MONITORING PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN CITRA SATELIT DI MUARA GEMBONG BEKASI

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI DATA CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK PEMANTAUAN DINAMIKA PESISIR MUARA DAS BARITO DAN SEKITARNYA

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL

PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS DATA CITRA LANDSAT UNTUK PEMANTAUAN PERUBAHAN GARIS PANTAI KOTA BENGKULU

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG BAB I PENDAHULUAN

ABRASION ANALYSIS USING REMOTE SENSING TECHNOLOGY (Case Study in the Village Bahagia Beach distric Muara Gembong Bekasi Regency)

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

ABSTRACT. Septian Dewi Cahyani 1), Andri Suprayogi, ST., M.T 2), M. Awaluddin, ST., M.T 3)

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

BAB III METODE PENELITIAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

A ALISIS SPASIAL PERUBAHA GARIS PA TAI DI PESISIR KABUPATE SUBA G, JAWA BARAT

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS LAJU ABRASI PANTAI PULAU RANGSANG DI KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1A untuk Pembuatan Peta Dasar Lahan Pertanian (Studi Kasus: Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan)

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki panjang garis pantai

BAB III METODE PENELITIAN

TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUIH NOPEMBER SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN I - 1

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI PESISIR BUNGUS TELUK KABUNG, SUMATRA BARAT TAHUN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS TEMPORAL PERUBAHAN LUAS LAHAN TAMBAK DI PESISIR UJUNG PANGKAH, KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT BNADI SARAH AYUTYAS

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI WILAYAH PESISIR PERAIRAN UJUNG BLANG KECAMATAN BANDA SAKTI LHOKSEUMAWE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Monitoring Perubahan Garis Pantai Kabupaten Jembrana dari Data Satelit Landsat 8

Sigit Sutikno. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

PERUBAHAN GARIS PANTAI PULAU LANCANG KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT CHIQUITA AYU PUTRI MARDHANI

III. BAHAN DAN METODE

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Staf Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UNPAK.

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Aninda Nurry M.F ( ) Dosen Pembimbing : Ira Mutiara Anjasmara ST., M.Phil-Ph.D


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

STUDI TENTANG DINAMIKA MANGROVE KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN DATA PENGINDERAAN JAUH

Perubahan Garis Pantai Di Kabupaten Indramayu Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat Multi Temporal

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

Indra Jaya Kusuma, Hepi Hapsari Handayani Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya,

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN MENGGUNAKAN DATA LANDSAT 7 ETM+

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

ANALISIS KORELASI PERUBAHAN GARIS PANTAI KAWASAN PESISIR KOTA SEMARANG TERHADAP PERUBAHAN GARIS PANTAI PESISIR KABUPATEN DEMAK (DARI TAHUN )

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal

Transkripsi:

Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 6 No. 2 (Desember 2016): 178-186 MONITORING PERUBAHAN GARIS PANTAI DENGAN CITRA SATELIT DI MUARA GEMBONG BEKASI Monitoring of Coastline Changes Using Satellite Imagery in Muara Gembong, Bekasi Hermansyah Putra a, Lilik Budi Prasetyo b, Nyoto Santoso b a Sekolah Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor, Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Kampus IPB Baranangsiang, Bogor 16144 hermanhik@yahoo.com b Departemen Konservasi Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Abstract. This study discussed themonitoring of coastline changesaccording to accretion and abrasion. The aim this study is to calculate the shoreline change within the last 10 years in Muara Gembong, Bekasi. This research using remote sensing approach and data from Landsat Satellite Imagery. The results indicate a change in the form of accretion and erosion on the shoreline. The abrasion average are 230.89 to 34.95 m/yr or 202 589 to 15,911 m 2 /yr. While the accretion average are 34 to 172.39 m/yr or 7044 to 47 205 m 2 /yr. This study concluded that accretion and abrasion of coastline,caused mainly byland conversion to enhance coast area made by a resident to fishfond, rice field and settlements, as well as sedimentation. Keywords: Abrasion, accretion, Muara Gembong, sedimentation, remote sensing (Diterima: 18-07-2016; Disetujui: 18-08-2016) 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perubahan garis pantai dipengaruhi berbagai macam faktor baik faktor dari alam maupun manusia. Faktor dari alam antara lain sedimentasi pantai, erosi pantai, gelombang pantai sedangkan faktor dari manusia penggalian, aktifitas manusia yang menyebabkan sedimentasi pantai dan laut, reklamasi (pengurungan pantai), perlindungan pantai (shore protection), penggundulan dan penanaman hutan pantai, pengaturan pola aliran sungai (Bird and Ongkosongo,1980) Menurut Triatmodjo (1999) transpor sedimen sepanjang pantai merupakan penyebab utama terjadinya perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai pada dasarnya meliputi proses abrasi dan akresi (sedimentasi) yang dapat terjadi secara alami karena faktor alam dan manusia. Akresi dan abrasi yang terjadi disertai dengan maju dan mundurnya garis pantai. Akibat pengaruh transpor sedimen sepanjang pantai, sedimen dapat terangkut sampai jauh dan menyebabkan perubahan garis pantai. Menurut Nybekken (1992) sedimen yang berasal dari daratan, dan masuk kedalam aliran sungai serta dibawa kelaut melalui estuari, juga akan menyebabkan terjadinya perubahan bentuk garis pantai. Masuk yang terus-menerus disertai lumpur menyebabkan bertambahnya luas daratan atau pendangkalan pada bagian estuari dan pesisir. Akumulasi lumpur yang mengendap dan terperangkap vegetasi bakau selama bertahun-tahun akan menyebabkan timbulnya daratan.tinggi sedimentasi dari darat terjadi di wilayah DAS Citarum. DAS Citarum masuk priotas I dikarenakan tingkat degradasi DAS katogori berat. Adapun permasalahan yang ada di DAS Citarum yaitu di wilayah hulu DAS Citarum sangat Kritis ditinjau dari nilai koefesien aliran dan indek muatan sedimen serta erosi aktual 95.29 ton/ha/thn dan daerah banjir setiap tahun di sekitar wilayah Bandung, Bekasi dan Karawang dengan ketinggian 0.5 3 meter lalu pencemaran BOD di sungai Citarum hulu 239.980 kg/hari dan telah diatas baku mutu, kemudian wilayah DAS Citarum diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar ± 2%/tahun dan luas lahan kritis DAS Citarum sebesar 125,692.20 Ha. (BP DAS Citarum Ciliwung, 1999) Perubahan bentuk garis pantai akibat sedimentasi (akresi) menimbulkan masalah, antara lain meluasnya areal lahan, pendangkalan pelabuhan, pendangkalan pada mulut muara yang dapat mengakibatkan banjir di sekitar muara pada waktu debit air dari sungai tinggi atau terjadi banjir di hulu sungai. Selain itu, perubahan bentuk garis pantai disebabkan juga oleh adanya abrasi pantai. Abrasi yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor manusia, peningkatan jumlah populasi manusia dan penggunaan lahan yang semakin intensif dan berkembang untuk lahan pertanian (Bird dan Ongkosongso, 1980). Dampak abrasi terhadap ekologi dan sosial masyarakat dirasakan di Wilayah Pesisir Muara Gembong Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi.Kecamatan Muara Gembong merupakan wilayah pesisir yang banyak mengalami perubahan penggunaan lahan, terutama konversi hutan mangrove menjadi tambak. Perubahan lahan yang tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan di pesisir Pantai Muara Gembong mengakibatkan 178 doi: 10.19081/jpsl.2016.6.2.178

