2015 PENERAPAN MATEMATISASI BERJENJANG SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses belajar yang membantu manusia dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan. lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan dilakukan secara terencana dalam mewujudkan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI MTs NEGERI I SUBANG

BAB I PENDAHULUAN. kebodohan menjadi kepintaran, dari kurang paham menjadi paham. Pendidikan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran dan pendidikan merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1, ayat (1) 31, ayat (1). 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS RESENSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN. peserta didik ataupun dengan gurunya maka proses pembelajaran akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. matematika yaitu memecahkan masalah (problem solving), penalaran dan bukti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan inovasi dalam bidang pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, supaya anak didik menjadi manusia yang berkualitas, profesional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Negara Indonesia termuat dalam pembukaan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas guru melalui penataran-penataran atau melanjutkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

I. PENDAHULUAN. untuk membedakan manusia dengan makhluk lainnya, sehingga berpikir menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Pasal 3.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

I. PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Pada hakikatnya pendidikan adalah sarana untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran matematika, selain dari faktor keaktifan, faktor

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Metode Pembelajaran Delikan, Kemampuan Komunikasi, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang pesat sekarang ini, akan membawa berbagai dampak

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu kunci seseorang untuk meraih kesuksesan. Dengan pendidikan seseorang dapat melihat dunia, mengejar citacita dan mewujudkan impiannya. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Jim Yong Kim, Presiden Bank Dunia bahwa pendidikan adalah kunci kesuksesan sehingga penting khususnya di negara-negara berkembang untuk meningkatkan baik kualitas maupun jumlah anak-anak yang mengenyam bangku sekolah. Anak-anak ini perlu mendapatkan pendidikan berkualitas agar mereka siap menghadapi beragam kesempatan dan tantangan pada abad ke-21 (Wardani, 2014). Karena begitu pentingnya pendidikan maka Indonesia terus melakukan pembenahan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Salah satu pembenahan yang dilakukan adalah perubahan kurikulum yang terjadi saat ini. Perubahan kurikulum ini dilakukan dalam rangka untuk dapat mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Kemdikbud, 2013). Perubahan ini merupakan salah satu cara untuk mensukseskan tujuan pendidikan yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara khusus perubahan ini juga sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2 Kurikulum 2013 menyebutkan tentang standar kompetensi lulusan yang berisi kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengalami pembelajaran yaitu aspek sikap (spiritual dan sosial), aspek pengetahuan dan aspek ketrampilan. Untuk mendukung pencapaian kompetensi tersebut, dalam kurikulum 2013 terdapat perubahan dalam proses pembelajaran yang lebih menekankan pada pendekatan scientifik/ilmiah. Pendekatan scientifik ini memuat lima langkah dalam pembelajaran yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar dan mengkomunikasikan. Mengkomunikasikan merupakan langkah akhir pada pendekatan ini. Proses pembelajaran pada pendekatan scientifik ini diharapkan dapat menumbuhkan lima kemampuan matematis yaitu kemampuan pemahaman, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan (Depdiknas, 2006). Kemampuan komunikasi ini merupakan salah satu bagian dari lima kemampuan yang harus dimiliki siswa. Dalam Kurikulum 2006 maupun Kurikulum 2013 kemampuan komunikasi selalu diangkat sebagai salah satu kemampuan yang diharapkan dari setiap peserta didik. Oleh karena itu kemampuan komunikasi merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk dikuasai oleh peserta didik. Dalam hal ini matematika bukan hanya sebagai alat bantu berpikir, menemukan pola menyelesaikan masalah tetapi sebagai bahasa untuk mengkomunikasikan ide. Ontario Ministry of Education (2005) juga menyatakan bahwa komunikasi matematika merupakan proses esensial pembelajaran matematika karena melalui komunikasi, siswa merenungkan, memperjelas dan memperluas ide dan pemahaman mereka tentang hubungan dan argumen matematika. Barrody (1993) juga mengemukakan alasan pentingnya pembelajaran berfokus pada komunikasi yaitu: 1. Mathematics is essentially a language: matematika bukan hanya sekedar alat bantu berfikir, alat menemukan pola, menyelesaikan masalah atau membuat kesimpulan. Matematika juga merupakan alat

