TEKNIK PEMUPUKAN BUATAN DAN KOMPOS PADA TANAMAN SELA JAGUNG DI ANTARA KELAPA Ruskandi 1 Sistem usaha tani kelapa monokultur dengan hasil utama kopra atau kelapa butiran tidak mampu lagi memberikan pendapatan yang layak bagi petani. Menurut Akuba dan Allorerung (1997), pengusahaan kelapa Dalam secara monokultur rata-rata hanya menghasilkan 1,2 ton kopra/ha/tahun dengan pendapatan kotor Rp1.080.000/tahun. Kelapa merupakan tanaman yang tidak efisien dalam memanfaatkan lahan. Akar tanaman kelapa hanya menggunakan daerah lingkaran batang dengan radius 1,5 m-2,0 m (+ 4 m 2 ), sehingga lahan di luar luasan tersebut dapat digunakan untuk usaha tani tanaman sela. Salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah atau pendapatan petani kelapa adalah dengan menanam tanaman sela. Jenis tanaman sela yang prospektif dan mempunyai arti strategis diusahakan di antara tanaman kelapa antara lain adalah jagung. Di Makariki, Maluku, pola tanam kelapa + jagung dapat meningkatkan pendapatan petani Rp384.650 (Mokodongan et al. 1992). Menurut Ruskandi (2003), penanaman jagung di antara tegakan kelapa dapat memberikan pendapatan Rp404.400 untuk satu musim tanam. Penggunaan pupuk buatan untuk tanaman jagung di bawah kelapa sangat berpengaruh karena responsnya cepat dan lebih praktis, tetapi dalam kurun waktu tertentu dapat memberikan dampak yang merugikan baik pada lahan maupun tanaman. Penggunaan pupuk buatan NPK secara terusmenerus dapat menipiskan unsur-unsur mikro Zn, Fe, Cu, Mg, Mo, dan Br yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, produktivitas menurun, dan tanaman rentan terhadap hama/penyakit (Tandon 1990). Selain itu, harga pupuk semakin mahal dan sulit untuk diperoleh terutama pada daerah-daerah yang sarana angkutannya terbatas. Penggunaan pupuk organik dapat menjadi alternatif untuk mengurangi berbagai dampak pupuk buatan, antara lain dengan memanfaatkan limbah sisa panen tanaman sela dengan cara mendaur ulang menjadi kompos. Saefudin et al. (2003) mengemukakan bahwa penggunaan kompos limbah kebun berpotensi dapat mengurangi atau menyubstitusi 1 Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Loka Penelitian Tanaman Sela Perkebunan, Pakuwon, Parungkuda, Sukabumi 43157, Telp. (0266) 531241 penggunaan pupuk buatan sampai dengan 50% selain dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Menurut Ruskandi dan Setiawan (2003), kadar unsur makro limbah padi mengandung N 0,82%, P 0,50% dan K 1,63% serta limbah jagung mengandung N 0,92%, P 0,29%, dan K 1,39%. Kandungan N, P, dan K pada limbah padi dan jagung tersebut bila dimanfaatkan akan mengurangi penggunaan pupuk buatan (anorganik). Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan, hasil dan nilai ekonomi tanaman sela jagung di antara kelapa dengan pemberian pupuk buatan 25% dari takaran rekomendasi ditambah kompos limbah kebun serta pemberian kompos tanpa pupuk buatan. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Kampung Ciherang, Desa Sindang Jaya, Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat pada bulan Oktober 2004 sampai Januari 2005. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian 50 m dpl dengan jenis tanah Podsolik dan tipe iklim B1 (Oldeman). Bahan tanaman yang digunakan adalah jagung hibrida Pioneer 15. Jagung ditanam di antara pohon kelapa Dalam jenis lokal Tasikmalaya (di luar daerah bobokor kelapa + 2 m x 2 m). Ukuran plot adalah 17 m x 17 m. Pupuk buatan yang digunakan adalah urea, SP-36, dan KCl dengan takaran 25% dari takaran rekomendasi (urea 450 kg, SP-36 100 kg, dan KCl 100 kg/ha). Kaptan dan limbah yang dikomposkan diberikan sama pada tiap plot, yaitu kaptan 1,25 t/ha dan kompos 2 t/ha. Jenis limbah yang dikomposkan adalah sisa tanaman padi dan jagung dengan menggunakan dekomposer EM 4. Hamapenyakit dikendalikan dengan menggunakan insektisida karbofuran 3% dan klorpirifos 200 g/l. Bahan dan alat pembantu lainnya adalah alat tulis, meteran, timbangan, ember plastik, bak plastik, sabit, golok, karung goni untuk menutup kompos, dan ajir yang diberi nomor. Percobaan menggunakan dua perlakuan yaitu: (1) penanaman jagung dengan pemberian kompos dari limbah jagung dan padi 2 t/ha ditambah pupuk buatan 25% dari takaran rekomendasi dan (2) penanaman jagung dengan pemberian kompos dari limbah yang sama 2 t/ha tanpa pupuk buatan. Tiap-tiap perlakuan diulang tiga kali. Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005 73
Penyiapan Kompos Sisa-sisa (limbah) padi dan jagung yang akan dibuat kompos dibabat menggunakan sabit lalu dikumpulkan dan diangkut ke lokasi pembuatan kompos. Selanjutnya limbah dipotongpotong/dicacah 2-5 cm menggunakan golok lalu ditimbang untuk mengetahui bobot limbah yang akan dikomposkan dan takaran dekomposer EM4 yang diperlukan. Limbah yang telah dicacah dicampur merata kemudian ditambahkan EM4. Setiap 100 kg ditambahkan 500 cc EM4 dan air 50 liter sebagai pelarut. Kebutuhan kompos adalah 327,6 kg untuk percobaan enam plot dengan luas 1.638 m 2 sehingga limbah yang diperlukan adalah 400 kg serta 2 liter EM4 dan 200 liter air, karena setelah dikomposkan terjadi penyusutan hingga 22,2%. Dekomposer EM4 dan air dicampur pada bak plastik dan diaduk merata. Selanjutnya, limbah yang telah dipotongpotong dicelupkan sedikit demi sedikit agar terkena larutan secara merata, kemudian ditumpuk dan ditutup rapat dengan karung goni. Pengomposan dilakukan selama satu bulan. Setiap minggu kompos dibolak-balik sambil diberi air untuk menjaga kelembapan dan agar suhu dalam tumpukan kompos tidak terlalu tinggi (70 o C) (Sutanto 2002). Persiapan Tanam Lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman kemudian dilakukan pencangkulan di luar daerah bobokor kelapa dengan kedalamam 15-20 cm. Selanjutnya, dibuat plot/petak percobaan ukuran 17 m x 17 m sebanyak enam plot. Luas satu plot setelah dikurangi daerah bobokor empat pohon kelapa adalah 273 m 2. Parit untuk pembuangan air dibuat di antara petak percobaan dengan kedalaman + 20 cm dan lebar 40 cm. Lahan yang sudah diolah lalu diberi kapur pada 2 minggu sebelum tanam (MST) dan kompos pada 1 MST. Takaran kapur dan kompos tiap plot adalah sama, yaitu kapur 1.250 kg dan kompos 2.000 kg/ha. Penanaman Penanaman jagung dilaksanakan pada akhir Oktober 2004 dengan cara ditugal dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm. Benih ditanam satu biji tiap lubang dengan kedalaman 5 cm. Penanaman dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk dasar. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman jagung meliputi penyulaman yang dilakukan 5 hari setelah tanam (HST), penyiangan untuk membersihkan gulma, serta pengguludan untuk memperkokoh batang dan memperbaiki drainase. Penyiangan dan pengguludan dilakukan dua kali pada saat tanaman berumur 3 dan 6 MST. Pengendalian hama dan penyakit dengan klorpirifos 200 g/l dengan dosis 2 cc/l air dilakukan saat tanaman berumur 5, 15, 30, 45, dan 60 HST dan berikutnya sesuai kondisi pertanaman. Urea diberikan tiga kali, yaitu 1/3 takaran saat tanam, 1/3 takaran saat tanaman berumur 3 minggu, dan 1/3 takaran sisanya pada 6 minggu setelah tanam. Pupuk SP- 36 dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pupuk dicampur kemudian diberikan dengan cara ditugal di sebelah kiri dan kanan lubang dengan jarak 7 cm dan kedalaman lubang 5-10 cm, kemudian lubang ditutup. Pemupukan berikutnya dilakukan seperti pemupukan pertama pada jarak 15 cm dari tanaman. Pengamatan dilakukan pada umur 15, 30, 45, 60, 75, dan 90 HST. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan vegetatif dan hasil serta komponen hasil jagung. Pertumbuhan vegetatif tanaman jagung meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun, sedangkan hasil dan komponen hasil meliputi panjang tongkol isi, lingkar tongkol, bobot basah brangkasan, bobot kering brangkasan, bobot kering biji, dan hasil pipilan kering. Pengamatan dilakukan pada 15 tanaman contoh setiap plot yang dipilih secara acak sederhana. Tanaman contoh diberi tanda menggunakan ajir yang diberi nomor. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai daun teratas. Jumlah daun dihitung seluruh daun yang masih hijau. Panjang tongkol diukur dari pangkal hingga ujung tongkol isi, sedangkan lingkar tongkol diukur di tengah-tengah tongkol. Bobot brangkasan basah ditimbang seluruhnya dari hasil contoh brangkasan. Biji kering ditimbang setelah dikeringkan sampai bobot konstan. Hasil tiap hektar dihitung dari rata-rata bobot contoh tiap plot dikalikan luas areal tiap ha. Panen dilakukan pada umur 105 HST pada saat biji jagung sudah kering dan keras. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Vegetatif Hasil pengamatan rata-rata pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman dan jumlah daun) tanaman jagung umur 15-90 HST disajikan pada Tabel 1. Pertumbuhan tinggi tanaman jagung yang dipupuk dengan pupuk buatan takaran 25% ditambah kompos limbah kebun lebih tinggi 1,35-7,03% dibanding pemberian kompos yang sama tetapi tanpa menggunakan pupuk buatan. Hal ini diduga karena pupuk buatan dapat lebih melengkapi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan 74 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005
tanaman jagung. Menurut Cahyono (1995), unsur N berfungsi mempercepat pertumbuhan vegetatif pada tanaman muda, sedangkan P untuk merangsang dan mempercepat pertumbuhan akar. Akar tanaman yang baik dapat menyerap unsur hara lebih banyak sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat. Selanjutnya unsur K dapat meningkatkan pembentukan hijau daun dan karbohidrat pada buah serta meningkatkan kualitas buah. Penambahan kompos limbah kebun, menurut Sutanto (2002), dapat mempengaruhi sifat fisik tanah dan jika digunakan secara terus-menerus dapat meningkatkan kesuburan tanah, walaupun kandungan unsur hara pada umumnya rendah dan bervariasi. Hasil yang sama terjadi pada jumlah daun. Jumlah daun tanaman jagung yang diberi pupuk buatan takaran 25% ditambah kompos berkisar 0,28-4,90%, lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman jagung yang hanya diberi kompos tetapi tanpa pupuk buatan. Pertumbuhan tanaman jagung yang diberi pupuk buatan