BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. adalah warisan intelektual manusia yang telah sampai kepada kita (Ataha,

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK USAHA DAN ENERGI KELAS VIII MTS N-3 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. dan menuntut masyarakat memperlengkapi diri untuk mampu bersaing, dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami dan menemukan sendiri apa

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Hampir semua bidang pekerjaan di dunia telah dikendalikan

Skripsi. Oleh: Alanindra Saputra K

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATA PELAJARAN FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

I. PENDAHULUAN. Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut dalam menghafal rumus rumus fisika dan menyelesaiakan soal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. a. Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

siswa yang memilih menyukai pelajaran fisika, sedangkan 21 siswa lagi lebih memilih pelajaran lain seperti bahasa Indonesia dan olahraga, hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan selama ini

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING MENGGUNAKAN MEDIA POWERPOINT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan untuk membentuk manusia yang berkualitas, dan berguna untuk kemajuan hidup bangsa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna. diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan teori-teori sains semata, siswa kurang dilatih untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN PES JLH LLS. Rata. Total Rata. % Nilai KIM. Kota Medan ,98 8,32 50,90 8,48

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Nur aini Dwiandini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat (Amri, 2010 : 13). Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan fisika sebagai bagian dari pendidikan formal dan merupakan

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

PENGARUHMODEL PEMBELAJARANINQUIRY TRAINING TERHADAPHASILBELAJARSISWA PADAMATERI POKOK ELASTISITAS KELAS XI SEMESTER I DI MAN 1 MEDAN T.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dan tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun memerlukan suatu proses pembelajaran sehingga menimbulkan hasil yang sesuai dengan proses yang dilalui, oleh karena itu pendidikan hendaknya dikelola dengan baik secara kualitas dan kuantitas. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (dalam Toenas, 2012: 258) bahwa pendidikan berfungsi membantu siswa dalam mengembangkan semua potensi kecakapan serta karakteristik pribadinya kearah yang positif baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Proses pembelajaran yang terencana dan berjalan dengan baik akan memudahkan dan membantu siswa untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa, sehingga tujuan dari pembelajaran dapat diraih. Salah satu bentuk usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan melaksanakan kegiatan proses pembelajaran di sekolah, karena sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal secara sistematis merencanakan lingkungan pendidikan untuk melakukan berbagai kegiatan pembelajaran. Pendidikan IPA merupakan salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam pendidikan sains tersebut tidak hanya terdiri dari fakta, konsep, dan teori yang dapat dihafalkan, tetapi juga 1

2 terdiri atas kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dan sikap ilmiah dalam mempelajari gejala alam yang belum diterangkan dengan demikian, tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan sains menjadi suatu keharusan. Sains sebagai sebuah produk karena terdiri dari sekumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip dan hukum tentang gejala alam. Sains sebagai sebuah proses, karena merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terstruktur dan sistematis yang dilakukan untuk menemukan konsep, prinsip dan hukum tentang gejala alam termasuk di dalamnya adalah kemampuan berpikir untuk menyusun dan menemukan konsep-konsep baru. Pendidikan sains khususnya fisika sebagai bagian dari pendidikan pada umumnya memiliki peran dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam menghasilkan manusia Indonesia yang berkualitas. Target penting dari pendidikan modern khususnya pendidikan fisika adalah mendidik individu agar dapat mengatasi masalah-masalah yang ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang baik tidak hanya mempersiapkan siswa untuk suatu profesi, tetapi jauh lebih penting mempersiapkan kemampuan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Fisika sebagai salah satu bagian dari sains dimasukkan dalam kurikulum pelajaran di Indonesia mulai dari tingkat dasar sampai menengah. Pembelajaran fisika bertujuan untuk menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah. Fisika sebagai penyusun sains adalah wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika dan memiliki motivasi terhadap keterampilan proses sains. Guru sebagai salah seorang pelaksana pendidikan disekolah sangat diperlukan tidak jarang ditemukan guru