3 yang tak ternilai harganya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas tepat dan ringkas. 2. Mathematics and mathematics learning are, at heart, social activities: sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, interaksi antar siswa seperti komunikasi antara guru dan siswa yang berguna untuk mengembangkan potensi matematis siswa. Selain itu kemampuan komunikasi siswa dalam belajar menjadi standar utama dalam pembelajaran matematika yang termuat dalam Standar National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000). Peserta didik diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk menjelaskan ide/gagasan/solusi tentang masalah matematika dalam proses pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran dapat berjalan dengan lebih optimal. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Pugalee (2011) yaitu bahwa siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas setiap jawaban serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi lebih bermakna baginya. Untuk mendukung tercapainya kemampuan komunikasi yang baik, dibutuhkan suatu proses pemahaman yang cukup baik pula. Seseorang perlu memiliki pemahaman yang baik tentang apa yang hendak ia komunikasikan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa seseorang akan memiliki kemampuan komunikasi yang baik apabila ia memahami materi tersebut dengan baik pula. Seperti yang dikemukakan Albert Einsten (brainyquotes. com) yaitu: if you can t explain it simply, you don t understand it well enough. Maksudnya bahwa seseorang dapat menjelaskan sesuatu dengan baik/sederhana apabila ia memahami dengan sangat baik tentang sesuatu yang hendak ia jelaskan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi seseorang sangat terkait dengan pemahaman yang dimiliki oleh orang tersebut. Oleh karena itu kemampuan pemahaman dibutuhkan untuk menunjang kemampuan komunikasi mereka.

4 Selain kemampuan pemahaman, ada satu hal lagi yang tidak kalah penting dalam mendukung kemampuan komunikasi yaitu keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri. Keyakinan ini penting dimiliki siswa guna menunjang kemampuan komunikasi. Terkadang siswa kurang yakin dalam mengkomunikasikan ide padahal siswa tersebut mampu melakukannya. Untuk dapat memiliki kemampuan komunikasi yang baik, siswa harus memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu menjelaskan kepada orang lain tentang apa yang ada dalam pikirannya. Dalam usaha untuk mengasah kemampuan pemahaman, komunikasi dan self-efficacy ini dibutuhkan suatu cara/metode pengajaran yang dianggap mampu menjawab tantangan ini. Pengembangan metode ini terus dilakukan seiring berkembangnya kurikulum dan situasi yang ada. Guru diharapkan mampu memilih, menggabungkan, menggunakan dan mengembangkan beberapa metode/pendekatan/strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi yang ada, guna dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik. Hal ini dilakukan karena tidak ada satu pun metode pembelajaran yang paling baik yang dapat dilakukan. Oleh karena itu guru maupun calon guru diharapkan dapat selalu melakukan inovasi sebagai usaha mengasah kemampuan pemahaman, komunikasi dan self-efficacy siswa. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan diantaranya Subagiana (2009), Anggraeni (2012) dan Hendriana (2009) dimana penelitian ini menerapkan suatu metode pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi dan self-efficacy siswa. Berdasarkan hasil penelitian Subagiyana, peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa yang memperoleh pembelajaran TAI (Teams Assisted Individualization) dengan pendekatan kontekstual lebih baik dibandingkan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa dengan pembelajaran konvensional. Namun hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut masih belum sesuai dengan yang diharapkan, karena hasil peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi di kelas eksperimen masih tergolong rendah yaitu 9,45

5 (39,38%) dan 8,25 (34,38%) dari skor ideal 24. Demikian pula hasil penelitian Anggraeni menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa yang mendapat pembelajaran FLSC (Formulate-Share- Listen-Create) lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Peningkatan pemahaman dan komunikasi di kelas eksperimen berturut-turut sebesar 49,75% dan 50,63%. Peningkatan ini tergolong dalam kategori sedang. Hal yang sama juga terjadi dalam penelitian Hendriana dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman, komunikasi siswa dan kepercayaan diri dengan pembelajaran Metaphorical Thinking tergolong dalam kategori sedang dengan skor pemahaman 26,46 (skor ideal 40), skor komunikasi 17,46 (skor ideal 30) dan skor kepercayaan diri sebesar 137,64 (skor ideal 200). Berdasarkan hasil penelitian tentang peningkatan kemampuan pemahaman, komunikasi dan self-efficacy siswa dengan beberapa pendekatan, ternyata masih menunjukkan hasil yang belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari prosentase peningkatan dan pencapaian dari setiap kemampuan. Oleh karena itu peneliti ingin mencoba untuk menerapkan model lain sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi dan self-efficacy. Salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan dan dapat dijadikan rujukan bagi guru adalah matematisasi berjenjang (Susento, 2007). Model pembelajaran ini dikembangkan dengan memadukan beberapa pendekatan yaitu pendekatan kontekstual, pendekatan pembelajaran berbasis masalah, pendekatan kooperatif, pendekatan konvensional dan pendekatan pendidikan realistik. Selain itu model ini menjadi wadah bagi prinsip-prinsip didaktis yang baru yaitu (1) proses reinvensi terbimbing dalam kegiatan belajar matematika, (2) masalah kontekstual sebagai titik pangkal (starting point) pembelajaran, dan (3) pendayagunaan kelas kooperatif dalam pengelolaan belajar di kelas.

