BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memerlukan proses yang panjang sehingga perlu di awali sejak usia anak masih

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Guru PAUD

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Anak adalah aset bangsa yang paling berharga. Karena anak adalah

I. PENDAHULUAN. mencerdaskan dan meningkatkan taraf hidup suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dalam kehidupan seseorang baik dalam keluarga ataupun. masyarakat. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. depan, jika pondasi lemah maka akan susah berharap bangunannya berdiri kokoh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam UU RI NO.20 TH 2003 adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah proses pembinaan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA).

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Didalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. anak menentukan perkembangan anak selanjutnya. Anak usia dini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. PAUD merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat, dan steakholder yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah, melalui bimbingan, pengajaran dan latihan yang berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan amanat pembukaan Undang-Undang Negara. kehidupan bangsa. Salah satu wahana dalam mencerdaskan setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. dan Kebudayaan No. 0486/U/1992 tentang Taman Kanak-kanak adalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan anak karena merupakan masa peka dalam kehidupan anak. Masa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU - PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHALUAN. Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak-kanak merupakan. sekarang ini, salah satu upaya ke arah tersebut adalah Pendidikan Anak Usia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya Meningkatkan Nilai-Nilai Keagamaan Anak Usia D ini Melalui Metode Bernyanyi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat dan. martabat manusia, melalui proses yang panjang dan berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

Jurnal Siliwangi Vol.2 No.2 Desember 2016 ISSN Seri Pengabdian Kepada Masyarakat

SURAKARTAA. SKRIPSI persyaratan. Sarjana S-1. Disusun Oleh : DWI A USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, motorik dan sosio emosional. Berdasarkan Pemerdiknas No. 58. Standar Pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap lingkungan sekitar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini ialah anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional bertujuan: Untuk mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN. dalam perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya saat ini pendidikan anak usia dini. baik dalam aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, moral dan agama, sosial

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. formal, non-formal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. (Abdulhak, 2007 : 52). Kualitas pendidikan anak usia dini inilah yang

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Setiap anak diberikan berbagai bekal sejak lahir seperti berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri. Pendidikan yang tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Rendahnya mutu pendidikan tersebut dapat dlihat dari hasil belajar anak. Rendahnya mutu pendidikan disebabkan karena pembelajaran yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

Berdasarkan UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional (sisdiknas), disebutkan dalam pasal 1 ayat (14), Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut. (Pasal 1 ayat 14 menurut UU No. 20 Tahun 2003)

BAB I PENDAHULUAN. 27, pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ataupun tinta hitam tergantung yang menuliskannya. No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

I. PENDAHULUAN. tersebut adalah dengan membuat UU. No. 20 tahun 2003 tentang. SISDIKNAS pasal 1 butir 14 yang bunyinya :

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah kunci perubahan karena mendidik adalah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

PROGRAM PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK. Disusun oleh : Rita Mariyana, M.Pd, dkk.

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh. yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan memberikan rangsangan

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN DI LEMBAGA PAUD ISLAM TERPADU MUTIARA HATI BABAGAN KECAMATAN LASEM KABUPATEN REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istilah kognitif sering kali dikenal dengan istilah intelek. Intelek

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu bentuk. pendidikan Taman Kanak-kanak (PP No.27 Tahun 1990).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Zaenudin As, 2016 UPI Kampus Serang

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak usia 0-6 tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar lahiriah seperti

BAB I PENDAHULUAN. pada usia dini merupakan masa keemasan dimana pada masa ini setiap aspek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu lembaga pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pondasi awal untuk