JPSL Vol. 6 (2): 178-186, Desember 2016 berkurangnya hutan mangrove dan hilangnya tiga desa, yakni Desa Pantai Bahagia, Desa Pantai Mekar dan Desa Pantai Sederhana (Alimuddin, 2015). Pengetahuan tentang perubahan bentuk garis pantai sangat penting untuk pemantauan luas pesisir dan ditujukan bagi pengelolaan wilayah pesisir secara efektif. Salah satu teknik yang sangat tepat digunakan untuk pemantauan wilayah pesisir ini adalah penginderaan jauh. Teknologi ini mempunyai kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan inventarisasi dan pemonitoran sumber daya alam yang semakin dinamis. Dengan kondisi geografis berbeda setiap pulau di wilayah Indonesia, pemantauan dapat dilakukan dengan tersedianya data real time, cepat, multi temporal, multi spektral, multi spasial, dan berkelanjutan. waktu 10 tahun terakhir di Muara Gembong dengan memanfaatkan Citra Satelit Landsat. 2. Metode Penelitian 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat, secara geografis antara 107 o 00 00 BT sampai 107 o 06 00 BT dan 55 00 LS sampai 6 o 05 30. Penelitian dilakukan dari bulan Febuari 2016. Secara keseluruhan wilayah penelitian terdiri dari laut, pesisir pantai dan hutan mangrove. Identifikasi pantai didasarkan pada pengelompokan semua piksel dari citra menjadi tiga kelas: laut, darat dan vegetasi (Maglione et al., 2014). Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar perubahan dari garis pantai dalam Gambar 1. Lokasi penelitian 2.2. Bahan dan Alat Bahan penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan validasi titik ikat trayek garis pantai tahun 2015 dan data sekunder terdiri dari data spasial dan kajian pustaka. Data spasial yang digunakan adalah citra Landsat tahun 2005, 2007, 2009, 2011, 2013 dan 2015, adapun tanggal akuisisi citra landsat dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 2 dan Tabel 1. Peralatan yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS), kamera digital dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan sofrware pengolah data: ArcGis Desktop V.10.1, ERDAS Imagine 9.1, GQGIS Desktop 2.12.0 with GRASS 6.4.4 dan Microsoft Office 2013. 2.3. Analisis Data Data spasial menggunakan citra satelit 10 tahun terakhir untuk melihat perubahan garis pantai. Pengolahan citra awal dengan melakukan koreksi geometrik (uji akurasi antara citra ke citra) menggunakan ArcGis Desktop V.10.1, ERDAS Imagine 9.1, GQGIS Desktop 2.12.0 with GRASS 6.4.4 dilakukan pada citra tahun 2005 sampai 2015. Citra tahun 2015 dijadikan sebagai acuan dan diasumsikan memiliki informasi yang benar. Pengambilan titik GCP (Ground Control Point) diambil secara menyebar pada pengamatan lapang, memiliki geometrik tetap dengan nilai RMSE (Root Mean Square Error) diperoleh < 0,5 dan mudah dikenali baik pada citra maupun keadaan aslinya dengan sistem WGS 1984 SUTM 48. Penetapan garis pantai yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi visual dari kenampakan objek. 179

