BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit bawaan makanan (foodborne illness) merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak yang pernah dijumpai di zaman ini. Penyakit ini biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agen-agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Penyakit ini juga menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di kalangan bayi, anak, lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu (WHO, 2006). Di negara-negara industri, setiap tahun, sebanyak 30% dari populasinya terkena penyakit bawaan Sebanyak 2,1 juta orang akan mati akibat dari penyakit diare, terutama anak-anak di negara-negara yang kurang berkembang. Contohnya di Amerika Serikat (AS), terdapat 76 juta kasus penyakit bawaan makanan yang dilaporkan; 325.000 masuk ke rumah sakit manakala 5.000 kematian dianggarkan setiap tahun (WHO, 2006). Di negara-negara berkembang pula, beban ini semakin bertambah pada populasi yang tinggal di negara-negara ini dan dengan sistem pelaporan yang buruk atau tidak ada sama sekali pada kebanyakan negara berkembang ini, data statistik yang bisa diandalkan tentang penyakit ini tidak tersedia sehingga besaran insidensinya tidak dapat diperkirakan (WHO, 2006). Hasil perkiraan memang berlainan, tetapi umumnya dipercaya bahwa di negara berkembang kurang dari sepuluh persen atau bahkan hanya satu persen kasus penyakit bawaan makanan yang pernah masuk dalam laporan statistik resmi. Di negara dengan sumber daya terbatas, kasus yang tidak dilaporkan mungkin lebih besar, dengan kemungkinan kurang dari satu persen yang dilaporkan. Penyelidikan di beberapa negara menunjukkan bahwa faktor yang tidak dilaporkan mencapai 350 dalam beberapa kasus (Adams dan Motarjemi, 2004).
Angka penyakit bawaan makanan ini bisa diturunkan dengan melaksanakan upaya kesehatan. Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No.36 Tahun 2009 Pasal 1, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Dalam Undang-Undang Kesehatan RI No.36 Tahun 2009 Pasal 48 ada disebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 17 macam kegiatan diantaranya pengamanan makanan dan minuman. Makanan dapat dipelihara keamanannya dengan cara menjaga sanitasi makanan tersebut. Sanitasi makanan adalah upaya untuk menjamin kualitas makanan dalam mencegah kontaminasi dan penyakit bawaan makanan (Smith, 2008). Sebagai sebagian dari strategi global untuk menurunkan beban penyakit bawaan makanan, WHO (World Health Organization) telah mengindentifikasi keperluan edukasi mengenai cara-cara menjaga sanitasi makanan pada semua tingkat pengelolaan Program Five Keys to Safer Food telah diperkenalkan oleh WHO. Program ini diperkenalkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang cara menjaga sanitasi Keperluan edukasi ini penting kepada semua masyarakat terutama pada pedagang Ini adalah karena pedagang makanan merupakan kelompok yang selalu berurusan dengan Pedagang makanan juga dikenali sebagai penjaja Menurut Depkes (2004), makanan minuman jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat berjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual. Berdasarkan penelitian di Simpang Selayang, Medan, diperoleh informasi bahwa seluruh pedagang makanan belum pernah mendapat penyuluhan khusus tentang cara penyelenggaraan makanan yang baik, semua pedagang juga menyatakan tidak pernah membaca buku-buku khusus tentang cara-cara penyelenggaraan makanan yang memenuhi persyaratan kesehatan (Dharma dan Gunawan, 2008).
Penelitian di Ghana pula, pedagang makanan mendapat skor yang sedikit yaitu sebanyak 16,5% terhadap perilaku sanitasi Hasil ini diambil sebelum pedagang makanan mendapat bimbingan dan penyuluhan yang khusus. Akan tetapi selepas mendapat bimbingan dan penyuluhan yang cukup dan lebih rinci, data statistik menunjukkan peningkatan skor terhadap perilaku sanitasi makanan pada pedagang makanan yaitu dari 16,5% menjadi 60,5% (Donkor et al., 2009). Ini membuktikan bahwa bimbingan, penyuluhan dan pengetahuan sangat mempengaruhi sikap dan tindakan mereka terhadap sanitasi makanan saat pengelolaan Perilaku pedagang makanan seharusnya baik karena mereka memainkan peran penting dalam proses mencegah penularan penyakit bawaan Pedagang makanan berjualan di banyak tempat termasuklah di institusi pendidikan. Seperti pusat pendidikan yang lain, (USU) juga tidak terkecuali. Mahasiswa dan staf di USU memperoleh sumber makanan dari tempat seperti di kakilima atau di kantin. Berdasarkan penelitian yang pernah dijalankan oleh Santoso (1995), menunjukkan bahwa pedagang makanan di kakilima USU memperoleh tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang sederhana yaitu persentase pengetahuan sebanyak 57%, sikap sebanyak 64% dan tindakan sebanyak 60%. Berdasarkan penelitian lain di USU juga ada menyatakan bahwa pedagang makanan tidak memenuhi syarat higiene sanitasi makanan secara keseluruhan tetapi mereka hanya memenuhi sebagian syarat sahaja (Naria, 2007). Kantin merupakan sarana penunjang yang mempunyai pengaruh yang cukup penting dalam kegiatan di kampus. Keberadaan kantin di kampus adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan terutama oleh mahasiswa. Banyak diantara mahasiswa yang tidak sempat makan di rumah mereka makan di kampus. Atau mahasiswa juga banyak bersantai di kantin sekedar mengisi waktu luang diantara jam kuliahnya sambil menikmati makanan dan minuman di kantin.
Karena hal-hal di atas, maka sanitasi dalam penyediaan makanan perlu diberi perhatian oleh pengelola kantin karena konsumen terbesar di kantin merupakan mahasiswa yang merupakan kelompok masyarakat berpendidikan dan sebagai sumber daya manusia yang unggul bagi pembangunan dimasa mendatang. Ini membuatkan peneliti tertarik untuk membuat penelitian tentang perilaku petugas kantin di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan terhadap sanitasi 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang didapati adalah bagaimana perilaku petugas kantin terhadap sanitasi makanan di setiap fakultas di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perilaku petugas kantin di setiap fakultas di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan terhadap sanitasi 1.3.2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan petugas kantin di setiap fakultas di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan terhadap sanitasi 2. Untuk mengetahui gambaran sikap petugas kantin di setiap fakultas di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan terhadap sanitasi 3. Untuk mengetahui gambaran tindakan petugas kantin di setiap fakultas di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan dalam menjaga sanitasi
1.4. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Pedagang makanan a) Supaya pengetahuan pedagang makanan terhadap sanitasi makanan dapat ditingkatkan. b) Sebagai panduan kepada pedagang makanan supaya menjadi lebih ahli dalam menjaga sanitasi 2. Masyarakat Supaya masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih tempat membeli makanan agar dapat terhindar dari penyakit bawaan makanan dan dapat menurunkan angka kejadian penyakit bawaan 3. Peneliti lain Sebagai referensi bagi peneliti lain yang mahu melanjutkan penelitian ini.