3 yang kurang memiliki gairah dalam melakukan tugasnya, yang berakibat kurang berhasilnya tujuan yang ingin dicapai. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor dimana salah satunya adalah kurangnya motivasi kerja guru (Hamzah B. Uno, 2006:63). Motivasi menurut paham kognitivisme merupakan faktor yang datang dari diri manusia berkaitan dengan pilihan, keputusan, minat, tujuan yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian yang akan dialami individu. Motivasi menurut perspektif kognitivisme bersifat intrinsik yang sangat erat hubungannya dengan kemampuan individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya yang melibatkan pengertian dan pemahaman terhadap masalah-masalah yang mengandung problematik (Martini Jamaris, 2013:171). Motivasi merupakan suatu energi dalam diri manusia yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu, motivasi merupakan segala sesuatu yang dapat memotivasi siswa atau individu untuk belajar. Tanpa motivasi belajar, seorang siswa tidak akan belajar dan akhirnya tidak akan mencapai keberhasilan dalam belajar. Guru harus mampu memberikan motivasi pada siswa, supaya dapat meningkatkan hasil belajar dan akan memberikan kontribusi yang baik. Pemberian motivasi yang tinggi kepada anak dibandingkan dengan pemberian motivasi yang rendah pada anak pasti sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno (2006:3) menyatakan bahwa Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang tinggi akan membuat belajar semakin bersemangat, penampilan, pemaknaan dan ketekunan. Semangat kompetensi harus selalu ditumbuhkan dalam diri siswa agar timbul obsesi untuk menjadi yang baik.

4 Pendekatan ketrampilan proses dalam pembelajaran sains yang beranggapan bahwa sains itu terbentuk dan berkembang melalui proses ilmiah yang juga harus dikembangkan pada peserta didik sebagai pengalaman yang bermakna yang dapat digunakan sebagai bekal perkembangan diri selanjutnya (Memes, 2009:1-5). Pendekatan ketrampilan proses menekankan bagaimana siswa belajar dan mengelolah perolehannya, sehingga mudah dipahami. Dengan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan proses perolehan anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri motivasi dan nilai yang dituntut. Ketrampilan keterampilan itu menjadi roda penggerak penemu dan pengembangan sikap dan nilai. Sabella, dkk. (2007 : 44) menyatakan bahwa salah satu penyebab penguasaan fisika yang lemah adalah karena siswa hanya belajar pola permukaan. Lebih lanjut Kristianingsi, dkk. (2010 : 44) menyatakan bahwa akibat guru selama pembelajaran lebih banyak memberikan ceramah atau penyampaian produk saja, maka siswa kurang terlatih untuk mengembangkan daya pikirnya dalam pengembangan aplikasi konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata. Memiliki sikap ilmiah sebagai komponen afektif, pengetahuan/wawasan sains sebagai komponen kognitif serta memiliki keterampilan proses sains sebagai komponen psikomotorik. Distrik, (2007:44) mendefinisikan ketrampilan proses sebagai cara-cara yang ditempuh orang untuk mendapatkan pengetahuan tentang alam ini termasuk proses diantaranya adalah melakukan perencanaan, menyusun model, mengambil kesimpulan dan lain-lain. Pada hakekatnya ketrampilan proses sains memiliki delapan aspek yaitu mengamati, mengelompokkan, mengukur, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan, penelitian dan mengkomunikasikan.

5 Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di sekolah SMP Negeri 1 Labuhan Deli melalui penyebaran angket pada tanggal 18 Juli 2015 terhadap rendahnya hasil belajar siswa ada beberapa hal, yang pertama rendahnya minat belajar siswa terhadap pelajaran sains. Ini dibuktikan dengan data tes awal kepada 60 siswa untuk memasuki tahun 2015/2016. Faktor yang kedua tidak adanya media yang mendukung pembelajaran ini terbukti dengan tidak lengkapnya buku pegangan yang dimiliki siswa dan media lainnya seperti media PhET mereka belum mengenal, sehingga siswa hanya menerima materi seluruhnya dari guru dan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, ini terjadi karena keadaaan ekonomi siswa yang rendah. Faktor yang ketiga adalah hanya sebagian kecil saja yang memahami konsep. Sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. ini juga terlihat dari siswa hanya mampu mengerjakan soal latihan yang sesuai dengan contoh soal saja. Siswa mengerjakan soal latihan hanya menciplak dari contoh soal yang bentuk soalnya mirip menandakan bahwa siswa bermasalah pada pemahaman konsep sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan soal-soal latihan sesuai dengan konsep. Namun apabila soal dirubah misalnya dengan mengubah yang diketahui menjadi yang ditanya maka mereka akan bingung seakan permasalahan tersebut tidak pernah dibahas. Faktor yang ke empat belum memperhatikan aspek keterampilan proses sains siswa belum pernah dilakukan pembelajaran fisika yang memperhatikan ketrampilan proses sains siswa. Praktikum fisika yang dilakukan selama ini belum memperhatikan aspek-aspek ketrampilan proses sains, permasalahan ini juga disebabkan siswa kurang maksimal melakukan eksperimen

