1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian masyarakat yang senantiasa berkembang secara dinamis, membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek kehidupan. Terkadang sebagian masyarakat mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tunai. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, di mana kebutuhan dana dapat dipenuhi tanpa kehilangan barang-barang berharga, maka masyarakat dapat menjaminkan barang-barangnya ke lembaga pembiayaan atau perbankan. Barang yang dijaminkan tersebut pada waktu tertentu dapat ditebus kembali setelah masyarakat melunasi pinjamannya. Kegiatan menjaminkan barang-barang berharga untuk memperoleh sejumlah uang dan dapat ditebus kembali setelah jangka waktu tertentu disebut dengan usaha gadai. Gadai merupakan salah satu bentuk perjanjian hutang-piutang, yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berhutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya tersebut. Barang jaminan tetap menjadi hak atau milik orang yang menggadaikan (orang yang berutang), akan tetapi barang tersebut dalam penguasaan oleh penerima gadai (yang berpiutang). Hak kreditor maupun debitor dilindungi secara adil sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Bertolak dari tersebut, untuk menimbulkan sikap saling percaya dan untuk menghindari kerugian yang mungkin terjadi, maka
2 kreditor dibolehkan meminta barang dari debitor sebagai jaminan atas utangnya. Barang jaminan utang tersebut dikenal dengan istilah obyek jaminan (collateral) atau barang agunan. Kontrak gadai dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Rahn atau Habsu. Secara umum pengertian rahn adalah kegiatan menjaminkan barangbarang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara rahin dengan murtahin 1 Masyarakat tidak perlu khawatir kehilangan barangbarang berharganya dengan sistem rahn, karena barang hanya berfungsi sebagai jaminan. Jumlah uang yang diinginkan dapat disesuaikan dengan harga barang yang dijaminkan. Sekarang ini, gadai tidak hanya dilakukan oleh Perum Pegadaian, ada juga yang dilakukan oleh perbankan syariah dalam salah satu produknya yaitu rahn. Rahn menurut syariah adalah menahan sesuatu dengan cara yang dibenarkan yang memungkinkan ditarik kembali. 2 Sedangkan menurut Ahmad Azhar Basyir, Rahn adalah perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan utang, atau menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara, sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang tersebut atau 1 Kashmir, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 262 2 Abdul Ghofur Anshori, 2008, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, hlm. 6-7.
3 seluruhnya dapat diterima. 3 Berdasarkan uraian di atas, pihak yang menahan atau yang menerima gadai atau murtahin memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali sebagian atau seluruh piutangnya. Rahn menurut pendapat Muhammad Syafi i Antonio adalah : Menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan kembali seluruh atau sebagian piutangnya. 4 Berdasarkan pengertian di atas usaha rahn memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Terdapat barang-barang berharga yang digadaikan 2. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan 3. Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali Rahn diatur dalam Fatwa MUI yaitu: Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Fatwa DSN-MUI Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn emas. Pengertian Rahn emas adalah penggadaian atau penyerahan hak penguasa kepada bank untuk 3, Ahmad Azhar Basyir, 1983, Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang Gadai, Bandung, Al-Ma arif, hlm.50. 4 Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, hlm. 128.
4 dikelola dengan prinsip gadai yaitu sebagai jaminan atas peminjam atau utang yang diberikan kepada rahin/peminjaman tersebut. 5 Hak dan kewajiban para pihak di dalam rahn emas yaitu : Hak Murtahin (penerima rahn) 1. Pemegang rahn berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Hasil penjualan barang gadai (marhun) dapat digunakan untuk melunasi pinjaman (marhun bih) dan sisanya dikembalikan kepada rahin. 2. Pemegang rahn berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun. 3. Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang rahn berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah atau rahin) Adapun kewajiban penerima rahn (murtahin) adalah : 1. Penerima rahn bertanggungjawab atas hilang atau merosotnya barang rahn, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaiannya. 2. Penerima rahn tidak boleh menggunakan barang rahn untuk kepentingan sendiri. 3. Penerima rahn wajib memberitahukan kepada pemberi rahn sebelum diadakan pelelangan barang rahn. 5 Anshori, Abdul Ghofur Anshori, 2006, Gadai Syariah Indonesia Konsep Implementasi dan Institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm.129.