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu merupakan prasyarat untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas bangsa di era global. Pendidikan yang bermutu memerlukan proses yang panjang sehingga perlu di awali sejak usia anak masih dini karena pada masa ini merupakan usia emas dan merupakan kesempatan yang baik untuk mengembangkan semua potensi anak. Pendidikan bermutu tidak hanya dilihat dari kemampuan lulusan dalam penguasaan pengetahuan dan teknologi tetapi juga dalam pemahaman nilai-nilai keimanan dan beragama, etika, kepribadian dan estetika serta meningkatkan kualitas jasmani yang dapat mengantarkan Indonesia menuju bangsa yang modern dan madani. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri serta menjadi warga negara yang bertanggang jawab (UU Sisdiknas, 2003 ). Sejalan dengan UU Sisdiknas tahun 2003, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) makin mendapatkan perhatian dari pemerintah. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran baru bahwa pengembangan potensi kecerdasan seseorang akan lebih optimal apabila diberikan sejak dini. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudlotul Athfal (RA) mengemban tiga fungsi utama yaitu: (1) mengembangkan potensi kecerdasan anak, 1

2 (2) penanaman nilai-nilai dasar, dan (3) pengembangan kemampuan dasar. (Palupi, 2006). Usia 4-6 tahun, merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal (Depdiknas, 2003:6). Wulandani (2009) menyatakan bahwa calistung merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap anak sejak anak tersebut belum masuk ke jenjang pendidikan. Dari membaca, anak bisa mengerti huruf, kata, dan kalimat. Dari menulis, anak bisa memiliki kemampuan untuk menuangkan ide dan bahasa melalui tulisan. Sedangkan, dari berhitung, anak bisa memahami konsep-konsep perhitungan dari setiap objek. Semakin cepat seorang anak bisa menguasai calistung, semakin mudah pula untuk menjalani proses pendidikan selanjutnya. Dengan begitu, anak tersebut bisa menjadi anak yang pandai. Sebab, ia bisa lebih mudah memahami setiap pembahasan dan menyelesaikan setiap masalah dalam pembahasan tertentu Pembelajaran membaca, menulis, berhitung (calistung), dan bahkan sains kini tidak perlu dianggap tabu bagi anak usia dini. Persoalan terpenting adalah merekonstruksi cara untuk mempelajarinya sehingga anak-anak

3 menganggap kegiatan belajar mereka tak ubahnya seperti bermain dan bahkan memang berbentuk sebuah permainan. Hal ini perlu agar tercipta situasi pembelajaran yang dapat memberi rasa aman, nyaman dan meningkatkan kesiapan anak dalam belajar. Pembelajaran calistung bagi anak yang belum siap, menyebabkan anak memiliki kesan negatif terhadap makna belajar sebagai beban berat, sulit dan menakutkan. Dengan tekanan yang berlangsung terus menerus kesan seperti ini akan terus tertanam pada anak sampai ia dewasa, sehingga anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Susneti, 2001). Mata pelajaran yang disampaikan di sekolah dasar pada saat ini menuntut siswa untuk lebih bisa mengerti dan memahami kalimat. Pada pelajaran matematika, siswa dituntut lebih dalam tidak hanya sekedar mengenal angka tapi lebih rumit lagi baik penjumlahan, pengurangan atau yang lainnya. Hal inilah yang mendasari perlunya calistung diajarkan karena sangat membantu anak dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi pelajaran di tingkat SD. Kegiatan pembelajaran di RA Timpik yang telah berlalu cenderung menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran (teacher center) dan ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar, dalam hal ini guru cenderung mendominasi keaktifan saat berlangsungnya pembelajaran sementara siswa cenderung pasif. Berdasarkan yang nampak pada saat pembelajaran, motivasi siswa untuk belajar rendah. Siswa kurang antusias, kurang ceria dan terlihat kurang aktif dalam merespon pertanyaan maupun instruksi guru serta rendahnya pemusatan perhatian siswa dalam belajar. Kondisi demikian mengakibatkan hasil belajar belum dapat memenuhi harapan.