6 di laboratorium dibuktikan kurang lengkapnya peralatan yang ada di laboratorium sehingga siswa kurang mampu mengamati fenomena yang terjadi saat praktikum, kurang mampu berkomunikasi dengan teman satu kelompok, kurang serius, tidak mampu membuat kesimpulan yang benar dan cenderung bertanya kepada guru setiap akan melakukan percobaan. Kenyataan yang ada di SMP Negeri 1 Labuhan Deli, siswa memberikan kesimpulan masih belum memiliki katrampilan proses sains yang baik. Penilaian terhadap pembelajaran fisika belum memperhatikan kemampuan motivasi terhadap ketrampilan proses sains siswa. Hal ini terbukti setelah diadakannya konsultasi dengan Pak Muhammad Idris sebagai guru sains di SMP Negeri 1 Labuhan Deli. Penilaian yang dilakukan selama ini masih pada unsur kognitif. Nilai yang dicantumkan dalam rapor masih berasal dari unsur pengetahuan siswa terhadap materi sains. Seharusnya motivasi siswa juga mendapat penilaian. Salah satu model yang cocok untuk pembelajaran fisika dimana siswa diberikan kesempatan secara langsung untuk menemukan, meningkatkan pemahaman ilmu pengetahuannya, meningkatkan produktivitas dalam belajar dan berpikir kreatif yang mendatangkan stimulus dalam diri siswa dengan rasa ingin tahunya yang besar dan memungkinkan siswa tersebut untuk dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya adalah model inquiry training. Model pembelajaran inquiry training dirancang untuk membantu siswa mengembangkan disiplin dan mengembangkan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk mengajukan pertanyaan dan menemukan jawabannya berdasarkan rasa ingin tahunya (Joyce, 2009:188). Model inquiry training memiliki dampak langsung

7 terhadap peningkatan kemampuan motivasi dan keterampilan proses sains siswa sehingga sangat tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran sains. Model inquiry training merupakan model pembelajaran yang melatih siswa untuk belajar berangkat dari fakta menuju ke teori. Model pembelajaran ini memiliki langkahlangkah sebagai berikut : (1) Konfirmasi dengan masalah dalam hal ini guru menjelaskan prosedur inquiry dan menyajikan kejadian ganjil pada siswa, (2) pengumpulan dan verifikasi data, yaitu menguji hakekat objek dan kondisi, (3) pengumpulan data - eksperimen, yaitu siswa melakukan eksperimen, mengisolasi variabel-variabel yang relevan, menguji hipotesis dengan hubungan kausalitas, (4) mengorganisasi dan merumuskan penjelasan, setelah melakukan eksperimen dan diperoleh data, guru mengajak siswa merumuskan aturan atau penjelasan, (5) menganalisis proses inquiry yaitu guru meminta siswa untuk menganalisis pola-pola penemuannya. Berdasarkan uraian diatas menyebutkan bahwa keterampilan proses sains siswa masih rendah. Dalam meningkatkan keterampilan proses sains maka diperlukan model pembelajaran inquiry. Berdasarkan Bruce & Weil (dalam M. Hosman, 2014:346) menjelaskan bahwa model pembelajaran inquiry untuk membantu siswa dalam mengembangkan disiplin, intelektual siswa, yang perlu untuk mencari data, mengolah data, menggunakan logika berpikir terhadap data tersebut. Disamping itu mennyebutkan bahwa latihan inquiry dapat mengembangkan pengetahuan sains, menghasil kemampuan keterampilan kreatif, keterampilan memperoleh dan menganlisis suatu data. Di samping itu, di SMP Negeri 1 Labuhan Deli proses pembelajaran tingkat dasar saat ini belum menunjukkan kualitas yang baik. Proses pembelajaran

