BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pengertian Belajar Menurut Nasution (1982 : 2) belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku kecakapan, keterampilan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan hal tersebut Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASKES SISWA SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, karena dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari sejak SD. sampai SMA bahkan perguruan tinggi.

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII PELAJARAN IPS TERPADU DI SMP N 10 PADANG JURNAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan membutuhkan waktu yang relatif panjang. Pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu. Mudah memusatkan perhatian pada suatu tema atau topik tertentu

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

I. PENDAHULUAN. berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

I. PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai bentuk simbol

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

BAB II KAJIAN TEORI. murid setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 1. anak setelah melakukan suatu kegiatan belajar. 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hamalik,1995:57) dalam ( memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu, sehingga dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi dalam diri seseorang dan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru,

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajar Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Perubahan perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. Dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain akan menyebabkan proses perubahan. Perubahan ini tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan tetapi juga kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Menurut Hamalik (2001: 29) bahwa belajar bukan suatu tujuan, tetapi belajar merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Dengan demikian seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada diri orang yang belajar akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan. Hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku, sehingga menurut Djamarah (2002: 15) belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar. 2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 4) Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara. 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Prinsip-prinsip belajar untuk melengkapi berbagai pengertian dan makna belajar, perlu dikemukakan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan belajar. Menurut Slameto (2003: 27-28) seorang guru atau calon guru perlu mengetahui prinsip-prinsip belajar yaitu prinsip-prinsip belajar yang harus dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda dan oleh setiap siswa secara individual. Beberapa prinsip belajar yang perlu diketahui berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar antara lain: 8

9 a. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional. b. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional. c. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif. d. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke subjek belajar/siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan subjek belajar merekonstruksi pengetahuannya. Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar dalam membentuk pengetahuan dan membuat makna, mencari kejelasan. Karena itu guru mempunyai peran yang penting sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu optimalisasi belajar siswa dengan cara menggunakan metode-metode mengajar yang tepat. 2.1.2. Hasil Belajar Keberhasilan seseorang dalam proses belajar mengajar atau suatu program pendidikan salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan adalah tes belajar. Jika ingin memberikan pengukuran dan penilaian terhadap hasil. Hasil belajar yang dapat ditampilkan oleh siswa, dapat menggunakan asesmen. Menurut pendapat Hamalik (2001: 34) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada orang tersebut dari tidak tahu menjadi tahu. Perubahan tingkah laku yang termasuk hasil belajar meliputi pengetahuan, emosional, pengertian konsep, keterampilan estis atau budi pekerti, dan sikap. Menurut pendapat Nana Sudjana (2011: 12) menyatakan bahwa hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional. Karena isi rumusan tujuan instruksional menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuankemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya. Belajar terdiri dari input kemudian proses (belajar) dan menghasilkan output

10 (hasil belajar) dapat dijelaskan bahwa proses (belajar) yang biasa akan menghasilkan output atau hasil belajar yang biasa pula, Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar juga akan mempengaruhi atau berdampak pada hasil belajar. Hasil belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif dan afektif yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan kognitif adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau secara logis yang biasa diukur dengan pikiran atau nalar. Kemampuan afektif adalah kawasan yang berkaitan dengan aspekaspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Berikut dijelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, menurut Slameto (2010: 14) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh. Kemudian faktor psikologis yang meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang terakhir adalah faktor kelelahan. Selain faktor intern juga terdapat faktor eksternal diantaranya adalah faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. Di samping itu, terdapat juga faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah, dan yang terakhir adalah faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang baik, dan faktor lainnya adalah alat pelajaran, dapat dijelaskan bahwa alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa karena alat pelajaran digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran dan juga digunakan siswa dalam menerima materi