ISSN 2086-4639 e-issn 2460-5824 JPSL Vol. 6 (2): 178-186 Komposit Citra Landsat 8 OLI tahun 2005, 2007, 2009, 2011, 2013, dan 2015 yang digunakan 531 (RGB) karena batas tegas antara air laut dan daratan yang ada dapat digambarkan dan sesuai untuk mendeteksi perubahan garis pantai. Kemudian dilakukan pan sharping yang menghasilkan resolusi spasial 15 m setelah citra terkoreksi proses selanjutnya penajaman citra (Colour balancing) untuk menyamakan warna antar scene menjadi seragam ketika akan digabungkan, tujuannya untuk meningkatkan kemampuan interpretasi citra secara visual dengan mempertinggi perbedaan kenampakan objek. Data Tahun Tabel 1. Data akuisisi citra landsat Akuisisi 2015 Landsat 8 OLI ; 18 Oktober 2015 2013 Landsat 8 OLI ; 18 Oktober 2013 2011 Landsat 7ETM+ ; 18 September 2011 2009 Landsat 5 TM; 15 November 2009 2007 Landsat 5 TM. ; 15 September 2007 2005 Landsat 7 ETM+ ; 20 November 2005 Sumber : Data Satelit USGS Sebelum dilakukan digitized on screen, data citra tahun 2005 sampai 2015 dilakukan pembuatan grid 1.5 km x 1.5 km sebagai lokasi trayek pengukuran jarak dan luas perubahan garis pantai. Jumlah trayek pengukuran perubahan garis pantai di Muara Gembong sebanyak 14 trayek yang terbagi 7 trayek bagian timur dan 7 trayek bagian barat pesisir. Kemudian, proses digitized on-screen dilakukan karena lebih mudah dilakukan, tidak memerlukan tambahan peralatan lainnya dan lebih mudah untuk dikoreksi apabila terjadi kesalahan. Proses digitasi menggunakan image analysis yang dapat menampilkan data raster dan data vektor secara bersamaan. Setelah tahap digitasi selesai, proses selanjutnya adalah tumpang-susun (overlay) untuk mengetahui seberapa besar perubahan garis pantai yang mengalami abrasi dan akresi. Pembuatan polygon/line untuk menghitung jarak dan luas area perubahan garis pantai dalam kurun waktu menggunakan fitur measured tools program ArcGis. Jarak dan luas area dihitung berdasarkan jumlah piksel yang terklasifikasi sebagai objek di kalikan dengan tingkat ketelitian ukuran (15x15 m).tahapanalisis datadalam penelitian ini ditunjukan pada Gambar 3. 3. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran perubahan garis pantai, pesisir pantai Muara Gembong mengalami kemunduran (abrasi) dan kemajuan (akresi) di beberapa lokasi. Abrasi yang terjadi di Muara Gembong faktor utama adalah kegiatan manusia terutama konversi lahan menjadi tambak. Perubahan abrasi di Muara Gembong terjadi di wilayah trayek bagian timur ( trayek 1, 2, dan 3) seperti disajikan pada Gambar 4 dan 5. Sedangkan perubahan garis pantai akresi atau sedimentasi bersumber dari DAS Citarum yang wilayah hilir DAS di Muara Gembong. Hasil pengukuran perubahan garis pantai di Muara Gembong lokasi trayek yang mengalami akresi pantai adalah trayek 4 sampai 14 yang disajikan pada Gambar 4 dan 5. 3.1. Perubahan Garis Pantai (abrasi) Menurut Lantuit et al. (2010) abrasi merupakan pengurangan garis pantai dipengaruhi oleh dinamika gerak air laut dan kegiatan manusia yang bersifat merusak. Abrasi merupakan salah satu masalah yang mengancam pesisir, mengalami kemunduran garis pantai sehingga merugikan bagi penduduk Muara Gembong. Abrasi dapat merusak bangunan-bangunan yang difungsikan sebagai penunjang wisata dan rumah penduduk yang berada di pinggir pantai. Abrasi pantai disebabkan adanya angkutan sedimen menyusur pantai sehingga mengakibatkan berpindahnya sedimen dari satu tempat ke tempat lainnya. Hasil overlay garis pantai pada citra landsat diperoleh 3 lokasi yang mengalami abrasi yaitu lokasi trayek 1 sampai 3. Perubahan garis pantai yang mengalami abrasi di Muara Gembong disajikan pada Tabel 2 dan 3 dari 3 lokasi trayek yang mengalami abrasidengan nilai rata-rata sepanjang 230,89 m/thn sampai 34,95 m/thn atau seluas 202,589 m 2 /thn sampai 15,911 m 2 /thn. Berdasarkan perubahan jarak garis pantai pada Gambar 4 dan 5, trayek 1 dan 2 menunjukkan peningkatan setiap tahun dan rata-rata perubahan jarak garis pantai pada trayek 1 sepanjang 236.89 m/thn atau seluas 202,589 m 2 /thn dan pada trayek 2 sepanjang 169,26 m/thn atau seluas 61,927 m 2 /thn. Peningkatan abrasi di trayek 1 dan 2 dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang menimbulkan dampak abrasi adalah peningkatankonversi lahan yang dilakukan oleh penduduk untuk lahan tambak, sawah dan pemukiman. Penggunaan lahan di Muara Gembong tahun 1946 sebesar 13 % dan tahun 2008 meningkat sebesar 94% (Setiani, 2010) 180

JPSL Vol. 6 (2): 178-186, Desember 2016 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 2. Data citra landsat tahun (a) 2005, (b) 2007, (c) 2009, (d) 2011, (e) 2013, dan (f) 2015 181

ISSN 2086-4639 e-issn 2460-5824 JPSL Vol. 6 (2): 178-186 Mulai Citra Landsat 2005,2007,2009, 2011, 2013 dan 2015 Koreksi Geometrik Pan Sharping Pengamatan Lapangan (GCP) Citra Terkoreksi Penajaman Citra (Colour balancing) Digitized on -screen Data Pendukung : Sosial Masyarakat dan Biofisk Pengukuran Garis Pantai (Measured Tools) Tahun 2005 vs 2007 vs 2009 vs 2011 vs 2013 vs 2015 Perubahan Garis Pantai (Abarsi /Akresi) Gambar 3. Diagram alir proses analisis perubahan garis pantai Gambar 4. Perubahan jarak garis pantai di Muara Gembong 182