8 fisika yang diterapkan di sekolah sebahagian besar hanya menekankan pada proses menghafal konsep, prinsip atau rumus. Proses pembelajaran fisika selama ini belum secara maksimal memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses metode ilmiah fisika serta belum berorientasi pada menumbuhkan sikap ilmiah siswa. Pembelajaran fisika masih berpusat pada guru dan belum bergeser ke orientasi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal ini mengakibatkan pembelajaran hanya berfokus pada kegiatan menghafal konsep, sehingga siswa merasa kesulitan dalam memahami konsep fisika. Dalam penelitian ini penulis bermaksud menerapkan model pembelajaran inquiry training dengan menggunakan media simulasi PhET yang berasal dari bentuk jamak medium yang berasal dari bahasa latin yang berarti perantara atau penghantar. Karena dalam kegiatan kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting dalam upaya meningkatkan motivasi siswa. Simulasi mirip dengan latihan tetapi tidak dalam realitas sebenarnya, melainkan seolah-olah menggambarkan keadaan sebenarnya dalam arti terbatas. Menurut Hamalik (dalam Arsyad, 2008:15) mengemukakan bahwa pemakaian media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Alasan penulis memilih model inquiry training karena model ini memiliki karakteristik lebih memfokuskan pembelajaran pengamatan, pengukuruan, eksperimen kurikulum, dan proses-proses mental (penalaran induktif, merumuskan hipotesis, penalaran deduktif, aktivitas, eksplorasi sintesis dan evaluasi). Selain itu model pembelajaran latihan inkuiri, juga memiliki beberapa tahapan yaitu: (1) Melibatkan siswa secara langsung dalam suatu

9 permasalah, (2) Siswa melakukan pengumpulan informasi untuk verifikasi permasalahan, (3) Siswa melakukan penyelidikan untuk mengeksplorasi konsep dan menguji secara langsung hipotesis yang telah dibuatnya, (4) Siswa mengorganisasikan dan memformulasikan data yang telah diperolehnya selama proses penyelidikan ke dalam suatu penjelasan, (5) Siswa menganalisis strategi pemecahan masalah yang telah dilakukan dan mengembangkannya menjadi lebih efektif. Menurut beberapa penelitian menunjukkan penggunaan model pembelajaran inquiry training dapat meningkatkan hasil belajar secara kognitif, psikomotor dan afektif. Dengan latar belakang tersebut, peneliti memilih untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Labuhan Deli, Kecamatan labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Retno (2014:5) yang mengatakan bahwa model pembelajaran inquiry dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan pemahaman konsep fisika siswa, Sukarman, et al (2013:154) mengatakan bahwa pembelajaran inquiry dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa dan motivasi berprestasi siswa, berikutnya Tella (2007:54) menyatakan peserta didik yang memiliki motivasi tinggi dan rendah akan memiliki prestasi belajar yang berbeda pula. Peserta didik yang dimotivasi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik. Dari beberapa permasalahan tentang rendahnya kemampuan proses sains dan hasil belajar siswa, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Efek Model Pembelajaran Inquiri Training Dengan Menggunakan Media PhET Dan Motivasi Terhadap Ketrampilan Proses Sains.