5 Pemberi rahn (rahin) memiliki hak dan kewajiban dalam akad rahn. Adapun hak pemberi rahn adalah : 1. Pemberi rahn berhak mendapatkan kembali barang rahn, setelah ia melunasi pinjaman. 2. Pemberi rahn berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya barang rahn, apabila hal itu disebabkan kelalaian penerima rahn. 3. Pemberi rahn berhak menerima sisa hasil penjualan barang rahn setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya. 4. Pemberi rahn berhak meminta kembali barang rahn apabila penerima rahn diketahui menyalahgunakan barang rahn. Adapun kewajiban pemberi rahn adalah : 1. Pemberi rahn wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam tenggang waktu yang ditentukan, termasuk biaya-biaya yang ditentukan oleh penerima rahn. 2. Pemberi rahn wajib merelakan penjualan atas barang rahn miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi rahn tidak dapat melunasi pinjamannya. 6 Perkembangan kegiatan ekonomi saat ini semakin sulit seiring sejalan kebutuhan ekonomi yang sangat banyak ada berbagai pilihan menarik dari Murtahin yaitu di antaranya Rahn Emas yang ada di BPD Syariah sangat 6 Muhammad Firdaus NH dkk, 2005, Renaisan, Jakarta, hlm.26-27. Mengatasi Masalah dengan Pegadaian Syariah,
6 membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mendesak di antaranya Rahn Emas untuk mengatasi kebutuhan: a. Biaya Pendidikan b. Modal Usaha c. Biaya Pengobatan d. Penyelenggaraan Hajatan e. Atau kebutuhan lainnya. Transaksi rahn syariah harus sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana transaksi dalam murtahin syariah. Suatu transaksi murtahin syariah dikatakan sesuai dengan prinsip syariah apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Transaksi tidak mengandung kezaliman 2. Bukan riba 3. Tidak membahayakan pihak sendiri atau pihak lain 4. Tidak ada penipuan (gharar) 5. Tidak mengandung materi-materi yang diharamkan 6. Tidak mengandung unsur judi (maisyir) Akibat potensi pasar yang masih terbuka luas dan semakin pesat perkembangan jumlah bank syariah, maka sudah selayaknya BPD DIY turut memanfaatkan potensi perbankan syariah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Berdasarkan sudut pandang bisnis, sebagai institusi yang berorientasi pada keuntungan dan pengembangan usaha, pendirian Unit Usaha Syariah BPD DIY merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pangsa
7 pasar, keuntungan dan kinerja perusahaan. Sedangkan dilihat dari sudut pandang konsumen, kehadiran Unit Usaha Syariah BPD DIY (selanjutnya disebut Bank BPD DIY Syariah) akan memungkinkan konsumen untuk dapat memperoleh fasilitas pelayanan produk syariah yang semakin variatif. Kota Yogyakarta tepatnya di BPD Syariah melayani berbagai macam rahn di antaranya adalah rahn emas, dengan adanya rahn emas ini menambah pelayan perbankan syariah sehingga akan mempermudah rahin untuk meminjam uang dengan jaminan emas tersebut tidak lepas dari survei awal yang telah dilakukan oleh penulis di murtahin tersebut. Perlindungan dan kepastian hukum dalam akad rahn emas juga harus dipertimbangkan, mengingat pencantuman klausula baku dapat menimbulkan perselisihan diantara para pihak terkait konsekuensi dari isi akad rahn emas. Wawancara informal dengan staf yang menangani rahn emas dan murtahin yang melakukan rahn emas di BPD Syariah Yogyakarta merupakan materi-materi yang penulis gunakan untuk melakukan penelitian ini. Hubungan hukum antara rahin dengan murtahin seperti hak dan kewajiban dalam akad rahn mengacu pada peraturan yang berlaku seperti Surat Edaran maupun Peraturan Bank Indonesia, dan realitanya Hak dan kewajiban rahin tersebut dengan BPD Syariah Cabang Yogyakarta bisa dikatakan sudah mengikuti aturan yang berlaku yang dapat digunakan dalam proses Rahn Emas. Namun hal tersebut tetap membutuhkan penelitian agar baik penulis maupun
8 masyarakt mendapat jawab yang pasti mengenai apa yang hendak diteliti oleh penulis. Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai pemberian jaminan dan kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya atau perlindungan terhadap kepentingannya sehingga yang bersangkutan mendapatkan rasa aman. Perlindungan hukum diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya suatu sengketa. Fungsi ini dituangkan dalam bentuk pengaturan pencegahan yang pada dasarnya berpatokan pada setiap tindakan manusia termasuk risiko pengaturan prediktif terhadap bentuk penanggulangan resiko tersebut. Perlindungan hukum juga diberikan kepada setiap orang sebagai wadah penanggulangan. Perlindungan hukum bagi murtahin dalam akad rahn emas bisa mengacu pada ketentuan Kebijakan Prosedur Transparansi Informasi yang tertuang dalam Surat Edaran No. 7/25/DPNP. Tentang Rahn Emas, terdapat sebuah Sunnah Dari A isyah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya (HR. Bukhari Muslim) Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya, binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan ( HR. Jamaah kecuali Muslim dan An Nasai ). Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda : tidak
9 terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya (HR. Al. Syafi i, Al. Daruquthni, dan Ibnu Majah. Semua uraian di atas merupakan latar belakang bagi penulis untuk membahas permasalahan hukum dalam tulisan ini dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Murtahin dalam Akad Rahn Emas pada BPD Syariah Cabang Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan hukum antara rahin dengan murtahin dalam akad rahn emas pada BPD Syariah Cabang Yogyakarta? 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi murtahin dalam akad rahn emas pada BPD Syariah Cabang Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengkaji hubungan hukum antara rahin dengan murtahin dalam akad rahn pada BPD Syariah Cabang Yogyakarta. 2. Untuk mengkaji perlindungan hukum bagi murtahin dalam akad rahn emas pada BPD Syariah Cabang Yogyakarta.