takaran 25% ditambah kompos limbah kebun meningkat lebih cepat pada umur 15-60 HST, yaitu berkisar 36,35-60,50 cm atau 33,02-54,40%. Pada umur 60-90 HST, kenaikannya relatif lambat, yaitu sekitar 7,35 cm atau 3,85%. Hal ini kemungkinan disebabkan sebagian makanan yang diserap tanaman digunakan untuk pembentukan biji. Untuk tanaman jagung yang hanya diberi kompos tetapi tanpa pupuk buatan, kenaikan pertumbuhannya lebih besar terjadi pada umur 15-60 HST, berkisar 34,01-58,40 cm atau 31,37-53,08%, sedangkan pada pertumbuhan selanjutnya (60-90 HST) lebih lambat. Hasil dan Komponen Hasil Hasil dan komponen hasil jagung yang diberi pupuk buatan dengan takaran 25% ditambah kompos dan yang hanya diberi kompos disajikan pada Tabel 2. Jagung yang diberi Tabel 1. Pertumbuhan vegetatif tanaman sela jagung hibrida Pioneer 15 di antara kelapa dengan dua perlakuan pupuk yang berbeda, Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya, 2005 Pertumbuhan Umur (HST) 15 30 45 60 75 90 Tinggi tanaman (cm) Pupuk buatan kompos limbah kebun 2 t/ha 30,47 66,82 123,05 183,55 190,90 198,25 Kompos limbah kebun 2 t/ha 30,06 64,07 114,40 172,80 181,45 186,15 Perbedaan (%) 1,35 4,12 7,03 5,86 4,90 6,10 Jumlah daun (helai) Pupuk buatan kompos limbah kebun 2 t/ha 4,37 7,15 9,39 10,94 11,48 10,10 Kompos limbah kebun 2 t/ha 4,39 6,94 8,93 10,59 11,11 9,88 Perbedaan (%) 0,28 2,94 4,90 3,20 3,22 2,18 Keterangan: HST = hari setelah tanam Takaran rekomendasi: urea 450 kg, SP-36 100 kg, KCl 100 kg/ha Tabel 2. Hasil dan komponen hasil tanaman sela jagung hibrida Pioneer 15 di antara kelapa dengan dua perlakuan pupuk yang berbeda Penanaman Panjang Lingkar Bobot Bobot kering (g) Hasil* tongkol tongkol brangkasan (kg/ha) (cm) (cm) basah (g) Brangkasan Biji Pupuk buatan akaran pupuk kompos limbah kebun 2 t/ha 14,15 13,65 153,35 86,39 59,93 4.286 Kompos limbah kebun 13,27 13,44 133,85 75,13 51,74 3.738,5 Perbedaan (%) 6,22 1,54 12,72 13,03 13,67 12,77 *Pipilan kering Takaran rekomendasi: urea 450 kg, SP-36 100 kg, KCl 100 kg/ha Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005 75
pupuk buatan 25% ditambah kompos memiliki tongkol lebih panjang 0,88 cm (6,22%) dan lingkar tongkol lebih besar 0,21 cm (1,54%) dibanding jagung yang hanya diberi kompos tetapi tanpa pupuk buatan. Bobot brangkasan basah dan bobot kering tongkol tanaman yang diberi pupuk buatan 25% masing-masing lebih berat 19,5 g (12,72%) dan 13,74 (13,03%) serta bobot biji tiap tongkol lebih berat 8,67 g (13,67%). Hasil jagung pipilan kering dari tanaman yang diberi pupuk buatan ditambah kompos adalah 54,6 kg/plot, lebih berat 14,95 g (12,78%). Potensi hasil per hektar juga lebih besar yaitu 547,5 kg (12,77%) dibandingkan dengan hasil jagung yang hanya diberi kompos. Perbedaan pertumbuhan maupun hasil dan komponen hasil disebabkan adanya kombinasi atau campuran antara pupuk buatan dengan kompos. Walaupun pupuk buatan yang digunakan hanya 25% dari takaran rekomendasi, penanaman jagung dengan pemupukan rendah ditambah pemberian kompos limbah kebun dapat memberikan tambahan pendapatan. Hasil jagung yang diberi pupuk buatan 25% dan kompos berkisar 4.286 kg/ha, sedangkan yang hanya diberi kompos 3.738,5 kg/ha, sehingga ada perbedaan hasil 547,5 kg/ha (Tabel 3). Berdasarkan hasil yang diperoleh, pemberian pupuk buatan saja akan menambah input tetapi hasil akhir secara ekonomi lebih menguntungkan