6 Model pembelajaran lain yang dapat digunakan adalah model pembelajaran matematisasi berjenjang, dimana kegiatan pembelajaran untuk suatu topik matematika merupakan proses matematisasi berjenjang yang terdiri atas jenjang-jenjang kegiatan enaktif, kegiatan ikonik, kegiatan simbolik, dan kegiatan formal. Pada kegiatan enaktif siswa diberikan kegiatan berupa pemecahan masalah kontekstual yang melibatkan gerak anggota badan (tindakan fisik) dan benda-benda konkret. Kegiatan ikonik siswa diberikan kegiatan pendeskripsian dan pemecahan masalah kontekstual yang melibatkan model gambar yang dapat berupa skema atau gambaran situasi. Selanjutnya, dalam kegiatan simbolik siswa diharapkan dapat mendeskripsikan dan memecahkan masalah kontekstual dengan menggunakan lambang, istilah atau cara temuan sendiri yang menyatakan penalarannya. Kegiatan yang terakhir adalah kegiatan formal, yaitu kegiatan pemecahan masalah matematis yang menggunakan istilah, lambang, dan cara baku dalam matematika formal. Dalam model matematisasi berjenjang, guru perlu mengawali pembelajaran dengan kegiatan pemecahan masalah kontekstual dan secara bertahap masuk ke tingkat matematika formal (Susento & Rudhito, 2008). Model matematisasi berjenjang menggunakan masalah kontekstual sebagai titik awal pembelajaran dan proses pembelajarannya sesuai dengan jenjang yang diberikan. Proses pembelajaran dilakukan dalam empat tahap dimana tahapan ini dimaksudkan agar pembelajaran tidak langsung menuju pada sesuatu yang abstrak, tidak langsung menuju pada rumus atau definisi. Tetapi pembelajaran dimulai dari sesuatu yang dikenal siswa, kemudian bayangan dari benda nyata, penggunaan simbol dan barulah masuk pada tahap abstrak. Dengan tahapan ini diharapkan dapat membuat matematika menjadi lebih bermakna dan menjadikan siswa lebih memahami materi yang diberikan oleh guru, sehingga diharapkan siswa dapat memiliki kemampuan pemahaman yang lebih baik. Penggunaan masalah kontekstual sebagai titik awal dalam pembelajaran ini merupakan prinsip didaktis yang pertama. Selain menggunakan masalah kontekstual dan empat tahapan, model ini juga

7 menggunakan kelas kooperatif dalam penerapannya. Hal ini diharapkan agar siswa mempunyai waktu untuk berdiskusi, bertukar pendapat, belajar untuk mendengarkan teman, berkomunikasi atau menyampaikan ide dan belajar untuk yakin dengan kemampuan dirinya. Dengan adanya kelas kooperatif ini siswa diharapkan dapat memiliki kemampuan komunikasi dan self-efficacy yang lebih baik. Penggunaan kelas kooperatif dalam pelaksanaan pembelajaran merupakan prinsip didaktis yang kedua. Prinsip didaktis yang ketiga adalah adanya reinvensi terbimbing yang dilakukan pada saat proses pembelajaran. Reinvensi terbimbing ini dilakukan dengan maksud agar siswa dapat seolah-olah menemukan konsep dengan sendirinya seperti penemu. Siswa dapat bertanya atau meminta bantuan kepada guru maupun teman dalam satu kelompok. Dengan menemukan konsep tersebut, diharapkan konsep lebih tertanam kuat dalam diri siswa. Apabila konsep dapat tertanam kuat, diharapkan siswa dapat memiliki kemampuan pemahaman, komunikasi matematika dan self-efficacy yang lebih baik. Dari penerapan 3 prinsip didaktis dalam model matematisaasi berjenjang ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi dan self-efficacy siswa. Dari uraian di atas maka peneliti ingin mengambil judul Penerapan Matematisasi Berjenjang Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi dan Self-Efficacy Siswa SMP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menuliskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peningkatan kemampuan pemahaman siswa SMP pada pembelajaran dengan model matematisasi berjenjang dibandingkan dengan peningkatan kemampuan pemahaman siswa pada pembelajaran konvensional? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan komunikasi siswa SMP pada pembelajaran dengan model matematisasi berjenjang dibandingkan dengan