10 D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis: a. Untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Magister Kenotariatan; b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi perkembangan dan upaya penyempurnaan terhadap kajian hukum perbankan syariah serta Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan masalah rahn emas. 2. Secara praktis; Secara praktis hasil penelitian ini dapat diharapkan menjadi bahan masukan dan dasar serta referensi bagi penelitian selanjutnya terkait dengan Perlindungan Hukum Bagi Murtahin dalam Akad Rahn Emas pada BPD Syariah Cabang Yogyakarta. E. Keaslian Penelitian Sepanjang penelusuran yang dilakukan oleh penulis, pernah terdapat beberapa penelitian tentang rahn yang dilakukan oleh: 1. Hafizah Riska, tahun 2009, judul Penerapan rahn dalam bentuk rahn emas pada PT.Bank Negara Indonesia (persero) Tbk Cabang Syariah Padang, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Rumusan Masalah: a. Bagaimana penerapan rahn dalam bentuk rahn emas pada BNI Syariah?
11 b. Bagaimana prospek rahn dalam bentuk rahn emas BNI Syariah Cabang Padang dengan melihat perkembangan terakhir? c. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan rahn emas pada BNI Syariah Cabang Padang dan Bagaimana proses penyelesaiannya? Hasil Penelitian: 1) Penerapan dan pelaksanaan akad rahn khususnya pada BNI Syariah Cabang Padang telah memenuhi rukun dan syarat perjanjian dalam Islam serta berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan prosedur yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Proses Rahn Dalam Produk Emas Pada BNI Syariah Cabang Padang menurut penulis sudah sesuai dengan ketentuan dan hal-hal yang terkait dengan rahn dalam sudut pandang Hukum Islam yang terdapat dalam PBI Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang melaksanakan kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, serta hukum positif yang berlaku di Indonesia dalam lembaga keuangan syariah dalam bentuk perbankan syariah. Prospek rahn dalam bentuk rahn emas BNI Syariah Cabang Padang mengalami peningkatan namun belum memenuhi target BNI Syariah per tahunnya. Hal tersebut dapat terjadi karena masih ada kendala-kendala dalam mengembangkan produk rahn emas pada masyarakat kota Padang. 2) Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan rahn emas pada BNI Syariah Cabang Padang adalah:
12 a) Masyarakat belum paham bahwa BNI Syariah juga mengadakan produk rahn emas untuk memudahkan nasabah dalam dalam mendapatkan dana. b) Masyarakat masih malu untuk datang ke BNI Syariah untuk mengrahnkan emasnya, karena pemikiran masyarakat bahwa apabila melakukan rahn. c) Masyarakat masih belum mengetahui secara jelas aturan-aturan yang ada pada BNI Syariah dalam perjanjian rahn emas. d) Masyarakat masih membandingkan dengan rahn konvensional pada perusahaan Pegadaian. Penyelesaian yang dilakukan oleh pihak BNI Syariah untuk permasalahan yang mana masyarakat belum banyak mengetahui bahwa pada BNI Syariah juga ada melakukan promosi produk rahn emas pada media cetak, media elektronik dan spanduk-spanduk. Permasalahan mengenai masyarakat belum mengetahui aturan-aturan yang ada dalam perjanjian rahn emas dan masyarakat yang masih memperbandingkan dengan gadai konvensional pada Perusahaan Pegadaian Pihak BNI Syaraiah memberikan penjelasan mengenai ketentuan harga penyimpananannya kepada nasabah, pada awal transaksi rahn emas ini. Tapi penjelasan yang dilakukan belum optimal, karena terbentur pada prinsip produk yaitu transaksi dilakukan dengan cepat. Apalagi nasabah juga tidak mau berlama-
