalah metode Siegloch yaitu metode regresi. Kesimpulan penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin lama sebuah kendaraan menunggu sebuah gap akan membuat pengendara semakin frustasi untuk mengambil gap semakin kecil. 3. Kebutuhan Fasilitas Penyeberangan Pada Ruas Jalan Piere Tendean Untuk Segmen Ruas Jalan Depan IT Centre Kota Manado Berdasarkan Gap Kritis Amelia umboh Penelitian ini membahas tentang peluang dan kesempatan penyeberang jalan di kota Manado sehubungan dengan gap yang tersedia oleh pengendara di ruas jalan lokasi. Dalam penelitian ini dijabarkan beberapa metode untuk menentukan nilai gap kritis. Beberapa metode yang dijelaskan dalam penelitian ini diantaranya metode Raff, metode Greenshield, dan metode Acceptance curve. Beberapa metode ini digunakan sebagai bahan tinjauan pustaka untuk penelitian ini. 4. Capacity Of U-Turn At Median Opening Hashem Al Masaeid Masaeid dalam penelitiannya membandingkan metode empiris dengan metode gap acceptance untuk menghitung nilai kapasitas putaran balik. Penelitian ini dilakukan di tujuh lokasi bukaan median. Metode empiris yang dimaksud dalam metode ini adalah dengan menggunakan metode regresi untuk mencari hubungan antara variabel yang mempengaruhi nilai kapasitas bukaan median. Sedangkan metode gap acceptance adalah metode menghitung kapasitas dengan menggunakan nilai gap kritis dan waktu follow-up. Dalam kesimpulan penelitian ini Masaeid mengatakan bahwa metode gap acceptance adalah metode yang cocok untuk digunakan untuk mengestimasi nilai kapasitas bukaan

median sebagai putaran balik. Beliau juga mengatakan bahwa nilai kapasitas dan tundaan pada bukaan median dipengaruhi oleh arus mayor atau arus konflik. 5. Useful Estimation Procedures For Critical Gap Warner Brilon & Ralph Keonig Seperti yang tertera pada judulnya, penelitian ini membahas tentang berbagai metode untuk mengestimasi nilai gap kritis pada simpang tidak bersinyal. metode yang digunakan terbagi dalam dua kondisi, yaitu kondisi arus jenuh dan arus tidak jenuh. Untuk arus jenuh metode yang digunakan adalah metode Siegloch. Sedangkan untuk kondisi tidak jenuh digunakan banyak metode, diantaranya metode Logit, metode Raff, metode Ashworth, dan sebagainya. Hal ini digunakan sebagai bahan pustaka untuk mengetahui metode apa yang pas untuk digunakan dalam penelitian ini. 6. Gap Acceptance Behaviour At U-Turn Median Openings Case Study In Jordan Turki I. Al-Suleiman Penelitian ini menjabarkan bagaimana perilaku pengemudi terhadap konsep gap acceptance dalam berkendara. Pengamatan dilakukan dengan membedakan karakteristik pengendara berdasarkan gender dan usia. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa pengemudi yang usianya lebih muda lebih berani untuk mengambil gap yang lebih kecil. Begitu pula dengan pengemudi berjenis kelamin laki-laki juga lebih berani mengambil nilai gap yang lebih kecil dibandingkan dengan perempuan.