JPSL Vol. 6 (2): 178-186, Desember 2016 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 5. Perubahan luas garis pantai tahun 2005 dengan (a) 2007, (b) 2009, (c) 2011, (d) 2013, (e) 2015, (f) Gabungan 183

Luas Daratan baru Jarak Garis Pantai ISSN 2086-4639 e-issn 2460-5824 JPSL Vol. 6 (2): 178-186 Tabel 2. Analisis jarak perubahan garis pantai abrasi tahun 2005-2015 Perbedaan Garis Pantai Tahun 2005-2015 (m) Lokasi 2007 2009 2011 2013 2015 Rata2/Th Keterangan 1 57.80 231.33 267.50 263.00 364.80 236.89 Abrasi 2 47.70 144.20 177.90 226.00 250.50 169.26 Abrasi 3 20.75 28.00 29.25 35.75 61.00 34.95 Abrasi 400 350 300 250 200 150 100 Trayek 1 Trayek 2 Trayek 3 50 0 2005 2007 2009 2011 2013 2015 Tahun Gambar 6. Perubahan jarak garis pantai Tabel 3. Analisis luas perubahan garis pantai abrasi tahun 2005-2015 Perbedaan luas areal Daratan baru tahun 2005-2015 (m 2 ) Lokasi Rata2/thn 2007 2009 2011 2013 2015 1 13,677 212,694 226,237 275,057 285,280 202,589 2 23,399 59,277 56,886 78,123 91,953 61,927 3 16,418 35,112 7,486 7,419 13,119 15,911 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0 2005 2007 2009 2011 2013 2015 Tahun Trayek 1 Trayek 2 Trayek 3 3.2. Penambahan Garis Pantai (Akresi) Menurut Satyanta (2010) akresi atau sedimentasi adalah pendangkalan atau penambahan daratan baru yang cenderung semakin ke arah laut 184 Gambar 7. Perubahan luas abrasi akibat adanya pengendapan sedimen yang dibawa oleh air laut.akresi dapat merugikan masyarakat pesisir karena mempengaruhi ketidakstabilan garis pantai. Akresi secara terus-menerus dalam jangka waktu relatif lama dapat mengubah permukaan menjadi daratan yang lebih tinggi dan luas.

Jarak Graris Pantai (m) JPSL Vol. 6 (2): 178-186, Desember 2016 Perubahan garis pantai yang mengalami akresi di Muara Gembong disajikan pada Tabel 4 dan 5 dengan nilai rata-rata jarak berkisar 22 sampai 172.39 m/thn dari tahun 2007 sampai 2015. Lokasi trayek 4 sampai trayek 8 di sebelah timur, sedangkan trayek 9 sampai 14 berada di sebelah barat. Sedangkan wilayah estuari berada antara trayek 7, 8, 9, dan 10. Pada wilayah estuari menunjukkan jarak perubahan garis pantai akresi yang paling tinggi dengan nilai rata-rata berkisar 34 sampai 172.39 m/thn. Berdasarkan perubahan jarak garis pantai pada Gambar 10, tahun 2013 sampai 2015 mengalami peningkatan akresi secara konsisten, tahun 2013 mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata 117,905 m/thn dan tahun 2015 mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata 170,206 m/thn atau mengalami peningkatan dari tahun 2013 sampai 2015 sebesar 30.7% atau 144 m/thn. Sedangkan perubahan luas garis pantai pada Gambar 11, tahun 2013 sampai 2015 mengalami peningkatan akresi sebesar 25.1% atau 6,372 m 2 /thn. Lokasi atau trayek yang mengalami peningkatan perubahan akresi secara signifikan adalah lokasi atau trayek 7 dan 8. Trayek 7 dan 8 merupakan Muara Citarum hilir atau zonasi estuari Muara Gembong. Sedangkan DAS Citarum adalah DAS masuk prioritas I dengan indeks muatan sedimen serta erosi aktual 95.29 ton/ha/thn (BAPPEDA Jabar, 2007). Tabel 4. Analisis jarak perubahan garis pantai akresi tahun 2005-2015 Perbedaan Garis Pantai Tahun 2005 (m) Lokasi Rata2/Tahun 2007 2009 2011 2013 2015 4 30.5 21.5 22.75 17.5 17.75 22 5 30 30 18.66 20.2 75 34.77 6 42.25 33.5 47.75 33.75 131 57.65 7 0 0 49,25 175.33 394 123.72 8-15.97-16 -11.9 396.7 421.4 172.39 9-32 -26-25 -25.66 65 34.73 10 20-13.9 70.33 90.33 124 63.71 11 25.75-42 114.66 172 201 111.08 12 0 0 70.66 105.33 116 58.40 13 0 0 41.5 84 95.66 44.23 14 8 8 22.4 58.25 61.25 31.58 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Trayek 4-14 Th 2007 Th 2009 Th 2011 Th 2013 Th 2015 Gambar 8. Perubahan jarak akresi Tabel 5. Analisis jarak perubahan garis pantai akresi tahun 2005-2015 185