13 lama mendengarkan penjelasan yang dilakukan oleh pihak BNI Syariah dan ingin cepat mendapatkan dana yang dibutuhkan. 2. Wiwoho Sri Satoto, tahun 2009, judul tesis Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada Bank Danamon Kantor Cabang Syariah Ciracas di Kramat Jati, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Rumusan masalah: a. Bagaimana pelaksanaan Gadai Syariah/Ar Rahn di UUS Bank Danamon KCS.Ciracas Kramat Jati? b. Apa saja hambatan dalam pengembangan produk Gadai Syariah/Ar Rahn di UUS Bank Danamon KCS.Ciracas Kramat Jati? c. Upaya apa sajakah yang dilakukan UUS Bank Danamon dalam mengatasi hambatan pengembangan produk Gadai Syariah (Ar Rahn) secara umum dan secara khusus pada UUS Bank Danamon KCS Ciracas Kramat Jati? Hasil Penelitian: 1) Pelaksanaan Gadai Emas Syariah pada KCS Ciracas sudah sesuai dengan prinsip Ar Rahn, yaitu tidak berbasis bunga. Produk Gadai Emas Syariah merupakan produk pembiayaan dalam bentuk Akad Pembiayaan (Al Qardh) dan Gadai (Ar Rahn) yang didalamnya terdapat klausula kuasa jual jika nasabah wanprestasi. 2) Hambatan di dalam pengembanagan produk gadai emas syariah meliputi keterbatasan pengetahuan dan ketersediaan appraiser marhun, jaringan
14 kerja Unit Usaha Syariah serta masih terdapat kelemahan yuridis akad pembiayaan dan gadai (Ar Rahn). 3) Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam pengembangan produk gadai emas syariah, terkait dengan appraiser marhun adalah dengan mengadakan rekruitmen dan pendidikan bagi appraiser marhun, keterbatasan jaringan Unit Usaha Syariah Bank Danamon diatasi dengan merencanakan pembukaan 7 (tujuh) KCS dan memperluas penyaluran gadai emas syariah melalui Kantor Cabang Danamon Simpan Pinjam sebagai channeling office, sedang kelemahan yuridis akad pembiayaan dan gadai (ar rahn), di dalam praktek tidak menjadi kendala dalam pelaksanaan lelang marhun yang dilakukan oleh Balai Lelang Swasta. 3. Liana Susanti, tahun 2008, judul tesis Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Terhadap Perjanjian Baku Pada Akad Pembiayaan di Bank Syariah (Studi Kasus Pada Bank BTN Syariah Cabang Banjarmasin) Rumusan masalah : a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi nasabah terkait keberadaan perjanjian baku berdasarkan peraturan perundang-undangan? b. Bagaimana penerapan perlindungan hukum bagi nasabah dalam akad pembiayaan di Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Banjarmasin? Hasil Penelitian:
15 1) Bentuk Perlindungan Hukum yang dapat diberikan oleh Pemerintah terhadap Nasabah yang menggunakan perjanjian baku pada akad perbankan syariah terdapat dalam beberapa Peraturan Perundang- Undangan diantaranya Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008 khususnya mengenai keharusan Bank Syariah untuk menjalankan kegiatan Usaha sesuai prinsip syariah dan ketentuan tentang penyelesaian sengketa perbankan syariah, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, serta dengan dibentuknya DPS yang bertugas untuk mengawasi kinerja dari Bank Syariah agar sesuai dengan prinsip syariah. 2) Setiap klausula yang ada pada akad pembiayaan musyarakah, pembiayaan murabahah dan pembiayaan gadai pada BTN Syariah sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan, dan dengan demikian Bank BTN Syariah Cabang Banjarmasin telah memberikan Perlindungan Hukum terhadap Nasabah. Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan terdapat adanya persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan dimana dari ketiga karya ilmiah tersebut berkaitan dengan obyek yang diteliti yaitu perihal perlindungan hukum dan Rahn Emas Penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa pihak, masih ada beberapa hal yang belum diuraikan dalam karya ilmiah ini, hal-hal tersebut adalah sebagai berikut :
16 1. Belum ada penelitian yang membahas tentang hubungan hukum antara rahin dengan murtahin dalam akad Rahn Emas pada BPD Syariah Cabang Yogyakarta. 2. Sebagian penelitian sebelumnya hanya menekankan pada penerapan, kendala, serta upaya-upaya yang dilakukan dalam proses pelaksanaan Rahn Emas, belum mengkaji perihal perlindungan hukum bagi murtahin dalam proses pelaksanaan Rahn Emas. 3. Selain itu, penelitian sebelumnya juga hanya menekankan pada perlindungan hukum dari aspek akad atau perjanjiannya secara umumnya saja, belum ada kajian tentang perlindungan hukum dari aspek pelaksanaan Rahn Emas. Walaupun demikian, studi-studi terdahulu jelas sangat bermanfaat bagi penelitian ini dan besar kemungkinan bahwa pada bagian tertentu pada penelitian ini juga merupakan kelanjutan dari penelitian-penelitian tersebut.