4 Hasil kegiatan pembelajaran siswa kelas B1 RA Timpik sejumlah 25 orang pada tahun pelajaran 2009/2010 yang telah lalu, menunjukkan siswa yang telah berhasil dengan kategori sangat mampu (SM) dan mampu tanpa dibantu (MTD) dalam hal pengenalan membaca sebanyak 5 siswa (SM =2 dan MTD =3) atau 20%; dalam hal menulis sebanyak 5 siswa (SM=5 dan MTD=0) atau 20%, serta dalam hal berhitung sebanyak 2 siswa (SM=1dan MTD=1) atau 8%. Survey mengenai berbagai pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran di TK/RA di wilayah kecamatan Susukan diperoleh data sebagai berikut : Tabel 1. Kemampuan Membaca Siswa TK/RA Kecamatan Susukan No Nama Sekolah Jumlah Siswa dapat Membaca 2 Suku Kata Pendekatan / Metode Pembelajaran 1 RA Tawang 22 5 (22,7 %) Kelompok 2 RA Kenteng 20 4 (20 %) Rolling 3 RA Koripan 15 - (0%) Sudut 4 BA Tawang 17 4 (23,5 %) Kelompok 5 TK Darma Wacana 13 3 (23,0) Area 6 BA Gentan 6 6 (100 %) Drilling 7 BA Susukan 19 15 (78,9 %) Seperti SD 8 RA Kemetul I 19 16 (84,2) Sudut semi BCCT 9 TKIT Nuris 60 45 (75%) BCCT Tabel 1 menunjukkan terdapat 4 TK/RA yang siswanya telah mampu membaca 2 suku kata dan telah lebih dari 50 %, yakni : BA Gentan, BA Susukan,

5 RA Kemetul 1, dan TKIT Nuris. BA Gentan dengan jumlah siswanya 6 orang, telah 100% mampu membaca 2 suku kata dengan menerapkan metode drilling. Terdapat 2 TK/RA yakni: RA Kemetul I dan TKIT Nuris, dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan pendekatan BCCT. Hasil pembelajaran dari kedua TK/RA tersebut menunjukkan baik karena lebih dari 70% siswanya telah mampu membaca 2 suku kata. BA Gentan dengan menerapkan metode drilling, seluruh siswanya telah mampu membaca 2 suku kata tetapi dalam hal ini jumlah siswanya hanya 6 sehingga guru betul-betul dapat mengoptimalkan dalam pembimbingan siswa. Sementara itu berdasarkan kajian Muradi (2006), metode drill mempunyai kekurangan sebagai berikut: (1) Menghambat bakat dan inisiatif siswa. Mengajar dengan metode drill berarti minat dan inisiatif siswa dianggap sebagai gangguan dalam belajar atau dianggap tidak layak dan kemudian dikesampingkan. (2) Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan. Hal ini bertentangan dengan prinsip belajar di mana siswa seharusnya mengorganisasi kembali pengetahuan dan pengalaman sesuai dengan situasi yang mereka hadapi. (3) Membentuk kebiasaan yang kaku. Kecakapan siswa dalam memberikan respon stimulus dilakukan secara otomatis tanpa menggunakan intelegensi tetapi hanya berdasarkan routine saja. (4) Menimbulkan verbalisme. Siswa dilatih menghafal pertanyaan-pertanyaan (soal-soal) dan menghafal jawaban-jawaban tertentu. Karena itu maka proses belajar yang lebih realistis menjadi terdesak. Dan sebagai gantinya timbullah respon-respon yang bersifat verbalistis.

6 Paparan survey pada tabel 1 dan kajian mengenai kelemahan metode drill tersebut, menjadi penguat sebagai dasar untuk menerapkan pendekatan Beyond Centers and Circles Time (BCCT) untuk meningkatkan kemampuan calistung di RA Timpik Susukan. Pemilihan pendekatan ini karena BCCT berusaha untuk merangsang anak agar bermain secara aktif di sentra-sentra permainan. Jadi anak didiknya yang belajar aktif, bukan gurunya. Sedangkan tugas guru sebatas memotivasi, memfasilitasi, mendampingi dan memberi pijakan-pijakan (Suyadi, 2009). B. Rumusan Masalah Bertolak pada latar belakang masalah selanjutnya dirumuskan penelitian sebagai berikut : Apakah pendekatan BCCT dapat meningkatkan kemampuan calistung pada siswa kelas B1 RA Timpik tahun pelajaran 2010/2011? C. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan calistung dengan pendekatan BCCT pada siswa kelas B1 RA Timpik tahun pelajaran 2010/2011. D. Manfaat Penelitian Penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat dalam hal berikut: 1. Manfaat Teoritis, menambah khasanah keilmuan terutama berkenaan dengan