10 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka yang menjadi identifikasi masalah adalah sebagai berikut : 1. Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru belum memaksimalkan penerapan model model pembelajaran sesuai dengan teori yang ada. 2. Pembelajaran fisika belum memperhatikan kemampuan motivasi para siswa. 3. Guru belum memaksimalkan penggunaan potensi media PhET pada siswa dalam menyelesaikan soal-soal fisika, baik soal yang berkaitan dengan kemampuan kognitif 4. Keterampilan proses sains siswa mata pelajaran sains belum mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. 5. Alat- alat praktikum di sekolah tidak memadai. 1.3 Batasan Masalah Semua permasalahan yang diuraikan diatas tidak mungkin untuk diteliti semua karena keterbatasan penulis. Dalam penelitian ini masalah dibatasi pada: 1. Model pembelajaran yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Inquiry Training dengan menggunakan media PhET. 2. Motivasi peserta didik yang digunakan sebagai variabel moderator diukur dengan menggunakan angket motivasi. 3. Sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika dan melatih kemampuan siswa dalam melakukan penyelidikan atau percobaan digunakan model pembelajaran Inquiry Training (IT) dibandingkan dengan pembelajaran konvensional

11 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah maka permasalahan utama pada penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh model pembelajaran Inquiry Training dengan menggunakan media PhET dan motivasi terhadap keterampilan proses sains pada materi Getaran dan Gelombang?. Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah keterampilan proses sains fisika siswa SMP Negeri 1 Labuhan Deli dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training menggunakan Media PhET lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional? 2 Apakah keterampilan proses sains fisika siswa SMP Negeri 1 Labuhan Deli yang memiliki motivasi tinggi lebih baik dengan motivasi rendah? 3 Apakah ada interaksi antara model pembelajaran Inquiry Training dan pembelajaran konvensional dengan tingkat motivasi dalam mempengaruhi keterampilan proses sains siswa? 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh model pembelajaran inquiry training menggunakan media PhET dan motivasi terhadap keterampilan proses sains pada materi pokok Getaran dan gelombang. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains fisika siswa SMP Labuhan Deli dengan penerapan model pembelajaran inquiry training menggunakan media PhET lebih baik daripada pembelajaran konvensional

12 2. Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains fisika siswa SMP Negeri 1 Labuhan Deli kelompok siswa yang memiliki motivasi tinggi lebih baik daripada motivasi yang rendah 3. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan pembelajaran konvensional dengan tingkat motivasi dalam mempengaruhi keterampilan proses sains fisika siswa 1.6 Manfaat Penelitian Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi sebagai sumbangan pemikiran dan bahan acuan bagi guru, pengelola, pengembang lembaga pendidikan dan penelitian selanjutnya yang akan menguji secara lebih dalam tentang penerapan model pembelajaran inquiry training dalam meningkatkan keterampilan proses sains pada siswa. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan acuan bagi guru, pengelola, pengembang lembaga pendidikan dan penelitian selanjutnya akan menguji secara lebih mendalam tentang model pembelajaran inquiry training pada materi getaran dan gelombang yang dapat digunakan guru. sehingga siswa dapat mengembangkan aspek kemampuan dasar yang mencakup aspek kognitif dan psikomotorik. 2. Model pembelajaran ini dapat menjadi pertimbangan bagi guru fisika dalam upaya perbaikan proses pembelajaran, karena model ini mengutamakan pembelajaran yang berpusat pada siswa keterampilan proses sains siswa dan motivasi.

13 1.7 Definisi Operasional Untuk memperjelas variable variabel, agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran terhadap rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu adanya penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.berikut diberikan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Model pembelajaran inquiry training adalah upaya pengembangan para siswa yang mandiri dengan menerapkan metode yang mensyaratkan partisipasi aktif siswa dalam penelitian ilmiah (Joyce, 2009:188). 2. Menurut Hamalik (2004:158), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respons respons yang tertuju kearah suatu tujuan. 3. Pembelajaran konvensional cenderung pada belajar hapalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks, serta penilaian masih bersifat tradisional dengan paper dan pencil test yang hanya menuntut pada satu jawaban benar. 4. Keterampilan proses sains adalah sekumpulan kemampuan yang dimiliki, dikuasai, dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah. (Rao, 2008:23). 5. Media animasi software PhET adalah salah satu media komputasi yang menyediakan animasi baik fisika, biologi, maupun sains lain. Di dalam media animasi software PhET ada sub sub file yang dapat dipilih sendiri dan animasi apa yang ingin ditampilkan. Di dalam media ini dapat ditampilkan suatu materi yang bersifat abstrak dan dapat dijelaskan secara langsung oleh media ini sehingga siswa dengan mudah memahami materi tersebut. (Nurhayati, 2014:3)