Rp78.450. KESIMPULAN DAN SARAN Penanaman jagung sebagai tanaman sela di antara kelapa dengan pemberian pupuk buatan 25% dari takaran rekomendasi ditambah kompos limbah kebun dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman 1,35-7,05%, jumlah daun 0,28-4,90%, produksi 12,77%, dan pendapatan Rp78.450 diibandingkan dengan tanaman jagung yang hanya diberi kompos dengan jumlah yang sama yaitu 2 t/ha. Hasil percobaan ini diharapkan dapat diterapkan oleh petani kelapa untuk meningkatkan penghasilan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Kepala Loka Penelitian Tanaman Sela Perkebunan serta Ir. Saefudin atas bantuan dan bimbingan sejak perencanaan, pelaksanaan, pengamatan sampai pada penulisan. DAFTAR PUSTAKA Akuba, R.H. dan D. Allorerung, 1997. Konsep sistem usaha pertanian berbasis kelapa di beberapa daerah sentra produksi kelapa di Indonesia. Warta Puslitbangtri 3(2): 4-8. Tabel 3. Analisis usaha tani jagung di antara kelapa menggunakan pupuk buatan 25% ditambah kompos dan hanya dengan kompos limbah kebun luas satu hektar, Tasikmalaya 2004 Uraian Takaran 25% Takaran 0% (Rp) (Rp) Biaya produksi A. Upah tenaga kerja Pengolahan tanah 800.000 800.000 Pengapuran 51.890 51.890 Pemberian kompos limbah kebun 244.200 244.200 Penanaman/pemupukan dasar 400.000 214.590 Penyulaman 74.785 74.785 Pemupukan susulan 69.595 0 Penyiangan dan pengguludan 549.450 549.450 Pengendalian hama penyakit 109.890 109.890 Panen 138.295 119.485 Pascapanen (kupas, merontok, jenur) 402.550 347.800 Jumlah (A) 2.840.655 2.512.090 B. Bahan Benih jagung 573.000 573.000 Pupuk buatan 249.985 0 Kompos limbah kebun 456.410 456.410 Kapur 250.000 250.000 Obat-obatan: Karbofuran 148.810 148.810 Klorpirifos 51.890 51.890 Jumlah (B) 1.730.690 1.480.110 C. Lain-lain Sewa alat dan angkut 90.000 90.000 Jumlah (C) 90.000 90.000 Penerimaan kotor Hasil jagung (kg) 4.286 3.738.5 Penerimaan 5.143.200 4.486.200 Penerimaan bersih 482.450 404.000 Keterangan: Harga jagung pipilan kering di Tasikmalaya bulan Februari 2004 adalah Rp1.200/kg. Cahyono, B. 1995. Pisang: Budidaya dan analisis usaha tani. Kanisius, Yogyakarta. 88 hlm. Mokodongan, N.M., C.M. Polnaja, Y. Sophian, dan Y. Hutapea. 1992. Pendapatan usaha tani kelapa dengan tanaman sela palawija dan buah-buahan di Kebun Percobaan Makariki, Maluku Tengah. Buletin Balai Penelitian Kelapa 17: 50-54. Ruskandi. 2003. Prospek usaha tani jagung sebagai tanaman sela di antara tegakan kelapa. Buletin Teknik Pertanian 8(2): 55-58. Ruskandi dan O. Setiawan. 2003. Kadar hara makro berbagai jenis limbah tanaman sela pada pola tanam kelapa. Prosiding Temu Teknis Fungsional Non-Peneliti. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 111-115. Saefudin, D.D. Tarigans, D. Pranowo, M. Herman, H.T. Luntungan, B. Sudjarmoko, G. Indriati, A. Sunarya, Ruskandi, 76 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005
dan Yunardi. 2003. Penelitian penggunaan limbah kebun pada polatanam kelapa melalui pengomposan. Laporan Tengah Tahun Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Tanaman Kelapa dan Palma Pakuwon. Loka Penelitian Tanaman Sela Perkebunan, Sukabumi. 23 hlm. Sutanto, R. 2002. Pupuk organik: potensi biomassa dan proses pengomposan. Kanisius, Yogyakarta. hlm. 35-56. Tandon, H.L.S. 1990. Where rice devours the land. Ceres 126: 25-29. Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005 77