7 pembelajaran menggunakan pendekatan BCCT dalam upaya peningkatan kemampuan dasar calistung anak usia dini. 2. Manfaat praktis a. Untuk Siswa, dapat meningkatkan kemampuan dan keaktifan dalam belajar calistung. b. Untuk Guru, dapat menciptakan inovasi baru, memperbaiki kinerja dan memberi masukan kepada rekan guru sehingga termotivasi dalam meningkatkan kreativitas dalam pembelajaran c. Untuk RA, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan acuan untuk peningkatan mutu RA. E. Orisinilitas Penelitian Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Palupi (2006) dengan judul Pengembangan Pemahaman Konsep Calistung melalui Metode Beyond Centers and Circles Time (BCCT) di TK Nasional KPS Balikpapan. Penelitian tersebut dilaksanakan pada tahun 2006 dengan subjek penelitian adalah kelompok B-3 TK Nasional KPS Balikpapan berjumlah 24 Orang. Metode pengukuran dalam penelitian ini menggunakan metode pengamatan (observasi). Alat ukur berupa lembar pengamatan untuk mengamati sikap dan hasil kerja. Dalam lembar pengamatan ini menggunakan simbol-simbol, yaitu lingkaran penuh ( ) untuk kategori baik, cek list ( ) untuk kategori cukup, (lingkaran kosong ( ) untuk kategori kurang.

8 Penelitian Palupi tersebut jika dibandingkan dengan penelitian penulis (Nur Robi ah) terdapat beberapa perbedaan. Penelitian penulis dilaksanakan pada tahun 2011 dengan sampel penelitian adalah kelompok B1 RA Timpik Susukan berjumlah 30 anak. Metode pengukuran dalam penelitian penulis menggunakan metode tes, dan observasi. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah lembar butir soal dan lembar observasi. Didalam lembar butir soal berisi butir-butir soal yang akan diteskan kepada siswa. Sedangkan untuk kriteria penilaian dari tes ini memuat empat kategori, yaitu: sangat mampu (SM), mampu tanpa di bantu (MTD), mampu dengan dibantu (MDD) dan belum mampu (BM). Pada lembar observasi berisi panduan observasi/pengamatan terhadap guru maupun terhadap siswa yang memuat lima pilihan jawaban, yaitu: 1 (sangat kurang), 2 (kurang), 3 (sedang), 4 (baik) dan 5 (sangat baik). Perbedaan penelitian antara penelitian Palupi dengan penelitian penulis (Nur Robi ah) dipaparkan dalam tabel berikut. Tabel 2. Perbedaan Penelitian Nur Robi ah dengan Palupi No Nama Peneliti 1 Nur Robi ah Tahun Lokasi Penelitian 2010 RA Timpik Susukan, Semarang 2 Palupi 2006 TK Nasional KPS Balikpapan Subjek Penelitian Siswa kelas B sejumlah 30 anak Siswa kelas B-3 berjumlah 24 Orang Metode Pengukuran Tes dan Observasi Observasi Alat Ukur Lembar observasi dan butir soal tes Lembar observasi

9 Berdasarkan kajian penelitian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilaksanakan oleh penulis dengan judul Upaya Peningkatan Kemampuan Baca Tulis Hitung (Calistung) dengan Pendekatan Beyond Centre and Circle Time (BCCT) pada Siswa Kelas B Raudlotul Athfal (RA) Timpik Susukan dapat dipertanggungjawabkan dalam hal orisinilitasnya.