Luas Garis Pantai ISSN 2086-4639 e-issn 2460-5824 JPSL Vol. 6 (2): 178-186 Perbedaan luas areal Daratan baru tahun 2005 (m 2 ) Lokasi 2007 2009 2011 2013 2015 Rata2/thn 4 29,206 2,832 7,568 7,689 7,689 10,997 5 31,138 1,878 3,091 3,127 10,286 9,904 6 37,020 5,446 8,251 9,940 38,718 19,875 7 0 0 13,181 68,682 109,347 38,242 8 44,938 5,983 5,863 41,883 60,349 31,803 9 5,883 9,890 5,718 5,542 8,188 7,044 10 3,319 1,111 30,482 48,086 69,550 30,510 11 10,063 13,420 56,201 77,755 78,587 47,205 12 0 0 24,187 41,895 49,658 23,148 13 0 0 15,818 32,454 33,683 16,391 14 189 177 10,577 43,145 41,602 19,138 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Trayek 4-14 Th 2007 Th 2009 Th 2011 Th 2013 Th 2015 Gambar 9. Perubahanluas akresi 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan serta kaitannya dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Terjadi Abrasi pantai di wilayah estuari Muara Gembong dengan jarak perubahan garis pantai rata-rata sepanjang 230.89 m/thn sampai 34.95 m/thn atau seluas 202,589 m 2 /thn sampai 15,911 m 2 /thn 2. Terjadi akresi pantai di wilayah estuari Muara Gembong dengan jarak perubahan garis pantai rata-rata sepanjang 34 sampai 172.39 m/thn atau seluas 7,044 m 2 /thn sampai 47,205 m 2 /thn Daftar Pustaka [1] Alimuddin. 2015. Alternatif Bangunan Penanggulangan Abrasi di Pantai Muara Gembong, Bekasi. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [2] BP DAS Citarum Ciliwung, 1999. Laporan Penyusunan Urutan Prioritas DAS di BP DAS Citarum Ciliwung. [3] BAPPEDA Jabar, 2007. Laporan akhir atlas pesisir dan Laut Utara Jawa Barat. Bandung. [4] Bird, E.C.F. and R. Ongkosong, 1980. Enviromental Changes on The Coasts Of Indonesia. United Nations University, Japan. [5] Lantuit, H., P.P. Overduin, N. Couture, S. Wetterich, F. Aré, D. Atkinson, J. Brown, G. Cherkashov, D. Drozdov et al, 2010. Thne arctic coastal dynamics database: a new classification scheme and statistics on arctic permafrost coastlines. Estuaries and Coasts. doi: 10.1007/s12237-010- 9362-6. [6] Maglione, P., C. Parente, A. Vallario, 2014. Coastline extraction using high resolution WorldView-2 satellite imagery. European Journal of Remote Sensing 47,pp. 685-699. doi: 10.5721/EujRS20144739. [7] Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi (Terjemahan) Muh. Eidman dan Koesoebiono. Gramedia. Jakarta. [8] Satyanta P, 2010. Deteksi perubahan garis pantai melalui citra penginderaan jauh di Pantai Utara Semarang Demak. Jurnal Geografi 7(1), pp. 30-38. [9] Setiani D.H, 2010. Pengelolaan Lahan Basah Pesisir di Daerah Citarum Hilir Secara Berkelanjutan, Lahan Basah Muaragembong Kabupaten Bekasi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [10] Triatmodjo, B., 1999. Teknik Pantai. Beta Offset, Yogyakarta. [11] Ongkosongo, O.S.R., 1982.The Nature Of Coastline Change in Indonesia. The Indonesia Journal Of Geography 12 (43) 186