11 pelajaran yang disampaikan guru selain itu juga mengingat karakteristik anak sekolah dasar yang perlu adanya benda konkret dalam memahami sesuatu juga karakteristik dari mata pelajaran matematika sendiri bahwa matematika tidak hanya mengkaji hal-hal yang konkret tetapi juga hal yang abstrak. Berdasarkan uraian tentang definisi hasil belajar, pada intinya hasil belajar merupakan dampak yang telah diperoleh dari belajar atau berinteraksi dengan lingkungan. Dampak tersebut dapat berupa perubahan tingkah laku yang pasti kearah yang positif. Jadi dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada individu yang berinteraksi dengan lingkungan (belajar) dan tingkah laku yang dimaksud merupakan perubahan ke arah positif untuk lebih memahami dengan didukung oleh faktor-faktor pendukung dalam peningkatan hasil belajar. 2.1.3. Hasil Belajar Matematika Berdasarkan pengertian dari hasil belajar yang merupakan penilaian perubahan tingkah laku untuk mengetahui pengetahuan siswa terhadap tujuan pembelajaran. Hasil belajar matematika penjumlahan bilangan bulat adalah hasil belajar yang dicapai oleh seorang siswa dalam proses pembelajaran matematika tentang penjumlahan bilangan bulat positif dangan bilangan bulat negatif. Pada umumnya hasil belajar matematika pada kondisi awal pembelajaran banyak yang masih rendah, khususnya tentang penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif. Menurut teorema penyusunan yang dikemukakan oleh Bruner dan Kenny dalam Karso dkk (2004: 64) menyatakan bahwa anak yang mempelajari penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif, akan lebih memahami konsep jika ia mencoba sendiri dengan garis bilangan untuk memperhatikan konsep penjumlahan. Dengan pemahaman konsep yang dimilikinya, siswa dapat meningkatkan hasil belajar. Selain itu mungkin guru dapat memberikan contoh-contoh soal yang bervariasi dan memberikan latihan pada anak didik untuk mengerjakan soal untuk meningkatkan hasil belajar. Objek penilaian hasil belajar kognitif yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir,

12 termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Sudjana (2011: 23-29) dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi, enam aspek tersebut antara lain: 1) Pengetahuan (Knowledge), mencakup ingatan akal hal-hal yang dipelajari dan disimpan dalam ingatan. 2) Pemahaman (Comprehension), mengacu pada kemampuan memahami makna materi. 3) Penerapan (Application), mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan atau dan prinsip. 4) Analisis (Analysis), mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam hubungan diantara bagian yang satu dengan lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. 5) Sintesis (Synthesis), mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. 6) Evaluasi (Evaluation), mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Berdasarkan uraian di atas tentang hasil belajar matematika, dapat disimpulkan bahwa dapat diartikan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan secara sadar, bersifat continue baik dalam hal tingkah laku ataupun pengetahuan yang mempunyai tujuan terarah sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. 2.1.4. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Dalam pelaksanaan pembelajaran hendaknya siswa diajak untuk aktif dalam kegiatan belajar, oleh sebab itu guru dituntut untuk mampu menggunakan variasi model pembelajaran agar kegiatan pembelajarannya tidak selalu berpusat

13 pada guru sehingga siswa juga aktif dalam belajar untuk mengurangi rasa bosan. Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang pembelajaran matematika di sekolah dasar salah satunya adalah Anitah (2008: 34) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi Menurut Muhsetyo (2008: 27) pembelajaran matematika adalah proses pemberian belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Hal itu juga diperkuat oleh pendapat Anitah (2008: 36) yang menjelaskan karakteristik pembelajaran matematika, yaitu diantaranya adalah sebagai berikut: a. Memiliki kajian yang konkret dan abstrak. b. Pola pikirnya induktif dan deduktif. c. Kebenarannya konsistensi dan korelasional. d. Bertumpu pada kesepakatan. e. Memiliki simbol kosong dari arti dan juga berarti. Sejalan dengan pemikiran para ahli, pendapat Piaget dalam Lapono (2009), Pemikiran anak anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional konkret (Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek peristiwa nyata atau konkret. Pembelajaran tidak hanya berpusat pada gurunya akan tetapi juga interaksi atau kerja kelompok dengan teman. Dengan kerja kelompok maka siswa akan belajar dengan temannya dan kerja kelompok juga bisa mengenal lebih dekat lagi karakteristik teman sendiri. Jadi, pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan matematika sekolah yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi anak. Matematika sebagai studi tentang objek abstrak tentu saja sangat sulit untuk dapat dipahami oleh siswa-siswa SD yang belum mampu berpikir formal, sebab orientasinya masih terkait dengan benda-benda konkret.