8 peningkatan kemampuan komunikasi siswa pada pembelajaran konvensional? 3. Bagaimana peningkatan self-efficacy siswa SMP pada pembelajaran dengan model matematisasi berjenjang dibandingkan dengan peningkatan self-efficacy siswa pada pembelajaran konvensional? 4. Bagaimana aktivitas siswa terkait dengan indikator kemampuan pemahaman, komunikasi dan self-efficacy? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menjawab rumusan masalah di atas, yaitu: 1. Menganalisis peningkatan kemampuan pemahaman siswa SMP terhadap pembelajaran dengan menggunakan matematisasi berjenjang dan pembelajaran konvensional 2. Menganalisis peningkatan kemampuan komunikasi siswa SMP terhadap pembelajaran dengan menggunakan matematisasi berjenjang dan pembelajaran konvensional 3. Menganalisis peningkatan self-efficacy siswa SMP terhadap pembelajaran dengan menggunakan matematisasi berjenjang dan pembelajaran konvensional 4. Menganalisis aktivitas siswa terkit dengan indikator kemampuan pemahaman, komunikasi dan self-efficacy. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat praktis Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk: a. Bagi siswa: siswa mendapatkan model pembelajaran baru yaitu matematisasi berjenjang. Dari model pembelajaran ini siswa mampu mengembangkan kemampuan pemahaman, komunikasi dan selfefficacy. Selain itu siswa akan mendapatkan feedback dari apa yang

9 telah dipahami dan apa yang telah dikomunikasikan kepada guru, sehingga siswa dapat belajar dari kesalahan/pengalaman belajar sebelumnya. b. Bagi guru: guru memperoleh gambaran tentang penerapan model matematisasi berjenjang sehingga menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan tentang model pembelajaran yang sudah ada. Di samping itu guru dapat mengetahui bagaimana kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa setelah diberikan pembelajaran dengan model matematisasi berjenjang yang telah diterapkan. c. Bagi peneliti: peneliti memperkaya pengalaman dalam menerapkan model matematisasi berjenjang. Selain itu mampu menjawab sebagian kecil masalah dalam pembelajaran matematika. d. Bagi pihak lain: dapat digunakan sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya. Selain itu dapat memberikan ide/gagasan bagi pihak yang ingin mengembangkan penelitian serupa dengan topik yang berbeda. 2. Manfaat teoritis a. Guru dapat menggunakan model matematisasi berjenjang sebagai alternatif model pembelajaran dalam penerapan Kurikulum 2013. b. Dengan penelitian ini, peneliti dapat melihat masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran, sehingga dalam penelitian selanjutnya mampu menjawab masalah-masalah lain yang berkembang di kelas dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan khususnya matematika di Indonesia. c. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi ahli pendidikan matematika untuk pengembangan model pembelajaran yang ada. E. Definisi Operasional

10 Dalam penelitian ini, peneliti menuliskan definisi operasional agar tidak terjadi kesalahan persepsi antara peneliti dan pembaca atau pihak lain. 1. Pemahaman Matematika Kemampuan dalam mengklasifikasikan objek, mengaitkannya dengan konsep lain dan mampu mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah. Indikator pemahaman matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Mengungkapkan pengertian suatu konsep dengan bahasa sendiri. b. Mengidentifikasi konsep matematika yang terkandung dalam suatu masalah. c. Membedakan satu konsep dengan konsep yang lain dalam matematika. d. Menjelaskan hubungan antar konsep dalam menyelesaikan masalah. e. Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk representasi lainnya. 2. Komunikasi Matematika Kemampuan dalam membuat model, menyusun argumen, menulis ide/ jawaban dengan bahasa sendiri dan membuat pertanyaan tentang matematika. Indikator komunikasi matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika b. Mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-idenya secara visual dengan cara yang berbeda. c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. d. Menjelaskan ide-ide, situasi-situasi dan relasi-relasi di dalam matematika dengan benda nyata, gambar, grafik dan representasi aljabar.

11 e. Menganalisis, mengevaluasi dan membuat pertanyaan terhadap suatu informasi yang diberikan. 3. Self-Efficacy Rasa yang mencerminkan keyakinan diri tentang kemampuannya dalam melakukan tugas-tugas tertentu. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini memuat tiga dimensi yaitu dimensi level, generality dan strength. 4. Model Matematisasi Berjenjang suatu model pembelajaran matematika dimana dalam proses pembelajarannya melalui serangkaian kegiatan yang disusun menyerupai anak tangga yang terdiri dari tahapan kegiatan enaktif, ikonik, simbolik dan kegiatan formal. Selain empat tahapan tersebut model ini juga didasari oleh tiga prinsip didaktis, yaitu reinvensi terbimbing, penggunaan masalah kontekstual dan pendayagunaan kelas kooperatif. 5. Model Pembelajaran Konvensional Suatu model pembelajaran dimana proses pembelajarannya diawali dengan penjelasan materi dari guru (ceramah), pemberian kesempatan kepada siswa untuk bertanya, pemberian latihan soal dan diakhiri dengan pembahasan soal. 6. Aktivitas Siswa Aktivitas siswa yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan aktivitas siswa yang menunjukkan sikap/perilaku yang mencerminkan indikator kemampuan pemahaman, komunikasi dan self-efficacy.