14 2.1.5. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional sering disebut dengan pembelajaran ekspositori. Metode konvensional merupakan suatu pembelajaran yang sering digunakan oleh para guru dan pembelajaran ini memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan pada ketrampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses dan pembelajaran berpusat pada guru. Paradigma yang menjadi acuan dari pembelajaran konvensional ini adalah paradigma mengajar. Menurut Sanjaya dalam Rusmono (2012: 66) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran ekspositori dengan nama strategi pembelajaran langsung, karena dalam strategi ini materi pembelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu, karena materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah: 1) Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar. 2) Pembelajaran ini lebih mengutamakan hasil daripada proses. 3) Kegiatan utamanya adalah menerangkan dan siswa mendengarkan/mencatat yang disampaikan guru. 4) Dalam pembelajaran konvensional, metode yang sering digunakan adalah metode ceramah dengan diiringi penjelasan serta pembagian tugas dan latihan, atau, metode ekspositori yang kemudian memberikan contoh soal dan penyelesaiannya serta memberi soal-soal latihan dan siswa disuruh mengerjakannya. 5) Aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode konvensional (ekspositori) dan aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar. Pengajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran konvensional lebih menekankan pada hasil dibandingkan dengan proses. Menurut Rusmono (2012: 67) dalam pembelajaran matematika, guru biasanya menggunakan media pembelajaran untuk menjelaskan materi pelajaran secara naratif melalui ceramah

15 dan selanjutnya mengadakan tanya jawab terhadap materi yang telah disampaikan. Selain itu, dalam usaha menyelesaikan materi sesuai kurikulum, guru lebih cenderung pada pemberian hafalan, drill, dan ceramah serta cara yang digunakan oleh guru mayoritas adalah pengerjaan soal-soal yang terdapat dalam LKS. Dalam hubungan ini, guru memegang kendali seluruh proses pembelajaran dan siswa mengikuti apa yang telah dirancang guru. Menurut Dimyati (2009: 172) guru aktif memberikan penjelasan atau informasi terperinci tentang tujuan bahan pengajaran. Tujuan utama dari pembelajaran konvensional adalah memindahkan pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai kepada siswa. Menurut Muhammad Kholik (2011) dalam artikelnya dikatakan bahwa pengajaran metode konvensional dipandang efektif atau mempunyai keunggulan, terutama: 1) Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain. 2) Menyampaikan informasi dengan cepat. 3) Membangkitkan minat akan informasi. 4) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan. 5) Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan kelemahan pembelajaran ini adalah sebagai berikut: 1) Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan. 2) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari. 3) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas. 4) Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal. Jadi pembelajaran konvensional, seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar memegang kendali jalannya pembelajaran, sementara siswa hanya menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru. Langkah pembelajaran dalam pembelajaran konvensional adalah 1) ceramah, 2) tanya jawab, 3) pembelarian soal evaluasi. 2.1.6. Pembelajaran Kooperatif Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, terdapat berbagai macam model pembelajaran diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif. Model

16 pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok heterogen untuk mencapai hasil belajar pengetahuan akademik dan keterampilan sosial. Menurut Ina Karlina (2002) dalam artikelnya yang berjudul pembelajaran kooperatif sebagai salah satu membangun strategi belajar siswa menyebutkan karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya: a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis. b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin. d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu. Menurut Slavin (2008: 8), mengatakan bahwa dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Sedangkan menurut Trianto (2007: 42), pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersamasama siswa yang berbeda latar belakangnya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, belajar dengan model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat orang lain, dan saling memberikan pendapat. Model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam pembelajaraan kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

17 Menurut Isjoni (2010: 18), adanya kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif antara lain: 1) Saling ketergantungan positif. 2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. 3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. 4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan. 5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan gurunya. 6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan. Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada beberapa faktor diantaranya: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. 3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang. Dalam hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif mempunyai setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa untuk bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Dalam hal ini pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

18 2.1.7. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) Menurut Isjoni (2011: 74) pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) merupakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai hasil yang maksimal. Langkah-langkah model pembelajaran koopertaif tipe STAD (Student Team Achievement Division) terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut: a. Penyajian Materi Guru menyajikan materi melalui metode ceramah, demonstrasi, ekspositori, atau membahas buku pelajaran matematika. Dalam tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran khusus dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep yang akan dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dengan yang di sampaikan oleh guru. Dalam hal ini, siswa harus benar-benar memperhatikan agar dapat mengerjakan soal-soal yang di berikan oleh guru. b. Kerja Kelompok Dalam kegiatan kelompok ini para siswa bersama-sama mendiskusikan lembar kerja yang diberikan dan diharapkan saling membantu sesama anggota kelompok untuk memahami bahan pelajaran dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang siswa. c. Kuis Kuis adalah tes yang dikerjakan secara mandiri dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa setelah belajar kelompok. Hasil tes digunakan sebagai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan dan keberhasilan kelompok. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu. d. Nilai Perkembangan Individu Perhitungan perkembangan skor individu dihitung berdasarkan skor awal, dalam penelitian ini didasarkan pada nilai hasil belajara matematika siswa kelas

19 IV semester I. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes individu yang diperoleh. Menurut Slavin dalam Isjoni (2011: 76) adapun pedoman perhitungan skor pemberian skor perkembangan individu dengan pedoman pemberian skor pada tabel 2.1: Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu Skor Perkembangan Skor Tes Individu a. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal b. 10 hingga 1 poin di bawah skor awal c. Skor awal sampai 10 poin di atasnya d. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 5 10 20 30 e. Nilai sempurna ( tidak berdasarkan skor awal) 30 Perhitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan tingkat kemampuannya. e. Penghargaan Kelompok Penghargaan kelompok adalah pemberian predikat kepada masing- masing kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor perkembangan kelompok. Skor perkembangan kelompok diperoleh dengan mengumpulkan perkembangan skor masing masing kelompok sehingga diperoleh skor rata-rata kelompok Menurut Ruhadi (2008) setiap penggunaan model pembelajaran, memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). Ada beberapa kelebihan dalam menggunakan pembelajaran kooperatif STAD (Student Team Achievement Division) yaitu: a. Aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi atau kerjasama. b. Siswa cenderung aktif dalam kegiatan pembelajaran. c. Mendorong siswa untuk menghargai pendapat orang lain. d. Kemampuan kerjasama siswa dapat terbangun.

20 e. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) yaitu: a. Karena siswa tidak terbiasa dengan penggunaan pembelajaran tipe STAD (Student Team Achievement Division) maka alokasi waktu tidak mencukupi. b. Guru dituntut untuk bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran seperti koreksi pekerjaan siswa, melakukan perubahan kelompok belajar. c. Jika jumlah siswa terlalu banyak maka guru kurang maksimal mengamati kegiatan belajar kelompok. Untuk mengatasi kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) adalah dalam pelaksanaan pembelajaran, guru harus benar-benar memperhatikan waktu dengan baik agar pembelajaran dapat terlaksana dengan baik tanpa mengganggu jam pelajaran selanjutnya. Kerjasama antara siswa dan guru harus terjalin dengan baik agar pembelajaran lebih menyenangkan dan terjalin suasana yang akrab. Untuk mempersiapkan pengaturan kelas yang digunakan untuk belajar kelompok harus disiapkan dengan rapi sebelum pelaksanaan pembelajaran agar siswa tetatp nyaman mengikuti pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa STAD (Student Team Achievement Division) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dimana siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dikemukakan di atas, dapat disusun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) sebagai berikut: a. Pendahuluan 1) Guru menyampaikan salam pembuka.

21 2) Guru melakukan apersepsi. 3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 4) Guru memberikan motivasi. b. Kegiatan Inti Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). 1) Tahap pertama (penyajian materi) a. Guru mempresentasikan materi pelajaran yang akan dipelajari. 2) Tahap kedua (kerja kelompok) a. Guru akan membagi siswa dalam beberapa kelompok dan masingmasing kelompok terdiri 4-5 siswa. b. Dalam kerja kelompok, masing-masing kelompok akan mendapatkan lembar diskusi untuk memecahkan suatu masalah c. Setiap kelompok akan melakukan presentasi hasil diskusi. 3) Tahap ketiga (tes individu) a. Siswa akan mengerjakan soal yang diberikan guru. b. Setelah selesai mengerjakan tes individu, maka akan dilakukan penilaian dari nilai tes oleh guru. 4) Tahap keempat (pemberikan skor perkembangan individu) a. Guru akan memberikan skor perkembangan individu, berdasarkan nilai awal siswa yang telah ditetapkan kemudian dilihat juga hasil tes individu. b. Guru akan memberikan skor perkembangan individu kepada setiap siswa. 5) Tahap kelima (penghargaan kelompok) a. Guru akan memberikan penghargaan kepada kelompok yang mempunyai nilai tertinggi. c. Penutup 1) Siswa dan guru, menyimpulkan materi yang telah dipelajari. 2) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari materi yang telah dipelajari. 3) Guru menutup pembelajaran.

22 Suatu pengajaran dapat dikatakan berhasil jika dengan pengajaran tersebut, siswa menjadi lebih mudah memahami pelajaran, dan termotivasi dalam belajar tanpa merasa jenuh. Efektifitas model pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Pratana (2008, 161-162) menyebutkan bahwa efektif yang dimaksud dalam keberhasilan dari suatu proses pembelajaran adalah adanya perubahan yang meningkat prestasi belajar, motivasi belajar dan aktivitas belajar siswa. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa apabila rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol dan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. 2.2. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan penelitian lain yang dapat dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun penelitian terdahulu yang hampir sama diantaranya: penelitian yang dilaksanakan oleh Heri Pamuji (2009) dengan skripsinya yang berjudul Keefektifan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP N 2 Adimulyo Kebumen Pada Sub Pokok Bahasan Persegi Panjang Dan Persegi menyatakan bahwa Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas data hasil tes dari kedua kelompok tersebut diperoleh bahwa kedua sampel normal dan homogen, sehingga untuk pengujian hipotesis dapat digunakan uji t. Dari hasil perhitungan pada lampiran diperoleh t hitung = 1,92 sedangkan nilai t tabe l = 1,67. Karena t hitung > t tabel maka H 0 ditolak dan hipotesis diterima. Jadi ratarata hasil evaluasi pembelajaran pada kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Sehingga dapat dikatakan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dari pada pembelajaran ekspositori terhadap kemampuan

23 pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP N 2 Adimulyo Kebumen pada sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi. Penelitian yang dilaksanakan oleh Rahayuningsih (2011) dengan skripsinya yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas V SD Negeri 1 Wadaslintang Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo Semester 2 Tahun Ajaran 2010/2011 menyatakan bahwa adanya perbedaan yang signifikan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan hasil belajar tanpa model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelompok kontrol dengan hasil penelitian yang menunjukkan hasil uji beda post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, nilai mean untuk kelas eksperimen sebesar 79,45 dan nilai mean untuk kelas kontrol sebesar 64,96, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol lebih tinggi kelompok eksperimen. Kemudian tabel nilai sig (2-tailed) 0,000 berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sehingga terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar. Penelitian yang dilaksanakan oleh Heri Pamuji dan Rahayuningsih tersebut, dapat memberikan gambaran peneliti untuk melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dalam pembelajaran matematika. Dan dengan penelitian tersebut terbukti menguatkan teori bahwa dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). 2.3. Kerangka Pikir Masalah yang ada pada pembelajaran matematika adalah karena matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit. Dalam hal ini, dapat juga disebabkan guru masih kurang dalam mengembangkan model pembelajaran, dan dalam proses pembelajaran cenderung guru yang lebih aktif dan siswa hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan guru atau karena minat belajar siswa yang masih kurang. Pembelajaran konvensional yang dilakukan secara terus menerus

24 akan membuat siswa kurang tertarik dan kesulitan dalam memahami materi yang dipelajari, sehingga hasil belajar yang dicapai menjadi rendah. Berdasarkan masalah-masalah yang telah dikemukakan pada waktu observasi proses pembelajaran matematika kelas IV SD Negeri Salatiga 06, peneliti akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) pada mata pelajaran matematika kelas IV. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dengan menggunakan tipe belajar kelompok kecil yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal. Dengan penerapan model pembelajaran ini diharapkan siswa menjadi lebih tertarik dan fokus dalam memahami materi yang diberikan sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) merupakan struktur sederhana dari pembelajaran kooperatif yang terdiri atas 5 tahap yaitu 1) penyajian materi yang disampaikan oleh guru, 2) adanya kerja kelompok antar siswa, 3) melakukan tes individu, 4) perhitungan skor perkembangan individu, 5) pemberian penghargaan kepada kelompok yang mempunyai nilai tertinggi. Prinsip dari model ini adalah membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil, dan setiap siswa dalam kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk memberikan skor maksimal bagi kelompoknya. Perhitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi belajar yang terbaik. Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing skor perkembangan individu anggota kelompoknya dan hasilnya dibagi dengan jumlah anggota kelompoknya. Pemberian pengahargaan diberikan berdasarkan perolehan rata-rata dari skor perkembangan individu dijumlahkan dengan nilai kelompok. Selain itu pembagian kelompok juga dimaksudkan agar setiap siswa dapat bertukar pikiran dalam menyelesaikan semua permasalahan

25 yang ditugaskan oleh guru secara bersama-sama sehingga diharapkan setiap siswa akan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan melihat hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) merupakan salah satu cara penulis untuk mengetahui seberapa besar keefektifan model pembelajaran koopertaif tipe STAD (Student Team Avhievement Division) terhadap hasil belajar siswa. Jika siswa belajar dengan diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran koopertaif tipe STAD (Student Team Avhievement Division) memperoleh hasil belajar matematika di atas rata-rata KKM (Kriteria Ketuntasan Mengajar) matematika SD kelas IV dan nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dengan nilai rata-rata hasil belajar kelas kontrol setelah diberikan perlakuan, maka pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Avhievement Division) bermanfaat dalam pembelajaran. Adapun gambar dari kerangka pikir dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini: 1. Penyajian materi 2. Kerja Kelompok Kegiatan Belajar Mengajar Kelas IV Pembelajaran Koopertif tipe STAD 3. Tes Individu 4. Pemberian Skor Individu 5. Penghargaan Kelompok Hasil Belajar Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 1. Ceramah Pembelajaran konvensional 2. Tanya Jawab Hasil Belajar Pembelajaran Konvensional 3. Evaluasi Gambar 2.1 Kerangka Pikir

26 2.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dari rumusan masalah di atas, maka dapat dikemukakan hipotesisnya sebagai berikut : a. Hipotesis Nol 1) Ho : X 1 =X 2 yaitu rata rata hasil belajar matematika kelas eksperimen (siswa kelas IVB SD Negeri Salatiga 06) sama dengan rata rata hasil belajar matematika kelas kontrol (siswa kelas IVA SD Negeri Salatiga 06). Artinya model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) tidak efektif digunakan dalam peningkatan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV Sekolah Dasar. b. Hipotesis Alternatif 1) Ha : X 1 > X 2 yaitu rata rata hasil belajar matematika kelas eksperimen (siswa kelas IVB SD Negeri Salatiga 06) lebih tinggi dibandingkan rata rata hasil belajar matematika kelas kontrol (siswa kelas IVA SD Negeri Salatiga 06). Artinya model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student team Achievement Division) efektif digunakan dalam peningkatan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV Sekolah Dasar.